Revolusi Perancis, terutama pada masa Jacobin, diwarnai salah satu peristiwa anti-rohaniwan paling keras dalam sejarah Eropa modern sebagai reaksi melawan peran dominan gereja Katolik di Perancis pada masa sebelum revolusi. Satu dari kebijakan utama ekonomi Revolusi Perancis adalah nasionalisasi tanah yang sebelumnya dimiliki oleh Gereja Katolik. Gereja dipandang sebagai sasaran empuk bagi pengambilalihan aset karena mereka memiliki banyak tanah namun memiliki pengaruh politik yang relatif sedikit dalam pemerintahan rezim. Otoritas revolusioner yang baru mendepak gereja; menghancurkan, menodai dan mengalihfungsikan biara-biara; mengasingkan 30,000 pendeta dan membunuh ratusan orang.

Sebagai bagian dari kampanye untuk mendekristenisasikan Perancis pada Oktober 1793 kalender Kristen digantikan dengan penghitungan dari tanggal Revolusi, dan Kultus Akal Budi yang ateis didirikan, seluruh gereja yang tidak bernaung pada kultus tersebut ditutup. Pada 1794, kultus ateistik tersebut digantikan dengan Kultus Sosok Tertinggi yang deistik. Saat anti-rohaniwan menjadi tujuan yang jelas dari kaum revolusioner Perancis, kontra-revolusioner memulihkan tradisi dan Rezim lama angkat senjata, terutama dalam Perang Vendée (1793 sampai 1796).

Saat Paus Pius VI menyatakan pertentangan terhadap revolusi tersebut dalam Koalisi Pertama (1792–1797), Napoleon Bonaparte menginvasi Italia (1796). Pasukan Perancis menahan Paus pada 1797, dan ia meninggal setelah enam minggu ditahan.

Bak kena karmanya sendiri, Perancis malah mengalami hiperinflasi. Kondisi itu terjadi pada Mei 1795 hingga November 1796. Inflasi harian Perancis mencapai 5% dan membuat harga berubah dua kali lipat setiap 15 hari, 2 jam. Sejarah tersebut berawal dari Revolusi Prancis (1789-1799) terjadi setelah periode Perancis telah berjalan sampai utang besar melawan perang, termasuk perang kemerdekaan AS dari Great Britain.

Pada akhirnya, Napoleon kemudian mendirikan kembali Gereja Katolik di Perancis dengan menandatangani Konkordat 1801, dan mencekal Kultus Sosok Tertinggi. Beberapa kebijakan anti-rohaniwan masih diteruskan. Saat tentara Napoleon memasuki sebuah wilayah, biara-biara seringkali dirusak dan properti gereja disekulerisasikan