2. Industri Asuransi dan derivatives-nya seh bergairah dikit seiring peningkatan kemampuan beli masyarakat. Tpi untuk semacam produk hipotek, gak yakin gw. Soalnya, harga real estate dan property serta bunga kredit 10-13% dri bank, masih nge-jaga iklim industri perumahan yang mayan robust, walau indikasi 'bubbling' jg kelihatan jor2an, tapi terlokalisir aja; 20jt/meer di Pondok Indah misalnya. Org lari ke property utk investasi. 5th lagi, apartemen/kondo di jkt yg dibeli 800an jt dah naik jadi 2-3 miliar. Tpi lihat kurs dollar-rupiah. 5 tahun lalu, 9200an . Sekarang, 12000an. Naik dollarnya kan? Yang turun? yahh nilai rupiahnya brooww. We're not getting any richer, but we can cope to survive.
jadi aslinya,...ini fatamorgana. Kepalsuan. Yg diukur masyarakat awam itu harusnya selisih "kemampuan untuk beli", bukannya terpaku pada kenaikan harga property tapi juga devaluasi rupiah.
Tapi kalo loe Makelaar, loe gak bilang devaluasi rupiah kan. Loe bilangnya kudu harga fantastis murah (sekarang)
dan gila-gilaan di masa depan. Nah, hipotek adviser, kerjanya memastikan buyer tuh bisa bayar dengan bertahap,
jadi harus memastikan income-nya stabil, dan subsidy pemerintah kalo ada dicarikan dan dicairkan. Ini bentuk pengamanan buat menghindari 'bubbling' aslinya. Ya, akhirnya sistem jadi nambah ribet dan birokratis banget.