Page 6 of 9 FirstFirst ... 45678 ... LastLast
Results 101 to 120 of 163

Thread: Pilih langsung atau lewat wakil?

  1. #101
    Jangan sampe SBY dan Demokrat yang ngajuin Judicial Review deh.
    Takutnya itu cuma bagian taktik mereka. Ngajuin dengan asal-asalan
    agar ditolak. Sedangkan jika sudah diajuin, tidak bisa diajuin oleh yg lain.
    Cuma bisa diajuin sekali (CMIIW).

    #Dahbener2nggakbisapercayaSBY

  2. #102
    pelanggan Casanova Love's Avatar
    Join Date
    Sep 2011
    Location
    Jakarta
    Posts
    451
    Mr. SBY memang harusnya tidak usah terlalu dipersalahkan.
    Kita expect dia tidak jadi diktator kan? Lalu kenapa kita tuntut dg ukuran diktator seolah kl SBY mau maka semua pasti ikut.
    Mungkin bbrp kalangan rakyat ttentu sdg mencari kambing hitam saja.

    Pilkada via DPRD bukan kiamat demokrasi.
    Sblm pilkada langsung pun kita mjalani skian banyak pilkada DPRD toh.
    Lagian apakah seluruh DPRD pasti bejat shg tidak akan bisa pemimpin berkualitas dhasilkan?

    Apakah pilihan langsung rakyat (yg di bbrp daerah mayoritas kurang terdidik) pasti akan berkualitas?

    Politik itu dinamis.
    Saya sih yakin para politisi yg bseberangan dg ide pilkada DPRD will find their way to win the battle in DPRD.

  3. #103
    Kalo menurutku SBY menjadi dipersalahkan karna tindakan terakhirnya itu. Drama banget.

    Coba dari awal milih pilkada lewat DPRD dengan tegas, saya yakin tidak akan dihujat gini.
    Paling cuma bilang kecewa, terus ya udah.

  4. #104
    Quote Originally Posted by Casanova Love View Post
    Mr. SBY memang harusnya tidak usah terlalu dipersalahkan.
    Kita expect dia tidak jadi diktator kan? Lalu kenapa kita tuntut dg ukuran diktator seolah kl SBY mau maka semua pasti ikut.
    Mungkin bbrp kalangan rakyat ttentu sdg mencari kambing hitam saja.

    Pilkada via DPRD bukan kiamat demokrasi.
    Sblm pilkada langsung pun kita mjalani skian banyak pilkada DPRD toh.
    Lagian apakah seluruh DPRD pasti bejat shg tidak akan bisa pemimpin berkualitas dhasilkan?

    Apakah pilihan langsung rakyat (yg di bbrp daerah mayoritas kurang terdidik) pasti akan berkualitas?

    Politik itu dinamis.
    Saya sih yakin para politisi yg bseberangan dg ide pilkada DPRD will find their way to win the battle in DPRD.
    [MENTION=471]Casanova Love[/MENTION]

    Wajar kalau SBY yang disalahkan di sini:
    1. Dia Presiden, yang selalu menjadi pihak bersama-sama dengan DPR untuk menyetujui sebuah undang-undang. Baca saja bagian awal undang-undang, “Dengan Persetujuan Bersama DPR dan Presiden”. Dengan kata lain, kalau memang dia sebagai Presiden mendukung adanya Pilkada langsung dengan 10 poin itu, ya utarakan dari kemarin-kemarin (mulai dari panja, komisi, sampai paripurna). Bukannya baru ribut 10 poin pas belakangan.
    2. Dia Ketua Umum Partai Demokrat. Kalau memang menyatakan bahwa Demokrat mendukung Pilkada langsung, YA KELEUS seluruh anggota fraksi walkout, dan hanya menyisakan enam orang. Trus tiba2 nyesel. Menurut saya sih, mending gak usah jadi ketua umum partai (but that’s not the point).

    Kalau menyatakan pilkada via DPRD bukan kiamat demokrasi, menurut saya itu understatement. Buat apa kita menghancurkan rezim yang sedemikian menindas (termasuk dengan sistem pilkada via DPRD), hanya untuk kemudian kembali lagi ke sistem yang lama. Nilai dan cita demokrasi yang diperjuangkan saat Reformasi ’98, akhirnya bubar jalan.

    Ya, sebelum pilkada langsung kita pun punya Pilkada via DPRD di era orde baru. Trus hasilnya apa? Siapa pemimpin yang bagus? (jangan sebut Ali Sadikin ya).

    Jadi menurut saya, Pilkada Langsung tidak bisa hanya dilihat dalam konteks “langsung atau tidak langsung”. Ada nilai historisnya, mengapa kita akhirnya memilih pilkada langsung (setelah sekian lama dijejali pemimpin yang entah siapa namanya, dan tanpa transparansi serta akuntabilitas). Karena sistem yang lama itu justru menghasilkan kebobrokan.

    Ada juga nilai filosofisnya, ketika kita menafsirkan “pemilihan kepala daerah secara demokratis”, menjadi pemilihan yang melibatkan rakyat secara langsung, karena di situ esensi dari semua proses yang demokratis; semua orang diperlakukan sama dan sederajat, terlepas dari apa latar belakangnya.

    Ada pula nilai yuridis, karena memilih kepala daerah itu bukanlah kewenangan dari DPRD.

    Last but not least, politik itu memang dinamis. Tapi bukan artinya bergerak kembali ke masa lalu.
    Last edited by nerve_gas; 29-09-2014 at 05:12 PM.

  5. #105
    pelanggan tetap 234's Avatar
    Join Date
    Jun 2012
    Posts
    737
    Quote Originally Posted by nerve_gas
    Kalau seperti itu skemanya, berarti ya tetap melalui sistem tidak langsung. Kerugiannya lebih banyak dari manfaatnya kok. Misalnya, money politics lebih parah karena hanya menyogok segelintir anggota DPRD, dan skema itu tentunya juga membuat kepala daerah di kabupaten/kota rentan untuk disogok.

    Jadi selama skemanya itu masih pemilihan tidak langsung, ya tetap saja kerugiannya lebih banyak.
    Ya, itu memang kerugiannya. Tapi di sisi lain, itu juga ada keuntungannya dimana praktek money politics menjadi lebih mudah pengawasannya krn, meskipun mungkin (ini juga hanya mungkin) nilai nominalnya lebih besar tetapi, scope pengawasannya lebih sempit. Ini akan lebih memudahkan KPK, atau aparat penegak hukum lain, kalo ada yg coba2 main politik uang.

    Tapi, anyway, alasan saya sebenarnya bukan itu. Bahkan saya juga berbeda pendapat dgn (salah satu) alasan yg dilontarkan Mendagri soal penghematan (anggaran). Untuk sebuah "pesta (demokrasi) rakyat" menurutku anggaran yg dikeluarkan (untuk Pilgub) relatif ndak berarti besarannya apalagi mengingat uangnya muter2nya juga di masyarakat.

    So...

    And in my opinion, seharusnya tidak ada pembedaan antara provinsi ataupun kabupaten kota.
    Alasan saya sangat pragmatis/praktis.

    Saya pribadi, sbg seorang warga masyarakat, masih bisa merelakan hak suara saya diambil alih oleh "perwakilan" (DPRD ato plus elemen lain kalo ada) untuk pilkada gubernur Jawa Barat. Ya, saya warga Jabar.

    Sebagai warga masyarakat Jabar saya ndak banyak merasakan, bahkan hampir ndak pernah merasakan scr langsung kebijakan2 pemerintah Jabar, thd diri saya. Setidaknya itu yg saya rasakan selama ini.

    Sebaliknya, saya bisa dan banyak merasakan dampak scr langsung dan konkrit atas kebijakan2 yg diambil oleh pemerintah kota Depok. Ya, saya warga Depok.

    Atas dasar itu, saya ndak rela hak suara saya dirampas oleh "perwakilan" (DPRD ato apapun) untuk pilkada Walikota Depok.

    Memang alasan ini jadinya sangat2 subyektif.

    Dan kalo "UU Pilkada Tidak Langsung" benar2 diberlakukan saya bisa dipastikan akan golput saat Pemilu Legislatif 2019 nanti.

    Gusti iku dumunung ing atine wong kang becik, mulo iku diarani Gusti... Bagusing Ati.

  6. #106
    pelanggan sejati surjadi05's Avatar
    Join Date
    Jun 2011
    Posts
    9,355
    Quote Originally Posted by 234 View Post
    Ya, itu memang kerugiannya. Tapi di sisi lain, itu juga ada keuntungannya dimana praktek money politics menjadi lebih mudah pengawasannya krn, meskipun mungkin (ini juga hanya mungkin) nilai nominalnya lebih besar tetapi, scope pengawasannya lebih sempit. Ini akan lebih memudahkan KPK, atau aparat penegak hukum lain, kalo ada yg coba2 main politik uang.
    Saya coba bahas dari cash flow,kebetulan tahu sedikit, kalo taruh diluar negri mis spore, kalo dalam bentuk tab/deposito selesai sudah indo ga bisa check duit di spore, atau dipecah2 ke temannya, atau ke partainya seoerti salah satu petinggi parpol, nah itu sangat susah dilacak apalagi disita ::
    you meet someone
    you two get close
    its all great for awhile
    then someone stops trying
    Talk less, awkward conversations, the drifting
    No communication whatsoever
    Memories start to fade
    Then the person you know become the person u knew
    That how it goes. Sad isn't it?

  7. #107
    pelanggan tetap karst's Avatar
    Join Date
    Aug 2011
    Location
    benteng speelwijk
    Posts
    1,046
    langsung lah , belum tentu kan yg dipilih sama wakil rakyat itu sesuai sama kita
    "JAWABNYA ADA DI UJUNG LANGIT"

  8. #108
    pelanggan tetap 234's Avatar
    Join Date
    Jun 2012
    Posts
    737
    Hadeuh...kalo ini sih udah bener2 ngelunjak.

    "Setelah menghapus pemilihan langsung oleh rakyat, Koalisi Merah Putih menggulirkan wacana mengembalikan pemilihan presiden ke Majelis Permusyawaratan Rakyat..."

    http://m.tempo.co/read/news/2014/09/...-oleh-MPR-Lagi

    Kayaknya saya siap kalo nanti mesti ikutan menggalang "Gerakan Golput" menjelang Pileg 2019.

    Gusti iku dumunung ing atine wong kang becik, mulo iku diarani Gusti... Bagusing Ati.

  9. #109
    pelanggan setia
    Join Date
    May 2011
    Posts
    4,952
    Kan memang itu target akhirnya. Supaya Prabowo bisa maju lima tahun lagi dan menang. Kalo pake suara rakyat sih sudah pasti tidak menang.
    There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.

    Everyone wants happiness, no one wants pain.

    But you can't make a rainbow without a little rain.

  10. #110
    pelanggan tetap 234's Avatar
    Join Date
    Jun 2012
    Posts
    737
    Lebih ke persoalan "politik dendam n sakit hati" kalo menurutku. Saya ndak kuatir "koalisi kapak merah" bakal menang di 2019. Boro2 mengusung Capres, saya bahkan prediksikan kelompok itu bakalan nyungsep di Pemilu Legislatif 2019. Suaranya bakalan minim di parlemen. Gerakan "Pokoknya Bukan Caleg dari Kapak Merah" saat Pileg 2019 saya yakin gemanya akan sangat kencang di masyarakat. Saya percaya masyarakat udah pintar.

    Masalahnya, orang ato kelompok yg sedang "sakit hati" itu manuver2nya biasanya memang ngeselin, otak warasnya cenderung ndak jalan ketutup emosi, semangatnya cenderung hanya ngegerecokin, semboyannya "tijitibeh", mati siji mati kabeh, mati satu mati semua, dst. Mental "kepiting dlm baskom", kalo ada satu kepiting yg coba naik mau keluar dari baskom maka kepiting yg lain akan menariknya dari belakang.

    Nah kalo manuver2 seperti itu terus berlanjut selama lima tahun kedepan ya memang akan merepotkan semua, ya pemerintah ya masyarakat bahkan ya kelompok mereka sendiri. Tapi memang begitulah yg namanya semangat "tijitibeh".

    IMEO.
    (in my emotional opinion).

    Gusti iku dumunung ing atine wong kang becik, mulo iku diarani Gusti... Bagusing Ati.

  11. #111
    Chief Cook GiKu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    10,315
    Quote Originally Posted by 234 View Post
    Lebih ke persoalan "politik dendam n sakit hati" kalo menurutku. Saya ndak kuatir "koalisi kapak merah" bakal menang di 2019. Boro2 mengusung Capres, saya bahkan prediksikan kelompok itu bakalan nyungsep di Pemilu Legislatif 2019. Suaranya bakalan minim di parlemen. Gerakan "Pokoknya Bukan Caleg dari Kapak Merah" saat Pileg 2019 saya yakin gemanya akan sangat kencang di masyarakat. Saya percaya masyarakat udah pintar.

    jargon itu kayaknya gak valid
    perlu proses mengedukasi generasi sekarang dari bangku sekolah mengenai politik

    paling cepet 40 sampe 50 tahun ke depan baru masyarakat banyak yg melek politik

  12. #112
    pelanggan Casanova Love's Avatar
    Join Date
    Sep 2011
    Location
    Jakarta
    Posts
    451
    Mding dari skarag lakukan gerakan 'tolak mencoblos koalisi merah putih di pemilu 2019'.
    Gerakan ini digalakkan utk mbentuk opini.

  13. #113
    Kalaupun nanti ada gerakan untuk menolak gerombolan si berat dari Koalisi Merah Padam di tahun 2019, saya gak yakin gerakan ini bakal bisa mencegah mereka untuk mendulang suara.

    Alasannya ada beberapa:
    1. Kenyataan bahwa masyarakat kita gampang lupa. Bukan tidak mungkin, kisah Koalisi Merah Padam di tahun 2014 ini bisa hilang dengan sendirinya dimakan oleh waktu. Begitu 2019 ada di hadapan, semua sudah lupa cerita klasik Om Jenderal dan kawan2nya.

    2. Pemilih baru, yang sangat disayangkan ahistoris, dan cenderung apatis. Lihat bagaimana pemilih pertama di pemilu kemarin terpikat dengan si Om Jenderal. Antara sekolah mereka memang tidak mengajarkan, atau memang orang tua mereka sendiri pun tidak mau memberi tahu bahwa si Om Jenderal ini biang kerok.

  14. #114
    Chief Cook GiKu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    10,315
    Quote Originally Posted by Casanova Love View Post
    Mding dari skarag lakukan gerakan 'tolak mencoblos koalisi merah putih di pemilu 2019'.
    Gerakan ini digalakkan utk mbentuk opini.
    salah satu orang yg yakin bahwa masyarakat banyak yg belum pintar
    Last edited by GiKu; 30-09-2014 at 11:41 AM.

  15. #115
    pelanggan setia mbok jamu's Avatar
    Join Date
    Oct 2012
    Posts
    3,417
    Quote Originally Posted by 234 View Post
    Lebih ke persoalan "politik dendam n sakit hati" kalo menurutku. Saya ndak kuatir "koalisi kapak merah" bakal menang di 2019. Boro2 mengusung Capres, saya bahkan prediksikan kelompok itu bakalan nyungsep di Pemilu Legislatif 2019. Suaranya bakalan minim di parlemen. Gerakan "Pokoknya Bukan Caleg dari Kapak Merah" saat Pileg 2019 saya yakin gemanya akan sangat kencang di masyarakat. Saya percaya masyarakat udah pintar.

    Masalahnya, orang ato kelompok yg sedang "sakit hati" itu manuver2nya biasanya memang ngeselin, otak warasnya cenderung ndak jalan ketutup emosi, semangatnya cenderung hanya ngegerecokin, semboyannya "tijitibeh", mati siji mati kabeh, mati satu mati semua, dst. Mental "kepiting dlm baskom", kalo ada satu kepiting yg coba naik mau keluar dari baskom maka kepiting yg lain akan menariknya dari belakang.

    Nah kalo manuver2 seperti itu terus berlanjut selama lima tahun kedepan ya memang akan merepotkan semua, ya pemerintah ya masyarakat bahkan ya kelompok mereka sendiri. Tapi memang begitulah yg namanya semangat "tijitibeh".

    IMEO.
    (in my emotional opinion).

    Ya sakit hati, ya maling, ya munafik, ya bejat, ya serakah, ya berdarah dingin, ya cari selamat sendiri, ya berkoalisi bikin kacau Indonesia. Diperparah dengan mentalitas malas yang ndak mau tahu hak-nya karena ndak mau menjalankan kewajibannya sebagai warga negara.

    Really it didn't surprise me that they won.

    Like it or not, mereka cerminan rakyat Indonesia toh. Para anggota DPR/DPRD itu mewakili rakyat Indonesia toh.

    Mungkin ndak mewakili member KM dan keluarganya.
    "The two most important days in your life are the day you are born and the day you find out why." - Mark Twain

  16. #116
    pelanggan sejati surjadi05's Avatar
    Join Date
    Jun 2011
    Posts
    9,355
    Quote Originally Posted by mbok jamu View Post
    Ya sakit hati, ya maling, ya munafik, ya bejat, ya serakah, ya berdarah dingin, ya cari selamat sendiri, ya berkoalisi bikin kacau Indonesia. Diperparah dengan mentalitas malas yang ndak mau tahu hak-nya karena ndak mau menjalankan kewajibannya sebagai warga negara.

    Really it didn't surprise me that they won.

    Like it or not, mereka cerminan rakyat Indonesia toh. Para anggota DPR/DPRD itu mewakili rakyat Indonesia toh.
    Bener sih mbok, jujur aja milih legislative saya milih yg saya kenal,walo setan juga, minimal setan yg saya kenal masalahnya kita ga tahu track record nya, dan mau cari tahu juga ga gampang, coba dibuat semacam website gitu, nah mungkin lebih banyak yg milih
    you meet someone
    you two get close
    its all great for awhile
    then someone stops trying
    Talk less, awkward conversations, the drifting
    No communication whatsoever
    Memories start to fade
    Then the person you know become the person u knew
    That how it goes. Sad isn't it?

  17. #117
    Quote Originally Posted by ndableg View Post
    Rame2 masalah pilkada yg sistemnya akan dikembalikan dari tangan rakyat ke tangan DPRD. Sampe2 Ahok diancam dibinasakan oleh H Lulung.
    Kalian? Pro? Kontra?
    Sebenernya, secara sistem demokrasi tetep "di tangan rakyat". Langsung atau diwakilkan hanya masalah pilihan saja, tidak terlalu prinsip buat saya. DPRD kan wakil rakyat di daerah yang dipilih oleh rakyat sendiri. Jadi, bisa dikatakan DPRD adalah representasi rakyat.

    Persoalannya bukan apakah pilkada langsung atau diwakilkan, tapi adalah masyarakat yang masih pada bodoh. Pilkada langsung tidak menjamin bahwa kepala daerah yang dipilih oleh rakyat adalah orang-orang yang ideal.Lha, mereka milih DPRD saja tidak becus di mana pada akhirnya mereka sendiri tidak mempercayai wakilnya yang telah dipilihnya sendiri untuk memilihkan kepala daerah untuk mereka. Bagaimana mereka bisa merasa becus memilih kepala daerah secara langsung?

    ---------- Post Merged at 06:27 PM ----------

    Dalam demokrasi, kedaulatan itu di tangan rakyat. Jadi bener jeleknya pemerintahan itu adalah juga tanggungjawab rakyat YANG TELAH MEMILIH PARA WAKIL/PEMIMPINNYA.

    Itulah makna dari "kedaulatan rakyat".

    Coba telaah, kenapa si kebo gendut klemar-klemer itu bisa 2 periode kepilih jadi presiden? Hasil pemilu langsung tuh..

    Akar masalahnya adalah, rakyat Indonesia masih banyak yang bodoh. Milih wakilnya aja nggak becus, tapi tiba-tiba merasa becus memilih pemimpin.
    Twitter: @tingnongtingcer
    Blog: http://ishaputra.wordpress.com/

  18. #118
    [MENTION=63]ishaputra[/MENTION]

    justru menurut saya itu sangat prinsipil.

    Ketika lembaga eksekutif di provinsi/kabupaten/kota akan diawasi oleh legislatif, maka harus ada proses elektoral/pemilihan yang sama di kedua lembaga tersebut. Berhubung salah satu fungsi dari legislatif di daerah adalah fungsi pengawasan, ya jadi aneh bin ajaib kalau dia yang memilih dan sekaligus dia yang mengawasi.

    Kalau skemanya seperti itu, kepala daerah ya jadi bertanggung jawab kepada DPRD, bukan kepada publik. Jadinya tinggal masalah cingcai2 untuk urusan legislasi dan anggaran.

    Lalu, dengan sistem proporsional di lembaga legislatif, masa suara sekian banyak orang hanya diwakili oleh 1 orang saja, kalau seandainya jadi pilkada via DPRD. Misalnya di Bandung, memangnya 43 ribu orang yang diwakili di satu kursi pasti memiliki pilihan yang sama untuk kepala daerah?

    Siapa tau mau masukkin diskusi soal electoral college Amriki di sini, ya jelas gak nyambung sih. Perbandingannya udah gak apple-to-apple. Lagipula, gerakan untuk menghapuskan electoral college di Amriki juga udah marak bertahun2 kemarin.

    ---------- Post Merged at 07:43 PM ----------

    BTW

    Presiden bakal tanda tangan UU Pilkada yang kemarin, dan kemudian menerbitkan Perpu untuk membatalkannya.

    Proses tanda tangan UU Pilkada itu nampaknya bukan penanda kalau Presiden setuju dengan pilkada tidak langsung, tapi lebih ke arah menghindari masalah legalitas formal.

  19. #119
    Chief Cook ndableg's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    5,910
    Quote Originally Posted by ishaputra View Post
    mereka milih DPRD saja tidak becus di mana pada akhirnya mereka sendiri tidak mempercayai wakilnya yang telah dipilihnya sendiri untuk memilihkan kepala daerah untuk mereka. Bagaimana mereka bisa merasa becus memilih kepala daerah secara langsung?
    Coba tunjukkan bagaimana itu memilih DPRD yg becus. Bodoh doang masih mending, yg parah itu udah bodoh, banyak omong pulak.

    Coba telaah, kenapa si kebo gendut klemar-klemer itu bisa 2 periode kepilih jadi presiden? Hasil pemilu langsung tuh..

    Akar masalahnya adalah, rakyat Indonesia masih banyak yang bodoh. Milih wakilnya aja nggak becus, tapi tiba-tiba merasa becus memilih pemimpin.
    Kenapa si kebo gendut klemarklemer 2 periode kepilih? Mending mana, si kebo, ato si ibu rt, ato si koruptor, ato preman?
    Pilihan2 ini lahir dari sistem yg ente bangga2kan itu.

    Apa lalu pemimpin2 daerah yg terpilih spt Ahok, Jokowi, Risma, Ridwan, Ganjar, dll itu akan juga muncul dari pilkada tdk langsung?
    Last edited by ndableg; 01-10-2014 at 12:23 AM.

  20. #120
    Quote Originally Posted by ndableg View Post
    Apa lalu pemimpin2 daerah yg terpilih spt Ahok, Jokowi, Risma, Ridwan, Ganjar, dll itu akan juga muncul dari pilkada tdk langsung?
    ini yang sebenarnya harus digarisbawahi. Pilkada langsung itu membuat partai mau gak mau mencari calon yang mampu mendulang suara banyak (bagaimanapun tujuan mereka kan menang). Calon seperti ini biasanya yang memang bisa “dijual”, entah dari rekam jejaknya, integritasnya, dll dsb.

    Lah kalau lewat DPRD, mana peduli lagi soal calon yang mampu mendulang suara banyak. Contohnya aja di Bandung. Ya cukup mencari orang yang mampu “memikat” 26 atau 34 orang anggota DPRD Bandung (jumlah semuanya 50 orang).

Page 6 of 9 FirstFirst ... 45678 ... LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •