having lived in multiple societies di mana saya selalu berada di posisi minoritas, gave me some opportunities to observe how each country handle racism.
amrik, mungkin sala satu negara yang paling berusaha untuk ber-politically-correct. biasanya praktek2 rasis secara rame2 di-condemn untuk kesopanan. walo ini bukan brarti rasisme tidak ada.
malaysia? it's weird. ppl can be blatantly racist towards each other, apapun background ras-nya, and vice versa. dan attitude itu sepertinya juga 'relatif' diterima. just a fact of daily life.
indo? somewhere in between.
now, don't get me wrong. tidak semua orang di msia rasis. there are plenty of nice ppl there.
but coming from indo, ngeliat orang malaysia hidup berkelompok berdasarkan etnis dengan praktek budaya etnis masing2 yang masih sangat kuat, dan menjalankan hidup begitu aja tanpa malu2, memang cukup unik. ini dibandingkan dengan indo ya (kalo dilihat dari kacamata seorang minority).
before going further, let me backtrack a little bit to explain why i think the way i do. growing up in indo, kita selalu diajarkan mengenai pancasila, 'berbeda2 tapi satu jua'. itu mantra yang cukup umum didenger di sekolah2. there was a little 'pressure', ato secara halusnya mungkin bisa disebut sebagai 'himbauan' untuk mengasimilasi. growing up as, and very aware so, minority, it's probably wiser to blend in than to stir up unnecessary trouble. at least that's the wisdom then. sometimes i even feel apologetic for being a minority. i dont know if it is a good or bad thing, but i take it as the way of life (not like i know any other anyway
), so im not really complaining. after all, i'm the third generation. untuk generasi pertama dan kedua mungkin lebih terasa pressure untuk itu memandang situasi sosial politik jaman itu. but it was beyond my time, we lived in different time periods.
so, saat pindah dan hidup di malaysia, saya liat attitude untuk ngeblend-in itu ngga ada. the chinese live among the chinese, speaking chinese, practice all the chinese-y thing, etc. likewise indians and malays and bumis (alias bumiputra). masing2 ras pun mempunyai prejudis masing2 terhadap ras2 laen. again, me being a foreigner, nor here nor there, had a privilege to be an outsider. for the msian chinese, typically we were deemed not chinese enough, maka biasa dicibir dan dipandang rendah. persepsi umum mengenai chinese-indo adalah bahwa chinese-indo are not chinese enough karena chinese indo kebanyakan sudah tidak bisa bahasa chinese lagi, dengan budaya yang sudah terasimilasi dengan indo pula, bahkan rata2 hanya bisa berbahasa indo yang notabene sangat mirip melayu. this raises a flag among other chinese akan kualifikasi ke-chinese-an chinese indo. karena itu juga chinese indo biasa dicap sebagai being 'too malay'. (although in my case, im lucky to know *some* chinese, so i was thought of as a little better chinese
). sedangkan untuk orang melayu dan bumiputra, sure we can converse better with them than the msian chinese, but we are not quite one of them either.
berdasarkan ingatan pelajaran sejarahku yang sudah bolong2 dari jaman smp sma di msia, seingatku partai2 politik msia dari jaman sebelum merdeka pun sudah dibentuk berdasarkan ras. ada partai india, partai chinese, partai melayu (mayoritas tentu aja). and i vaguely remember sala satu 'persyaratan' / bargaining chip oleh inggris untuk msia pada jaman perjuangan mereka untuk kemerdekaan adalah partai2 ras ini harus mampu bersatu, yang akhirnya mereka berhasil menyatukan suara di bawah payung aliansi besar, while at the same time still maintaining existance partai2 ras itu (mungkin ini bisa dilihat sebagai 'berbeda2 tapi satu jua'-nya versi msia
*silakan dimainkan musik orkestra epik nan heroic ala hollywood di sini*). btw, this was another 'culture shock'. perjuangan kemerdekaan mereka tanpa pertumpahan darah (at least tidak dielu2kan secara demikian seperti kita di indo), tapi melalui negosiasi and peace, begitu menurut cerita cikgu sejarahku. now, that confused the heck out of me for a while. it challenged my understanding of 'perjuangan kemerdekaan'. bisa kah kemerdekaan dinegosiasi seperti ini tanpa pertumpahan darah? apakah mereka tidak malu dengan cara mengemis kemerdekaan dari kerajaan inggris dan bukannya merebut kemerdekaan? should i call them 'pengecut bin lembek' or 'smart for being diplomatic'? *korban cuci otak pendidikan indo*
anyway, i digress.
my point is, historically, kehidupan dan kebebasan hidup sesuai ras budaya sendiri ini sudah ada dan dibiarkan tumbuh subur sejak dari dulu, loosely self-segregated perhaps. tidak seperti indo dengan 'himbauan' untuk berasimilasi. and this is an interesting thing. obviously approach yang diambil oleh kedua negara ini berbeda. dan hasilnya skarang pun jadi berbeda. despite apapun tuduhan orang indo mengenai chinese indo yang ekslusif dan tidak berasimilasi dll, menurutku ini tidak ada apa2nya dibandingkan dengan kehidupan tidak-berasimilasi yang ada di malaysia. karena kalo dibandingkan, sebenarnya chinese indo itu sangat indo dan terasimilasi.
let's put things into perspective. banyak temen sekolahku yang keturunan chinese msian tidak fasih berbahasa melayu, or *very* heavily accented, or can't speak, or refuse to speak. they are not at the level how chinese indo master indo language. padahal mereka ini udah generasi kebrapa loh. jenis sekolah pun bisa berbeda. there is such thing as fully chinese speaking school, fully english speaking school, dan fully malay (ini biasanya public school). akibatnya, murid2 etnis berbeda ini jadi kurang bisa berkomunikasi antara satu sama lain. bahkan di sala satu smp yang saya attend dulu, biarpun mediumnya pake bahasa melayu, yang chinese tetep aja kumpul sendiri dan berbahasa chinese aja (bahkan dengan guru2 beretnis chinese juga). hampir tidak pernah mendengar mereka berbicara bahasa melayu. begitu juga dengan india ato melayu. at least di lingkunganku dulu, komunikasi antara etnis rasanya lebih umum pake inggris dibandingkan melayu, tapi itu juga mungkin faktor dari sekolah2 / college yang saya attend cenderung beraliran inggris.
anyway, where am i? i didn't mean to write as long as this.
well, it is a complicated subject, and there are a lot more to be said. like practices of 'negative' affirmative action which favor the malay and the bumis and marginalize the minorities. but yet, at the same time the chinese msian can be pretty racist too. tinggal yang india aja nih yang semakin terpinggirkan
it's like, masing2 ras mempunyai resentmentnya masing2 terhadap satu sama lain.
i guess i'll end this with two snapshots here.
yang pertama, komentar dari seorang mahasiswa seniorku berketurunan melayu dari jaman kuliah dulu yang nimbrung di status temenku yang lain, dan komentarku sendiri di status yang sama.
--------------------------------------------------------------------------------------------------