hidupkatolik.com/2016/02/23/beato-antonius-neyrot-op-martir-dominikan-mualaf-yang-bertobat

Untuk membebaskan diri dari perbudakan dan penjara, ia memeluk Islam dan menjadi penerjemah Al-Quran. Akhirnya ia kembali ke iman Kristiani, walau dirajam sampai mati.

Seorang awak kapal merasa curiga saat melihat kapal-kapal tak dikenal menghampiri kapal mereka. Tiba-tiba ia berteriak-teriak, “Bajak laut! Bajak laut!” Para awak yang lain dan penumpang yang sedang terlelap pun sontak terjaga dan berusaha menyelamatkan diri dari sergapan bajak laut yang terkenal bengis itu.

Gerombolan bajak laut itu sebenarnya adalah bangsa Moor dari Afrika Utara, yang beragama Islam. Mereka tak segan menangkapi orang Kristen dari Eropa dan menjualnya di pasar budak di Aljazair dan di Maghribi, Moroko. Mereka menguasai daerah Aljazair, sekitar Laut Mediterania hingga beberapa daerah di Afrika Utara pada abad XV.

Tak ada ampun, bangsa Moor itu menjarah dan menangkap semua awak kapal, termasuk seorang imam Dominikan. Anggota Ordo Fratrum Praedicatorum (OP) itu lalu dijual sebagai budak kepada seorang khafilah Muslim asal Tunisia. Naas, Pater Dominikan itu harus mendekam di penjara karena diketahui seorang Kristen. Demi mendapatkan kebebasan, ia pun meninggalkan iman Kristen dan menyatakan diri masuk Islam.

Itulah penyangkalan iman Pater Antonius Neyrot OP. Ia tertangkap dan dibawa ke Tunisia, Afrika Utara, ketika sedang berlayar dari Sisilia menuju Napoli. Saat itu, ia diutus untuk menjadi misionaris di Sisilia.

Pemuda Bandel

Tak banyak informasi tentang masa kecil Antonius Neyrot. Ia lahir tahun 1425 di Rivoli, Piedmont –wilayah yurisdiksi Keuskupan Torino (kini: Keuskupan Agung Torino), Italia. Ia bergabung dengan Ordo Pengkhotbah (OP) di Biara San Marco, Florence, Italia.

Di bawah asuhan St Antonius dari Florence (1389-1459), Antonius tumbuh menjadi biarawan yang suka melakukan eksperimen dalam hidup. Selama menjalani pendidikan calon imam, ia dikenal sebagai pribadi yang cukup bandel dan tidak sabaran. Ia sering menyelesaikan suatu pekerjaan secara asal-asalan.

Meski begitu, Antonius tetap berusaha menghayati hidup rohani kontemplatif sesuai tuntutan biara. Potensi intelektualnya tergolong bagus. Wawasannya luas dan kegemaran belajar filsafat membuat banyak teman angkat topi atas prestasi akademiknya. Kemampuan intelektual ini membuatnya agak sombong. Ia sering pamer kepandaian dalam diskusi dan selalu mencari tantangan baru untuk diatasi dan dipamerkan. Karena itu, setelah ditahbiskan menjadi imam di biara San Marco, ia segera menawarkan diri untuk bisa pergi ke tanah misi.

Tugas perdananya adalah bermisi ke Sisilia, Italia. Namun Pater Antonius merasa misi Sisilia kurang menantang. Maka, ia ditugaskan bermisi ke Napoli. Rencananya, ia akan diutus di tengah orang-orang Yunani yang belum mengenal Kristus. Masyarakat Napoli saat itu masih memuja dewa-dewi Yunani, yang bercampur dengan budaya Romawi.

Menjual Iman

Malang tak dapat ditolak, dalam pelayaran dari Sisilia ke Napoli, kapal yang ia tumpangi dibajak oleh bangsa Moor dari Afrika Utara. Barang-barang dijarah; seluruh penumpang dan awak kapal ditangkap, lalu dijual di pasar budak Tunisia.

Pater Antonius dibeli seorang khalifah Tunisia. Ia pun beradaptasi hidup sebagai budak belian. Ternyata ia sama sekali tak diperlakukan layaknya seorang budak. Ia justru dipercaya untuk mengelola seluruh urusan rumah tangga sang majikan. Tak ayal, ia bebas pergi keluar rumah untuk menjalankan tugas yang diberikan oleh tuannya.

Tak lama keadaan berubah. Pater Antonius akhirnya diketahui sebagai orang Kristen. Status ini membuatnya dijebloskan dalam penjara. Bangsa Moor memaksanya untuk menyangkal iman Kristen dan memeluk Islam. Paksaan ini disertai dengan siksaan fisik. Ia sering tidak diberi makan dan minum, pun masih menghadapi tekanan sesama penghuni bui yang beragama Islam.

Tak tahan dengan siksa fisik dan psikis, Pater Antonius menjual iman Kristennya demi mendapatkan kebebasan. Ia menyatakan diri memeluk Islam. Alhasil, ia segera dibebaskan dari penjara, lalu diadopsi oleh seorang Emir dari Turki.

Kehidupannya langsung berubah drastis. Antonius mulai beradaptasi dengan agama barunya, Islam dan bergaya hidup layaknya bangsawan Arab. Di istana, ia didaulat untuk menerjemahkan al-Quran dari Bahasa Arab ke dalam Bahasa Italia. Menikmati kehidupan barunya, Antonius pun menikahi seorang perempuan Muslim dari trah bangsawan Turki. Bahkan ia pun mendapat gelar kehormatan sebagai bangsawan Turki karena pernikahannya itu.

Titik Balik

Sebagai seorang Muslim, Antonius pun menjalankan kewajiban dan tanggungjawabnya, seperti shalat dan kewajiban keagamaan lainnya. Kehidupan lamanya seolah sudah tak berbekas lagi. Kaul Dominikan yang pernah ia ikrarkan seakan sudah lenyap dalam dirinya.

Suatu hari, Antonius sedang menikmati suasana di sekitar pasar budak di Tunisia. Tak sengaja, ia bertemu beberapa budak asal Italia. Mereka menceritakan bahwa St Antonius dari Florence telah wafat pada 2 Mei 1459.

Cerita yang didengarnya seolah menghentikan detak jantungnya. Pikirannya terus melayang bernostalgia tentang sang guru yang telah mendidiknya sebagai Dominikan. Bahkan, dalam mimpi, St Antonius menampakkan diri kepadanya. Gurunya itu berpesan agar dirinya jangan pernah melupakan Kristus dan hakikat panggilan imamatnya. Pengalaman iman ini membuatnya sangat menyesal atas apa yang telah ia jalani hingga saat itu.

Tanpa ragu, Antonius secara pribadi menyesali segala khilafnya, mohon ampunan Tuhan, dan kembali memeluk iman Kristen, serta martabat imamatnya. Ia pun memutuskan untuk secara publik menyatakan imannya akan Kristus. Maka, ia segera mengirim istrinya kembali kepada keluarganya. Meski sang istri menolak, Antonius teguh pada pendiriannya: memeluk Kristus sebagai imam Dominikan, apapun risikonya.

Antonius mulai mencari komunitas Kristen di Tunisia. Pada Minggu Palma, ia berhasil menemukan komunitas itu dan memperkenalkan diri sebagai imam Dominikan. Ia disambut umat dengan sukacita. Seorang kolega Dominikan pun menghadiahinya sebuah jubah Dominikan dan kalung salib sebagai tanda pertobatan Antonius.

Tepat Kamis Putih, 10 April 1460, Antonius merealisasikan keputusannya untuk mengakui identitasnya sebagai pengikut Kristus dan imam Dominikan. Saat prosesi Emir dan para punggawanya melintas, Pater Antonius berdiri di tangga utama istana, mengenakan jubah Dominikan dan kalung salib. Di hadapan Emir dan para pejabat istana, Pater Antonius dengan lantang mendeklarasikan imannya akan Kristus dan statusnya sebagai imam Dominikan.

Tak percaya, Emir membujuknya dan menjanjikan ganjaran menggiurkan asalkan Antonius menarik kembali ucapannya. Namun Pater Antonius bersikukuh dan menekankan bahwa hingga ajal menjemput, ia tetap sebagai imam Dominikan, pengikut Kristus.

Emir murka, ia memerintahkan agar Antonius dirajam sampai mati. Di bawah hujan batu, Pater Antonius berlutut dan berdoa mohon pengampunan dan keberanian untuk berkorban demi Yesus. Penduduk kota itu beramai-ramai merajamnya. Dengan setia, raga mualaf yang bertobat itu diam merasakan hantaman batu hingga roboh tak bernyawa.

Pater Antonius wafat sebagai martir, 10 April 1460. Beberapa pedagang dari Genoa, Italia membawa jasadnya kembali ke kampung halamannya di Rivoli. Umat pun mulai memberikan penghormatan pada martir Dominikan mualaf yang bertobat ini.

Mukjizat berkat perantaraan doanya dialami seorang perempuan Islam Tunisia. Perempuan ini sembuh dari penyakit kanker berkat doa melalui Pater Antonius. Paus Klemens XIII (1693-1769) meneguhkan penghormatan kepada Pater Antonius dan menggelarinya Beato pada 22 Februari 1767. Beato Antonius Neyrot OP dikenang sebagai pelindung bagi orang-orang Kristen yang telah meninggalkan imannya, tapi akhirnya kembali memeluk Kristus dan bersekutu lagi dengan Gereja-Nya. Pestanya dirayakan tiap 10 April.