SURABAYA, KOMPAS.com — Riwayat kawasan lokalisasi Dolly dan Jarak sudah tamat. Pasar birahi itu resmi ditutup Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan aparatnya, 18 Juni 2014. Sejak itu, secara bergelombang, para PSK dipulangkan.
Ratusan wisma pun secara bertahap menghentikan operasi. Kini, kampung itu berubah wajah menjadi permukiman murni yang sehat.
Akan tetapi, aktivitas bisnis prostitusi tetap saja tersisa. Para penyedia PSK tetap mangkal di sana. Mereka menggunakan perangkat elektronik dan teknologi informasi untuk menjual jasa PSK.
"'Dagangan' (PSK) mereka masih banyak. Cuma, sekarang mereka tidak berani ke Dolly. Mereka biasanya menawarkan dengan menunjukkan foto-foto menggunakan tablet dan smartphone," tutur pelanggan Dolly yang tidak mau namanya disebutkan, awal pekan lalu.
Inilah generasi "E-Dolly". Generasi yang melanjutkan prostitusi setelah ratusan wisma di Dolly benar-benar mati.
Gerakan mereka sama dengan para pemain lain dalam bisnis prostitusi elektronik. Selain "E-Dolly", Surya menemukan puluhan akun yang menawarkan layanan seks melalui dunia maya.
Ada yang lewat Facebook, tetapi lebih banyak melalui Twitter. Umumnya, tiap akun berisi grup yang beranggotakan para PSK.
Dari puluhan akun, belasan akun di antaranya "menjual" PSK dengan embel-embel sebagai grup perempuan Surabaya.