Kelihatannya Kaddafi sudah diujung tanduk, sebentar lagi dia akan kalah dan harus turun tahta.
Lalu bagaimana dengan nasih Libya pasca Kaddafi ?
Meskipun Amerika dan Eropa adalah kekuatan utama dibalik jatuhnya Kadafi, tapi kemungkinan negara2 Arab lah yg akan masuk kesana dan membantu peralihan kekuasaan dan sistim politik.
Para politikus Belanda sudah memperingatkan agar Belanda tidak ikut campur terlalu jauh kedalam peralihan kekuasaan di Libya, hal ini terutama untuk mencegah timbulnya kebencian dan kecurigaan dunia Arab terhadap aksi negara barat di Timur Tengah, berikut ini adalah pendapat para politikus Belanda :
Sekarang, saat kejatuhan rezim Gaddafi hampir jadi kenyataan, dunia sudah memikirkan fase selanjutnya. Menjatuhkan diktator adalah langkah pertama, namun pengalaman mengajarkan, jauh lebih sulit membangun demokrasi setelah kejatuhan sang diktator. Belanda tidak boleh terlalu ikut campur dalam pembentukan Libia “baru.” Demikian pendapat para politisi dan ahli.
Situasi di Libia berbeda dengan misalnya di Mesir. Di Mesir, Belanda sudah membangun kontak dengan organisasi atau aktivis selama bertahun-tahun. “Sedangkan di Libia, kami harus mulai dari nol,” kata anggota Europarlemen liberal Hans van Baalen. Ia – atas nama Uni Eropa – terlibat erat dalam proses demokratisasi Eropa Timur. Van Baalen juga mengikuti perkembangan Mesir.
Van Baalen menyatakan, “Di Yunani sudah ada partai-partai dengan sejarah panjang. Sedangkan di Libia tidak, jadi partai-partai harus mulai dibangun dari awal. Itu butuh waktu. Tentu saja pemilu akan digelar, dan akhirnya undang-undang dasar harus dibuat. Prospek untuk negara Libia yang sekuler terlihat bagus.”
Menahan diri
Dunia barat harusnya mulai menahan diri, kata Van Baalen: “Sekarang semua tergantung pada Dewan Sementara dan para pemberontak yang nantinya membentuk pemerintahan. Mereka harus legitim, juga di dunia Arab.”
Menurut Van Baalen, negara tetangga Mesir bisa berperan besar, misalnya dengan melatih anggota polisi. Selain itu Cina dan Rusia juga harus dilibatkan dalam masa depan Libia.
Ikut campur Eropa saat ini tidak diinginkan, kata historikus dan jurnalis Gerbert van der Aa, "Eropa pernah sekali mengambil langkah yang salah, yaitu pada kemerdekaan Libya 1951.
Waktu itu PBB terlibat dalam pembentukan pemerintahan Libia yang baru merdeka dari koloni Italia. Raja Idriss dipilih sebagai kepala negara, padahal ia cuma punya pendukung di Libia timur, dan akhirnya juga terbukti bahwa ia korup. Karena itulah negara ini mulai runtuh. Jadi saya pikir, rakyat Libia harus menyelesaikan masalah mereka sendiri.”