Membaca sebuah tabloid yang kurang lebih dialog utamanya adalah seperti judul diatas, hal itu membuatku bergidik.
Dulu, tanpa permisi, bidan sudah memasukkan vaksin kedalam tubuh bayiku beberapa hari saat belum keluar dari klinik bersalin.
Karuan, tidak PD, akhirnya aku dan suami mengalah dengan kenyataan bahwa bayi kami harus ikut program imunisasi pemerintah.
bukan tanpa perdebatan panjang hal itu dilakukan... bayiku lulus asi ekslusif, tidakkah itu cukup sebagai imunisasi alami? asi diteruskan sampai 2 tahun, tidak cukupkah itu sebagai vaksin terbaik? bu Ari, rekanku, adalah testimoni hidup bahwa dia tidak pernah di imunisasi sama sekali oleh ibunya, cukup ASI, tapi beliau tetap sehat wal'afiat dan cerdas. tapi, sekarang kan makanan dan kondisi berbeda dengan jaman dulu, sekarang polusi dimana-mana, makanan berpengawet, mampukah anak kami bertahan nanti? dan bukankah bu Ari meng-imunisasi anissa, anaknya? Dia aja g PD...
Vaksin tidak halal? ah.. itukan bukan tugas kita untuk mencari tahu... ada pemerintah, kan? Lagian apa kita pernah bertanya pada penjual gorengan favorit kita kalau bakwan atau tahu gorengnya halal atau tidak?
dan setuja apologetika lainnya...
Namun,
membaca analogi di tabloid itu tentang imunisasi, membuat aku menyesal...
ini kutipannya:.., sebenarnya praktek vaksinasi atau imunisasi bisa di analogikan terhadap kondisi sosial masyarakat, yaitu ketika kita ingin mengetahui ketahanan atau daya tahan suatu kampung terhadap premanisme dilakukan dengan cara mengirim preman terlatih di kampung tersebut. Bila daya tahan kampung itu baik, maka preman itu bisa di usir dan di lumpuhkan. tapi bila pertahanannya kurang baik preman tersebut akan mendekam/ berdiam diri menunggu reaksi. Celakanya bila suatu ketika pertahanan kampung itu buruk, bahkan banyak bibit-bibit preman, maka preman yang dikirim bisa dengan mudah mempengaruhi bibit preman dan bekerja sama merusak kampungnya sendiri. Wallahu a'lam.
Lalu, apakah kita mungkin mendapat kebaikkan dari satu keburukkan yang bersarang ditubuh kita? Bagaimana generasi kita nanti?
kesimpulanku...
aku mau PD untuk tidak memberi imunisasi kepada bayiku yang datang kemudian nanti, Insya Allah. Cukup ASI ekslusif dan diteruskan sampai 2 tahun. Berusaha hidup sehat, PD aja, utamanya, berdo'a... Insya Allah. Rasulullah aja g di imunisasi... cukup ASI!
Sebenarnya sejarah imunisasi itu gimana sih? 'Otak'nya bermaksud apa sih dengan ini? Huhhh... ingin sekali aku tahu.