Soal kepemilikan tanah, putusan PN Yogyakarta 'diskriminatif' atas warga keturunan Cina

Aktivis hukum di Yogyakarta menilai putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta atas gugatan terhadap larangan warga Tionghoa memiliki tanah adalah bentuk diskriminasi.

Selain bersifat diskriminatif, Direktur Indonesian Court Monitoring, Tri Wahyu KH, juga menilai keputusan majelis hakim janggal dan bertentangan dengan asas pemerintahan yang baik.

"Hakim tak cermat mengurai hubungan asas pemerintahan yang baik dengan instruksi tahun 1975 itu," kata Tri Wahyu, seperti dilaporkan wartawan di Yogyakarta, Anang Zakaria, untuk BBC Indonesia, Jumat (23/02).

Menurut Tri Wahyu, Undang-Undang Adminstrasi Pemerintahan nomor 30/2016 mensyaratkan kepastian hukum dengan menerapkan asas ketidakberpihakan, keterbukaan, dan kepentingan umum.

Selain itu, lanjut Tri Wahyu, kebijakan diskriminatif tergolong melanggar perundangan lainnya.

"Di Undang-Undang Keistimewaan DIY pun ada larangan bagi gubernur dan wakil gubernur mendiskriminasi warganegara atau golongan tertentu."

Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta menolak gugatan terhadap Instruksi Wakil Kepala Daerah DIY No. K.898/I/A/1975 tanggal 5 Maret 1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak Atas Tanah kepada Seorang WNI Nonpribumi.

Majelis yang diketuai Hendro Cokro Mukti -dengan anggota Sri Harsiwi dan Nuryanto- mengandaskan gugatan Handoko, warga Yogyakarta keturunan Cina, dalam sidang Selasa (20/02) lalu.
Yogyakarta Darurat Lahan Makam

YOGYAKARTA - Kota Yogyakarta tak hanya butuh ruang terbuka hijau (RTH) dalam jumlah yang ideal. Persoalan ketersediaan lahan terbuka untuk dimanfaatkan sebagai areal pemakaman juga menjadi pekerjaan rumah bagi Pemkot Yogyakarta.

Berdasar kajian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta, dalam dua tahun ke depan diprediksi lahan makam di Kota Yogyakarta habis terpakai. "Ini harus segera ada solusi," kata Kepala Bidang Litbang Bappeda Kota Yogyakarta, Affrio Sunarno, Sabtu (22/4/2017).

Di Kota Yogyakarta saat ini tercatat ada 190 lahan pemakaman. Dari jumlah tersebut, 115 makam di antaranya berada di tanah negara dan Sultan Ground yang dikelola oleh masyarakat. Sedangkan makam milik Pemkot Yogyakarta yang dikelola melalui kecamatan ada empat lokasi namun sudah penuh semua.

Keempat makam itu adalah Makam Pracimoloyo Pakuncen di Kecamatan Wirobrajan, Makam Sasonoloyo di Mergangsan, Makam Sariloyo di Mantrijeron, dan Makam Utaraloyo Tegalrejo.

Menurut Affrio, selama empat tahun belakangan ini masyarakat memang belum terlayani dengan fasilitas makam yang baik. Bahkan, terbatasnya lahan makam dan kapasitas yang semakin penuh membuat biaya pemakaman terus melonjak. "Bisa mencapai sekitar Rp5 juta."

Menurutnya, solusi terdekat yang bisa ditempuh adalah optimalisasi lahan yang ada atau dengan pengadaan lahan baru di luar kota. "Jika terpaksa pengadaan, harus dibuat dulu peraturan daerahnya," ujarnya.
Kekeringan 2018 Lebih Parah

KULONPROGO – Kekeringan tahun ini lebih parah dibandingkan sebelumnya. Sejumlah desa yang dulu terbebas dari kekeringan saat ini mulai kiris air bersih.
“Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh dan Desa/Kecamatan Pengasih tahun lalu aman. Tapi tahun ini mengajukan permohonan droping air bersih. Sumber mata air di desa setempat kering,” kata Koordinator Droping Air Tagana Kulonprogo Ibnu Wibowo, Minggu (19/8).

Menurut dia, kekeringan semakin meluas. Sebab hujan yang tidak kunjung turun dan air dari Saluran Irigasi Kalibawang belum mampu mengisi sumur warga. Irigasi teknis (Intek) Kalibawang yang diandalkan warga empat kecamatan (Kalibawang, Nanggulan, Pengasih, dan Sentolo) belum maksimal memasok air.
“Sudah ada 25 desa di empat kecamatan tersebut dilanda kekeringan,” ungkap Ibnu.

Selain Desa Gerbosari, Desa Salamrejo yang sebelumnya tidak bermasalah dengan kekeringan sejak Juni mengajukan permohonan droping air. “Di Kecamatan Samigaluh bahkan hanya satu dari delapan desa yang tidak kekeringan yakni Pagerharjo. Karena mata airnya masih mengeluarkan air,” jelasnya.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kulonprogo Ariadi mengatakan ada enam armada tangki droping air disiapkan. Pasokan air bersih mengandalkan PDAM Kulonprogo. Dana yang digunakan dari anggaran Coorporate Sosial Responsibilities (CSR) dan dana tak terduga milik Kulonprogo pasca penetapan status darurat bencana kekeringan.
“Enam unit armada tangki itu di antaranya milik PMI, Tagana, dan milik kami, semua jalan,” ujar Ariadi. (tom/iwa/mg1)
Moral cerita: janganlah kamu pelit tanah jika kita mau makammu sempit & kekeringan