JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan grasi kepada terpidana kasus narkotika, Schapelle Corby, dinilai sebagai tindakan paling ironis di tahun 2012. Pemberian grasi tersebut dinilai sangat bertentangan dengan semangat perang melawan narkoba yang kini sedang digalakkan sendiri oleh pemerintah.
"Bagaimana mungkin, di tengah-tengah gencarnya perang terhadap narkoba, justeru grasi diberikan kepada penjahat narkoba," kata Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Hadjriyanto Y Thohari, di Jakarta, Jumat (25/5/2012).
Sebelumnya, Presiden menyetujui pemberian grasi kepada Corby dengan mengurangi masa tahanan selama 5 tahun penjara. Corby diputuskan bersalah atas tuduhan kepemilikan 4,2 kg ganja dan divonis 20 tahun oleh Pengadilan Negeri Denpasar pada 27 Mei 2005 silam (Schapelle Corby Dapat Keringanan Lima Tahun).
Hajriyanto mengatakan, publik menjadi bertanya-tanya tujuan perang terhadap narkoba yang dikampanyekan di mana-mana serta untuk apa pengadilan memberikan vonis berat kepada mereka yang terlibat narkoba jika kemudian pemimpin negara memberikan grasi sebesar itu.
"Ingat, kita sedang perang melawan tiga musuh besar, yaitu narkoba, korupsi, dan terorisme. Mestinya, terhadap ketiga musuh ini, jangan ada kelembutan atau kelemahan sikap," kata politisi Partai Golkar itu.
Hajriyanto mengaku heran, ketika pihak Kementerian Hukum dan HAM bersikukuh dengan memakai argumentasi sangat legal formalistik, bahwa pemberian grasi itu sudah sesuai ketentuan atau telah memenuhi prosedur. Salah satu alasannya adalah Kemenhukham sudah mendapatkan pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA).
MA, lanjut Hajriyanto, hanya mempertimbangkan secara teks hukum semata dan mengabaikan konteks pemberian grasi itu. Mestinya, kata dia, Presiden tidak begitu saja mengikuti pertimbangan hukum yang terlalu tekstual itu.
"Harus disadari, bahwa pertimbangan MA hanyalah 'pertimbangan' belaka yang tidak harus serta merta diikuti. Keputusan tetap ada di tangan Presiden yang berhak memberikan grasi. Presiden mestinya meletakkan pertimbangan tersebut dalam konteksnya, yaitu perang melawan narkoba," pungkas Hajriyanto.
saus
http://nasional.kompas.com/read/2012....Paling.Ironis