Page 16 of 18 FirstFirst ... 61415161718 LastLast
Results 301 to 320 of 343

Thread: renungan ndugu v2.0

  1. #301
    pelanggan sejati ndugu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    7,678
    i have been called and told many things, dan saya sangat menyadarinya ada di diriku sendiri sejak lama, tapi saya baru mengenal istilah resminya belakangan ini, that is imposter syndrom. kalo ngebaca mengenai gejala2nya, well, rasanya it describes me very well. sepertinya saya termasuk penderita berat sindrom ini
    http://en.wikipedia.org/wiki/Impostor_syndrome

    selama ini, ada yang mengatakan:
    - im being too hard on myself, tapi benarkah?
    - itu hanya being humble. tapi, benarkah?
    - and on somewhat related note pada point kedua, karena faktor culture/ras (red: being an asian) berperan dalam pola pikir seperti itu. karena humility adalah sala satu virtue dalam budaya kita. tapi, benarkah?
    - karena keminderan dari childhood experiences, and this is coming from my own parent who said that. yah, memang growing up i did have some big time insecurities (who doesnt?). tapi, benarkah?

    i dont know. i think it's a combination of multiple things. mungkin pula saya sangat berhati2 dalam mengklaim apa yang saya mampu dan apa yang saya tidak mampu, karena saya mengambil penanggungjawaban atas klaim apapun yang kupilih dengan serius, sehingga mungkin saya lebih mempunyai tendency to the latter untuk amannya? or genuinely believe saya memang *belum* mampu? but, is it a bad thing? for genuinely being honest? saya menyadari hal ini memang tidak membantu dalam beberapa aspek hidup, terutama professionally. dan yah, maybe i am discounting myself a tad bit more than i should, because looking at it on printed paper, i know i aint that bad. and yea i know it's paradoxical. and i know i'm still struggling with it to this day. however, you can't help feeling and thinking the way you do, especially if it is something you honestly believe in. is it not *just* to be honest to yourself?

    i dont even know what's the root of it. and i dont even know if there is a cure per se. or is it even something to be cured?


    just a thought
    Last edited by ndugu; 20-05-2014 at 12:37 PM.

  2. #302
    pelanggan sejati ndugu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    7,678
    this is exactly what pisses me of whenever i read indonesian online news article
    let's dissect this, shall we?

    artikel ini berawal dari link sheva di thread sebelah mengenai samsung yang buka pabrik di vietnam dan bukan indonesia

    http://economy.okezone.com/read/2012...-di-indonesia/

    Paragraf 1
    Hengkang, Samsung Kapok Investasi di Indonesia?
    Jum'at, 30 November 2012 14:24 wib | Gina Nur Maftuhah - Okezone

    JAKARTA - Produsen elektronik asal negeri K-Pop, Samsung dikabarkan akan memindahkan investasi dan pembangunan pabriknya ke Thailand. Hal ini karena mereka sudah 'kapok' dengan situasi di Tanah Air.
    ok. ini rangkumannya. singkat, stage is set, and to the point.
    so far so good.


    Paragraf 2
    Berdasarkan sumber Okezone, petinggi Samsung langsung dari Korea yang mengakui langsung hal tersebut. Menurutnya, pabrik Samsung yang sudah terlanjur dibangun di Indonesia tidak akan dipindahkan. Meskipun begitu, masih menurut sumber tersebut, Samsung mengaku kapok berinvestasi di Indonesia dan akan merelokasi pabrik utamanya ke Thailand.
    ok. ada sedikit bagian yang diulang padahal sudah dikatakan di paragraf pertama. but that's fine. saya anggap ini bagian yang dielaborasi dikit detailnya dari paragraf pertama yang singkat. seharusnya memang begitu.


    Paragraf 3
    "Tadinya mau di sini," ujar sumber tersebut, kepada Okezone, Jumat (30/11/2012).
    well, "duh".
    please deh. berdasarkan kedua paragraf di atas, sudah bisa diasumsikan 'tadi maunya di sini' kok mas.


    Paragraf 4
    Seperti diberitakan sebelumnya, pabrik Samsung Indonesia yang terletak di kawasan industri Jababeka, Kabupaten Bekasi dikabarkan akan hengkang dari Indonesia. Berdasarkan informasi, pabrik Samsung akan pindah ke Thailand dalam jangka waktu tiga bulan ke depan.
    ini persis sama pengulangan dari paragraf 1 dan 2, satu2nya info baru hanya mengenai lokasi pabrik samsung di indonesia (jababeka), dan juga time windownya (3 bulan). kenapa bagian detail kecil ini tidak bisa sekalian disatukan dengan paragraf kedua?


    Paragraf 5
    Hal tersebut seperti dituturkan sumber terdekat Okezone. Namun, saat dikonfirmasi, pihak Samsung tidak bisa dihubungi untuk mengomentari hal tersebut.
    wokay. i get it.

    Paragraf 6-7
    Okezone mencoba mengonfirmasi kabar tersebut ke Vice President Samsung Mobile Andreas Moritz Rompis. Namun telepon selularnya tidak aktif. Selanjutnya, Okezone menghubungi Product and Marcomm Samsung Willie Santoso. "Maaf, saya sudah tidak di corporate communication. Saya sudah ke bagian lain, coba tanyakan ke humasnya," ujar Willie kepada Okezone, Jumat (30/11/2012).

    Okezone pun kembali menghubungi Corporate Marketing di Samsung Electronics, namun kembali susah dihubungi. Adapun hengkangnya Samsung dari Indonesia dikabarkan terkait dengan upah buruh serta keamanan investasi di Indonesia. (ade)
    do i really need to know the whole chronology how you did your investigation for this report? pointnya sudah dikatakan di paragraf 5, bahwa samsung tidak bisa dihubungi. i get it. so, paragraf 5 harusnya berada di paragraf terakhir. dan sebenarnya kalimat terakhir di paragraf 5 pun sudah sangat pas sebagai penutup artikel.

    but guess what?

    you left the most important bit to the last sentence of the whole freakin article. my whole reason of reading this article in the first place is to know why the fu*king hell samsung pake acara kapok dan minggat. and you made me read through the entire thing just for that measly info? you've got two whole topics to elaborate here, ada apa mengenai upah buruh dan keamanan investasi yang membuat mereka minggat. two freakin points to talk about. two freakin points of substance, no less. and you gave me 4 words. my goodness, the nerve. wtf, man.

    c'mon. that can't be it.
    so you made your reader look around for it. and here it is at the tail end of it.
    a-l-a-s-a-n

    Spoiler for foto:

    granted, artikel kedua ditulis 7 jam kedepan. mungkin saat itu baru ada infonya.

    but guess what, di media online yang biasa kubaca, biasanya artikelnya bisa diupdate terus terutama kalo masih relatif deket jeda waktunya. kalo perlu, bisa dipake-in tag [update] dengan latest updatenya seiring info baru masuk, jadi pembaca tau bahwa ada info baru di artikel / topik yang sama. kalo perlu penulis yang berbeda itu bisa publish / reportasi bareng. it's not unusual. ngga perlu pake cek sana sini. soalnya ini hanya menunjukkan tangan kiri tidak berbicara dengan tangan kanan, padahal dalam perusahaan yang sama (okezon) tapi ga ada sharing informasi internally.

    the first article barely offers anything. i wasted few minutes reading the entire thing for nothing. keseluruhannya bisa diringkas jadi 1 paragraf aja seharusnya.

    and this happens ALL the time di media2 indo laen yang pernah kubaca
    i just dont get it. i really dont.
    why? apakah begitu kualitas jurnalistik di indonesia?

    this seriously pisses me off.

  3. #303
    pelanggan setia Bi4rain's Avatar
    Join Date
    Jun 2012
    Location
    Neverland
    Posts
    2,539
    okezone sih....

    yah...mudah2an dibaca sama jurnalis (if you can say that) yang nulis berita2 seperti ini.
    A kid at heart

  4. #304
    pelanggan sejati ndugu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    7,678
    ga hanya okezone, bi
    ini pengalaman berkali2 dengan media2 yang berbeda juga. artikel yang di atas ini malah udah mending. saya cuman baca 2 artikel untuk mendapatkan jawaban garis besar.

    dulu pernah lagi ada brita apa gitu mengenai jokowi-ahok, lupa tentang apa tepatnya. yang pasti saya juga kesel britanya cuman secuil2, sampe total2nya saya harus membaca sekitar 7-8 artikel untuk mengerti berita dalam big picturenya. jadi di antara semua artikel itu, pada tumpang tindih dan ngulang2, dengan info2 baru yang secuil2 per artikel. kenapa ngga dikonsolidasikan aja.

  5. #305
    pelanggan setia
    Join Date
    May 2011
    Posts
    4,952
    Quote Originally Posted by ndugu View Post
    i just dont get it. i really dont.
    why? apakah begitu kualitas jurnalistik di indonesia?

    this seriously pisses me off.
    Kira2 begitu, untuk media online. Untuk media cetak jauh lebih berkualitas. Keliatan sekali memang kalo yang nulis tidak ditraining dengan benar basic jurnalistik seperti apa. Tapi media online memang fungsinya beda kok, pasar mereka fokus ke kulit daripada isi karena ada pertimbangan speed.
    There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.

    Everyone wants happiness, no one wants pain.

    But you can't make a rainbow without a little rain.

  6. #306
    pelanggan setia Bi4rain's Avatar
    Join Date
    Jun 2012
    Location
    Neverland
    Posts
    2,539
    ^tuscan, you just reminded me the difference between both media!

    ga usah jauh-jauh bahas politik, artikel kecantikan online aja setiap kali gw baca pasti gw nyengir dongkol ala 'nyaho urang ogeh'
    Spoiler for nyaho urang ogeh:
    bahasa sunda: gw juga udah tau kaleeee.....


    tapi kualitas penulisan anak bangku sekolah swasta gw lihat kok banyak yang menurun ya...dulu gw sekolah negri perasaan banyak yang bisa mengembangkan penulisan. klo dibandingkan dengan anak sekarang kok kayaknya kalah jauh.

    moral lesson: besok pantengin berita politik di KM aja ya
    A kid at heart

  7. #307
    pelanggan sejati ndugu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    7,678
    bener, yang media cetak memang lebih baik kualitasnya dibandingkan yang online, itu saya noticed juga (although i have another complaint mengenai media cetak, yang ini ngga spesifik pada media cetak indo aja, karena bahkan koran bergengsi seperti new york times juga pake praktek begitu. but i'll leave that for another rant )

    having said that, media online juga ngga seharusnya jelek gitu kualitasnya. (kasian donk konsumer media online seperti saya ). it shouldn't be an excuse. terutama media online skarang sudah sangat berperan besar dalam pendistribusian berita. seiring waktu dan seiring semakin umumnya konsumsi berita dengan cara ini, media online seharusnya pula memiiiki standarisasi gaya penulisan yang semakin membaik karena *seharusnya* diimprove terus berdasarkan pengalaman. apalagi kalo ngeliat site2 berita gini yang terkesan cukup pro, tapi kok penulisannya amatir

  8. #308
    pelanggan tetap 234's Avatar
    Join Date
    Jun 2012
    Posts
    737
    Itu persoalan waktu yg berimbas pada faktor "editing" kalo menurutku. Analoginya mirip dgn (pembuatan) sinetron kejar tayang yg kalo diperhatikan detail teknisnya biasannya akan terlihat kedodoran.

    Dlm media online, kecepatan (tayang) adalah faktor utama kalo ndak ingin beritanya keburu basi keduluan media lain. Ini yg menyebabkan proses editing tulisan menjadi agak terabaikan krn pihak editor ndak punya cukup waktu untuk benar2 memahami substansi tulisan. Dus biasanya dlm media online peran editor hanya lebih pada faktor ejaan, tipografi, dll bahkan untuk faktor tata bahasa atau struktur kalimat pun biasanya editor enggan untuk mengutak-atik terlalu jauh krn beresiko bisa mengubah substansi (makna) yg dimaksud oleh penulisnya. Sedangkan perlu dicatat bahwa editor tugasnya adalah memperbaiki tulisan bukan mengubah ide/makna tulisan. Makna tulisan adalah ide milik penulis, bukan milik editor. Dlm hal ini (baca: media online) hampir ndak ada interaksi antara editor dgn penulis shg relatif sulit bagi editor untuk benar2 sepenuhnya memahami ide apa yg sebenarnya hendak disampaikan oleh penulisnya.

    Sedangkan dlm media cetak, misalnya aja harian apalagi mingguan atau bahkan bulanan, interaksi antara editor dgn penulis cukup intensif. Bahkan seorang editor berhak untuk mengembalikan tulisan ke penulis untuk dibongkar sebelum dikirim kembali ke pihak editor untuk diedit. Terlebih lagi, dlm dunia media cetak, biasanya editor dipisahkan antara editor bidang (desk editor) dgn editor bahasa (copy editor). Dus untuk setiap tulisan minimal ada tiga kepala (writer, desk n copy editors) yg melototi bahkan kadang ditambah lagi dgn bagian produksi (product editor ato "editor malam" kalo dlm dunia koran harian) plus adanya proof reader.

    Anyway, keterbatasan2 dlm model media online tsb mestinya disadari dan harus bisa diatasi oleh media ybs. Butuh seorang 'single editor' yg memiliki kapasitas rangkap dalam bidang berita yg ditulis (fungsi desk editor), bahasa (fungsi copy editor) bahkan dlm hal detail dan ketelitian (fungsi proof reader), plus bisa bekerja dlm tekanan waktu. Lebih ideal lagi kalo kemampuan2 tsb juga dimiliki oleh penulisnya, tentu saja dlm batas2 tertentu minimal yg basic aja soale biar bagaimanapun seorang penulis itu bukanlah editor. Ide2 seorang penulis justru ndak boleh terlalu terbelenggu oleh faktor "bahasa tulisan" (fungsi editor). Pengalamanku lama kerja di media khususnya media cetak harian, seorang penulis yg baik biasanya justru bukan editor yg baik, demikian juga sebaliknya dgn seorang editor yg baik kalo bikin tulisan sendiri biasanya tulisannya "kering" scr ide meskipun bentuk tulisannya bagus. Tentu saja itu scr umum lho, kalo pengecualian khusus sih ya selalu aja ada.



    ---------- Post Merged at 12:53 PM ----------

    Quote Originally Posted by Ndugu
    (although i have another complaint mengenai media cetak, yang ini ngga spesifik pada media cetak indo aja, karena bahkan koran bergengsi seperti new york times juga pake praktek begitu. but i'll leave that for another rant ? )
    Kalo itu setahuku biasanya krn pertimbangan space/layout. Dlm media cetak, space itu udah fixed, ndak boleh kurang ndak boleh lebih. Kalo kepanjangan harus dipotong, resiko salah potong bisa muncul missed (information ato link) bahkan bisa jadi misleading, shg kadang menyisakan pertanyaan atau membuat berkerut dahi pembaca. Sedangkan kalo tulisan kependekan ya harus ditambahi untuk memenuhi space halaman. Resikonya kalo asal main tambah ya muncul pengulangan, redundant dan kesan kalimatnya ber-tele2.

    Itu "kelemahan" media cetak dibandingkan media online. Media cetak dibatasi oleh "ruang" (space halaman), sedangkan media online dibatasi oleh "waktu" (kejar tayang).

    Gusti iku dumunung ing atine wong kang becik, mulo iku diarani Gusti... Bagusing Ati.

  9. #309
    pelanggan sejati ndugu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    7,678
    tidak lama yang lalu, saya mendapat email fwd dari A mengenai our mutual acquaintance, sebut aja mr oldman, yang hidupnya sepertinya tidak lama lagi. yah, umurnya mr oldman memang sudah tua juga sih, mungkin 80an. katanya skarang mr oldman ini sudah dipindahkan dari rumah sakit ke hospice.

    dari situ diskusi mengenai akhir hidup dan hospice pun muncul dengan A. si A memang lebih mengenal mr oldman dibandingkan saya. dan katanya mr oldman ini bbrp taon ini hidupnya keefek banget dari meninggalnya istrinya bbrp taon yang lalu. dan si A ini seakan2 mengasihani mr oldman yang terpaksa menghabiskan sisa hidupnya di hospice, walo ada anaknya yang mengunjunginya juga.

    dan kurasa, di sini misconceptionnya si A mengenai hospice. he thinks it is just a place to die. well, it is, but not like the way he thinks it is. si A mempunyai bayangan ideal di mana saat meninggal nanti dikelilingi keluarga dengan kenyamanan di rumah sendiri. anything other than that, is a cold way to die. and i think that's where the big misconception is.

    very often, saya ngeliat pasien2 (beserta family) are too caught up dengan misi 'menyembuhkan' penyakit. suatu penyakit "harus dilawan", no matter how much suffering s/he has to endure in the process, pokoknya lawan sampe ujung hidup. mati dengan perlawanan adalah aksi heroik. and who doesn't want to die as a hero? bahkan dari kalimat yang dirangkai pun bisa dilihat konotasinya, 'fight for life'. why the "fight"? how about accepting death, a very natural course of life? does it make you a coward or less of a hero?

    i know i raised an eyebrow sewaktu saya memilih opsi2 bernada DNR (do not resuscitate) sewaktu lagi membuat surat wasiat (alias saat udah mo mati dan kalo saya dalam kondisi tidak bisa membuat keputusan lagi, jangan mencoba 'menghidupkan' saya). because, really. why? i think more people should be more accepting of death, and there is nothing wrong with it. less grievance.

    the concept of palliative care is there to help you. dan itu lah hospice. so i told A right out, if i were in mr oldman position, please send me to hospice than keeping me in the hospital. and you probably need to read up more about hospice and clear up the misconception.

    improve kualitas sisa hidup biarpun mungkin pendek, ato tetep melawan dengan segala kesengsaraan yang datang sepaket dari prosedur2 itu dengan kemungkinan memperpanjang hidup dengan mungkin tidak seberapa?

    no doubt i'd pick the former.

  10. #310
    pelanggan sejati ndugu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    7,678
    finally, acara cosmos a spacetime odyssey berakhir juga. it was a very fitting and humbling ending too. beautiful episode.
    lots of great quotes dari narasi neil degrasse tyson. question authority, question yourself, you could be wrong. and nothing wrong with admitting ignorance.

    carl sagan's quote about the pale blue dot really puts things into perspective. every bloody human being should read this and start asking themselves. what are we doing hating and killing each other?

    im not even going to hide these in spoiler tags, for it is such a beautiful quote.



    transcript:
    http://en.wikipedia.org/wiki/Pale_Blue_Dot

    From this distant vantage point, the Earth might not seem of any particular interest. But for us, it's different. Consider again that dot. That's here. That's home. That's us. On it everyone you love, everyone you know, everyone you ever heard of, every human being who ever was, lived out their lives. The aggregate of our joy and suffering, thousands of confident religions, ideologies, and economic doctrines, every hunter and forager, every hero and coward, every creator and destroyer of civilization, every king and peasant, every young couple in love, every mother and father, hopeful child, inventor and explorer, every teacher of morals, every corrupt politician, every "superstar," every "supreme leader," every saint and sinner in the history of our species lived there – on a mote of dust suspended in a sunbeam.

    The Earth is a very small stage in a vast cosmic arena. Think of the rivers of blood spilled by all those generals and emperors so that in glory and triumph they could become the momentary masters of a fraction of a dot. Think of the endless cruelties visited by the inhabitants of one corner of this pixel on the scarcely distinguishable inhabitants of some other corner. How frequent their misunderstandings, how eager they are to kill one another, how fervent their hatreds. Our posturings, our imagined self-importance, the delusion that we have some privileged position in the universe, are challenged by this point of pale light. Our planet is a lonely speck in the great enveloping cosmic dark. In our obscurity – in all this vastness – there is no hint that help will come from elsewhere to save us from ourselves.

    The Earth is the only world known, so far, to harbor life. There is nowhere else, at least in the near future, to which our species could migrate. Visit, yes. Settle, not yet. Like it or not, for the moment, the Earth is where we make our stand. It has been said that astronomy is a humbling and character-building experience. There is perhaps no better demonstration of the folly of human conceits than this distant image of our tiny world. To me, it underscores our responsibility to deal more kindly with one another and to preserve and cherish the pale blue dot, the only home we've ever known.

    —Carl Sagan, Pale Blue Dot: A Vision of the Human Future in Space, 1997 reprint, pp. xv–xvi
    one word.

    humbling

  11. #311
    pelanggan tetap Alip's Avatar
    Join Date
    May 2011
    Posts
    1,635
    My favorite documentary too...

    none of the materials are new for amateur cosmologist such as myself, but the visualizations are astounding...

    and reminder still...
    "Mille millions de mille milliards de mille sabords!"

  12. #312
    pelanggan sejati ndugu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    7,678
    let's talk about racism, shall we?

    baru2 ini ada temen orang msia yang pasang link ini di status fb-nya.
    http://presenttensemedia.org/racism-in-malaysia/
    artikel ini ditulis oleh orang msia keturunan india yang mengkritisi isu rasisme di msia. and he is spot on.

    urusan ras di msia memang cukup pelik (at least menurutku yang melihat isu ini sebagai orang asing, orang indo, a minority, dengan berusaha se-objektif mungkin tanpa memihak sapa2). saya bahkan ngga tau mau memulai dari mana mengenai topik ini. i attempted di thread catatan sekolah di sebelah, but it probably didn't paint a good picture. dan berhubung saya bakal ngambil snapshot comment panjang lebar temen msia yang laen di status fb itu, saya pasang hide aja deh


    [HIDE]
    Spoiler for hide:

    having lived in multiple societies di mana saya selalu berada di posisi minoritas, gave me some opportunities to observe how each country handle racism.

    amrik, mungkin sala satu negara yang paling berusaha untuk ber-politically-correct. biasanya praktek2 rasis secara rame2 di-condemn untuk kesopanan. walo ini bukan brarti rasisme tidak ada.
    malaysia? it's weird. ppl can be blatantly racist towards each other, apapun background ras-nya, and vice versa. dan attitude itu sepertinya juga 'relatif' diterima. just a fact of daily life.
    indo? somewhere in between.

    now, don't get me wrong. tidak semua orang di msia rasis. there are plenty of nice ppl there.

    but coming from indo, ngeliat orang malaysia hidup berkelompok berdasarkan etnis dengan praktek budaya etnis masing2 yang masih sangat kuat, dan menjalankan hidup begitu aja tanpa malu2, memang cukup unik. ini dibandingkan dengan indo ya (kalo dilihat dari kacamata seorang minority).

    before going further, let me backtrack a little bit to explain why i think the way i do. growing up in indo, kita selalu diajarkan mengenai pancasila, 'berbeda2 tapi satu jua'. itu mantra yang cukup umum didenger di sekolah2. there was a little 'pressure', ato secara halusnya mungkin bisa disebut sebagai 'himbauan' untuk mengasimilasi. growing up as, and very aware so, minority, it's probably wiser to blend in than to stir up unnecessary trouble. at least that's the wisdom then. sometimes i even feel apologetic for being a minority. i dont know if it is a good or bad thing, but i take it as the way of life (not like i know any other anyway ), so im not really complaining. after all, i'm the third generation. untuk generasi pertama dan kedua mungkin lebih terasa pressure untuk itu memandang situasi sosial politik jaman itu. but it was beyond my time, we lived in different time periods.

    so, saat pindah dan hidup di malaysia, saya liat attitude untuk ngeblend-in itu ngga ada. the chinese live among the chinese, speaking chinese, practice all the chinese-y thing, etc. likewise indians and malays and bumis (alias bumiputra). masing2 ras pun mempunyai prejudis masing2 terhadap ras2 laen. again, me being a foreigner, nor here nor there, had a privilege to be an outsider. for the msian chinese, typically we were deemed not chinese enough, maka biasa dicibir dan dipandang rendah. persepsi umum mengenai chinese-indo adalah bahwa chinese-indo are not chinese enough karena chinese indo kebanyakan sudah tidak bisa bahasa chinese lagi, dengan budaya yang sudah terasimilasi dengan indo pula, bahkan rata2 hanya bisa berbahasa indo yang notabene sangat mirip melayu. this raises a flag among other chinese akan kualifikasi ke-chinese-an chinese indo. karena itu juga chinese indo biasa dicap sebagai being 'too malay'. (although in my case, im lucky to know *some* chinese, so i was thought of as a little better chinese ). sedangkan untuk orang melayu dan bumiputra, sure we can converse better with them than the msian chinese, but we are not quite one of them either.

    berdasarkan ingatan pelajaran sejarahku yang sudah bolong2 dari jaman smp sma di msia, seingatku partai2 politik msia dari jaman sebelum merdeka pun sudah dibentuk berdasarkan ras. ada partai india, partai chinese, partai melayu (mayoritas tentu aja). and i vaguely remember sala satu 'persyaratan' / bargaining chip oleh inggris untuk msia pada jaman perjuangan mereka untuk kemerdekaan adalah partai2 ras ini harus mampu bersatu, yang akhirnya mereka berhasil menyatukan suara di bawah payung aliansi besar, while at the same time still maintaining existance partai2 ras itu (mungkin ini bisa dilihat sebagai 'berbeda2 tapi satu jua'-nya versi msia *silakan dimainkan musik orkestra epik nan heroic ala hollywood di sini*). btw, this was another 'culture shock'. perjuangan kemerdekaan mereka tanpa pertumpahan darah (at least tidak dielu2kan secara demikian seperti kita di indo), tapi melalui negosiasi and peace, begitu menurut cerita cikgu sejarahku. now, that confused the heck out of me for a while. it challenged my understanding of 'perjuangan kemerdekaan'. bisa kah kemerdekaan dinegosiasi seperti ini tanpa pertumpahan darah? apakah mereka tidak malu dengan cara mengemis kemerdekaan dari kerajaan inggris dan bukannya merebut kemerdekaan? should i call them 'pengecut bin lembek' or 'smart for being diplomatic'? *korban cuci otak pendidikan indo*

    anyway, i digress.

    my point is, historically, kehidupan dan kebebasan hidup sesuai ras budaya sendiri ini sudah ada dan dibiarkan tumbuh subur sejak dari dulu, loosely self-segregated perhaps. tidak seperti indo dengan 'himbauan' untuk berasimilasi. and this is an interesting thing. obviously approach yang diambil oleh kedua negara ini berbeda. dan hasilnya skarang pun jadi berbeda. despite apapun tuduhan orang indo mengenai chinese indo yang ekslusif dan tidak berasimilasi dll, menurutku ini tidak ada apa2nya dibandingkan dengan kehidupan tidak-berasimilasi yang ada di malaysia. karena kalo dibandingkan, sebenarnya chinese indo itu sangat indo dan terasimilasi.

    let's put things into perspective. banyak temen sekolahku yang keturunan chinese msian tidak fasih berbahasa melayu, or *very* heavily accented, or can't speak, or refuse to speak. they are not at the level how chinese indo master indo language. padahal mereka ini udah generasi kebrapa loh. jenis sekolah pun bisa berbeda. there is such thing as fully chinese speaking school, fully english speaking school, dan fully malay (ini biasanya public school). akibatnya, murid2 etnis berbeda ini jadi kurang bisa berkomunikasi antara satu sama lain. bahkan di sala satu smp yang saya attend dulu, biarpun mediumnya pake bahasa melayu, yang chinese tetep aja kumpul sendiri dan berbahasa chinese aja (bahkan dengan guru2 beretnis chinese juga). hampir tidak pernah mendengar mereka berbicara bahasa melayu. begitu juga dengan india ato melayu. at least di lingkunganku dulu, komunikasi antara etnis rasanya lebih umum pake inggris dibandingkan melayu, tapi itu juga mungkin faktor dari sekolah2 / college yang saya attend cenderung beraliran inggris.

    anyway, where am i? i didn't mean to write as long as this. well, it is a complicated subject, and there are a lot more to be said. like practices of 'negative' affirmative action which favor the malay and the bumis and marginalize the minorities. but yet, at the same time the chinese msian can be pretty racist too. tinggal yang india aja nih yang semakin terpinggirkan it's like, masing2 ras mempunyai resentmentnya masing2 terhadap satu sama lain.

    i guess i'll end this with two snapshots here.

    yang pertama, komentar dari seorang mahasiswa seniorku berketurunan melayu dari jaman kuliah dulu yang nimbrung di status temenku yang lain, dan komentarku sendiri di status yang sama.



    --------------------------------------------------------------------------------------------------



    [/HIDE]
    meanwhile, i recommend reading the article above.

    *phew*
    that turned out longer that i thought.
    Last edited by ndugu; 14-06-2014 at 02:15 PM.

  13. #313
    pelanggan sejati ndugu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    7,678
    Spoiler for spoiler:



    tadi sore naik kereta dan saya menemukan secarik kertas brosur ini di tempat duduk saya. it made me smile i couldn't resist the urge to take picture of it. both sides. sometimes i wonder, seberapa efektif iklan seperti ini?

    God's gift for you is eternal life
    but who says i want an eternal life? and is eternal life really a gift? coz i think of it more as a curse i'd rather not have an eternal life. tapi brosur ini sepertinya yakin sekali dengan apa pandangan dan keinginan saya mengenai eternal life itu.

    without disrespecting any holy book or discrediting any religion, i really do wonder, do people genuinely, honestly believe, without ever questioning, the validity of whatever it claims?

    the whole thing boils down to one single axiom, bahwa it is the truth. titik. no buts ifs ors. it can claim whatever it wants, dengan kondisi yang di-set sendiri pula bahwa apa yang diklaim-nya tidak bisa diganggu gugat (aint it convenient ). i feel that it is making such a huge assumption/premise, dan menggantung objek yang sangat berat pula dengan kekuatan tali yang perlu dipertanyakan. seperti mencoba menggantung piramid dengan sehelai benang jahit instead of kawat 1juta-ply

    who knows the truth really? why is it so confident claiming this and that? apa yang terjadi kalo seandainya premis itu ternyata tidak bener, maka semua yang dibangun diatas premis itu semua menjadi invalid dan irrelavan.

    im not claming i know the truth. i dont.
    and if i don't, how can i go around confidently claiming something i don't know for sure? and that's the part that really makes me wonder, where do people find that confidence?


    what is it with admitting ignorance?

  14. #314
    pelanggan sejati ndugu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    7,678
    tadi pagi di kereta, i was toying with an idea untuk mempensiunkan thread ini, dan selanjutnya menulis di medium laen. ganti audiens and surprisingly, motivenya rada2 going against my initial intention when i first started writing here.

    perubahan jaman kah? apakah toleransi saya sudah berubah, ato mungkin terkikis?

  15. #315
    pelanggan setia
    Join Date
    May 2011
    Posts
    4,952
    Itu "cuma" dinamika kehidupan saja kayaknya. Nothing is immortal, everything is temporal. Sooner or later we have to move on toh?
    Last edited by tuscany; 04-07-2014 at 06:07 PM.
    There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.

    Everyone wants happiness, no one wants pain.

    But you can't make a rainbow without a little rain.

  16. #316
    pelanggan sejati ndugu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    7,678
    overheard at work
    you can't be disappointed if you have no expectation


    this sums up apa yang selama ini saya percayai, dan mungkin sedikit sebanyak mempengaruhi cara berpikir dan pemahaman saya mengenai kehidupan selama ini. is this a buddhist thing? kalo ngga ingin ada suffering, maka jangan ada desire. intinya sama aja kan ya? that's my quest in life.

  17. #317
    pelanggan sejati ndugu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    7,678
    http://www.bbc.com/news/business-28570422

    this is the kind of news yang kadang2 saya baca mengenai orang kaya baru di negara china. so it's kinda odd coverage ini ada di indonesia. not surprising, but still odd.

  18. #318
    pelanggan sejati ndugu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    7,678
    http://www.reuters.com/article/2014/...0G611P20140806

    indo selalu nyalahin perusahaan2 asing. tapi tidak begitu keliatan aksi untuk meng-hunting down culprit2 big boys ini. ironisnya pemerintah spore sendiri yang meng-hunt down perusahaan mereka sendiri (maupun asing) yang berlokasi di singapur yang mempunyai peran menyebabkan asap. obviously mereka mempunyai keterbatasan untuk berperan langsung di negara asing seperti indonesia, jadi mereka bisanya ya bermain hukum di tanah mereka sendiri. but at least they are doing something within their own turf though, efektif ato ngga kita blom tau. but then, as mentioned in the article
    Singapore is hoping that just the threat of the new law preventing a company or its executives from doing business in the banking hub will be a strong enough deterrent without needing to make many prosecutions.
    so let's hope it somehow works.

    it is a rather bold move, i think. at least they are willing to sacrifice economically untuk menghandle isu ini. cuman rasanya akan susah di-enforce, terutama kalo tidak ada kerja sama dengan negara lain terutama indonesia. negara hukum seperti spore im not too concern. tapi praktek hukum di indo yang shady and often times swept under the rug, ini yang wild card. hopefully dengan pemerintahan baru, akan ada keseriusan menghandle urusan ini bersama.

  19. #319
    pelanggan sejati ndugu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    7,678
    coba search ‘humor’ ato ‘comedy’ di wiki, kita bisa membaca banyak sekali jenis2 humor/comedy yang dipraktekkan sepanjang sejarah dalam kehidupan perkemanusiaan.

    like many others, i love humor. well, who doesn’t? dan kurasa tendency itu memang sudah tertanam dari kecil dan dipengaruhi dari keluarga, seperti yang pernah saya post sebelumnya.. funny thing is, i kinda took that for granted for a long while. besarnya pengaruh keluarga akan sense of humor saya itu tidak saya sadari sampai saat saya sudah dewasa ketika observation akan praktek humor / porsi humor di keluarga2 lain ternyata sangat beragam. dan di saat itu, saya baru sadar kalo dalam keluargaku, ternyata kami sangat banyak tertawa, dan saling menertawakan satu sama lain.

    there are a few individuals that i would identify mempunyai quick wit dalam keluarga/sepupu2ku. orang demikian sangat cepet bereaksi, hanya dalam waktu sepersekian detik, kepalanya sudah bisa mengembalikan reply dengan humor yang sangat relavan dengan situasi kondisi saat itu on the spot. gaya pun bisa berbeda2. sometimes deadpan, sometimes sarcastic, sometimes ironic, sometimes physical, the list could go on and on. saya rasa saya sendiri tidak bisa se-quick-witted seperti itu, dan terus terang aja saya kadang rada jealous juga dengan orang yang mempunyai bakat untuk itu. really, i think it's a talent.

    dan baru2 ini, berita mengenai meninggalnya robin williams hit me pretty hard. i grew up with him, watching him, laugh at him. you know that feeling, di mana rasanya sangat susah membayangkan seseorang meninggal? rasanya orang itu ngga ada matinya, dia akan selamanya hidup, setidaknya dalam bayanganmu? he is one of them. dia sala satu orang yang menurutku sangat sangat berbakat dan kreatif, both as an actor maupun as a comedian. i admire his quick wit, dan bagaimana dia bisa menertawakan dirinya sendiri dengan segala masalahnya, and i always, always, admire someone who could improvise, because it requires someone with a quick mind to pull it off.

    melihat berbagai public figures that you grew up with satu per satu meninggal, you can't help feeling old robin williams, michael jackson, nelson mandela, lady diana, dll. these people you grew up watching on tv. i know i will feel the same way when jackie chan goes too. it's almost surreal. begitu lah kehidupan. they come and go. dan umurku pun bertambah setiap tahunnya.

  20. #320
    pelanggan setia
    Join Date
    May 2011
    Posts
    4,952
    Eh samaan ya. Di keluargaku juga suka mentertawakan satu sama lain. Kadang parah banget. Begitu pulang disambut ibuku di bandara, selesai pelukan saya langsung megang perut ibu sambil komen betapa gendutnya. Ibu saya cuma bisa mesem2 malu sama bapak sebelah .
    There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.

    Everyone wants happiness, no one wants pain.

    But you can't make a rainbow without a little rain.

Page 16 of 18 FirstFirst ... 61415161718 LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •