Originally Posted by
Tomi Lebang
ABRAJ Al-BAIT
Di ambang maghrib di Kota Makkah, Januari 2015. Ruang sholat tempat saya berdiri ini ada di ketinggian menara jam Makkah di Arab Saudi, gedung yang meninju langit hingga 662 meter. Letaknya di salah satu lantai teratas Abraj Al-Bait atau The Makkah Royal Clock Tower.
Satu ruang sholat yang unik. Ia di ketinggian ratusan meter, menampung seribuan jamaah, ruangannya terbagi dua untuk pria dan wanita. Dari ruang ini, Kakbah terlihat nun di kejauhan bawah, bak kotak hitam korek api. Kakbah tampak sebagaimana adanya, pusat pusaran manusia yang tengah bertawaf di komplek Masjidil Haram yang tengah diperluas. Terlihat pula seratusan menara konstruksi (tower crane) yang mengelilingi masjid, dari jauh seperti paku-paku kecil merah dan kuning.
Ruang sholat ini unik, bukan karena ia berada jauh di ketinggian di atas Kakbah, tapi ia juga tak berdiri sendiri. Ia dianggap bagian dari Masjidil Haram. Sholat di sini, imamnya ya Syekh Sudais atau imam lain Masjidil Haram. Suara imam di setiap waktu sholat dilantangkan dengan jernih lewat pengeras suara di dinding ruangan, dan Kakbah terlihat jelas sebagai patokan bersujud. Jamaah umumnya adalah para penghuni hotel-hotel di The Makkah Royal Clock Tower, seperti saya yang menginap di salah satu hotel di sini, The Fairmont -- juga penghuni hotel lain seperti The Pullman Zam-Zam Hotel.
Bulan-bulan ini, perluasan Masjidil Haram tengah digencarkan untuk menampung 10 juta jamaah. Hanya sepertiga bagian masjid yang terbuka untuk umat muslim yang datang, dan di waktu-waktu padat hanya ada tiga pintu yang terbuka (dari 49 pintu masjid): satu pintu utama dan dua pintu biasa. Jika jamaah sudah sedemikian padat di dalam masjid, di setiap maghrib atau menjelang Jumat, segenap pintu itu pun ditutup. Jamaah memenuhi area pelataran berlapis pualam putih untuk sholat. Sedemikian padatnya, para penghuni hotel di Abraj Al-Bait yang terlambat, bahkan tak bisa sampai ke pelataran.
Untunglah, ada ruang sholat di ketinggian ini, yang ramai di setiap waktu sholat, terutama jamaah Sholat Jumat – seperti hari ini.
Dan itulah masalahnya: rasa risi berdiri nun di ketinggian gedung megah jauh di atas Kakbah. Makmum kepada imam yang suaranya sungguh jernih memikat, tapi berada jauh di bawah permukaan. Rasanya, keagungan dalam kesederhanaan yang diajarkan para nabi, tiada berbekas di menara ini. Abraj Al-Bait adalah perpaduan segenap gempita duniawi: megah, mewah, mahal, tinggi, besar, berkilau, kapitalis.... bla-bla-bla.
Di lantai dasarnya ada mal dengan butik-butik mewah, ada kafe Starbucks, toko telepon genggam, juga restoran-restoran. Orang-orang berlalu-lalang dengan barang belanjaan, tersaruk-saruk, seolah-olah lupa jika hanya 50 meter di seberang gedung, adalah masjid yang di dalamnya berdiri Kakbah yang dibangun Nabi Ibrahim as dan menjadi kiblat umat muslim sedunia. Dan untuk itulah sesungguhnya mereka ada di sini.
Abraj Al-Bait atau The Makkah Royal Clock Tower dibangun enam tahun lalu oleh kontraktor Bin Ladin Group. Tingginya 662 meter, di puncaknya -- tepat di atas saya ini -- terdapat jam besar dengan ukuran enam kali lebih besar dari Big Ben di gedung parlemen Inggris di London. Tinggi kotak jamnya 94 meter dengan diameter 46 meter. Bayangkanlah panjang jarum menitnya 22 meter dan jarum jam 17 meter. Ia diterangi dua juta lampu LED, juga ada 16 lampu besar yang menerangi udara. Lampu-lampu akan berkelap-kelip sebanyak lima kali sehari di setiap waktu sholat wajib dan terlihat dari jarak 28 kilometer. Di atas menara, ada pelantang suara yang meneruskan kumandang adzan dari Masjidil Haram yang terdengar hingga radius tujuh kilometer.
Apa boleh buat, Abraj Al-Bait kini menjadi landmark Kota Makkah, bersanding dengan kesederhanaan bangunan Kakbah. Kritikan kepada pemerintah kerajaan Saudi tak terkira jumlahnya, datang dari seantero dunia, tentang Makkah yang kini berubah jauh dari semangat kesederhanaan Rasulullah SAW. Seorang nabi yang digambarkan berdada bidang dengan perut yang rata -- sesederhana-sederhananya gambaran manusia.
Begitulah. Pada sebuah Jumat awal tahun ini, seusai menunaikan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan Makkah, seusai mengemas koper untuk pulang, saya terpaksa sholat Jumat di ruang sholat yang megah di ketinggian Abraj Al-Bait. Pintu masjid telah ditutup, pelataran sesak, dan tinggallah saya – mungkin juga jamaah lainnya – yang berdiri dengan risi di sini, seraya memandangi Kakbah yang dikitari laksaan manusia.
Selamat menunaikan Sholat Jumat....
-- Tebet, hari kedua Ramadhan, 19 Juni 2015