Page 3 of 5 FirstFirst 12345 LastLast
Results 41 to 60 of 94

Thread: #IndonesiaTanpaJIL

  1. #41
    pelanggan tetap purba's Avatar
    Join Date
    Mar 2011
    Posts
    1,672
    Bagi yg berseberangan dgn JIL, tentu saja akan mengatakan JIL bukan Islam. Tapi apa alasannya?

    Dlm pemaparan pemikiran2nya, JIL pun masih menggunakan Quran sbg dalil. Sudah bukan jamannya lagi mengklaim cuman gue yg Islam, yg lain bukan (seperti JIL, Ahmadiyah, dll), padahal masih sama2 pake Quran sebagai dalil. Seandainya Ulil cs pun tidak menggunakan kata Islam, sementara dlm berargumen masih berdalil dgn Quran, nanti diprotes juga, bisa2 dituduh misionaris yg menyalahgunakan Quran utk menyesatkan muslim. Kalau mau melarang, jangan penggunaan kata Islam, tapi penggunaan Quran: Dilarang berdalil dgn Quran selain gue. Lucu kan?

  2. #42
    Barista BundaNa's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Location
    Na...Na...Na
    Posts
    12,679
    kalau Al Qur'an jadi aksesoris sih, jangan ngaku2 memperjuangkan Islam

  3. #43
    Quote Originally Posted by hajime_saitoh View Post
    Yup kalo FPI meresahkan warga dari segi kekerasan atau anarkis... JIL meresahkan masyarakat dari segi pemikiran2 nyeleneh mereka... salah satu diantaranya ya nikah beda agama...

    Kenapa masyarakat "resah" dengan nikah beda agama? Kalo anda atau masyarakat tidak suka dengan nikah beda agama, ya JANGAN MENIKAH DENGAN SESEORANG YANG BERBEDA AGAMA!! Gampang to!

    Apa JIL dan kawan-kawannya pernah MEMAKSA seorang Muslim untuk menikah beda agama? Saya rasa tidak. So what?

    Kalo ada sepasang kekasih beda agama memutuskan untuk menikah, dan mereka tidak berkeberatan, SO WHAT? Mereka nikah nggak pake duit masyarakat kok.

    Jujur ya: Anggapan JIL "meresahkan masyarakat dengan pemikirannya" itu cuma wujud kecemburuan ideologi saja. Kalo berani, ghazwul fikri dong! Pemikiran LAWAN dengan pemikiran. Minder?

    ---------- Post added at 12:33 AM ---------- Previous post was at 12:28 AM ----------

    Quote Originally Posted by choodee View Post
    ^
    true gw sendiri ga pernah tuh dengar2 dakwah dari JIL, jaman kuliah S1 padahal dakwah islam garis keras sering kedengaran di mana2, baik lewat slebaran atau kumpul grup gitu, tapi ga pernah JIL..... tim marketingnya ga bagus ini
    JIL itu segmennya kaum intelek. Masjid di kampung-kampung bukan kelasnya. Anda mikir dong, masa mau bahas hermeneutika (misalnya) di masjid-masjid kampung?

    ---------- Post added at 12:35 AM ---------- Previous post was at 12:33 AM ----------

    Quote Originally Posted by danalingga View Post
    ^ berarti dah bubar sendiri.

    Terus terang, gue sendiri ikut milist JIL dan dah beberapa tahun belakangan ini sepi kek kuburan.
    Sepi bukan karena nggak laku. Tapi pindah media. Sekarang ramenya di twitter (follow @ulil, @assyaukanie, dkk deh). Sama aja kayak AK, dulu kan rame. Tapi pas udah ada FB dan Twitter, pada bedol desa deh semuanya.

    ---------- Post added at 12:48 AM ---------- Previous post was at 12:35 AM ----------

    Quote Originally Posted by cha_n View Post
    kagak
    mereka gagal total... so ?
    Tuduhan yang menarik. Begini: Ini pernah menjadi otokritik di salah satu diskusi JIL (saya hadir). Salah satu peserta memberi kritik terhadap kajian-kajian keagamaan JIL yang terkesan eksklusif dan "berat". Hal ini membuat ide-ide JIL hanya milik segelintir elite intelektual (mahasiswa, dosen dan akademisi umumnya). JIL tidak membumi, tidak masuk ke kampung-kampung seperti "para musuhnya" (Muslim garis keras).

    Hal tersebut membuat orang awam tidak begitu mengenal ide-ide Islam liberal secara utuh. Mereka (orang awam) tahu JIL hanya dari ustad-ustad mereka di Masjid yang memang anti JIL. Jadi, ada ketimpangan opini di sini.

    Makanya, banyak orang awam anti JIL hanya ikut-ikutan karena terpengaruh ustad mereka yang memang anti JIL, bukan karena ideologi. Apalagi dipanas-panasi bahwa JIL itu menghalalkan nikah beda agama. Tentu ini ide yang "nyeleneh" dan "tidak bisa diterima" di --terutama-- masyarakat kelas bawah yang rasa primordialismenya kuat. Padahal, ihwal boleh tidaknya nikah beda agama dalam Islam itu debatable. Ada yang membolehkan, ada juga yang tidak. Seharusnya sesuatu yang "debatable" jangan dihakimi secara sepihak. Lebih fair kalau dibuka ruang seluas-luasnya untuk dialektika. (Btw: bukankah Rosul menikahi Khadijah yang Kristen? Bukankah Yasser Arafat juga menikahi Suha yang Kristen?)

    Seseorang atau siapapun boleh dan sangat boleh untuk tidak setuju dengan Islam liberal. Tapi, dimohon mampu bersikap secara fair. Pemikiran harus dilawan dengan pemikiran. Jadi ada diskusi, ada dialektika. Pemikiran tidak bisa dilawan dengan ancaman kekerasan. Diskusi di Utan Kayu, Freedom Institute, Salihara, terbuka untuk umum. Tidak dipungut bayaran pula, alias gratis! So, apa yang salah? Tidak ada! Yang salah itu kalo kumpul-kumpul lantas bergerak ke sana kemari untuk merusak properti orang. Itu yang salah dan harus ditindak tegas secara hukum!!

  4. #44
    Pakar Memematika Ray Surya's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    4,449
    jadi da'wahnya JIL itu untuk seluruh manusia atau khusus utk orang kampus/sarjana?
    R*y Sury* Ditunjuk Presiden SBY Jadi Menpora

  5. #45
    Quote Originally Posted by BundaNa View Post
    ya sekarang mereka bikin bedah buku, diskusi blabla itu kan juga dakwah... intinya memang jualan mereka gak laku kog
    Udah pernah ikut diskusi di Utan Kayu? Kalo topiknya pas rame, itu aula teater penuh sesak. Apalagi seri Tadarus Ramadhannya, wah.. rame! Tapi ya itu, segmen JIL memang --otomatis-- terbatas. Yang datang cuma kalangan tertentu saja; Kebanyakan mahasiswa atau kalangan intelektual. Beda dengan Tabligh Akbar, segala tukang becak, pengangguran, dll pada muncul.

    Ibarat musik, wacana Islam yang diketengahkan JIL itu bisa dianggap musik klasik atau jazz. Tidak "easy listening" tapi bukan berarti tidak berkualitas.

    Nah, kalo Majelis Rasulullah, Ustad Jefri, Mamah Dedeh, Aa Gym, dkk ibarat musik ya DANGDUT. Sangat easy listening, sangat populer, dan digemari banyak orang. Tapi ya kajian seringkali kurang berbobot.

    Anda mau buka konser klasik, opera atau jazz di kampung-kampung ya nggak laku. Coba konser dangdut koplo, wah, itu orang tua dan muda pada jejingkrakan semalem suntuk. Dijamin deh!!!

    ---------- Post added at 01:16 AM ---------- Previous post was at 12:58 AM ----------

    Quote Originally Posted by Parameswara Li View Post
    Nah justru itu. JIL itu terlalu vulgar. Jadi cara menawarkan dagangannya tidak benar. Dagang apapun asal caranya bagus ada kemungkinan tetap bisa laku. Kalau mereka tidak terlalu vulgar seperti itu, walaupun orang tidak tertarik, juga tidak membenci. Ulil itu memang harus belajar banyak. Intinya mereka itu kan Mu'tazilah. Di Indonesia dari dulu sudah banyak sekali Mu'tazilah hanya saja caranya halus. Orang-orang seperti Nurcholis Madjid, Dawam Rahardjo, Harun Nasution, Komaruddin Hidayat, dsb adalah contohnya. Tapi mereka jauh lebih halus daripada Ulil, jadi yang terang-terangan menentang merekapun hanya sedikit, setidaknya di mata orang awam mereka tidak bermasalah. Kegilaan Ulil yang sangat parah adalah kenekadannya mengikuti Arkoun mengenai Analisis Derrida tentang Dekonstruksi.
    Apa yang dilakukan Ulil itu biasa-biasa aja kok dalam ranah keilmuan. Kritik dan dekonstruksi agama, hal yang biasa saja. Masalahnya adalah: Masyarakat kita tidak terbiasa melihat agama dihakimi dengan standart-standart ilmiah. Admit it!! Padahal, di kalangan akademisi terutama di barat mah biasa.

    Di kalangan Kristen ada Ioanes Rakhmat. Dia seorang mantan pendeta GKI yang "murtad". Dia pernah mengkoreksi anggapan rekannya, Abd. Moqsith Ghazali, dalam sebuah diskusi di mana Pak Ioanes jadi pembicara. Abd. Moqsith, sebagai moderator, memperkenalkan Ioanes sebagai "seorang teolog". Ioanes mengkoreksinya, "saya bukan teolog, tapi kritikus teologi". "Kritikus teologi", sambungnya, "bertugas mendekonstruksi teologi".

    Di kalangan Kristen, banyak yang memusuhi Ioanes. Tapi umumnya tidak ada yang sampai mengancam fisik. Padahal, Ioanes begitu gamblang mendekonstruksi teologi Kristen. Karena bukunya, "Membedah Soteriologi Salib", Ioanes berurusan dengan petinggi GKI yang berujung pada pengunduran dirinya sebagai Pendeta.

    Ioanes JAUH lebih gahar dalam mendekonstruksi dan mengkritisi agamanya (bekas agamanya), ketimbang siapapun yang dicap "tokoh JIL". Dibandingkan Ioanes, Ulil Abshar itu masih terlalu halus.

    Blognya Ioanes Rakhmat bisa dibaca di sini:
    http://ioanesrakhmat.blogspot.com/

    ---------- Post added at 01:24 AM ---------- Previous post was at 01:16 AM ----------

    Quote Originally Posted by Parameswara Li View Post
    Kalau bicara latar belakang memang Ulil punya punya basic yang kuat. Namun kelihatannya tujuan Ulil bukan itu sehingga pendekatan yang selalu dia lakukan sama sekali berbeda dari pendekatan yang dilakukan juru dakwah. Sedangkan JIL sendiri jelas bukan kelompok dakwah karena anggota-anggota yang lain punya latar belakang yang berbeda dari Ulil. Lagipula dari dulu kaum Mu'tazillah jarang berdakwah seperti lazimnya para juru dakwah. Biasanya mereka menyebarkan pahamnya melalui jalur pendidikan.
    Banyak orang nggak ngerti JIL tapi sudah anti. Ngomongin JIL, yang dicecar selalu "Ulil". Padahal, Hamid Basyaib lebih vulgar ketimbang Ulil. Dalam sebuah wawancara di DW (Deustche Welle), pandangan Hamid sudah mengarah jelas ke Deisme. Secara "teknis", dia sudah keluar dari Islam.

    Segmen wacana-wacana JIL, sebagaimana sudah saya katakan sebelumnya, memang bukan untuk "orang awam". Ulil, tentu beda dong kelasnya dengan Uje, Mamah Dedeh, Aa Gym dan sejenisnya. Ulil itu kelas akademisi, bukan retoris panggung layaknya ustad-ustad selebriti tersebut.

    ---------- Post added at 01:36 AM ---------- Previous post was at 01:24 AM ----------

    Quote Originally Posted by AsLan View Post
    Kalo memang JIL gak laku, kenapa musti repot2 bikin gerakan Indonesia tanpa JIL ?
    Karena MINDER! Tidak berani ghazwul fikri! Mengatakan "JIL tidak laku" cuma sebagai wujud ketakutan dan rendah diri saja. Karena dengan mengatakan seperti itu, dirinya merasa "besar". Yah, sekedar tombo ati karena tidak mampu melawan dengan intelektual.

    Ayo, lawan JIL dengan intelektual!! MAMPU ATAU TIDAK?? Buat paper atau makalah yang menjabarkan sanggahan-sanggahan terhadap ide-ide JIL, upload di sini atau kirim artikelnya ke media massa, MAMPU ATAU TIDAK??

    Banyak orang-orang JIL itu Doktor, atau minimal S2. Lawan mereka dengan cara intelek. Tulisan dibalas tulisan, artikel dibalas artikel. MAMPU ATAU TIDAK?? Saya yakin, sekelas Fauzi Baadila TIDAK MAMPU menerima tantangan ini. Itulah makanya, saya bisa menuduh "gerakan anti JIL" lebih tampak sebagai wujud KECEMBURUAN INTELEKTUAL SAJA.

    ---------- Post added at 01:41 AM ---------- Previous post was at 01:36 AM ----------

    Quote Originally Posted by BundaNa View Post
    gak laku di grassroot iya, di orang t'pelajar adalah yg t'tarik. biasa kan, ada yg pro n kontra
    JIL memang kelas intelektual. Jelas di grassroot nggak laku. Ibarat musik, mana ada grassroot dengar Jazz atau Klasik? Kalopun ada, JARANG!

    Grassroot ya dangdut, SKA, ST 12, Kangen Band, dan band-band Malaysia.

    ---------- Post added at 01:43 AM ---------- Previous post was at 01:41 AM ----------

    Btw, follow twitter saya: @tingnongtingcer
    Kalau mau difolback, tinggal mention dan bilang dari Kopi Maya.
    Last edited by ishaputra; 25-03-2012 at 02:00 AM.

  6. #46
    pelanggan setia Ronggolawe's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    5,137
    Quote Originally Posted by ishaputra View Post
    Kenapa masyarakat "resah" dengan nikah beda agama? Kalo anda atau masyarakat tidak suka dengan nikah beda agama, ya JANGAN MENIKAH DENGAN SESEORANG YANG BERBEDA AGAMA!! Gampang to!

    Apa JIL dan kawan-kawannya pernah MEMAKSA seorang Muslim untuk menikah beda agama? Saya rasa tidak. So what?

    Kalo ada sepasang kekasih beda agama memutuskan untuk menikah, dan mereka tidak berkeberatan, SO WHAT? Mereka nikah nggak pake duit masyarakat kok.

    Jujur ya: Anggapan JIL "meresahkan masyarakat dengan pemikirannya" itu cuma wujud kecemburuan ideologi saja. Kalo berani, ghazwul fikri dong! Pemikiran LAWAN dengan pemikiran. Minder?
    emangnya ada yang mentungin JIL, Ish?
    Selama ini JIL menang corong, giliran masyarakat
    awam punya corong, mulai deh JIL kalah suara

    JIL itu segmennya kaum intelek. Masjid di kampung-kampung bukan kelasnya. Anda mikir dong, masa mau bahas hermeneutika (misalnya) di masjid-masjid kampung?
    intelek atau sok intelek, Ish?
    itu dua hal yang berbeda...

    Sepi bukan karena nggak laku. Tapi pindah media. Sekarang ramenya di twitter (follow @ulil, @assyaukanie, dkk deh). Sama aja kayak AK, dulu kan rame. Tapi pas udah ada FB dan Twitter, pada bedol desa deh semuanya.
    #IndonesiaTanpaJil juga memanfaatkan Twitter
    dan Facebook...

    Tuduhan yang menarik. Begini: Ini pernah menjadi otokritik di salah satu diskusi JIL (saya hadir). Salah satu peserta memberi kritik terhadap kajian-kajian keagamaan JIL yang terkesan eksklusif dan "berat". Hal ini membuat ide-ide JIL hanya milik segelintir elite intelektual (mahasiswa, dosen dan akademisi umumnya). JIL tidak membumi, tidak masuk ke kampung-kampung seperti "para musuhnya" (Muslim garis keras).

    Hal tersebut membuat orang awam tidak begitu mengenal ide-ide Islam liberal secara utuh. Mereka (orang awam) tahu JIL hanya dari ustad-ustad mereka di Masjid yang memang anti JIL. Jadi, ada ketimpangan opini di sini.

    Makanya, banyak orang awam anti JIL hanya ikut-ikutan karena terpengaruh ustad mereka yang memang anti JIL, bukan karena ideologi. Apalagi dipanas-panasi bahwa JIL itu menghalalkan nikah beda agama. Tentu ini ide yang "nyeleneh" dan "tidak bisa diterima" di --terutama-- masyarakat kelas bawah yang rasa primordialismenya kuat. Padahal, ihwal boleh tidaknya nikah beda agama dalam Islam itu debatable. Ada yang membolehkan, ada juga yang tidak. Seharusnya sesuatu yang "debatable" jangan dihakimi secara sepihak. Lebih fair kalau dibuka ruang seluas-luasnya untuk dialektika. (Btw: bukankah Rosul menikahi Khadijah yang Kristen? Bukankah Yasser Arafat juga menikahi Suha yang Kristen?)

    Seseorang atau siapapun boleh dan sangat boleh untuk tidak setuju dengan Islam liberal. Tapi, dimohon mampu bersikap secara fair. Pemikiran harus dilawan dengan pemikiran. Jadi ada diskusi, ada dialektika. Pemikiran tidak bisa dilawan dengan ancaman kekerasan. Diskusi di Utan Kayu, Freedom Institute, Salihara, terbuka untuk umum. Tidak dipungut bayaran pula, alias gratis! So, apa yang salah? Tidak ada! Yang salah itu kalo kumpul-kumpul lantas bergerak ke sana kemari untuk merusak properti orang. Itu yang salah dan harus ditindak tegas secara hukum!!
    Faktanya, saat ini JIL sudah kalah suara, ketika
    masyarakat awam yang tersadarkan mulai meng
    gunakan media yang sama untuk memerangi JIL


    betewe, saat menikahi Khadijah, Muhammad be
    lum jadi Rasullullah, Ish, jadi belum bisa dicontoh.

    ---------- Post added at 06:18 AM ---------- Previous post was at 06:09 AM ----------

    Quote Originally Posted by ishaputra View Post
    Udah pernah ikut diskusi di Utan Kayu? Kalo topiknya pas rame, itu aula teater penuh sesak. Apalagi seri Tadarus Ramadhannya, wah.. rame! Tapi ya itu, segmen JIL memang --otomatis-- terbatas. Yang datang cuma kalangan tertentu saja; Kebanyakan mahasiswa atau kalangan intelektual. Beda dengan Tabligh Akbar, segala tukang becak, pengangguran, dll pada muncul.

    Ibarat musik, wacana Islam yang diketengahkan JIL itu bisa dianggap musik klasik atau jazz. Tidak "easy listening" tapi bukan berarti tidak berkualitas.

    Nah, kalo Majelis Rasulullah, Ustad Jefri, Mamah Dedeh, Aa Gym, dkk ibarat musik ya DANGDUT. Sangat easy listening, sangat populer, dan digemari banyak orang. Tapi ya kajian seringkali kurang berbobot.

    Anda mau buka konser klasik, opera atau jazz di kampung-kampung ya nggak laku. Coba konser dangdut koplo, wah, itu orang tua dan muda pada jejingkrakan semalem suntuk. Dijamin deh!!!
    hahaha....
    manusia sok intelek memang begitu, Ish, ngakunya
    demen Klasik, Opera, atau Jazz...
    padahal begitu dengar musik dangdut, diam-diam
    ikut goyang, minimal goyang jempol


    Apa yang dilakukan Ulil itu biasa-biasa aja kok dalam ranah keilmuan. Kritik dan dekonstruksi agama, hal yang biasa saja. Masalahnya adalah: Masyarakat kita tidak terbiasa melihat agama dihakimi dengan standart-standart ilmiah. Admit it!! Padahal, di kalangan akademisi terutama di barat mah biasa.

    Di kalangan Kristen ada Ioanes Rakhmat. Dia seorang mantan pendeta GKI yang "murtad". Dia pernah mengkoreksi anggapan rekannya, Abd. Moqsith Ghazali, dalam sebuah diskusi di mana Pak Ioanes jadi pembicara. Abd. Moqsith, sebagai moderator, memperkenalkan Ioanes sebagai "seorang teolog". Ioanes mengkoreksinya, "saya bukan teolog, tapi kritikus teologi". "Kritikus teologi", sambungnya, "bertugas mendekonstruksi teologi".

    Di kalangan Kristen, banyak yang memusuhi Ioanes. Tapi umumnya tidak ada yang sampai mengancam fisik. Padahal, Ioanes begitu gamblang mendekonstruksi teologi Kristen. Karena bukunya, "Membedah Soteriologi Salib", Ioanes berurusan dengan petinggi GKI yang berujung pada pengunduran dirinya sebagai Pendeta.

    Ioanes JAUH lebih gahar dalam mendekonstruksi dan mengkritisi agamanya (bekas agamanya), ketimbang siapapun yang dicap "tokoh JIL". Dibandingkan Ioanes, Ulil Abshar itu masih terlalu halus.

    Blognya Ioanes Rakhmat bisa dibaca di sini:
    http://ioanesrakhmat.blogspot.com/
    wakaka...
    berbikini juga biasa dikalangan Barat, juga makan
    babi.. kenapa itu harus loe paksakan untuk dijalan
    kan oleh umat Islam?

    Banyak orang nggak ngerti JIL tapi sudah anti. Ngomongin JIL, yang dicecar selalu "Ulil". Padahal, Hamid Basyaib lebih vulgar ketimbang Ulil. Dalam sebuah wawancara di DW (Deustche Welle), pandangan Hamid sudah mengarah jelas ke Deisme. Secara "teknis", dia sudah keluar dari Islam.

    Segmen wacana-wacana JIL, sebagaimana sudah saya katakan sebelumnya, memang bukan untuk "orang awam". Ulil, tentu beda dong kelasnya dengan Uje, Mamah Dedeh, Aa Gym dan sejenisnya. Ulil itu kelas akademisi, bukan retoris panggung layaknya ustad-ustad selebriti tersebut.
    sudah kalah suara, Ish... pake ngeles sok Intelek

    Karena MINDER! Tidak berani ghazwul fikri! Mengatakan "JIL tidak laku" cuma sebagai wujud ketakutan dan rendah diri saja. Karena dengan mengatakan seperti itu, dirinya merasa "besar". Yah, sekedar tombo ati karena tidak mampu melawan dengan intelektual.

    Ayo, lawan JIL dengan intelektual!! MAMPU ATAU TIDAK?? Buat paper atau makalah yang menjabarkan sanggahan-sanggahan terhadap ide-ide JIL, upload di sini atau kirim artikelnya ke media massa, MAMPU ATAU TIDAK??
    #IndonesiaTanpaJil, merupakan gerakan kaum awam,
    Ish... dan itu sudah cukup untuk membungkam JIL.

    soal kualitas pemikiran, loe juga jangan kuper dong,
    ada bejibun buku dan makalah yang membongkar
    ngawurnya pemikiran JIL


    Banyak orang-orang JIL itu Doktor, atau minimal S2. Lawan mereka dengan cara intelek. Tulisan dibalas tulisan, artikel dibalas artikel. MAMPU ATAU TIDAK?? Saya yakin, sekelas Fauzi Baadila TIDAK MAMPU menerima tantangan ini. Itulah makanya, saya bisa menuduh "gerakan anti JIL" lebih tampak sebagai wujud KECEMBURUAN INTELEKTUAL SAJA.
    ngakunya intelek, kok loe masih silau ama ijazah?


    JIL memang kelas intelektual. Jelas di grassroot nggak laku. Ibarat musik, mana ada grassroot dengar Jazz atau Klasik? Kalopun ada, JARANG!

    Grassroot ya dangdut, SKA, ST 12, Kangen Band, dan band-band Malaysia.
    hahaha...
    asal jangan begitu dengan musik kampung, jem
    pol loe masih ikut goyang, Ish



    Btw, follow twitter saya: @tingnongtingcer
    Kalau mau difolback, tinggal mention dan bilang dari Kopi Maya.
    ups... loe ngga lagi taruhan dapatin 3000 follo
    wer sebelum jam 12 malam nanti?


  7. #47
    pelanggan tetap purba's Avatar
    Join Date
    Mar 2011
    Posts
    1,672
    Mungkin INSIST (Adian Husaini, Hamid Zarkasyi, dll) bisa dijadikan tandingan JIL (Ulil, Moqsith, dll).

  8. #48
    Quote Originally Posted by Ronggolawe View Post
    emangnya ada yang mentungin JIL, Ish?
    Selama ini JIL menang corong, giliran masyarakat
    awam punya corong, mulai deh JIL kalah suara
    "Menang corong?" Memangnya corong JIL itu di mana saja? Wacana dan dakwah JIL itu DARI DULU memiliki segmen yang eksklusif (dan ini menjadi otokritik di kalangan JIL sendiri, sudah saya katakan di atas). Kalopun ada artikel yang ditulis di media massa, kebanyakan muncul di Kompas atau Koran Tempo. Nah, kita tahu siapa aja segmen dua media tersebut. Umumnya adalah kelas intelektual menengah ke atas.

    Aneh kalo tiba-tiba ada yang "menuduh" JIL menang corong, dan tiba-tiba pula, diikuti tuduhan: "karena orang awam punya corong" maka JIL kalah suara".

    Emang pernah ada kontestasi seperti itu?

    Quote Originally Posted by Ronggolawe View Post
    intelek atau sok intelek, Ish?
    itu dua hal yang berbeda...
    Tanggapan anda sepertinya tidak bermutu, dangkal. Terdengar seperti "asal kontra" atau "asal kejawab".

    Quote Originally Posted by Ronggolawe View Post
    #IndonesiaTanpaJil juga memanfaatkan Twitter
    dan Facebook....
    So what? Nggak ada argumen babarblas!

    Quote Originally Posted by Ronggolawe View Post
    Faktanya, saat ini JIL sudah kalah suara, ketika
    masyarakat awam yang tersadarkan mulai menggunakan media yang sama untuk memerangi JIL....
    "Memerangi JIL?" Bhuakakakaka..... Bagaimana WUJUD memeranginya? Ide dan pemikiran kok diperangi cuma dengan koar-koar dan statment "Indonesia tanpa JIL?"

    Quote Originally Posted by Ronggolawe View Post
    betewe, saat menikahi Khadijah, Muhammad be
    lum jadi Rasullullah, Ish, jadi belum bisa dicontoh.
    Berarti itu suatu tindakan yang tidak terpuji?

    Quote Originally Posted by Ronggolawe View Post
    hahaha....
    manusia sok intelek memang begitu, Ish, ngakunya
    demen Klasik, Opera, atau Jazz...
    padahal begitu dengar musik dangdut, diam-diam
    ikut goyang, minimal goyang jempol .
    Tanggapan yang tidak ada substansinya, tidak bermutu. Wacana JIL memang kenyataannya kelas intelektual menengah ke atas. Yang datang ke situ kebanyakan memang sudah bidangnya. Salah satunya adalah kelompok Mahasiswa UIN. Apa itu sok intelek?

    Misalkan ada orang kuliah Seni, terus ikut diskusi Seni, apa itu "sok intelek?"

    Tuduhan anda itu pointless, dan sepertinya hanya menunjukkan kecemburuan intelektual saja. Toh saya lihat, dari tadi anda belum satupun melontarkan bantahan substansial "kenapa harus anti JIL".

    Quote Originally Posted by Ronggolawe View Post
    berbikini juga biasa dikalangan Barat, juga makan
    babi.. kenapa itu harus loe paksakan untuk dijalan
    kan oleh umat Islam?
    Jadi, umat Islam menolak pendekatan kritis dan dekonstruktif atas agama Islam, begitu? Hahahaha.....

    Kalo ada umat Islam yang tidak suka pendekatan kritis dan dekonstruktif terhadap agama Islam, ya silakan. Oke-oke saja kok. Tapi jika ada umat Islam yang setuju dengan pendekatan kritis dan dekonstruktif terhadap agamanya, anda juga tidak bisa melarang. Adil kan?

    Quote Originally Posted by Ronggolawe View Post
    sudah kalah suara, Ish... pake ngeles sok Intelek ?
    KALAH SUARA?? Memangnya kalo "menang suara" berarti BENAR begitu? Berarti, sesuatu itu BENAR karena "banyak yang menyuarakan" ya, bukan karena argumentasi rasional?? Bandwagon fallacy! (Ternyata kualitas "para anti JIL" cuma segini.)

    Quote Originally Posted by Ronggolawe View Post
    #IndonesiaTanpaJil, merupakan gerakan kaum awam,
    Ish... dan itu sudah cukup untuk membungkam JIL.
    Ya nggak cukuplah! Hahahaha..... Sebuah ide/pemikiran kok dilawan dengan teriakan yang menentang ide tersebut. Nggak nyambung!

    Quote Originally Posted by Ronggolawe View Post
    #soal kualitas pemikiran, loe juga jangan kuper dong,
    ada bejibun buku dan makalah yang membongkar ngawurnya pemikiran JIL .
    Dan ada bejibun buku yang menjawab. Biarlah, pemikiran bertanding di level pemikiran. Buku dilawan buku, ide dilawan ide. Tidak ada masalah sedikitpun ada kritisisasi terhadap pemikiran JIL. Itu bagian dari dialektika. Tapi, apa hubunganya dengan "orang awam" dan aksi menentang JIL yang dangkal itu? Kalo memang mau menentang, ya tulis aja buku atau artikel! Apa anda dulu nggak pernah kuliah? Nggak pernah berkecimpung di ranah akademik?

    Makanya, saya berani bilang: Aksi gerakan anti JIL itu cuma wujud kecemburuan intelektual saja. Dangkal dan tanpa argumen. Masa ide/pemikiran intelektual dilawan pake demo di HI? Banyak orang tidak tahu apa-apa tentang JIL, tapi sudah terprovokasi untuk menentang.

    Quote Originally Posted by Ronggolawe View Post
    #ngakunya intelek, kok loe masih silau ama ijazah?
    Dalam konteks ini, gelar kesarjanaan itu menunjukkan standart keilmuan. Mereka membicarakan sesuatu yang sudah merupakan bidang mereka. Dalam kerangka bidang tersebut, latar belakang akademik (gelar) penting (meskipun bukan segala-galanya).

    Misalnya ada wacana formalisasi syariat Islam. Wacana ini kan nggak bisa dilihat cuma dari satu perspektif saja (sekedar menurut agama Islam). Tapi bisa dari beragam perspektif. Ada pakar antropologi, pakar fikih, pakar ilmu politik, pakar sejarah, dan seterusnya yang bisa ikut andil memberikan pendapat. Di sinilah nanti terjadi dialektika, dan itulah diskusi.

    Bisa saja para pakar itu salah, tapi "salah"-nya mereka tentu berbeda dengan salahnya orang awam. Dan kesalahan itu akan bisa dikoreksi di forum diskusi. Itu sudah "nature"-nya para akademisi dan kaum intelektual. Dan dari kesalahan itulah, ilmu itu terus berkembang.

    Sikap yang salah itu adalah sikap yang menentang suatu pemikiran, tapi sebagian besarnya cuma koar-koar anti terhadap pemikiran tersebut. Tidak ada diskusi, tidak ada dialektika.

    Makanya saya katakan: Banyak buku yang kontra pendapat dengan JIL itu "natural" dan bagian dari dialektika. Tidak perlu anda "nggumun", karena sebuah pemikiran itu menjadi sempurna dan matang salah satunya karena peran pendapat yang kontra. Lantas kenapa juga kan harus turun ke jalan menolak sebuah pemikiran? Nggak nyambung!!

    ---------- Post added at 09:42 AM ---------- Previous post was at 09:33 AM ----------

    Quote Originally Posted by purba View Post
    Mungkin INSIST (Adian Husaini, Hamid Zarkasyi, dll) bisa dijadikan tandingan JIL (Ulil, Moqsith, dll).
    Adian Husaini yang dokter hewan itu?

    Point saya: Silakan memerangi pemikiran JIL. Itu bagian dari kebebasan berpendapat. Tapi, jangan sampe ada "pembungkaman" atau "ancaman fisik" terhadap siapapun yang dituding Muslim liberal. Karena menjadi Muslim liberal juga bagian dari kebebasan berpendapat, betapapun tidak setujunya anda.

    Silakan, ide dilawan dengan ide. Buku dibalas buku. Artikel dibalas artikel.

    Sejujurnya, saya melihat di thread ini mereka yang "anti JIL" TIDAK BISA/TIDAK MAMPU mengurai kontra opininya dengan baik. Kebanyakan cuma modal koar-koar saja. Kenapa sih? Kalo mereka pernah kuliah kan pasti tahu dan paham bagaimana "nature"-nya kaum intelektual. Boleh saja nggak setuju, tapi uraikan pandangan anda secara argumentatif.

    Sejak era AK sampe KM, kayaknya penyakit para fanatik agama itu sama saja. Saya butuh sparing partner yang bagus. Karena dengan sparing partner yang bagus, saya bisa meningkatkan kadar wawasan saya.

    Kualitas diskusi tidak akan meningkat selama para pesertanya cuma bisa posting sebaris-dua-baris, cuma bisa "ngetroll" opini yang tidak disetujuinya, dan selama cuma bisa copy-paste link tanpa opini pengantar.

  9. #49
    Barista BundaNa's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Location
    Na...Na...Na
    Posts
    12,679
    berarti JIL tidak membumi, gak berbicara pake bahasa masyarakat...dan sorry Ish, lu kan bukan Islam. Di Islam gak ada tuh bicara sok mengawang2, harus bisa diterima masyarakat. Jadi, JIL gagal buat membuat mereka diterima masyarakat. Mereka bukan intelektual, lebih tepatnya sok intelek biar dianggap beda. Dan apakah dengan berbeda mereka bisa diterima masyarakat?

  10. #50
    ^ Tidak membumi bagi kalangan tertentu Bunda, tapi membumi bagi kalangan yang lain.

  11. #51
    Barista BundaNa's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Location
    Na...Na...Na
    Posts
    12,679
    ah tidak, Islam itu bahasa kaum...mestinya ini yang dipahami JIL...menyerukan kebenaran mereka ya pake bahasa kaum, bukan bahasa sok intelek

  12. #52
    Quote Originally Posted by BundaNa View Post
    berarti JIL tidak membumi, gak berbicara pake bahasa masyarakat...dan sorry Ish, lu kan bukan Islam. Di Islam gak ada tuh bicara sok mengawang2, harus bisa diterima masyarakat. Jadi, JIL gagal buat membuat mereka diterima masyarakat. Mereka bukan intelektual, lebih tepatnya sok intelek biar dianggap beda. Dan apakah dengan berbeda mereka bisa diterima masyarakat?
    Masyarakat yang mana? Audience JIL juga kebanyakan orang Islam kok. Dan mereka ngerti, saya sendiri ngerti. Makanya bu, main ke Utan Kayu dan saksikan diskusinya.

    Audience kajian Islam JIL TIDAK SAMA dengan audiencenya Aa Gym, Uje atau Mamah dedeh! Segmentasi wacananya berbeda! Jadi bukan bermaksud "tidak membumi".

    Jujur yah, anda sama sekali tidak paham apa-apa sepertinya. Menyalahkan JIL tapi tidak mampu memberi sanggahan intelek atas ide-ide JIL. Coba deh, anda buat satu thread yang mengkritisi substansi pemikiran JIL (tulisan sendiri). Nanti saya akan tanggapi. Saya mau tahu sejauh mana anda mengetahui/memahami Islam liberal dan seperti apa kritik anda terhadapnya.

    Kajian Islam yang sering diketengahkan JIL (dalam seri-seri diskusi di Utan Kayu) memang wacana akademik. Bukan "tausyiah" kelasnya Uje atau Aa Gym. Jadi kalo anda cermati diskusinya, itu sama saja seperti kuliah. Di Salihara juga sering ada kuliah umum. Dan ketika topiknya bukan agama, saya yakin anda juga tidak akan protes. Hanya karena kebetulan topik agama, jadi protes. Jadi bukan masalah sok pinter atau apa. Agama apapun, termasuk Islam, memang BISA dikaji dengan pendekatan ilmiah.

    Makanya, saya bilang di atas: Kebencian orang awam terhadap JIL itu lebih disebabkan oleh kecemburuan intelektual saja (faktor jealous) bukan faktor pemikiran. Merasa agamanya "dikritisi" tapi tidak mampu memberi sanggahan yang sekelas, lantas kelimpungan dan emosi.

    Pendekatan ilmiah atas agama memang seringkali bersifat kritis dan dekonstruktif. Agama dikaji dengan jarak. Dan kajian-kajian seperti ini memang bukan "dakwah umum" sebagaimana yang sering anda saksikan di TV. Apakah hanya karena masyarakat awam "tidak bisa nangkep" wacana semacam itu, lantas wacana semacam itu menjadi tidak perlu? Ya enggak! Mubazir dong ada fakultas filsafat, ada fakultas ini-itu yang mengkaji agama sampe tingkat tinggi.

    Jujur yah, justru saya melihat ceramah-ceramah agama di TV itu DANGKAL dan tidak bermutu (Aa Gym, Uje, Mamah Dedeh dkk). Masalah yang dikaji itu masalah sepele. Easy listening memang, tapi tidak bergizi. Sejauh pengamatan saya, acara agama Islam paling bermutu itu adalah acara yang dibawakan Quraish Shihab. Tapi, Qurash jarang-jarang muncul di TV. Nah, Quraish itu adalah tipikal selera saya. Menonton paparan Quraish, seperti kuliah. Tidak ada jokes norak, serius dan berbobot.

    ---------- Post added at 11:06 AM ---------- Previous post was at 11:01 AM ----------

    Quote Originally Posted by BundaNa View Post
    ah tidak, Islam itu bahasa kaum...mestinya ini yang dipahami JIL...menyerukan kebenaran mereka ya pake bahasa kaum, bukan bahasa sok intelek
    "Kaum" apa? Apa yang dimaksud "bahasa sok intelek?" Bisa diurai secara detil, dan lebih bagus kalau buat thread baru? Silakan!

    Saya khawatir, tuduhan anda itu bias emosi pribadi karena "jealous" dengan wacana JIL. Merasa terkritik, tapi tidak bisa menyanggah karena memang tidak mampu.

  13. #53
    Pakar Memematika Ray Surya's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    4,449
    gw gak suka quraish Sihab. ustadz kok anaknya gak pakai jilbab.
    R*y Sury* Ditunjuk Presiden SBY Jadi Menpora

  14. #54
    Quote Originally Posted by Ray Surya View Post
    gw gak suka quraish Sihab. ustadz kok anaknya gak pakai jilbab.
    Kenapa harus pake jilbab? Yang penting kan pakaiannya sopan. Lagipula, anaknya sudah dewasa. Bebas menentukan bagaimana cara berpakaian, dan tentu saja bertanggungjawab.

  15. #55
    pelanggan tetap purba's Avatar
    Join Date
    Mar 2011
    Posts
    1,672
    Quote Originally Posted by ishaputra View Post
    Adian Husaini yang dokter hewan itu?
    Nah, respon anda ini tidak berbeda dgn respon para anti-JIL.

    Adian Husaini memang S1 lulusan kedokteran hewan tetapi ketika S3 dia mengambil studi Islam di Malaysia (CMIIW).

    Ada perbedaan mendasar antara INSIST dan JIL dalam mengaji Islam. INSIST berpijak pada keyakinan Quran sbg teks ilahiyah yg memiliki kebenaran absolut. Itu sangat berbeda dgn JIL yg memandang Quran sbg dialektika tuhan dan manusia. Saya masih melihat JIL sebagai orang-orang yg masih takut neraka tetapi tidak mau ketinggalan jaman. JIL berusaha reinterpretasi ajaran Islam sesuai dgn konteks kekinian. Tetapi apakah demikian maksud para pendiri Islam dulu (Muhammad cs)? Atau justru INSIST yg lebih dekat dgn maksud para pendiri Islam tsb?


  16. #56
    Barista BundaNa's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Location
    Na...Na...Na
    Posts
    12,679
    sy ga ada dendam pribadi n urusan sama JIL. justru sy aneh liat non islam getol banget bela2in JIL, agenda?

  17. #57
    Quote Originally Posted by BundaNa View Post
    sy ga ada dendam pribadi n urusan sama JIL. justru sy aneh liat non islam getol banget bela2in JIL, agenda?
    Nggak ada yang lebih elaboratif lagi apa komentarnya? Coba, tunjukkan saja --menurut pendapat anda-- di mana pokok-pokok pemikiran JIL yang keliru. Kalo perlu buat thread tersendiri. Itu lebih bermutu dan bisa menjadi wawasan baru bagi saya.


    Quote Originally Posted by purba View Post
    Nah, respon anda ini tidak berbeda dgn respon para anti-JIL.
    Cuma memastikan saja. Adian Husaini yang dokter hewan itu ya? Takut salah... soalnya di kampung saya, ada tukang onde-onde namanya Adian Husaini.

    Quote Originally Posted by purba View Post
    Adian Husaini memang S1 lulusan kedokteran hewan tetapi ketika S3 dia mengambil studi Islam di Malaysia (CMIIW).
    S2 nya apa? Teknik sipil?

    Quote Originally Posted by purba View Post
    Ada perbedaan mendasar antara INSIST dan JIL dalam mengaji Islam. INSIST berpijak pada keyakinan Quran sbg teks ilahiyah yg memiliki kebenaran absolut. Itu sangat berbeda dgn JIL yg memandang Quran sbg dialektika tuhan dan manusia. Saya masih melihat JIL sebagai orang-orang yg masih takut neraka tetapi tidak mau ketinggalan jaman. JIL berusaha reinterpretasi ajaran Islam sesuai dgn konteks kekinian. Tetapi apakah demikian maksud para pendiri Islam dulu (Muhammad cs)? Atau justru INSIST yg lebih dekat dgn maksud para pendiri Islam tsb?
    Semua kitab suci, kalo dipelajari atas dasar keyakinan "bahwa kitab suci ini benar dan tidak mungkin salah", hasilnya ya "agama ini adalah agama yang paling benar". Nggak di Islam, nggak di Kristen, ya begitu.

    Primbon juga kalo dikaji dengan dasar keyakinan bahwa "semua teks ini adalah benar", hasilnya ya tidak akan ada kesalahan dalam primbon.

  18. #58
    pelanggan tetap purba's Avatar
    Join Date
    Mar 2011
    Posts
    1,672
    Quote Originally Posted by ishaputra View Post
    Semua kitab suci, kalo dipelajari atas dasar keyakinan "bahwa kitab suci ini benar dan tidak mungkin salah", hasilnya ya "agama ini adalah agama yang paling benar". Nggak di Islam, nggak di Kristen, ya begitu.

    Primbon juga kalo dikaji dengan dasar keyakinan bahwa "semua teks ini adalah benar", hasilnya ya tidak akan ada kesalahan dalam primbon.
    Ah kirain mo diskusi secara intelek, nyatanya cuma olok2 saja. Gak beda dgn yg anti-JIL...

    Sekali lagi saya coba utk diskusi secara intelek. Baik INSIST maupun JIL masing-masing memiliki pijakan dlm menelaah Quran. Misalnya masalah pluralisme (bukan pluralitas). INSIST menolak pluralisme, sementara JIL menerimanya, meski keduanya mendasari pendapatnya dgn Quran. Kok bisa berbeda meski sumbernya sama? Ini karena pijakan tadi. Bisa jadi memang INSIST yg benar bahwa Quran tidak mengajarkan pluralisme. Jika demikian, JIL terlihat justru memaksakan keinginannya bahwa Quran mengajarkan pluralisme. Dalam hal ini JIL seperti tidak mau lepas dari Islam tetapi tidak mau lagi berislam seperti founding fathers-nya. Kalau saya bilang, JIL masih takut neraka. Dilihat dari namanya "Jaringan Islam Liberal", itu sudah menunjukkan bahwa mereka adalah para umat Islam yg tidak mau lagi berislam seperti founding fathers-nya tetapi masih takut neraka. Kalau mereka berani, jangan pakai lagi nama Islam. Para orientalis Barat adalah dalam posisi yg lebih tepat dlm mengaji Quran dibandingkan JIL. Mereka bukan muslim, dengan begitu mereka tidak perlu takut dgn neraka dan tidak terikat dgn keyakinan Quran sbg kebenaran absolut.


  19. #59
    Barista BundaNa's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Location
    Na...Na...Na
    Posts
    12,679
    bikin aja thread sendiri, yg butuh pengakuan bukan gw ah katanya intelek, tpi suka m'hina n standart ganda

  20. #60
    Quote Originally Posted by BundaNa View Post
    bikin aja thread sendiri, yg butuh pengakuan bukan gw ah katanya intelek, tpi suka m'hina n standart ganda
    Simpel jawabannya: Anda nggak mampu. Anda menolak JIL karena faktor "tidak suka" saja. Tidak ada landasan konsepnya sama sekali. Disuruh menjabarkan, tidak mampu. Lagipula, sejak awal thread komentar anda juga tidak berkualitas. Cuma sebaris dua baris, sepertinya yang penting asal kejawab saja.

Page 3 of 5 FirstFirst 12345 LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •