Aturan Baru Taksi Online, Ini Catatan YLKI
Ratusan armada taksi konvensional terparkir di taman parkir Abu Bakar Ali, Kota Yogyakarta, 17 Februari 2017. Ratusan pengemudi taksi menggelar aksi demo dengan berjalan kaki menuntut penindakan angkutan penumpang berplat hitam yang beroperasi secara online. TEMPO/Pius Erlangga
TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat sejumlah hal penting terkait dengan aturan baru transportasi berbasis aplikasi online yang mulai diberlakukan pada 1 April 2017. Revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek itu dinilai belum sepenuhnya menjamin pemenuhan kebutuhan konsumen.
“Taksi online belum mampu menjawab kebutuhan dan perlindungan pada konsumen yang sebenarnya,” ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, lewat keterangan tertulisnya, Kamis, 23 Maret 2017.
Menurut Tulus, transportasi berbasis aplikasi saat ini baru memberi satu kemudahan, yakni aksesibilitas, alias lebih mudah didapatkan daripada yang konvensional. Transportasi berbasis online dianggap belum mampu memenuhi kebutuhan lain, seperti keselamatan, keterjangkauan, dan standar pelayanan untuk menjamin kenyamanan konsumen.
Tarif transportasi aplikasi, seperti taksi online, menurut Tulus, tidaklah murah, bahkan bisa lebih mahal daripada taksi konvensional. Salah satu alasannya karena pemberlakuan tarif berdasarkan jam sibuk (rush hour) dan non-rush hour.
“Pada rush hour, tarif taksi online jauh lebih mahal, apalagi dalam kondisi hujan. Jadi untuk pemberlakuan tarif bawah taksi online secara praktis tidaklah sulit, karena selama ini secara tidak langsung justru sudah diterapkan tarif batas bawah dan batas atas.”
YLKI justru lebih menyorot mekanisme pengawasan pemerintah terhadap implementasi aturan baru itu. Mereka meragukan pengawasan dan penegakan hukum jika terjadi pelanggaran saat revisi Permenhub itu diberlakukan.
Transportasi berbasis online pun dianggap belum menjamin perlindungan kepada konsumen saat terjadi kehilangan barang atau kecelakaan. “Bahkan jika terjadi sengketa keperdataan dengan konsumen, akan diselesaikan via abritase di Singapura. Ini jelas tidak adil dan tidak masuk akal, bahkan merugikan konsumen,” tutur Tulus.
Operator taksi online, ujar Tulus, belum menjamin perlindungan data pribadi konsumen. “Dalam term of contract-nya, mereka bahkan membagi data pribadi konsumen ke mitra bisnisnya, misalnya untuk obyek promosi. Kementerian Perhubungan dalam revisi Permenhub seharusnya mengatur poin-poin tersebut,” katanya.
saus
Pro Kontra soal Taksi Online, ini 11 Poin Revisi Aturannya
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berencana merevisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, yang menjadi payung hukum taksi online. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Pudji Hartanto, mengatakan ada 11 poin penting dalam revisi peraturan tersebut.
“Sebelas pokok pembahasan meliputi jenis angkutan sewa, kapasitas silinder mesin kendaraan, batas tarif angkutan sewa khusus, kuota jumlah angkutan sewa khusus, kewajiban surat tanda nomor kendaraan berbadan hukum, pengujian berkala (KIR), pool, bengkel, pajak, akses digital dashboard, hingga sanksi,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin, 20 Maret 2017.
Penjelasan dari 11 poin tersebut adalah :
1. Jenis angkutan sewa
Kendaraan bermotor umum yang memiliki tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) warna hitam hanya kendaraan angkutan sewa. Nomenklatur angkutan sewa khusus untuk mengakomodir pelayanan angkutan taksi online.
2. Kapasitas silinder mesin kendaraan
Angkutan sewa umum minimal 1.300 cc dan angkutan sewa khusus minimal 1.000 cc.
3. Batas tarif angkutan sewa khusus
Tarif angkutan tertera pada aplikasi berbasis teknologi informasi. Penentuan tarif berdasarkan tarif batas atas atau bawah. Penetapan tarif diserahkan sepenuhnya kepada gubernur sesuai domisili perusahaan dan Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) untuk wilayah Jabodetabek.
4. Kuota jumlah angkutan sewa khusus
Penetapan kebutuhan jumlah kendaraan dilakukan oleh gubernur sesuai domisili perusahaan dan Kepala BPTJ untuk wilayah Jabodetabek.
5. Kewajiban STNK berbadan hukum
Jika sebelumnya ketentuan STNK atas nama perusahaan, direvisi menjadi STNK atas nama badan hukum. Selanjutnya STNK yg masih atas nama perorangan masih tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya.
6. Pengujian berkala (KIR)
Tanda uji berkala kendaraan bermotor (KIR) pertama semula dilakukan dengan cara pengetokan, disesuaikan menjadi dengan pemberian plat yang diembos. Kendaraan bermotor yang paling lama 6 bulan sejak dikeluarkannya STNK tidak perlu diuji KIR, dapat dengan melampirkan sertifikat registrasi uji tipe (SRUT).
7. Pool
Persyaratan ijin penyelenggaraan angkutan umum semula harus memiliki pool disesuaikan menjadi memiliki atau menguasai tempat penyimpanan kendaraan, yang harus mampu menampung jumlah kendaraan yang dimiliki.
8. Bengkel
Dapat menyediakan fasilitas pemeliharaan kendaraan (bengkel) atau kerjasama dengan pihak lain.
9. Pajak
Substansi untuk kepentingan perpajakan pada penyelenggaraan angkutan umum taksi online dikenakan terhadap perusahaan aplikasi sesuai usul dari Direktorat Jenderal Pajak.
10. Akses dashboard
Pokok bahasan akses dashboard merupakan ketentuan baru yang ditambahkan dalam revisi peraturan ini. Wajib memberikan akses digital dashboard kepada Dirjen Hubdat dan pemberi izin penyelenggaraan angkutan umum untuk kepentingan pengawasan operasional taksi online.
11. Sanksi
Pemberian sanksi dikenakan baik ke perusahaan angkutan umum maupun perusahaan aplikasi. Sanksi atas pelanggaraan perusahaan aplikasi diberikan oleh Menteri Komukikasi dan Informatika dengan melakukan pemutusan akses (pemblokiran) sementara terhadap aplikasi sampai dengan dilakukan perbaikan.
saus
Akses dashboard apaan sih maksudnya?
Kalau jadi macam uber yang harganya sudah tidak fixed, jadi tidak seru.