Melody tidak hanya polos, dia juga bodoh. Dia sadar kata-kata itu mencakari hatinya, membuatnya terasa sesak. Dia ingin membenci sam, sebesar dia merindukan laki-laki itu. Namun hatinya tidak dapat membawa setetespun rasa benci, membuatnya perlahan membenci hatinya sendiri.

Melody ingat bagaimana Reza memperlakukannya. Pria itu seperti iblis yang sedang mencari jalan untuk keluar dari nerakanya. Iblis yang sedang berusaha memotong ekor dan menumbuhkan sayapnya, untuknya.

Kata-kata Reza membuat hatinya berguncang. Sam adalah malaikatnya, satu-satunya malaikat yang mematri matanya namun perlahan kehilangan sayap. Namun dia mencintai Sam, sejak tubuh belumlah mekar. Dia rindu kala mereka berkejaran menggapai batas cakrawala pada tepi pantai, dimana matahari keemasan berkemilau dengan begitu menakjubkan.

"Aku telah menemukan duniaku." gunamnya pelan. "Dan duniaku, hanyalah engkau saja."

Namun kini, ribuan hari terbentang dan hanya ditemani luka. Dia tidak dapat memulangkan air mata yang mengalir laksana hujan. Terasa sesak didada, dia tidak tahu apa nama rasa itu. Sebab yang dia tahu selama ini, hanyalah bagaimana membuat Samuel bahagia. Bagaimana seni dalam mencintai seseorang dengan begitu dalam, sebesar dia mencintai dirinya sendiri.

Aku bahagia janjimu tidak terbuat dari darah. Tapi tidak mengapa, Sam. Tidak mengapa engkau melukai hatiku. Aku sanggup menanggungnya. Aku hanya ingin kamu bernapas sekali lagi untukku saja. Aku hanya ingin melihat engkau memandangku seperti dulu.

Namun rindu, kadang berubah menjadi peluru. Yang bersarang pada tubuh sendiri.