Page 12 of 12 FirstFirst ... 2101112
Results 221 to 235 of 235

Thread: Apakah Tafsir Itu Harus dilakukan Pemuka Agama?

  1. #221
    pelanggan setia Ronggolawe's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    5,137
    Quote Originally Posted by ishaputra View Post
    Nah, bagaimana kita MEMAHAMI "metode batin" rosululloh kalo mengabaikan konteks kultur dan antropologi masyarakat Arab di jaman dulu?

    Ada peserta di sini yang nggak paham betul apa itu "hermeneutika". Hanya karena itu "istilah kristen", "istilah asing", "istilah barat", maka ujug-ujug membabi buta pasang sikap anti. Ngerti aja enggak.

    Liat tuh uraian si Ronggolawe, jan... ngaco banget. Wajar dia nolak hermeneutika, lah wong pemahamannya aja keliru.
    wah gw baru tahu, kalau loe yang menjunjung
    tinggi HAM, malah ngatur-ngatur agama lain
    (dalam hal ini Islam) untuk ikut pemahaman loe

  2. #222
    pelanggan tetap Asum's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    1,217
    Quote Originally Posted by ishaputra View Post
    Yang berhak menafsir sebuah teks adalah para ahli di bidangnya (scholars). Ini berlaku pada semua disiplin ilmu.
    Sepakat!

    Quote Originally Posted by ishaputra
    Orang awam juga boleh memberi tafsir, tetapi bagaimanapun tetap merujuk pada pendapat scholars sebagai referensi dan menggunakan metodologi yang ilmiah
    Kalau masih merujuk pada pendapat ahli (scholars), maka itu namanya belum berhak selain hanya menuruti apa kata ahli (scholars)

    ---------- Post added at 07:38 AM ---------- Previous post was at 07:33 AM ----------

    Quote Originally Posted by ishaputra View Post
    Sekali lagi, hermeneutika itu bukan tafsir, tapi metode tafsir
    Betul !

    Hermeneutika merupakan salah satu metode tafsir yang awalnya digunakan sebagai alat untuk menafsir maksud yang ingin di sampaikan dalam Bible. Dan dalam perkembangan selanjutnya, Hermeneutika digunakan untuk menafsir semua teks (termasuk teks al-Qur'an dan Al-hadits dalam literatur Islam).
    أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا ؟ فَإِنَّمَا شَفَاءُ الْعِيِّ السَّؤَالُ
    ”Mengapa mereka tidak bertanya jika tidak mengerti ? Sesungguhnya obat dari kebodohan adalah bertanya” (Sunan Abu Dawud no.336)

  3. #223
    He he he lha dari "pangkal" nya saja sudah berbeda ! Khusus untuk Al Qur'an. Apakah semua partisipan punya pandangan yg sama thdp Al Qur'an ini ? Dan sudahkah ada yg "menanyakan" langsung kepada Al Qur'annya sendiri ? Seolah olah pada berhak menjadikan Al Qur'an itu obyect yg bisa diletakkan di meja "bedah" bisa semaunya dibongkar dipreteli ,dibolak balik , karena dia sudah disuntik dengan serum "desacralisasi" ?! Seolah olah Al Qur'an itu adalah tulisan manusia yg dipengaruhi oleh pola pikir sang penulis , yg tidak bisa terlepas dari kondisi sosial budaya nya.Sehingga untuk memahami "tulisannya" itu kita perlu mengkonsider itu semua! Padahal jelas Al Qur'an adalah bagi mereka yg beriman !
    Ayat Al Qur'an memang bicara kepada manusia dan hal yg erat hubungannya dg manusia yg tak bisa disangkal punya budaya dan terpengaruh oleh kondisi sosialnya. Maka Al-Qur'an berbahasa Arab , maka ada ayat mengenai perkawinan , ada ayat mengenai zakat. Tetapi juga ada "Alif lam mim","Yaa Siin" , "Tho haa" dan lain danlain danlainnya , spt yg sudah disampaikan oleh Sedgejenar.
    Mungkin ada yg berhujjah bahwa Al Qur'an (mushaf) kan ditulis oleh team yg dibentuk Ustman , jadi ya dianggap sebagai object penellitian. Itu terserah saja ,tapi hendaknya diingat bahwa Al Qur'an dalam Islam itu adalah firman Allahnya , Al Qur'an diturunkan bukan adalam bentuk buku !

    Jadi hermeneutika kah , metode lain syah syah saja dipakai mestinya ya untuk mereka yg mau menggunakanya toh yg membutuhkan AQ sang manusianya ! Tapi jelas umat Islam menafsirkan dengan keimanan , dan karena intelektual umat Islam tidak sama , ada yg awam ada yg punya kemampuan keilmuan (ulama) maka bagi yg awam --sesuai dengan perintah dalam AQ-- bertanyalah pada yg mengetahuinya (ulama /SCHOLARS). Namun karena sesuai dg keimanan umat Islam bahwa akan ada pengadilan akhir Allah yg tidak bisa sesuatu disembunyikan atau tersembunyi dihadapanNya , maka spt yg pernah saya post kan , kita lah yg akan mempertanggung jawabkan thdp setiap pilihan/amalan yg kita lakukanbukan orang lain , orang lain termasuk para ulama juga akan mempertanggung jawabkan setiap pilihan /amalan yg telah mereka lakukan ! Termasuk mereka yg tidak mengimani AQ sebagai Kalamullah , tafsir hanyalah "pakaian/tool" dunia , akherat adalah hakekat ,yg ada didalam pakaian itu , hidup yg sesungguhnya !
    Sekali lagi just share.
    ADEM_AYEM_TENTREM

  4. #224
    pelanggan tetap
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    1,352
    Quote Originally Posted by Dadap serep View Post
    He he he lha dari "pangkal" nya saja sudah berbeda ! Khusus untuk Al Qur'an. Apakah semua partisipan punya pandangan yg sama thdp Al Qur'an ini ? Dan sudahkah ada yg "menanyakan" langsung kepada Al Qur'annya sendiri ? Seolah olah pada berhak menjadikan Al Qur'an itu obyect yg bisa diletakkan di meja "bedah" bisa semaunya dibongkar dipreteli ,dibolak balik , karena dia sudah disuntik dengan serum "desacralisasi" ?! Seolah olah Al Qur'an itu adalah tulisan manusia yg dipengaruhi oleh pola pikir sang penulis , yg tidak bisa terlepas dari kondisi sosial budaya nya.Sehingga untuk memahami "tulisannya" itu kita perlu mengkonsider itu semua! Padahal jelas Al Qur'an adalah bagi mereka yg beriman !
    Ayat Al Qur'an memang bicara kepada manusia dan hal yg erat hubungannya dg manusia yg tak bisa disangkal punya budaya dan terpengaruh oleh kondisi sosialnya. Maka Al-Qur'an berbahasa Arab , maka ada ayat mengenai perkawinan , ada ayat mengenai zakat. Tetapi juga ada "Alif lam mim","Yaa Siin" , "Tho haa" dan lain danlain danlainnya , spt yg sudah disampaikan oleh Sedgejenar.
    Mungkin ada yg berhujjah bahwa Al Qur'an (mushaf) kan ditulis oleh team yg dibentuk Ustman , jadi ya dianggap sebagai object penellitian. Itu terserah saja ,tapi hendaknya diingat bahwa Al Qur'an dalam Islam itu adalah firman Allahnya , Al Qur'an diturunkan bukan adalam bentuk buku !

    Jadi hermeneutika kah , metode lain syah syah saja dipakai mestinya ya untuk mereka yg mau menggunakanya toh yg membutuhkan AQ sang manusianya ! Tapi jelas umat Islam menafsirkan dengan keimanan , dan karena intelektual umat Islam tidak sama , ada yg awam ada yg punya kemampuan keilmuan (ulama) maka bagi yg awam --sesuai dengan perintah dalam AQ-- bertanyalah pada yg mengetahuinya (ulama /SCHOLARS). Namun karena sesuai dg keimanan umat Islam bahwa akan ada pengadilan akhir Allah yg tidak bisa sesuatu disembunyikan atau tersembunyi dihadapanNya , maka spt yg pernah saya post kan , kita lah yg akan mempertanggung jawabkan thdp setiap pilihan/amalan yg kita lakukanbukan orang lain , orang lain termasuk para ulama juga akan mempertanggung jawabkan setiap pilihan /amalan yg telah mereka lakukan ! Termasuk mereka yg tidak mengimani AQ sebagai Kalamullah , tafsir hanyalah "pakaian/tool" dunia , akherat adalah hakekat ,yg ada didalam pakaian itu , hidup yg sesungguhnya !
    Sekali lagi just share.
    jadi tergantung perlakuannya ya ?
    kalo yg memperlakukan Quran sebagai buku, cara menafsirkannya ya dengan sekolah belajar sampe jadi sekolor, sekolar (SCHOLAR)
    prosesnya pun sama dengan belajar lainnya, ngapal, banyak baca literature, diskusi, debat de el el

    kalo yang memperlakukan Quran sebagai firman Tuhan, cara menafsirkannya ya dibaca, rajin sholat rajin puasa sambil berdoa yaa Allah bukakanlah kepada saya pemahaman akan kalam-Mu

    kalo saya mending yang kedua lha tuh
    hemat biaya bonusnya hati jadi luas dan tenang

  5. #225
    ^ atasku , Kasingihan aki Jenar , sing penting ngamale kang ikhlas , lainnya biar Allah , kita sih tawakal sajaahhhh , mathukkkk kiyaiiiiii,..................
    ADEM_AYEM_TENTREM

  6. #226
    Salam

    Menafsirkan Al Qur'an itu dengan Kepala dan Hati

    jika hanya salah satu maka akan pincang

    barang siapa berucap ATAS NAMA KEBENARAN...maka sudah dipastikan bahwa ia telah SIAP DIMINTAI PERTANGGUNG JAWABKANNYA

    ingatlah....DUA hal

    ingatlah DUA hal

    dan ingatlah DUA hal

    sebab segala sesuatu di dunia ini selalu ada yang mengiringinya......berjalan berdampingan

    DUA HAL.....

    tidak dengan hanya kalamullah saja....
    tidak dengan Ilmu saja.....

    sebab jika kamu baca maka bacalah dengan DUA hal tersebut

    sebab Nabi mewariskan DUA HAL

    syahadat adalah DUA HAL

    makhluk ada DUA HAL

    gerak melingkar adalah DUA HAL

    dan tahukah kamu...bahwa Al Qur'an itu bertujuan untuk DUA HAL...??

    dan tahukah kamu bahwa setelah pintu gerbang kematian itu adalah DUA HAL

    dan tahukah kamu bahwa diri kita terdiri dari DUA HAL

    dan tahukah kamu AL Qur'an itu dibagi menjadi DUA HAL

    dan tahukah kamu........apa itu DUA HAL....??
    Sombong Itu Selendang Allah

  7. #227
    Darul, mari kita berdiskusi secara ilmiah. Paparan anda itu omong kosong, tidak ilmiah. Bukan argumentasi, dan pointless. Cuma racauan retoris yang cocoknya anda lontarkan di mimbar-mimbar awam.

    ---------- Post added at 06:51 PM ---------- Previous post was at 06:51 PM ----------

    Silakan presentasikan ide/pikiran anda tentang agama secara ilmiah dan argumentatif. Jangan bernada CERAMAH/KHOTBAH.

    ---------- Post added at 07:19 PM ---------- Previous post was at 06:51 PM ----------

    Quote Originally Posted by Asum View Post
    Kalau masih merujuk pada pendapat ahli (scholars), maka itu namanya belum berhak selain hanya menuruti apa kata ahli (scholars)
    Pertama: Yang dimaksud “orang awam” bukan selalu orang bodoh. Tapi orang yang tidak memiliki kapabilitas akademik (yang direpresentasikan dengan gelar kesarjanaan) di bidang ini. Bahasa kerennya, “amateur”.

    Contoh, ”amateur astronomer” memiliki sejumlah pengetahuan astronomi yang baik. Namun kalangan ini menjadi astronom semata hobi, bukan profesi. Demikian juga pada terma ”amateur mufassir”.

    Kedua: Setiap orang memiliki hak untuk berpendapat, termasuk para “amateur”. Sikap kita terhadap pendapat yang dilontarkan para amatir tersebut, adalah lihat dan nilai substansinya. Jika ada yang salah, koreksi. Jika ada yang kurang, tambahi. Itu namanya diskusi yang fair. Jadi ada dialektika.

    Dan seperti kita tahu, “berpendapat” juga ada tata-caranya. Ada polanya, tidak asal njeplak. Siapapun yang melontarkan pendapat, baik itu kalangan scholars maupun amatir, tetaplah diikat oleh tata cara tersebut.

    Pola pendapat itu kan sederhananya begini: Kumpulan fakta --> Analisis --> Kesimpulan.

    “Merujuk pendapat ahli” itu bersifat umum, tidak milik para amatir saja. Para ahli pun tak segan-segan merujuk pendapat ahli lainnya. Kenapa? Karena ilmu itu demikian luas, sehingga tidak bisa ada satu orang yang menguasai banyak bidang sekaligus. Lihat saja disertasi S3, pastilah daftar pustakanya penuh.

    Yang penting, pendapat atau ide yang dilontarkan itu disampaikan secara RUNTUT/LOGIS (terstruktur dan konseptual) sehingga bisa ditangkap apa maksudnya. Ini teknis dasar berpendapat.

    ---------- Post added at 07:29 PM ---------- Previous post was at 07:19 PM ----------

    Quote Originally Posted by Dadap serep View Post
    He he he lha dari "pangkal" nya saja sudah berbeda ! Khusus untuk Al Qur'an. Apakah semua partisipan punya pandangan yg sama thdp Al Qur'an ini ? Dan sudahkah ada yg "menanyakan" langsung kepada Al Qur'annya sendiri ? Seolah olah pada berhak menjadikan Al Qur'an itu obyect yg bisa diletakkan di meja "bedah" bisa semaunya dibongkar dipreteli ,dibolak balik , karena dia sudah disuntik dengan serum "desacralisasi" ?! Seolah olah Al Qur'an itu adalah tulisan manusia yg dipengaruhi oleh pola pikir sang penulis , yg tidak bisa terlepas dari kondisi sosial budaya nya.Sehingga untuk memahami "tulisannya" itu kita perlu mengkonsider itu semua! Padahal jelas Al Qur'an adalah bagi mereka yg beriman !
    Kajian akademik atas kitab suci ya memang harus dengan pendekatan desakralisasi. Dan ini berlaku pada semua kitab suci. Kajian ilmiah terhadap kitab suci itu tidak boleh mengandung bias iman pribadi. Karena kajian ilmiah atas kitab suci BUKAN AJANG DAKWAH AGAMA.

    Alquran bukan cuma milik Muslim, tapi milik dunia. Alquran adalah heritage. Demikian pula semua kitab suci yang ada di dunia.

    Makanya harus dipisah antara: Kajian kitab suci dalam ranah normatif keimanan (yang memang bertujuan untuk dakwah agama, contoh di pesantren dan di sekolah-sekolah teologi), dengan kajian kitab suci dalam ranah ilmiah-akademis.

    ---------- Post added at 07:43 PM ---------- Previous post was at 07:29 PM ----------

    Quote Originally Posted by Dadap serep View Post
    Seolah olah pada berhak menjadikan Al Qur'an itu obyect yg bisa diletakkan di meja "bedah" bisa semaunya dibongkar dipreteli ,dibolak balik , karena dia sudah disuntik dengan serum "desacralisasi" ?!
    Coba anda lihat tulisannya Darul Iman di atas. Itu contoh “khotbah”, bukan paparan ilmiah. Di forum macam gini “pendapat” macam Darul Iman itu nggak kena.

    Jadi sebelum kita mulai diskusi, sebaiknya kita rapihkan dulu “platform”-nya. Supaya nyambung.

    Saya lebih senang dengan pendekatan ilmiah-akademik dalam kajian agama. Pertama, karena lebih rasional. Kedua, lebih “bebas nilai”. Dan ketiga, bisa diikuti secara lintas agama.

    Coba anda main ke Utan Kayu (Kajian Islam Utan Kayu). Dalam suatu forum diskusi, lihat peserta diskusi yang datang. Anda akan tahu bahwa para peserta yang datang cenderung lintas agama (sekurangnya ada mahasiswa dari STT Jakarta di situ). Hal ini berbeda dengan “pengajian” di masjid-masjid atau di forum-forum internal Islam yang lebih cenderung “kajian dalam kerangka ibadah”.

    Kenapa begitu? Karena kajian Islam di Utan Kayu disajikan seperti kuliah, jadi nggak bawa-bawa sorga-neraka. Tidak bergaya “tausyiah” seperti anda dengar ceramahnya Mamah Dedeh, Yusuf Mansur, Zainuddin MZ dan seterusnya.

    Paham kan bedanya?

  8. #228
    pelanggan setia hajime_saitoh's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Location
    https://t.me/pump_upp
    Posts
    2,005
    Kajian akademik atas kitab suci ya memang harus dengan pendekatan desakralisasi. Dan ini berlaku pada semua kitab suci. Kajian ilmiah terhadap kitab suci itu tidak boleh mengandung bias iman pribadi. Karena kajian ilmiah atas kitab suci BUKAN AJANG DAKWAH AGAMA.

    Alquran bukan cuma milik Muslim, tapi milik dunia. Alquran adalah heritage. Demikian pula semua kitab suci yang ada di dunia.

    Makanya harus dipisah antara: Kajian kitab suci dalam ranah normatif keimanan (yang memang bertujuan untuk dakwah agama, contoh di pesantren dan di sekolah-sekolah teologi), dengan kajian kitab suci dalam ranah ilmiah-akademis.
    nha ini yang jadi masalah broo isha bagi umat Islam Al-Quran itu kalamullah dan bersifat sakral karena itu merupakan kata2 atau firman Allah azza wa jalla yang diturunkan kepada nabi Muhammad Shallollohu alaihi wa sallam melalui Malaikat Jibril alaihissalam....
    masalah kalo orientalis mengkaji Al-Quran secara akademis dengan metode hermeunetika ya itu hak mereka dan kami tidak bisa melarangnya... namun jangan harap hasil tafsir hermeuneutika itu akan diterima oleh para syaikh hafidzahullah dan para ahli ilmu hadits dan fiqh Islam...
    itu saja kok...
    intinya.. orientalis mau menggunakan metode hermeneutika dalam mengkaji isi Al-Quran silahkan.. namun kami umat Islam sudah memiliki cara sendiri dalam mentafsir Al-Quran... dan bukankan prinsip barat adalah kebebasan... jadi kami umat Islam juga bebas untuk tidak menggunakan metode hermeneutika ini..

  9. #229
    pelanggan setia Ronggolawe's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    5,137
    hehehe, padahal gw sudah ingatkan si Isha

    Quote Originally Posted by Ronggolawe View Post
    wah gw baru tahu, kalau loe yang menjunjung
    tinggi HAM, malah ngatur-ngatur agama lain
    (dalam hal ini Islam) untuk ikut pemahaman loe
    ternyata ia berstandar ganda

  10. #230
    Menarik, metode hermenutika, Saya baru mendengarnya agak lebar. selama ini konotasinya agak miring terkait tokoh-tokoh jil yang disinyalir sering menggunakan metode ini.

    Terkait dengan hukum potong tangan, ada dari sebagian faham SyiAh, mengartikan bahwa arti hukum potong tangan itu tidak melulu difahami secara literal bahwa pencuri=protol/potong tangane. Mereka mengartikan tangan sebagai "kekuasaan" sebagaimana mengartikan tangan Tuhan = kekuasaan Tuhan.

    Al-hasil setiap kasus pencurian bisa diartikan memotong kekuasaan pencuri, baik diturunkan dari jabatan, pengasingan /penjara sesuai besaran kasus pencuriannya. agak jauh bila ditemukan kasus pencurian tetapi si pencuri tidak mempunyai 2 tangan, hukum potong tangan yang diartikan sebagai memotong kekusaan mencuri masih bisa jalan. atau agak jauh apakah sama beratnya hukuman antara pencuri seekor kerbau dengan pencuri 10 onta sama-sama dipotong tangan sama pula panjangnya, misalnya.

    apakah metode semacam itu juga bisa dikatakan metode hermenutika?

  11. #231
    salam

    Darul, mari kita berdiskusi secara ilmiah. Paparan anda itu omong kosong, tidak ilmiah. Bukan argumentasi, dan pointless. Cuma racauan retoris yang cocoknya anda lontarkan di mimbar-mimbar awam.
    ....baiklah kita langsung praktik saja...

    kalaulah anda merasa bukan awam.....maka saya berikan ini lalu tafsirkan


    Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman.

    kemudian bisakah anda tolong tafsirkan ke kami yang awam ini ayat yang dibawah ini


    Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.
    Last edited by Darrul_Iman; 24-02-2012 at 05:09 PM.
    Sombong Itu Selendang Allah

  12. #232
    pelanggan setia hajime_saitoh's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Location
    https://t.me/pump_upp
    Posts
    2,005
    Pendapat Imam Ibnu Katsir tentang penafsiran Al-Qur'an

    Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- dalam muqadimah kitab tafsirnya menyatakan tentang kaidah menafsirkan Al-Qur’an. Beliau -rahimahullah- menyampaikan bahwa cara menafsirkan Al-Qur’an adalah sebagai berikut:

    1. Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an. Metodologi ini merupakan yang paling shalih (valid) dalam menafsirkan Al-Qur’an.

    2. Menafsirkan Al-Qur’an dengan As-Sunnah. Kata beliau -rahmahullah-, bahwa As-Sunnah merupakan pensyarah dan yang menjelaskan tentang menjelaskan tentang Al-Qur’an. Untuk hal ini beliau -rahimahullah- mengutip pernyataan Al-Imam Asy-Syafi’i -rahimahullah- : “Setiap yang dihukumi Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, maka pemahamannya berasal dari Al-Qur’an. Allah -Subhanahu wata’ala- berfirman:

    “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) membela orang-orang yang khianat.” (An-Nisaa’:105)

    3. Menafsirkan Al-Qur’an dengan pernyataan para shahabat. Menurut Ibnu Katsir -rahimahullah- : “Apabila tidak diperoleh tafsir dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, kami merujuk kepada pernyataan para shahabat, karena mereka adalah orang-orang yang lebih mengetahui sekaligus sebagai saksi dari berbagai fenomena dan situasi yang terjadi, yang secara khusus mereka menyaksikannya. Merekapun adalah orang-orang yang memiliki pemahaman yang sempurna, strata keilmuan yang shahih (valid), perbuatan atau amal yang shaleh tidak membedakan diantara mereka, apakah mereka termasuk kalangan ulama dan tokoh, seperti khalifah Ar-Rasyidin yang empat atau para Imam yang memberi petunjuk, seperti Abdullah bin Mas’ud -radliyallahu anhu-.

    4. Menafsirkan Al-Qur’an dengan pemahaman yang dimiliki oleh para Tabi’in (murid-murid para shahabat). Apabila tidak diperoleh tafsir dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah atau pernyataan shahabat, maka banyak dari kalangan imam merujuk pernyataan-pernyataan para tabi’in, seperti Mujahid, Said bin Jubeir. Sufyan At-Tsauri berkata : “Jika tafsir itu datang dari Mujahid, maka jadikanlah sebagai pegangan”.



    Ibnu Katsir -rahimahullah- pun mengemukakan pula, bahwa menafsirkan Al-Qur’an tanpa didasari sebagaimana yang berasal dari Rasulullah -shallallahu’alaihi wasallam- atau para Salafush Shaleh (para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in) adalah haram. Telah disebutkan riwayat dari Ibnu Abbas -radliyallahu ‘anhuma- dari Nabi -shallallahu’alaihi wasallam-:

    “Barangsiapa yang berbicara (menafsirkan) tentang Al-Qur’an dengan pemikirannya tentang apa yang dia tidak memiliki pengetahuan, maka bersiaplah menyediakan tempat duduknya di Neraka.” (Dikeluarkan oleh At Tirmidzi, An Nasa’i dan Abu Daud, At Tirmidzi mengatakan : hadist hasan).

  13. #233
    pelanggan tetap
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    1,352
    Quote Originally Posted by hajime_saitoh View Post
    Pendapat Imam Ibnu Katsir tentang penafsiran Al-Qur'an

    Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- dalam muqadimah kitab tafsirnya menyatakan tentang kaidah menafsirkan Al-Qur’an. Beliau -rahimahullah- menyampaikan bahwa cara menafsirkan Al-Qur’an adalah sebagai berikut:

    1. Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an. Metodologi ini merupakan yang paling shalih (valid) dalam menafsirkan Al-Qur’an.

    2. Menafsirkan Al-Qur’an dengan As-Sunnah. Kata beliau -rahmahullah-, bahwa As-Sunnah merupakan pensyarah dan yang menjelaskan tentang menjelaskan tentang Al-Qur’an. Untuk hal ini beliau -rahimahullah- mengutip pernyataan Al-Imam Asy-Syafi’i -rahimahullah- : “Setiap yang dihukumi Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, maka pemahamannya berasal dari Al-Qur’an. Allah -Subhanahu wata’ala- berfirman:

    “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) membela orang-orang yang khianat.” (An-Nisaa’:105)

    3. Menafsirkan Al-Qur’an dengan pernyataan para shahabat. Menurut Ibnu Katsir -rahimahullah- : “Apabila tidak diperoleh tafsir dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, kami merujuk kepada pernyataan para shahabat, karena mereka adalah orang-orang yang lebih mengetahui sekaligus sebagai saksi dari berbagai fenomena dan situasi yang terjadi, yang secara khusus mereka menyaksikannya. Merekapun adalah orang-orang yang memiliki pemahaman yang sempurna, strata keilmuan yang shahih (valid), perbuatan atau amal yang shaleh tidak membedakan diantara mereka, apakah mereka termasuk kalangan ulama dan tokoh, seperti khalifah Ar-Rasyidin yang empat atau para Imam yang memberi petunjuk, seperti Abdullah bin Mas’ud -radliyallahu anhu-.

    4. Menafsirkan Al-Qur’an dengan pemahaman yang dimiliki oleh para Tabi’in (murid-murid para shahabat). Apabila tidak diperoleh tafsir dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah atau pernyataan shahabat, maka banyak dari kalangan imam merujuk pernyataan-pernyataan para tabi’in, seperti Mujahid, Said bin Jubeir. Sufyan At-Tsauri berkata : “Jika tafsir itu datang dari Mujahid, maka jadikanlah sebagai pegangan”.



    Ibnu Katsir -rahimahullah- pun mengemukakan pula, bahwa menafsirkan Al-Qur’an tanpa didasari sebagaimana yang berasal dari Rasulullah -shallallahu’alaihi wasallam- atau para Salafush Shaleh (para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in) adalah haram. Telah disebutkan riwayat dari Ibnu Abbas -radliyallahu ‘anhuma- dari Nabi -shallallahu’alaihi wasallam-:

    “Barangsiapa yang berbicara (menafsirkan) tentang Al-Qur’an dengan pemikirannya tentang apa yang dia tidak memiliki pengetahuan, maka bersiaplah menyediakan tempat duduknya di Neraka.” (Dikeluarkan oleh At Tirmidzi, An Nasa’i dan Abu Daud, At Tirmidzi mengatakan : hadist hasan).
    sampe sejauh ini pertanyaan saya soal tafsir alif laam mim juga belum dijawab ishaputra tuh
    pengen tau kalo pake so-called hermeunetika akan seperti apa hasil tafsirnya alif lam mim itu


  14. #234
    pelanggan tetap red_pr!nce's Avatar
    Join Date
    Aug 2012
    Location
    BSD City
    Posts
    580
    Ada 6 milyar manusia di dunia ini, masing-masing dengan pemikirannya sendiri-sendiri, sehingga ada 6 milyar tafsir terhadap segalanya, termasuk terhadap agama yang dianut.

    Kenapa tidak? Bukankah manusia itu diciptakan Tuhan untuk saling melengkapi satu sama lain?

  15. #235
    pelanggan tetap
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    1,352
    Kenapa tidak?
    Ya supaya eksklusipitas tetap terjaga kali


Page 12 of 12 FirstFirst ... 2101112

Tags for this Thread

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •