Sepakat!
Kalau masih merujuk pada pendapat ahli (scholars), maka itu namanya belum berhak selain hanya menuruti apa kata ahli (scholars)Originally Posted by ishaputra
---------- Post added at 07:38 AM ---------- Previous post was at 07:33 AM ----------
Betul !
Hermeneutika merupakan salah satu metode tafsir yang awalnya digunakan sebagai alat untuk menafsir maksud yang ingin di sampaikan dalam Bible. Dan dalam perkembangan selanjutnya, Hermeneutika digunakan untuk menafsir semua teks (termasuk teks al-Qur'an dan Al-hadits dalam literatur Islam).
أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا ؟ فَإِنَّمَا شَفَاءُ الْعِيِّ السَّؤَالُ”Mengapa mereka tidak bertanya jika tidak mengerti ? Sesungguhnya obat dari kebodohan adalah bertanya” (Sunan Abu Dawud no.336)
He he he lha dari "pangkal" nya saja sudah berbeda ! Khusus untuk Al Qur'an. Apakah semua partisipan punya pandangan yg sama thdp Al Qur'an ini ? Dan sudahkah ada yg "menanyakan" langsung kepada Al Qur'annya sendiri ? Seolah olah pada berhak menjadikan Al Qur'an itu obyect yg bisa diletakkan di meja "bedah" bisa semaunya dibongkar dipreteli ,dibolak balik , karena dia sudah disuntik dengan serum "desacralisasi" ?! Seolah olah Al Qur'an itu adalah tulisan manusia yg dipengaruhi oleh pola pikir sang penulis , yg tidak bisa terlepas dari kondisi sosial budaya nya.Sehingga untuk memahami "tulisannya" itu kita perlu mengkonsider itu semua! Padahal jelas Al Qur'an adalah bagi mereka yg beriman !
Ayat Al Qur'an memang bicara kepada manusia dan hal yg erat hubungannya dg manusia yg tak bisa disangkal punya budaya dan terpengaruh oleh kondisi sosialnya. Maka Al-Qur'an berbahasa Arab , maka ada ayat mengenai perkawinan , ada ayat mengenai zakat. Tetapi juga ada "Alif lam mim","Yaa Siin" , "Tho haa" dan lain danlain danlainnya , spt yg sudah disampaikan oleh Sedgejenar.
Mungkin ada yg berhujjah bahwa Al Qur'an (mushaf) kan ditulis oleh team yg dibentuk Ustman , jadi ya dianggap sebagai object penellitian. Itu terserah saja ,tapi hendaknya diingat bahwa Al Qur'an dalam Islam itu adalah firman Allahnya , Al Qur'an diturunkan bukan adalam bentuk buku !
Jadi hermeneutika kah , metode lain syah syah saja dipakai mestinya ya untuk mereka yg mau menggunakanya toh yg membutuhkan AQ sang manusianya ! Tapi jelas umat Islam menafsirkan dengan keimanan , dan karena intelektual umat Islam tidak sama , ada yg awam ada yg punya kemampuan keilmuan (ulama) maka bagi yg awam --sesuai dengan perintah dalam AQ-- bertanyalah pada yg mengetahuinya (ulama /SCHOLARS). Namun karena sesuai dg keimanan umat Islam bahwa akan ada pengadilan akhir Allah yg tidak bisa sesuatu disembunyikan atau tersembunyi dihadapanNya , maka spt yg pernah saya post kan , kita lah yg akan mempertanggung jawabkan thdp setiap pilihan/amalan yg kita lakukanbukan orang lain , orang lain termasuk para ulama juga akan mempertanggung jawabkan setiap pilihan /amalan yg telah mereka lakukan ! Termasuk mereka yg tidak mengimani AQ sebagai Kalamullah , tafsir hanyalah "pakaian/tool" dunia , akherat adalah hakekat ,yg ada didalam pakaian itu , hidup yg sesungguhnya !
Sekali lagi just share.
ADEM_AYEM_TENTREM
jadi tergantung perlakuannya ya ?
kalo yg memperlakukan Quran sebagai buku, cara menafsirkannya ya dengan sekolah belajar sampe jadi sekolor, sekolar (SCHOLAR)
prosesnya pun sama dengan belajar lainnya, ngapal, banyak baca literature, diskusi, debat de el el
kalo yang memperlakukan Quran sebagai firman Tuhan, cara menafsirkannya ya dibaca, rajin sholat rajin puasa sambil berdoa yaa Allah bukakanlah kepada saya pemahaman akan kalam-Mu
kalo saya mending yang kedua lha tuh
hemat biaya bonusnya hati jadi luas dan tenang
^ atasku , Kasingihan aki Jenar , sing penting ngamale kang ikhlas , lainnya biar Allah , kita sih tawakal sajaahhhh , mathukkkk kiyaiiiiii,..................
ADEM_AYEM_TENTREM
Salam
Menafsirkan Al Qur'an itu dengan Kepala dan Hati
jika hanya salah satu maka akan pincang
barang siapa berucap ATAS NAMA KEBENARAN...maka sudah dipastikan bahwa ia telah SIAP DIMINTAI PERTANGGUNG JAWABKANNYA
ingatlah....DUA hal
ingatlah DUA hal
dan ingatlah DUA hal
sebab segala sesuatu di dunia ini selalu ada yang mengiringinya......berjalan berdampingan
DUA HAL.....
tidak dengan hanya kalamullah saja....
tidak dengan Ilmu saja.....
sebab jika kamu baca maka bacalah dengan DUA hal tersebut
sebab Nabi mewariskan DUA HAL
syahadat adalah DUA HAL
makhluk ada DUA HAL
gerak melingkar adalah DUA HAL
dan tahukah kamu...bahwa Al Qur'an itu bertujuan untuk DUA HAL...??
dan tahukah kamu bahwa setelah pintu gerbang kematian itu adalah DUA HAL
dan tahukah kamu bahwa diri kita terdiri dari DUA HAL
dan tahukah kamu AL Qur'an itu dibagi menjadi DUA HAL
dan tahukah kamu........apa itu DUA HAL....??
Sombong Itu Selendang Allah
Darul, mari kita berdiskusi secara ilmiah. Paparan anda itu omong kosong, tidak ilmiah. Bukan argumentasi, dan pointless. Cuma racauan retoris yang cocoknya anda lontarkan di mimbar-mimbar awam.
---------- Post added at 06:51 PM ---------- Previous post was at 06:51 PM ----------
Silakan presentasikan ide/pikiran anda tentang agama secara ilmiah dan argumentatif. Jangan bernada CERAMAH/KHOTBAH.
---------- Post added at 07:19 PM ---------- Previous post was at 06:51 PM ----------
Pertama: Yang dimaksud “orang awam” bukan selalu orang bodoh. Tapi orang yang tidak memiliki kapabilitas akademik (yang direpresentasikan dengan gelar kesarjanaan) di bidang ini. Bahasa kerennya, “amateur”.
Contoh, ”amateur astronomer” memiliki sejumlah pengetahuan astronomi yang baik. Namun kalangan ini menjadi astronom semata hobi, bukan profesi. Demikian juga pada terma ”amateur mufassir”.
Kedua: Setiap orang memiliki hak untuk berpendapat, termasuk para “amateur”. Sikap kita terhadap pendapat yang dilontarkan para amatir tersebut, adalah lihat dan nilai substansinya. Jika ada yang salah, koreksi. Jika ada yang kurang, tambahi. Itu namanya diskusi yang fair. Jadi ada dialektika.
Dan seperti kita tahu, “berpendapat” juga ada tata-caranya. Ada polanya, tidak asal njeplak. Siapapun yang melontarkan pendapat, baik itu kalangan scholars maupun amatir, tetaplah diikat oleh tata cara tersebut.
Pola pendapat itu kan sederhananya begini: Kumpulan fakta --> Analisis --> Kesimpulan.
“Merujuk pendapat ahli” itu bersifat umum, tidak milik para amatir saja. Para ahli pun tak segan-segan merujuk pendapat ahli lainnya. Kenapa? Karena ilmu itu demikian luas, sehingga tidak bisa ada satu orang yang menguasai banyak bidang sekaligus. Lihat saja disertasi S3, pastilah daftar pustakanya penuh.
Yang penting, pendapat atau ide yang dilontarkan itu disampaikan secara RUNTUT/LOGIS (terstruktur dan konseptual) sehingga bisa ditangkap apa maksudnya. Ini teknis dasar berpendapat.
---------- Post added at 07:29 PM ---------- Previous post was at 07:19 PM ----------
Kajian akademik atas kitab suci ya memang harus dengan pendekatan desakralisasi. Dan ini berlaku pada semua kitab suci. Kajian ilmiah terhadap kitab suci itu tidak boleh mengandung bias iman pribadi. Karena kajian ilmiah atas kitab suci BUKAN AJANG DAKWAH AGAMA.
Alquran bukan cuma milik Muslim, tapi milik dunia. Alquran adalah heritage. Demikian pula semua kitab suci yang ada di dunia.
Makanya harus dipisah antara: Kajian kitab suci dalam ranah normatif keimanan (yang memang bertujuan untuk dakwah agama, contoh di pesantren dan di sekolah-sekolah teologi), dengan kajian kitab suci dalam ranah ilmiah-akademis.
---------- Post added at 07:43 PM ---------- Previous post was at 07:29 PM ----------
Coba anda lihat tulisannya Darul Iman di atas. Itu contoh “khotbah”, bukan paparan ilmiah. Di forum macam gini “pendapat” macam Darul Iman itu nggak kena.
Jadi sebelum kita mulai diskusi, sebaiknya kita rapihkan dulu “platform”-nya. Supaya nyambung.
Saya lebih senang dengan pendekatan ilmiah-akademik dalam kajian agama. Pertama, karena lebih rasional. Kedua, lebih “bebas nilai”. Dan ketiga, bisa diikuti secara lintas agama.
Coba anda main ke Utan Kayu (Kajian Islam Utan Kayu). Dalam suatu forum diskusi, lihat peserta diskusi yang datang. Anda akan tahu bahwa para peserta yang datang cenderung lintas agama (sekurangnya ada mahasiswa dari STT Jakarta di situ). Hal ini berbeda dengan “pengajian” di masjid-masjid atau di forum-forum internal Islam yang lebih cenderung “kajian dalam kerangka ibadah”.
Kenapa begitu? Karena kajian Islam di Utan Kayu disajikan seperti kuliah, jadi nggak bawa-bawa sorga-neraka. Tidak bergaya “tausyiah” seperti anda dengar ceramahnya Mamah Dedeh, Yusuf Mansur, Zainuddin MZ dan seterusnya.
Paham kan bedanya?
nha ini yang jadi masalah broo isha bagi umat Islam Al-Quran itu kalamullah dan bersifat sakral karena itu merupakan kata2 atau firman Allah azza wa jalla yang diturunkan kepada nabi Muhammad Shallollohu alaihi wa sallam melalui Malaikat Jibril alaihissalam....Kajian akademik atas kitab suci ya memang harus dengan pendekatan desakralisasi. Dan ini berlaku pada semua kitab suci. Kajian ilmiah terhadap kitab suci itu tidak boleh mengandung bias iman pribadi. Karena kajian ilmiah atas kitab suci BUKAN AJANG DAKWAH AGAMA.
Alquran bukan cuma milik Muslim, tapi milik dunia. Alquran adalah heritage. Demikian pula semua kitab suci yang ada di dunia.
Makanya harus dipisah antara: Kajian kitab suci dalam ranah normatif keimanan (yang memang bertujuan untuk dakwah agama, contoh di pesantren dan di sekolah-sekolah teologi), dengan kajian kitab suci dalam ranah ilmiah-akademis.
masalah kalo orientalis mengkaji Al-Quran secara akademis dengan metode hermeunetika ya itu hak mereka dan kami tidak bisa melarangnya... namun jangan harap hasil tafsir hermeuneutika itu akan diterima oleh para syaikh hafidzahullah dan para ahli ilmu hadits dan fiqh Islam...
itu saja kok...
intinya.. orientalis mau menggunakan metode hermeneutika dalam mengkaji isi Al-Quran silahkan.. namun kami umat Islam sudah memiliki cara sendiri dalam mentafsir Al-Quran... dan bukankan prinsip barat adalah kebebasan... jadi kami umat Islam juga bebas untuk tidak menggunakan metode hermeneutika ini..
Menarik, metode hermenutika, Saya baru mendengarnya agak lebar. selama ini konotasinya agak miring terkait tokoh-tokoh jil yang disinyalir sering menggunakan metode ini.
Terkait dengan hukum potong tangan, ada dari sebagian faham SyiAh, mengartikan bahwa arti hukum potong tangan itu tidak melulu difahami secara literal bahwa pencuri=protol/potong tangane. Mereka mengartikan tangan sebagai "kekuasaan" sebagaimana mengartikan tangan Tuhan = kekuasaan Tuhan.
Al-hasil setiap kasus pencurian bisa diartikan memotong kekuasaan pencuri, baik diturunkan dari jabatan, pengasingan /penjara sesuai besaran kasus pencuriannya. agak jauh bila ditemukan kasus pencurian tetapi si pencuri tidak mempunyai 2 tangan, hukum potong tangan yang diartikan sebagai memotong kekusaan mencuri masih bisa jalan. atau agak jauh apakah sama beratnya hukuman antara pencuri seekor kerbau dengan pencuri 10 onta sama-sama dipotong tangan sama pula panjangnya, misalnya.
apakah metode semacam itu juga bisa dikatakan metode hermenutika?
salam
....baiklah kita langsung praktik saja...Darul, mari kita berdiskusi secara ilmiah. Paparan anda itu omong kosong, tidak ilmiah. Bukan argumentasi, dan pointless. Cuma racauan retoris yang cocoknya anda lontarkan di mimbar-mimbar awam.
kalaulah anda merasa bukan awam.....maka saya berikan ini lalu tafsirkan
Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman.
kemudian bisakah anda tolong tafsirkan ke kami yang awam ini ayat yang dibawah ini
Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.
Last edited by Darrul_Iman; 24-02-2012 at 05:09 PM.
Sombong Itu Selendang Allah
Pendapat Imam Ibnu Katsir tentang penafsiran Al-Qur'an
Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- dalam muqadimah kitab tafsirnya menyatakan tentang kaidah menafsirkan Al-Qur’an. Beliau -rahimahullah- menyampaikan bahwa cara menafsirkan Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an. Metodologi ini merupakan yang paling shalih (valid) dalam menafsirkan Al-Qur’an.
2. Menafsirkan Al-Qur’an dengan As-Sunnah. Kata beliau -rahmahullah-, bahwa As-Sunnah merupakan pensyarah dan yang menjelaskan tentang menjelaskan tentang Al-Qur’an. Untuk hal ini beliau -rahimahullah- mengutip pernyataan Al-Imam Asy-Syafi’i -rahimahullah- : “Setiap yang dihukumi Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, maka pemahamannya berasal dari Al-Qur’an. Allah -Subhanahu wata’ala- berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) membela orang-orang yang khianat.” (An-Nisaa’:105)
3. Menafsirkan Al-Qur’an dengan pernyataan para shahabat. Menurut Ibnu Katsir -rahimahullah- : “Apabila tidak diperoleh tafsir dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, kami merujuk kepada pernyataan para shahabat, karena mereka adalah orang-orang yang lebih mengetahui sekaligus sebagai saksi dari berbagai fenomena dan situasi yang terjadi, yang secara khusus mereka menyaksikannya. Merekapun adalah orang-orang yang memiliki pemahaman yang sempurna, strata keilmuan yang shahih (valid), perbuatan atau amal yang shaleh tidak membedakan diantara mereka, apakah mereka termasuk kalangan ulama dan tokoh, seperti khalifah Ar-Rasyidin yang empat atau para Imam yang memberi petunjuk, seperti Abdullah bin Mas’ud -radliyallahu anhu-.
4. Menafsirkan Al-Qur’an dengan pemahaman yang dimiliki oleh para Tabi’in (murid-murid para shahabat). Apabila tidak diperoleh tafsir dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah atau pernyataan shahabat, maka banyak dari kalangan imam merujuk pernyataan-pernyataan para tabi’in, seperti Mujahid, Said bin Jubeir. Sufyan At-Tsauri berkata : “Jika tafsir itu datang dari Mujahid, maka jadikanlah sebagai pegangan”.
Ibnu Katsir -rahimahullah- pun mengemukakan pula, bahwa menafsirkan Al-Qur’an tanpa didasari sebagaimana yang berasal dari Rasulullah -shallallahu’alaihi wasallam- atau para Salafush Shaleh (para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in) adalah haram. Telah disebutkan riwayat dari Ibnu Abbas -radliyallahu ‘anhuma- dari Nabi -shallallahu’alaihi wasallam-:
“Barangsiapa yang berbicara (menafsirkan) tentang Al-Qur’an dengan pemikirannya tentang apa yang dia tidak memiliki pengetahuan, maka bersiaplah menyediakan tempat duduknya di Neraka.” (Dikeluarkan oleh At Tirmidzi, An Nasa’i dan Abu Daud, At Tirmidzi mengatakan : hadist hasan).
Ada 6 milyar manusia di dunia ini, masing-masing dengan pemikirannya sendiri-sendiri, sehingga ada 6 milyar tafsir terhadap segalanya, termasuk terhadap agama yang dianut.
Kenapa tidak? Bukankah manusia itu diciptakan Tuhan untuk saling melengkapi satu sama lain?
Kenapa tidak?
Ya supaya eksklusipitas tetap terjaga kali