Sebelum ada yang mau nawarin gue Blue Pill atau Red Pill, let me say this first: Whoa !
A proud SpaceBattler now.
Perlu panggilkan pak dokter kemari?
Barangsawijine purwo marang kawitan, Bandar sejatining wujud. Yuk lakone.. BUTHO CAKIL sido NGEMUTTT PEN.....THUNG!!
Gila yg didefinisikan oleh psikologi, apakah itu sama dengan yg Tuhan punya? Artinya, kalo Tuhan menginformasikan pada umatnya bahwa pembunuh gila tidak berdosa, maka Tuhan pun harus memberikan batasan apa yg Tuhan maksud dgn gila. Kalo Tuhan maksudnya A, sementara psikologi maksudnya B, lha jadi apa manfaatnya info Tuhan tsb?
I wouldn't be worry about it, Eyang. Kalau Tuhan punya definisi sendiri soal gila yang tidak Dia share ke manusia, berarti biar saja segala hukuman bagi orang gila di alam sana jadi urusan-Nya sepenuhnya. Let His system works. Sementara biar kita berurusan dengan orang gila menurut definisi kita sendiri saja...
***
Konsep yang baik dan mendalam, terima kasih sudah membawanya ke sini, May Silv. Ijinkan saya berkomentar, meskipun pemahaman saya soal filsafat perubahan belum seberapa.Originally Posted by silvercheeks
... bayangkan karena perenungan di atas, penduduk desa duduk tenang menonton si anak di terkam harimau sambil menggumam "ini memang salah kita membabat habis hutan si harimau", atau si harimau yang melakukan upacara harakiri dan punah secara terhormat demi kemajuan spesies yang lebih agung, yaitu manusia.
Penduduk desa membunuh harimau mungkin suatu hal yang salah dipandang dari sisi para harimau atau menurut pandangan ekosistem, tapi demikian pula kalau mereka tidak melindungi anak-anak mereka dari terkaman si kucing belang itu. Kesalahannya mungkin bersifat sistemik yang di luar kuasa kedua belah pihak. Misalnya ada penebangan hutan oleh perusahaan kelapa sawit di sekitar situ? Sama sekali bukan kesalahan si harimau atau penduduk desa. Mungkin juga penduduk desa memang bertambah dan mau tidak mau mereka mulai merambah ke hutan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka?
Kita tidak bisa mengelak bahwa kejadian-kejadian di muka bumi ini memiliki ke-saling terkait-an yang rumit, yang akhirnya ternyata semua pihak punya kontribusi atas kejadian tersebut, dan juga benar bahwa penerjemahan segala sesuatu sangat tergantung pada persepsi pihak yang melakukan penilaian. Namun penting juga untuk membatasi pikiran pada dimensi praktis. Misalnya, seorang prajurit yang sedang bertempur bisa saja melakukakan telaah mendalam tentang sebab pertempuran yang sedang dialaminya, dari sisi sosial, ekonomi, moral, sejarah, filosofis, agama, dan semua aspek yang bisa dibawanya, tapi hal terbaik yang dia perlu lakukan pada saat itu adalah bertempur dengan baik, kill or be killed.
The point?
Telaah masalah memberikan kita pandangan yang lebih luas dan sistemik. Namun demikian, kita mengambil tindakan sesuai dengan dimensi tempat kita berada. Bila kita adalah pembuat kebijakan, kita selayaknya mengeluarkan peraturan konservasi alam dan kependudukan sedemikian rupa agar manusia dan harimau tidak perlu bersitegang, namun bila kita hanyalah penduduk desa di tepi hutan di mana kucing belang itu tinggal, layaklah kita mempersenjatai diri secukupnya dan mengajari anak-anak kita untuk waspada.
Kembali ke orang gila yang membunuh, kita setujui dulu di dimensi apa kita sedang berbicara. Berbicara di tataran kosmis, kita bisa mengatakan bahwa kita punya pandangan dan persepsi berbeda atas kejadian ini, bahwa satu pihak berbeda dengan pihak lain, bahwa yang satu tidak lebih baik dari yang lain, bahwa bodoh sekali hidup dalam konsep dualisme apalagi sampai mengambil pihak dan bertentangan dengan pihak lain. Tapi pada akhirnya kita tetap perlu sampai pada pertanyaan mendasar, "lalu bagaimana?"
***
ini adalah pandangan atheis maupun theis... karena dua-duanya mengakui memang begitu adanya. Pun tindakan yang diambil juga sama... rehabilitasi... jadi sesungguhnya theis maupun atheis sudah mengambil simpulan praktis dan tidak ada pertentangan... jadi di pikiran siapakah pertentangan itu adanya?Originally Posted by silvercheeks
"Mille millions de mille milliards de mille sabords!"
aih, gw bukan May kali...
gw Kop, klonengan beastmen85
keknya pasien RSJ perlu dilepaskan dimari
Kabar gembira untuk kita semua, kini tai ada ekstraknya~
^
^
Pantes maenannya sama...
"Mille millions de mille milliards de mille sabords!"
^ iya msh belum bosen dgn cermin yg satu ini.
saya perhatikan baik2 diri saya di cermin, tak kirain cuma bentar ternyata makan waktu luuaaamaa, jadi saya pelajari dulu baik2 keindahan cermin ini daripada maenan barang luar yg jelas2 diluar kuasa saya
yg jelas di cermin ini saya nampak cakep n charming
Kabar gembira untuk kita semua, kini tai ada ekstraknya~
Orang yang sudah benar-benar dinyatakan gila adalah penderita sakit jiwa jenis psikotik alias Schizophrenia, jadi penderita sudah gak bisa lagi hidup dalam dunia nyata, tapi hidup dalam halusinasi yaitu melihat, merasa, mendengar sesuatu yang sebenarnya gak ada.
Sedangkan orang awam seringkali mengartikan gila menurut pemikiran sendiri dan seringkali dipakai dalam bahasa sehari-hari ketika melihat sesuatu yang tidak biasa, atau merasa gak senang atas perbuatan orang lain, seperti misalnya, "Wuih gila, hebat betul akrobatnya, atau "Gila, jawabannya benar semua", karena merasa heran atau heboh. Atau ada kalimat, "Kamu gila ya, dari tadi telepon terus", untuk menunjukkan perasaan gak suka karena merasa terganggu. Atau gila dalam kamus juga bisa berarti getol, obsesi, dan kecanduan terhadap sesuatu yang gak bisa lepas seperti gila cinta, gila hormat, gila nafsu, gila kekuasaan, gila wanita, gila pria, gila uang, atau tergila-gila pada sesuatu. Bisa juga gila punya arti semakin menjadi-jadi, semakin ganas, misalnya: Topan itu semakin menggila, aksinya semakin menggila. Dalam bahasa sehari2 sering kita dengar kata nggilani, artinya saru, norak, atau menjijikan, membuat risih, misalnya: Anak itu dandanannya nggilani.
Sebetulnya yang berhak menyatakan seseorang itu gila atau tidak hanyalah psikiater atau psikolog klinis, mereka memang mempunyai ilmu untuk bisa melakukan diagnosa dengan tepat.
Last edited by milnalev; 02-05-2013 at 10:13 PM.
^
cih....
analogi
Budi berkata: "Mati aku!! Tugasku belum ku kerjain....."
apakah berarti budi mati alias koit alias modyar alias tewas???
Barangsawijine purwo marang kawitan, Bandar sejatining wujud. Yuk lakone.. BUTHO CAKIL sido NGEMUTTT PEN.....THUNG!!
males diskusi yg beginian... kurang sexy ah
BTW BUSWAY.. setau gue waktu gue masih di jepang, klo orang tua/nenek/bapak/ibu dll. sakit2an tiduran terus gak bangun2 dan gak bakal sembuh lagi "menyulitkan keluarga yg setengah mati membiayai yg sakit itu" konon kalau keluarga semua menyetujui.." itu bisa disuntik mati (gue gak yakin tapi konon sih begitu)