Results 1 to 14 of 14

Thread: - Kakek Penjual Amplop Di ITB -

  1. #1
    Barista lily's Avatar
    Join Date
    May 2012
    Location
    a place called home
    Posts
    12,753

    Cool - Kakek Penjual Amplop Di ITB -

    Kisah Kakek Penjual Amplop di ITB. Kisah nyata ini ditulis oleh seorang dosen ITB bernama Rinaldi Munir mengenai seorang kakek yang tidak gentar berjuang untuk hidup dengan mencari nafkah dari hasil berjualan amplop di Masjid Salman ITB. Jaman sekarang amplop bukanlah sesuatu yang sangat dibutuhkan, tidak jarang kakek ini tidak laku jualannya dan pulang dengan tangan hampa. Mari kita simak kisah Kakek Penjual Amplop di ITB.

    Kakek Penjual Amplop di ITB


    Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat saya selalu melihat seorang Kakek tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat. Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun Kakek itu tetap menjual amplop. Mungkin Kakek itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.






    Kehadiran Kakek tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran Kakek tua itu.

    Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat Kakek tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu Kakek itu melariskan dagangannya. Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri Kakek tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkus plastik itu. “Seribu”, jawabnya dengan suara lirih. Oh Tuhan, harga sebungkus amplop yang isinnya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya. Uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi Kakek tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. “Saya beli ya pak, sepuluh bungkus”, kata saya.






    Kakek itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak.


    Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop. Kakek itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp7500. “Kakek cuma ambil sedikit”, lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si Kakek tua. Jika pedagang nakal ‘menipu’ harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, Kakek tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.






    Setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. Tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat Kakek tua itu untuk membeli makan siang. Si Kakek tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis. Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata. Sambil berjalan saya teringat status seorang teman di fesbuk yang bunyinya begini:
    “Kakek-Kakek tua menjajakan barang dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk tepekur di depan warungnya yang selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman dan lengkap….”.

    Si Kakek tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku. Cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka. Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka insya Allah lebih banyak barokahnya, karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.


    Dalam pandangan saya Kakek tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tetapi si Kakek tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu.






    Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang saya beli dari si Kakek tua tadi. Mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si Kakek tua.

    Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya. Mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si Kakek tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku.

    sumber : blog Rinaldi Munir

    Mari kita bersyukur telah diberikan kemampuan dan nikmat yang lebih daripada kakek ini. Tentu saja syukur ini akan jadi sekedar basa-basi bila tanpa tindakan nyata. Mari kita bersedekah lebih banyak kepada orang-orang yang diberikan kemampuan ekonomi lemah. Allah akan membalas setiap sedekah kita, AMIN.
    - I'm such a very lucky woman and have a very lucky life -

  2. #2
    ★★★★★ itsreza's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    10,216
    Setuju untuk membantu dengan membeli barang dagangan mereka yang
    berusaha, mereka lebih terhormat dibandingkan orang yang berusaha
    dengan hanya mengemis. Padahal mungkin para pengemis penghasilan
    hariannya lebih tinggi dibandingkan orang yang berjualan.

  3. #3
    Chief Cook etca's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Location
    aarde
    Posts
    11,135
    Persis. Ama kakek tua yang hampir tiap hari saya jumpai di depan sebuah stasiun kereta.
    Usianya barangkali sudah mencapai 76an tahun.
    Dia menjual kaca handmade. Seharga Rp. 8.000,00
    Bapak itu selalu berpakaian kemeja rapi.
    Bersyukur sekarang bapak sepuh itu juga dipekerjakan sbg tukang parkir di depan empek2 Gaby.

    Suka sedih liatnya, yang sudah usia pensiun aja masih mau bekerja keras
    Yang anak mudo cuma mengeluh aja kerjaannya kalau disuruh bekerja
    Bahkan ada yang sok2an ga mau kerja kalau dirasa ga cocok. #sigh

  4. #4
    pelanggan tetap Neptunus's Avatar
    Join Date
    Aug 2011
    Posts
    1,814
    duh.... mata kemasukan debu abis baca

  5. #5
    Chief Cook GiKu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    10,315
    versi lain

    Kisah Kakek Penjual Tali Sepatu

    Spoiler for ini ceritanya:


    Penulis aslinya adalah seorang mahasiswa Unpad bernama Andre Daryanto. Marik kita simak pengalaman spiritual Andre bertemu dengan Kakek Penjual Tali Sepatu.


    Kisah Kakek Penjual Tali Sepatu



    Nama saya Andre, saya mahasiswa Jurusan Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran, duduk di bangku semester 3, setiap pagi saya melangkahkan kaki dengan pasti menuju kampus yang terletak tidak begitu jauh dari rumah kontrakan saya , pagi penuh semangat membara seorang pejuang kecil yang bercita cita ingin mengubah dunia, ya impian kecil yang tidak mustahil kan sobat ?

    Satu setengah tahun, sudah saya lalui setiap hari menelusuri jalan yang sama menuju kampus, setiap pagi, wajah wajah mahasiswa penuh ambisi lalu lalang seakan melangkah tanpa beban, pun tanpa melengok ke lingkungan sekitar, ya mungkin ada satu atau dua orang yang menyadari , bahwa di sepanjang jalan yang dilalui, begitu banyak pemandangan yang menyayat hati, ya, menyayat hati bagi yang masih punya hati, ibu ibu duduk lesu menggendong anak yang haus akan susu, bapak bapak tua, lumpuh tanpa bisa mengeluh , kakek kakek yang bergolek di tengah teriknya matahari di jatinangor ini ,tapi itu seakan sudah menjadi pemandangan yang lumrah , "lumrah ? "

    Saya mulai ragu akan eksistensi teman teman saya yang bernama mahasiswa, yang dengan bangga mereka menyebut diri masing masing sebagai agen perubahan, namun menanggapi hal yang setiap hari mereka , anda, bahkan saya lihat, malah di sebut pemandangan yang lumrah, miris memang, tapi inilah dunia KEJAM.

    Satu sosok yang amat saya soroti, setiap pagi, setiap hari, seakan tak pernah bosan, duduk seorang pria tua, yang umurnya sudah lebih dari separuh baya, duduk termenung melamun memandangi daganganya yang tak laku laku, bapak itu setiap hari menjajalkan tali sepatu, dan sekali sekali menjual koran koran di pagi hari. Sungguh pemandangan yang menyayat hati. Kehadiran bapak tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli tali sepatunya itu? teman teman mahasiswa hanya lewat tak memperhatikan, bahkan hanya sekedar menawar barang dagangan si kakek tua, masyaallah, Lalu lalang orang yang bergegas menuju kampus seolah tidak mempedulikan kehadiran kakektua itu.

    Kemarin setelah pulang dari kampus, saya melihat kakek tua itu sedang duduk termenung menatapi daganganya, saya sudah berniat akan membeli tali sepatu itu walaupun saya tidak begitu membutuhkanya, saya menghampiri kakek tadi, menanyakan berapa harga tali sepatu yang beliau tawarkan "lima ribu cep" mau beli yang warna apa ? oh syukurlah ternyata masih ada yang mau beli dagangan bapak " sahutnya penuh lirih, oh tuhan, harga sepasang tali sepatu beliau jual hanya dengan harga 5 ribu, mengambil untung hanya seribu rupiah dari orang yang menjual kepada beliau, sontak darah saya berdesir cepat, seakan butiran airmata tak tahan ingin menghujat keluar, betapa tidak, seribu rupiah, itu hanya bisa membeli sebuah "gehu" pedas yang di jajalkan di pinggir pinggir jalan, dengan sekuat hati saya tahan perasaan iba," saya beli 2 pasang ya kek "



    Kakek tersebut terlihat sangat senang, karena akhirnya, setelah dari subuh menjajalkan daganganya, baru pada pukul 2 siang saya orang pertama membeli dagangan beliau, saya mengeluarkan uang 20 ribu, beliau berkata," ga ada kembalianya kakek mah nak", jawab kakek. "oh ga apa apa kek, ambil saja kembalianya, dari saya" Lalu saya bertanya kembali, mengapa beliau dengan usia yang sudah lanjut, dan seharusnya sudah duduk diam di rumah menikmati sisa sisa umur beliau, malah masih bekerja keras membanting tulang, dari pagi hingga petang, menjajalkan koran dan tali sepatu di lingkungan unpad tersebut? tanya saya kepada beliau, dengan suara yang tertatih tatih beliau menjawab" yah, mau gimana lagi nak, inilah dunia, mungkin allah belum meridoi saya kalau saya masih malas malasan, saya punya anak di rumah di garut 12 orang, 5 orang sudah berkeluarga dan pergi jauh meninggalkan kehidupan mereka yang serba berkekurangan, masih ada 7 orang lagi anak saya yang masih duduk di bangku sma dan smp, ga mungkin saya hanya duduk diam, sementara kaki saya masih kuat berjalan."

    Mendengar hal itu, sontak saya menahan pekik yang begitu menyerang ke hati yang paling dalam, saya tak kuasa melihat kepedihan dan ketegaran seorang kakek yang dimasa tuanya masih berjuang demi menghidupi keluarganya .. "Lalu , disini kakek tinggal dimana? dan pulang berapa minggu sekali ke garut kek?" tanyaku lirih, "Kakek tinggal di musholla di sebelah sekre mahasiswa, kakek numpang tinggal disana, sekaligus membantu membersihkanya, karena ga ada yang ngerawatnya, oleh UNPAD kakek g di terima menjadi karyawannya, karena umur kakek udah terlalu tua, padahal kakek berharap sekali dapet uang dari menjadi karyawan untuk membersihkan musholla ini" imbuhnya, " kakek biasanya pulang ga menentu waktunya, asalkan kakek udah bisa membeli beras 20 kg, baru kakek pulang, itu biasanya sekitar 2 minggu mengumpulkan uang untuk membeli beras itu buat di bawa pulang ke garut" katanya

    Allahuakbar ,, demi keluarga tercinta, beliau rela tidur di musholla yang dingin sendiri, ditemani kesepian yang teramat mendalam , dan kerinduan akan menghabiskan hidup tenang, demi mencari sesuap nasi, membela harga diri, untuk tidak menjadi pengemis yang tanpa ada usaha sedikitpun, sungguh beliau begitu mulia, dan semoga Allah selalu bersama orang yang berhati seperti seorang malaikat yang sengaja di utus tuhan kebumi agar manusia dapat belajar, menghilangkan ketamakan dan bermalas malasan.

    Untuk teman teman ku, yang mengatas namakan diri mereka mahasiswa, terutama anda yang berkuliah di kampus unpad jatinangor ini, saya harap, ini hanya salah satu bentuk saya saling berbagi, saling mengingetkan, bahwa di luar sana, masih banyak saudara saudara kita yang membutuhkan perhatian, jadilah mahasiswa seutuhnya, karena saya sendiri tidak mampu berbuat banyak, saya butuh kalian, kalian yang berjiwa besar, yang mau sedikit meluangkan waktunya memperhatikan orang orang di sekitar.


  6. #6
    Barista AsLan's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    9,288
    koq bisa ada 2 versi cerita yg sangat mirip...

    jangan2 ini remake dari kisah gadis penjual korek api...

  7. #7
    pelanggan setia Porcelain Doll's Avatar
    Join Date
    Mar 2011
    Posts
    6,347
    lily....tanggung jawab nih bikin g nangis pagi2
    Popo Nest

  8. #8
    Chief Cook GiKu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    10,315
    Quote Originally Posted by AsLan View Post
    koq bisa ada 2 versi cerita yg sangat mirip...

    jangan2 ini remake dari kisah gadis penjual korek api...

    boleh dong di paste ceritanya di marih

  9. #9
    Barista lily's Avatar
    Join Date
    May 2012
    Location
    a place called home
    Posts
    12,753
    Sama... Pas nge post juga saya mewek - mewek...

    Sini sini... Saya sedia my shoulder to cry on

    Di Surabaya juga ada kakek jual pesawat kayu mainan , rasanya liatnya itu sampe kasian gitu... Yang kakek ini pernah lewat jendela saya , cuma saya pas ga ada uang di dompet

    Ada juga nenek jual koran , udah tua banget , 80 an kali. Sampe ga tega liatnya... Saya ga pernah beli korannya , tapi setiap dia lewat jendela saya , selalu saya kasi seadanya uang di dompet saya...

    Ada juga kakek udah tua , narik gerobak sampah , penuh sampah. Miris banget saya liatnya. Saya berhenti di tengah jalan. Kasi uang , pas emang ada uang.

    Banyak orang yang udah renta masi kerja , kasian banget liatnya.

    Di sisi lain , ada yang masi muda , malah jadi preman , maksa - maksa minta uang , gedor - gedor jendela dll...
    - I'm such a very lucky woman and have a very lucky life -

  10. #10
    Barista AsLan's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    9,288
    Quote Originally Posted by GiKu View Post
    boleh dong di paste ceritanya di marih
    ini kan cerita yg sangat terkenal...
    kisah seorang gadis kecil yg mengalami halusinasi sebelum tewas kedinginan.


    Gadis Kecil Penjual Korek Api



    Suatu malam di bulan Desember ada seorang gadis kecil yang jalan kian kemari menawarkan korek api. Gadis kecil itu memakai pakaian
    compang-camping. Ia menawarkan korek api pada siapa saja yang lewat. Akan tetapi, usahanya tidak membuahkan hasil. Dari pagi ia menawarkan korek api, tetapi tidak ada yang mau membelinya.

    “Nyonya mau membeli korek api ini, dijamin akan sangat berguna!” ucap gadis kecil penjual korek api.

    “Nak, maaf ya sebab aku sudah membeli korek api kemarin,” jawab seorang
    Ibu.

    Kemudian lewat lagi seorang gadis cantik bersama kekasihnya.

    “Nona, aku mohon belilah korek api ini, dijamin nona tidak akan kecewa dengan kualitas korek api ini,” gadis kecil itu berucap lagi.

    “Maaf, Dik, di dapur rumahku juga masih banyak korek api yang belum terpakai,” jawab gadis itu.

    Gadis kecil penjual korek api itu kelihatan sangat sedih. Ia tahu kalau pulang tanpa membawa uang pasti ayahnya akan menghukum dengan hukuman keras dan kejam. Bayangan wajah ayahnya menjadi sosok yang cukup menakutkan bagi gadis kecil penjual korek api itu.

    Tanpa mengenal putus asa, gadis kecil penjual korek api itu tetap menawar-kan pada setiap orang yang lewat. Gadis kecil penjual korek api itu tertunduk lesu. Tiba-tiba dari arah belakang ada kereta kuda yang sedang jalan dengan sangat kencang. Gadis kecil penjual korek api itu kaget bukan main, ia sedikit terserempet dan kemudian terjatuh.

    Peristiwa itu membuat sepatu si gadis terlepas. Sepatu kiri gadis penjual korek api itu hilang, sedangkan sepatu kanannya terlempar ke seberang jalan. Lebih menyedihkan lagi sepatu yang terlempar ke seberang jalan tadi di-ambil seorang anak yang kebetulan melintas dan anak yang mengambil sepatu seperti hilang dalam sekejap.

    Gadis penjual korek api tampak sedih sekali. Ia langsung meneteskan air mata. Apalagi semua korek api yang dibawanya semuanya berhamburan ke segala penjuru. Ada yang terjerembap dalam air. Ada pula korek api yang patah. Dengan perasaan sedih, gadis kecil itu memunguti korek api yang masih bisa digunakan.

    “Aduh bagaimana ini pasti ayahku tambah marah. Sudah pulang tidak membawa uang, ditambah lagi banyak korek api yang rusak,” keluh gadis kecil penjual korek api itu.

    “Aku tidak berani pulang malam ini. Perutku juga sangat lapar karena sejak pagi belum makan apa-apa,” ucap gadis kecil penjual korek api dalam hati dan tanpa terasa air matanya pun jatuh membasahi pipi.

    Malam pun semakin larut. Gadis kecil penjual korek api itu tetap menyusuri jalan sambil berharap ada pembeli korek api. Dari kejauhan ia melihat cahaya yang cukup terang dari sebuah rumah. Gadis kecil penjual korek api itu pun mencoba mendekat kemudian berhenti tepat di depan rumah itu. Ia mendapati seorang anak yang sedang bersenda gurau dengan orangtuanya. Hal itu mengingatkan masa indah gadis kecil itu ketika ibunya masih hidup. Ketika ibunya masih hidup, hampir setiap malam ia bergurau dengan kedua orangtuanya. Gadis penjual korek api itu membayangkan seandainya ibunya masih hidup, dia pasti tidak akan sesengsara ini.

    Kemudian dengan hati yang sedih, ia berjalan kembali. Saat itu bulan Desember, sehingga salju turun dengan begitu derasnya. Karena sudah terlalu lelah dan kedinginan kemudian gadis kecil penjual korek api itu berteduh di bawah pohon.

    Semakin lama gadis kecil penjual korek api itu merasa semakin kedinginan sehingga ia mengembus-embuskan napasnya ke tangannya dengan harapan bisa menjadi lebih hangat. Karena terlalu dingin, gadis kecil itu menyalakan satu korek api yang dibawanya. Creeess korek api pun menyala. Tampak cahaya yang begitu terang karena nyala korek api. Dalam terangnya cahaya itu ia melihat banyaknya makanan yang enak. Ada ayam panggang dengan nasi panas. Ikan makarel yang sudah dimasak dan buah-buahan yang cukup banyak. Ketika akan menyentuh makanan itu tiba-tiba hilang dan nyala api pun padam.



    Kemudian gadis kecil itu mengambil korek api lagi. Ia menyalakan korek api itu. Craasss cahaya cukup terang. Ia melihat ibunya yang telah lama meninggal. Gadis kecil itu tersenyum lebar sebab tanpa disangka bisa menjumpai ibunya kembali.

    “Ibu, akhirnya aku bisa bertemu ibu kembali. Ibu pergi ke mana saja selama ini?” ucap gadis penjual korek api itu.

    Ketika ditanyai oleh gadis kecil itu, ibunya tidak menjawab dan hanya tersenyum saja. Gadis kecil penjual korek api itu mendekat pada ibunya. Akan tetapi, ketika akan memeluk ibunya, tiba-tiba cahaya korek api pun redup kemudian padam. Sosok ibu yang hendak dipeluk gadis kecil itu pun ikut hilang.

    Hari sudah larut malam, tetapi tetap saja tidak ada orang yang membeli korek api. Gadis kecil itu tetap duduk di bawah pohon. Ia mulai menggigil karena malam itu terlalu dingin dan saiju tidak berhenti turun.

    Akhirnya semua korek api yang dibawanya ia kumpulkan. Ia kemudian menyalakan tumpukan korek api itu. Craaaaaaaaassssssssss muncullah cahaya yang sangat terang seperti siang hari. Dalam terang cahaya itu, ia berjumpa dengan neneknya yang telah lama meninggal.

    “Nek aku kangen sama nenek. Sudah lama aku tidak dimanja oleh nenek. Biasanya malam sedingin ini akan membuatku semangkuk sup panas. Pokoknya Aku kangen banget sama nenek,” ucap gadis kecil penjual korek api itu dengan manja pada neneknya.

    “Nenek juga kangen, Cucuku. Karena kangen, nenek ingin bertemu dan ingin mengajakmu pergi,” jawab Nenek itu.

    “Pergi ke mana Nek?” gadis kecil itu semakin penasaran.
    “Ya pergi bersama menuju kebahagiaan. Pergi menuju tempat ibumu di surga,” ajak nenek pada gadis kecil itu sambil meyakinkan.

    Akhirnya gadis penjual korek api itu pergi ikut neneknya. Keduanya seolah-olah terbang menuju ke langit dan terbang semakin tinggi kemudian menghilang seperti kedipan bintang.

    Pagi harinya di bawah pohon seberang jalan, banyak sekali orang sedang berkerumun. Ternyata kerumunan orang itu sedang melihat seorang gadis kecil yang tergeletak dijalan. Gadis kecil itu adalah si gadis kecil penjual korek api. Akhirnya ada seorang dokter datang melihat gadis kecil itu dan memeriksanya.

    Beberapa saat kemudian dokter mengatakan bahwa gadis malang itu sudah meninggal. Orang-orang yang berkerumun itu kemudian sangat bersedih karena tidak dapat menolong gadis itu. Mereka semua terdiam karena membiarkan gadis kecil miskin itu meninggal dalam kesengsaraan dan menanggung derita berat.

    Seorang gadis yang kemarin malam ditawari korek api pun menangis. Ibu yang ditawari untuk membeli korek api oleh gadis kecil itu kemarin juga menangis sejadi-jadinya. Mereka yang berkerumun tampak sangat menyesal sebab tidak dapat membahagiakan gadis kecil itu, setidaknya dengan membeli korek apinya kemarin.

    Orang-orang yang berkerumun tadi akhirnya sepakat memakamkan jenazah gadis kecil penjual korek api itu dengan layak. Setidaknya orang-orang di kota itu mencoba membahagiakan gadis kecil penjual korek api itu di surga.
    Last edited by AsLan; 03-11-2012 at 09:39 PM.

  11. #11
    Barista lily's Avatar
    Join Date
    May 2012
    Location
    a place called home
    Posts
    12,753
    Hiks... Kasian...
    - I'm such a very lucky woman and have a very lucky life -

  12. #12
    Chief Barista cha_n's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    11,544
    bersyukur kita jauh lebih beruntung
    ...bersama kesusahan ada kemudahan...

    “Aku Rela di Penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.” ― -Mohammad Hatta
    “Aku Rela di Penjara asalkan bersama akses internet, karena dengan internet aku bebas.” ― -cha_n

    My Little Journey to India

  13. #13
    Barista BundaNa's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Location
    Na...Na...Na
    Posts
    12,679
    bercerminlah dari cerita2 itu

  14. #14
    pelanggan tetap ga_genah's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    1,661
    tempat untuk belajar
    tempat untuk bersyukur
    dan tempat utk selalu melihat ke bawah...

Tags for this Thread

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •