Results 1 to 6 of 6

Thread: Sejarah & Makna Teologis Shalat 7 Waktu

  1. #1

    Sejarah & Makna Teologis Shalat 7 Waktu

    Sejarah dan Makna Teologis Shalat 7 Waktu
    dan Paralelisasinya dengan Islam

    Oleh: Bambang Noorsena, SH, MA



    • Pelecehan terhadap doa yang dirumuskan, sebagaimana kadang-kadang terjadi di lingkungan Kristen, tidak memiliki dasar dalam Alkitab dan tradisi, tetapi merupakan suatu produk dari subyektivisme dan individualisme modern (E.H. Van Olst, teolog Protestan) [1].




    Dalam komunitas Kristen yang berbahasa Arab, Doa-doa Harian atau Brevir (Latin: De Liturgia Horanum) lebih populer disebut Sab'u ash shalawat (Shalat Tujuh Waktu). Liturgia Horanum adalah doa-doa harian yang dilakukan pada saat-saat tertentu, yang didasarkan atas penghayatan jamjam peristiwa Yesus, khususnya Jalan Salib-Nya (Latin: Via Dolorosa, Arab: Tarikh al-Alam) [2]. Brevir atau doa-doa harian ini sifatnya non-sakramental, dalam bilangan tujuh waktu secara lengkap, saat ini masih dilaksanakan di seluruh gereja-gereja Timur, khususnya oleh para rahib di biara-biara. Tetapi pemeliharaan waktu-waktu shalat, lengkap dengan adab qiyam (berdiri), ruku' dan sujud, terutama dilestarikan di Gereja Ortodoks Syria.

    Karena kekunoannya, tentu saja tidak dapat dikatakan bahwa tata-cara ini dipengaruhi Islam, seperti sering dituduhkan orang Kristen di Indonesia. Model doa-doa harian seperti ini, bukan hanya waktu-waktunya yang dapat dilacak dari ayat-ayat Alkitab sendiri, tetapi juga dokumen-dokumen gereja kuno, masamasa menjelang kelahiran Islam, hingga pada zaman sekarang ini. Pola-pola doa seperti ini, khususnya dalam Gereja Katolik ritus Latin, sudah banyak mengalami penyesuaian akibat tuntutan hidup modern.


    I. AI-Quddos al-Ilahi dan Sab'ush Shalawot:
    Dua Corak Ibadah Gereja Mula-mula

    Sejarah gereja mula-mula, sebagaimana disebutkan dalam Perjanjian Baru, dengan jelas mencatat bahwa sejak awal mula orang-orang Kristen awal: " .... bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu menjalankan shalat-shalat dan merayakan ekaristi" (Kisah 2:41, Peshitta) [3]. Ayat ini mencatat kedua corak ibadah gereja kuno, yakni ibadah sakramental (Arab: AI-Quddas al-Ilahi, Perjamuan Kudus) dan ibadah non-sakra-mental, antara lain ibadah-ibadah harian dengan waktu-waktu tertentu (cf. "waktu sembahyang", Kisah 3:1).

    Ternyata dua corak ibadah ini hanya meneruskan dari kedua corak ibadah Yahudi: hag (jamak: hagigah) dan Siddur. Hagigah ialah perayaan besar yang harus diselenggarakan 3 kali dalam setahun di kota suci Yerusalem. Kata yang diterjemahkan "perayaan". Perlu dicatat pula, kata Ibrani hag[/i][/b] (yang seakar dengan kata Arab: hajj[/i][/b] ), yang sejak dibangunnya Bet hammiqdas (Arab: Bait al-Maqdis) di Yerusalem, perayaan 3 kali dalam setahun ini dipusatkan di kota suci itu (Keluaran 23:14; Mazmur 122:4). Perayaan besar atau !lag ke Yerusalem ini, dalam kacamata Iman Kristen sudah digenapi dengan kedatangan Yesus Sang Mesiah, dan satu dari antara ketiga hag[/i][/b] yang terbesar, yaitu Hag[/i][/b] ha-Pesah (Perayaan Paskah) yang dahulu menjadi puncak perayaan-perayaan Yahudi, sekarang dimengerti dalam makna yang baru.

    Kalau Paskah Yahudi adalah perayaan pembebasan Bani lsrail dari perbudakan Fir'aun di Mesir, maka Paskah Kristen adalah perayaan pembebasan umat manusia dari belenggu dosa berkat penebusan Kristus [4]. Teologi penebusan sendiri ternyata lebih dilatarbela-kangi konsep Yahudi mengenai kippur (Arab: ka-ffarat), yang artinya penebusan atau penggantian. Kurban yang menjadi puncak dari seluruh peribadatan Yahudi, dilanjutkan dan digenapi dalam kurban Perjamuan Kudus (Aram: Qurbana Qaddisa, Arab: AI-Quddas al-Ilahi). Dan apabila Paskah Yahudi itu dirayakan dengan roti tidak beragi, maka dalam ekaristi umat "memecah-mecahkan roti", yang secara teologis diimani sebagai tubuh dan darah Kristus. Karena kedatangan Kristus sudah menggenapi Taurat dan kitab Nabi-nabi, tidak lagi mewajibkan ber-hag ke Yerusalem, melainkan "memecahkan roti di rumah masingmasing" (Kisah 2:46) [5].

    Perlu diketahui, peristiwa nuzulnya Firman Allah menjadi manusia (Kalimatullah al-Mutajjasad): kelahiran, kematian, kebangkitan dan mi'raj-Nya ke surga, menjiwai seluruh ibadah Kristen, baik ketujuh sakramen gereja, khususnya Perjamuan Kudus, maupun ibadah-ibadah non-sakramental, seperti Shalat Tujuh Waktu. Pembagian waktu shalat ini mula-mula berasal dari pembagian waktu-waktu menurut perhitungan Yahudi kuno. Begitu juga unsur-unsur doa yang dipanjatkan, kendati di-mengerti dalam makna baru yang berpusat pada permenungan atas peristiwa Kristus.

    ------------------------------
    [1] E.H. van Olst, Alkitab dan Liturgi (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1996), hlm. 68-69.

    [2] Fakta bahwa seluruh gereja-gereja di Timur, baik Ortodoks maupun Katolik ritus Timur, masih melaksanakan Shalat Tujuh Waktu (as-sab'u ash-shalawat) dengan jelas dicatat Aziz S. Atiya, History of Eastern Christianity (Nostre Dame, Indiana: University of Nostre Dame Press, t.t.). Demikianlah catatan Aziz 5. Atiya mengenai pelestarian ibadah ini pada tiap-tiap gereja Timur: Gereja Orthodoks Koptik: "These seven hours consisted of the Morning prayer, Terce, Sext, None, Vespers, Compline and the Midnight prayer ... " (hlm. 128). Mengenai Gereja Orthodoks Syria, "... kepp usual hours from Matins ti Compline, with they describe as the 'protection prayer' (Suttara) before retiring" (hlm. 124). Sedangkan Gereja Katolik Maronit di Libanon: "Seven in number, they are the Night Office, Matins, Third, Sixth and Nine Hours, Verpers and Compline" (hlm. 414).

    [3] Terjemahan Baru LAI 1974 menerjemahkan "doa", tetapi dalam bahasa as Ii dipakai bentuk jamak, cf. New [(ing James Bible: "And they continue steadfastly in the apostles' doctrine and fellowship, in the breaking of bread and in prayers". Terjemahan ini, cocok dengan adab rasul-rasul yang berdoa pada waktu-waktu tertentu, sebagaimana dieatat dalam Kis. 2:15; 3:1; 10:9;30; 16:25.

    [4] Lihat: Tafsiran Yohanes 4:24, dalam Tadrus Malathl, Tofsi« AIKitab ol-Muqaddas: AI·!njll bi Hasab Yuhanna. Juz 1 (Cairo: Maktabah atMahabbah, 2003), him. 123·126.

    [5] Kendatipun bukan ibadah wajib lagi, tetapi umat Kristen baik dari gereja-gereja orthodoks maupun katolik, ketika 'aliyah (ziarah) ke Yerusalem, mereka biasanya melaksanakan ibadah khusus "Jalan Salib Kristus" (thariq al-alam) yang biasa dirayakan besar-besaran setiap 'Id al-Fashhah (perayaan Paskah), bahkan menjadi devosi imam-imam dan rahib-rahib yang tinggal di Yerusalem setiap hari Jumat.

    ---------- Post Merged at 03:27 PM ----------

    II. Shalat dan Shalawat: dalam Komunitas Kristen-Arab dan Islam

    Istilah dalam bahasa Arab Shalat berasal dari bahasa Aram Tselota [6]: Ungkapan ini, misalnya dapat dibaca dalam Kisah Rasul 4:42, teks Pshitta: waminin hu be syulfana de shliha we mish-tautfin hwo ba tselota we baqtsaya de eukaristiya [7]. Artinya: "Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu melaksanakan tselota dan merayakan ekaristi", Dalam bahasa Arab, kedua ibadah itu disebut kasril khubzi wa Shalawat, Maksudnya, "memecah-mecahkan roti dan doa-doa".

    Istitah shalat: di negara-negara Timur Tengah digunakan baik oleh umat Islam maupun Kristen, meskipun dalam pemakaiannya kata ini agak berbeda. Dalam Islam memang dibedakan pengertian shalat secara bahasa (Iughawi) sebagai "doa yang sebaik-baiknya" (ad-du'au bi al-khair), dan maknanya secara syari'ah Islam (syar'i) sebagai doa menurut tertib waktu dan ritual tertentu. Dalam makna demikian, Islam membedakan istilah shalat dengan doa-doa pada umumnya yang bisa dilakukan di sembarang waktu. sedangkan dalam Kristen, kata ini diterapkan baik untuk doa-doa yang dikanonisasikan (Ash-Shalat al-Fardhiyyah) menurut waktu-waktu dan cara tertentu, maupun .doa-doa pada umumnya (contohnya: Ash-Shalat ar-Rabbaniyah, "Doa Bapa kami") [8].

    Dalam Kristen, kata shalat juga kadang-kadang diterapkan untuk menyebut AI-Quddas (misa atau perjamuan kudus) pada hart-hart perayaan tertentu. Perjamuan Kudus yang biasanya disebut AI-Quddas al-Ilahi, juga disebut Shalat AI-Quddas. sedangkan ibadah-ibadah perayaan, terutama Perayaan Natal ('Id al-Milad) dan Perayaan Paskah ('Id al-Fashha) juga lazim disebut Shalat al-'Id [9]. Jadi, berbeda dengan Islam, kata Shalat dalam komunitas Kristen dipakai dalam makna lebih luas. Selain kata shalat ini, dalam bahasa Arab juga acap kali dipakai juga dalam bentuk jamak Shalawat: Kedua bentuk ini sama-sama muncul, baik dalam al-Qur'an, maupun dalam Alkitab berbahasa Arab dan tradisi liturgis gereja-gereja Arab.

    Secara etimologis, perubahan bentuk dari bahasa suryani/ Aram Tselota menjadi bahasa Arab shalat, bisa dilacak dari proses korespondensi bunyi (the phonetic corepondence). Dalam rumpun bahasa-bahasa semitik, aksara Aram ts sering berubah menjadi aksara Ibrani sy, dan menjadi aksara Arab sh. Misalnya, kata dasar Aram tsela (Daniel 6: 11) bentuk Ibraninya syalu, sebagaimana kita dijumpai dalam ayat: Syalu Syalom Yerusalem. Artinya: "Berdoalah untuk keselamatan Yerusalem". (Mazmur 122:5). P. K. Pilon mencatat, banyak ahli menduga kata-kata selah, yang sering muncul dalam mazmur-mazmur, mungkin berasal dari akar kata Aram ts-I yang artinya ruku' atau membungkuk [10].

    Kalau demikian, mungkin dapat diduga bahwa pada zaman dahulu, kata ini dimaksudkan sebagai sebuah panggilan untuk ruku' di seta-seta pendarasan ayat-ayat mazmur. Kata Aram tselota sendiri, juga berasal dari akar kata yang sama. Jadi, nomina tselota dalam bahasa Aram merupakan nomen actionis, yang berarti ruku', atau perbuatan membungkukkan badan. Karena itu, secara teknis tselota dalam dialek Aram digunakan dalam arti ritus penyembahan.

    Dari kata tselota inilah, bahasa Arab kemudian melestarikannya menjadi kata shalat, Istilah shalat ini dipakai baik oleh umat Islam maupun seluruh gereja-gereja berbahasa Arab di Timur Tengah, sedangkan kata Suryani tselota dipakai oleh seluruh gereja-gereja berbahasa Suryani (Gereja Ortodoks Syria, Gereja Assyria Timur, Gereja Maronit, Gereja Khaldea Kesatuan, dan Gereja Katolik Syria), berdampingan dengan kata Arab shalat tersebut sampai sekarang. Perlu dicatat pula, ada sedikit perbedaan dalam pemakaian kedua bentuk kata Arab shalat dan shalawat dalam komunitas Muslim dan Kristen berbahasa Arab.

    Selanjutnya, Mar Ignatius Ya'qub III menekankan bahwa orang-orang Kristen hanya "melanjutkan adab yang dilakukan orang-orang Yahudi dan bangsa-bangsa timur lainnya ketika memuji Allah dalam praktek ibadah mereka" (taba'an lamma kana yaf'alahu al-yahud wa ghayrihim fi al-syarqi fi atsna' mumarasatihim al-'ibadah) [11]. Perlu dicatat pula, bahwa pada akhimya pola ibadah ini telah dilestarikan pula oleh umat Muslimin" (wa qad iqtobasa al-Muslimun aidhan buduruhum hadza at-noun min al-'ibadah) [12]. Ritus shalat sebagai ibadah harian pada waktuwaktu yang ditentukan, bukan hal baru dalam tradisi Kristen, dan tidak bisa dimonopoli oleh Islam saja.



    ------------------------------
    [6] Arthur Jefferey, The Foreign Vocabulary of The Qur'an (Lahore: al-Biruni), hlm. 198-199. Lihat juga: Mar Gregorius Yuhanna Ibrahim (ed.), Rafiq al-Mu'min: Khidmat AI-Quddas wa At- Taranim ar-Ruhiyyah (Al-Raha, Suriyah: Dar Mardin, 1992), hlm. 50-51.

    [7] Lihat: Qyama Hdata,ha Ktaba Oadyateqe Hdata (Jerusalem: The Aramaic Peshitta New Testament Research - The Sible Society in Israel, 1986), hlm. 156.

    [8] Buthros 'Abd al-Malik, Qamus al-Kitab al-Muqaddas (Beirut:
    Majma' al-Kana'is fi al-Syarq al-Adna, 1981), hlm. 548 .

    [9] Dalam hubungan antariman yang cukup harmonis antara umat Islam dan Kristen Koptik di Mesir, pejabat-pejabat negara, bahkan ulamaulama Islam, biasanya mereka masuk ke gereja dan mengikuti perayaan, tetapi pada waktu AI-Quddas al-Ilahi mereka meninggalkan katedral lebih dahulu. Biasanya, acara perayaan natal diisi taranim (kidungkidung), Wawat mazamir (pembacaan mazmur) dan Qanun al-iman (pengakuan iman), diakhiri khotbah Baba Shenuda III. Kalau ada sambutan-sarnbutan dari wakil pemerintah, tokoh masyarakat atau tokoh agama lain, biasanya dilakukan seusai khotbah sebelum AI-Quddas al-Ilahi sebagai puncak ritual Kristen. Lihat juga: "Mishr kulluha ihtifalat bi 'Id al-Milad ai-Majid", dimuat datam Majalah AI-Wathani, 11 Januari 2003.

    [10] P.K. Pilon, Tafsiran Habakuk (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1974), h. 65. Lihat juga: Mar Ignatius Afram I Bar Shaum, At- Tuhfat ar-Ruhiyah fi ash-Shalat al-Fardhiyah (Aleppo, Suriah: Dar al-Raha li Nasyr, 1990), hlm. 47.

    [11] Mar Ignatius Ya'qub III, AI-Kanisat al-Suryaniwah al-Anthakiyyah al-Urthudoksiyyah (Damaskus, Suriah: Alif-Ba' AI-Adib Ii an-Nasyr, 1980), hlm. 15.

    [12] Ibid.

  2. #2
    Chief Cook ndableg's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    5,910
    Sejarahnya kristen dari timteng, ya jelas di timteng banyak jg orang kristen yg bertahan. Tapi jelas beda dgn kristen indonesia yg dari eropa.
    Ga heran kalo isinya agak2 sama dgn islam, hanya islam lebih disempurnakan. Penyelewengan2 yg ada di kristen kebanyakan dilakukan ketika kristen merambah eropa dinasti constantinopel.
    Karena spt islam masuk indonesia, kristen masuk eropa pun melebur dgn kebudayaan pagan eropa. Sedangkan syria, irak, dlsbg nya ga kenal itu santa klaus dan pohon cemara berhias, ga ada yesus lahir winter.

    Bahkan banyak orang eropa yg fanatik sendiri tau bahwa natal bukanlah saat pesta, melainkan saat2 berdoa melawan kegiatan2 pagan berpesta pora menyambut datangnya jin2 di saat winter solstice (saat2 tergelap dalam musim dingin), entah menyambut gembira ataupun ketakutan (karena gelapnya lama). Macam orang indonesia jaman dulu menyambut gerhana. Mereka menggunakan simbol kelahiran kristus sbg kekuatan melawan jin2 winter. Entah kenapa sekarang jadi pesta lagi.
    Last edited by ndableg; 17-03-2016 at 02:09 AM.

  3. #3
    pelanggan setia Yuki's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Location
    Buitenzorg
    Posts
    6,366
    mengenai shalat, perlu ditekankan bahwa shalat itu sudah ada bahkan sebelum agama Islam lahir

    hanya saja memang apakah gerakan dan tata caranya sama atau tidak dengan tata cara shalat yg ditunjukkan oleh nabi, bagi umat muslim tidak perlu repot-repot mempermasalahkan asal-usul sejarah shalat, yg terpenting adalah mau atau tidak mengerjakan shalat yg telah diwajibkan?
    CURE SUNSHINE WA KAKKOSUGIRU.

  4. #4
    Chief Cook ndableg's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    5,910


  5. #5
    pelanggan setia Yuki's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Location
    Buitenzorg
    Posts
    6,366
    Jangan salah ndableg, sejak jaman nabi ibrahim pun shalat itu sudah ada
    CURE SUNSHINE WA KAKKOSUGIRU.

  6. #6
    Chief Cook ndableg's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    5,910
    ya tapi ga ada video nya kop

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •