Semenjak kuliah metodelogi penelitian minggu kemarin, sat u misteri di dunia (bagiku) mulai terkuak. Alasan mengapa ada orang yang tidak dapat berpikir rigid dan pasti.
Bahkan ketika menikahpun saya sempat heran dan bingung dengan segala perdaan sikap suami. Dia begitu mudah berkompromi, lebih agile (luwes) dan lebih mudah menguraikan masalah kompleks, terutama yang berhubungan dengan manusia.
Lalu “boommm” jawaban itu datang (setelah sekian tahun). Ternyata ada yang namanya Soft System Methodology.
Penjelasan sederhana (hasil googling)
Soft System Methodology (SSM) merupakan teknik untuk menganalisis dan mencari solusi atas sistem aktivitas manusia. Soft system methodology sangat cocok untuk penelitian yang tujuan utamanya untuk membuat konsep model, memperbaiki tindakan pragmatis, mencari kompromi, maupun pembelajaran bersama dan partisipatif seperti penelitian tindakan kelas, pengembangan organisasi, dan pengembangan komunitas.
Soft System Methodology adalah metodologi yang digunakan untuk mendukung strukturisasi pemikiran dalam masalah organisasi dan komunitas yang kompleks.
Terhadap masalah ini, soft system methodology adalah proses untuk mengidentifikasi, merumuskan akar permasalahan dan pemecahannya, menemukan dan mempertemukan pendapat para pihak yang terlibat seperti pelaksana, pengambil keputusan, pengguna, dan dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dan pandangan umum masyarakat/politik/sosial budaya.
SSM ini awalnya digunakan untuk pendekatan pola pikir dalam ilmu sosial. Namun dapat pula digunakan untuk memecahkan masalah dalam bidang ilmu yang sekarang sedang saya geluti.
Selama ini saya berada di lingkungan yang berlatar belakang ilmu eksak. Pendekatan pemikiran yang digunakan umumnya adalah hard system methodology (HSM). Pendekatan ini sangat cocok digunakan untuk menghadapi mesin atau benda mati lainnya. Semua serba pasti, rigid. Pola pikir inilah yang saya gunakan bertahun-tahun, dan tidak menyadari ada pola pikir lain yang seharusnya saya gunakan bila menghadapi objek yang berbeda.
Manusia, masyarakat, organisasi, pola pemikiran HSM tidak mungkin bisa dipaksakan. Kenapa? Karena ada faktor X pada manusia, yaitu MOTIF. Motif ini yang membuat semua serba tidak pasti, namun hanyalah “cenderung” pada suatu kesimpulan.
Tidak ada yang bisa memaksakan motif ini terus menerus sama, ketika kita meminta orang membuka pintu, maka belum tentu 100% pintu akan dibuka oleh orang tersebut. Ada motif dari orang itu, apakah sejalan dengan kita, atau tidak? Apakah ada faktor lain yang mempengaruhi orang itu membuka pintu?
Beda kalau kita menggunakan mesin yang kita program, default prosesnya tentu diharapkan 100% akan melakukan apa yang kita pinta.
Ah… betapa bodoh dan lugunya diriku. Benar kata orang, semakin belajar, semakin menyadari banyak hal yang belum aku ketahui.
Terima kasih buat suamiku, walau mungkin kau tidak mendefinisikan cara berpikirmu ini sebagai sebuah SSM, dan menjelaskan apa kelemahan cara berpikirku yang HSM, tapi dirimu mampu meneladani dan mengajariku secara lembut untuk mampu menempatkan pola pikir yang berbeda untuk objek yang berbeda.