Page 2 of 2 FirstFirst 12
Results 21 to 40 of 40

Thread: Kenapa Takut Dengan “Liberalisme?”

  1. #21
    Quote Originally Posted by TheCursed View Post
    Welp... I am an anarchist... The thought of liberalism will guarantee ones freedom, is so yesterday.
    Jelaskan dong dengan detail. Kalo cuma sepotong-potong gini mah anak SD juga bisa.

    Saya belum baca ada tanggapan yang substansial dari tadi.

    Apapun paham/sistem yang bisa menjamin kebebasan individu, saya sebut "liberalisme". Dan begitu pun sebaliknya.
    Twitter: @tingnongtingcer
    Blog: http://ishaputra.wordpress.com/

  2. #22
    pelanggan setia Ronggolawe's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    5,137
    Akar masalahnya adalah kebencian umat Islam fanatik terhadap aktifitas kegiatan Kristen di lingkungan mereka, karena khawatir masyarakat muslim AKAN TERPENGARUH oleh agama Kristen. Tidak semua lingkungan muslim begitu, tapi ketika ada kasus begitu, dasarnya adalah kebencian dan ketakutan akan pengaruh Kristen.
    wkwkwkwk...
    sekarang loe coba mengulik ketenangan KM yang
    mayoritasnya Muslim dan Kristen
    "And this world of armchair bloggers who created a generation of critics instead of leaders, I'm actually doing something. Right here, right now. For the city. For my country. And I'm not doing it alone. You're damn right I'm the hero."

    --Oliver Queen (Smallville)

  3. #23
    pelanggan setia kandalf's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    6,050
    Quote Originally Posted by ishaputra View Post
    Note: Saya setuju tiap bangunan harus ada IMB. Tapi untuk kasus gereja, sebenernya soal IMB cuma justifikasi hukum supaya penolakan bangunan terkesan legal. Akar masalahnya adalah kebencian umat Islam fanatik terhadap aktifitas kegiatan Kristen di lingkungan mereka, karena khawatir masyarakat muslim AKAN TERPENGARUH oleh agama Kristen. Tidak semua lingkungan muslim begitu, tapi ketika ada kasus begitu, dasarnya adalah kebencian dan ketakutan akan pengaruh Kristen.

    Okelah, ada gereja gak pake IMB. Laporkan aja ke aparat berwenang/pemda setempat. Issue-nya adalah issue hukum, bukan agama. Lha ini, ada gereja gak pake IMB, tapi yang demo atribut Islam semua. Ketauan tendensinya emang menolak gereja.

    Giliran masjid gak pake IMB, pada diem aja. Giliran ada rumah jadi kantor, toko, dsb, pada diem aja. TANYA KENAPA?
    Kenapa gak protes?
    Saya sendiri, walau bukan Kristen, walau gak demo, gak pernah pasang status di fesbuk, tetapi tiap kali lewat daerah Blok M beberapa kali cerita ama sopir taksi bagaimana Pasaraya 'mengambil' lahan gereja Effatha. Cuma sebagai yang bukan jemaat ya, cuma segitu saja sih.. nyampaikan uneg-uneg doang kepada orang gak dikenal.


    Sekarang balik lagi ke soal gereja. Problem gereja adalah, tempat parkir.
    Kita nyaris gak pernah masalah dengan pura hindu atau wihara Buddha atau kelenteng Kong Hu Chu.
    Tentu saja masalah 'kecemburuan antar agama' emang ada.

    Tapi ini sebenarnya bukan masalah 'anti liberalisme' murni.
    Last edited by kandalf; 16-06-2014 at 10:50 AM.
    Lomba peluk2an di Citos: 30 November 2013
    Lomba dorong2an di Candra Naya (dkt Glodok): 8 Desember 2013

  4. #24
    pelanggan setia TheCursed's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    3,231
    Quote Originally Posted by ishaputra View Post
    ...
    Apapun paham/sistem yang bisa menjamin kebebasan individu, saya sebut "liberalisme". Dan begitu pun sebaliknya.
    Pernah baca novel 'V for Vendetta' ?
    Atau nonton seri Aeon Flux ?

    secara umumnya aja, dengan Liberalisme, bebas itu masih ada rule dan ruler yang mengatur agar kebebasan satu individu tidak bersinggungan dengan kebebasan individu lain.
    Kalo seandainya nggak rule dan ruler, maka ngga' akan ada juga yang namanya hukum dan aparatnya. Kenyataannya, negara paling liberal sekalipun masih punya pulisi, kan ?
    So, kalo kamu 'jualan' liberalisme sebagai epitome ideologi yang menjamin kebebasan... welp, gue yang ngikutin paham anarki ngeliatnya, it's just adorable.

    Dan soal 'Takut'-nya sejumlah komunitas terhadap paham liberal sendiri. Gue punya ide sendiri tentang hal tersebut, yang gue dapet dari diskusi live langsung dengan orang2 yang oposan, pro, maupun 'don't care'.
    Tapi berhubung ini ide lebih berat di muatan kesimpulan pribadi gue, so, nggak layak masuk dalam lingkungan diskusi ini.

    ---------- Post Merged at 11:08 PM ----------

    Quote Originally Posted by kandalf View Post
    Kenapa gak protes?
    Saya sendiri, walau bukan Kristen, walau gak demo, gak pernah pasang status di fesbuk, tetapi tiap kali lewat daerah Blok M beberapa kali cerita ama sopir taksi bagaimana Pasaraya 'mengambil' lahan gereja Effatha. Cuma sebagai yang bukan jemaat ya, cuma segitu saja sih.. nyampaikan uneg-uneg doang kepada orang gak dikenal.

    Sekarang balik lagi ke soal gereja. Problem gereja adalah, tempat parkir.
    Kita nyaris gak pernah masalah dengan pura hindu atau wihara Buddha atau kelenteng Kong Hu Chu.
    Tentu saja masalah 'kecemburuan antar agama' emang ada.

    Tapi ini sebenarnya bukan masalah 'anti liberalisme' murni.
    IMHO, masalah konflik pembangunan rumah ibadah ini less tentang 'liberal vs nggak liberal', dan lebih banyak pada pemerintah kita yang gagal dalam menegakkan hukum.
    Kalo seandainya hukumnya jalan, yang mau bangun rumah ibadah, tinggal ajukan ijinnya aja, kan ? kalo berdasarkan syarat hukumnya terpenuhi, ya silahkan bangun. Masyarakat sekitar mau nge-bully, silahkan berhadapan dengan aparat hukum. Bagi yang nggak suka, silahkan 'berjihad' lewat jalur pangadilan. That's it, That's all. Seharusnya.
    Tapi berhubung masalah kayak gini bakalan terkait sama pemilihan anggota legislatif, kepala daerah dan sejenisnya, dan mentalitas masyrakat kita yang masih 'berani karena banyak' dan vice versa, soooo.... yeah....
    Last edited by TheCursed; 17-06-2014 at 12:18 AM.
    A proud SpaceBattler now.

  5. #25
    pelanggan setia TheCursed's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    3,231
    Quote Originally Posted by Alip View Post
    Liberalism is one thing, abusive use of it is very much another thing entirely .. ....
    Sip ! Toss dulu.
    A proud SpaceBattler now.

  6. #26
    pelanggan setia hajime_saitoh's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Location
    https://t.me/pump_upp
    Posts
    2,005
    jadi pointnya apa??? umat beragama itu tidak bebas dan orang yang gak beragama itu bebas gitu??? kalo itu pemahamannya maka saya setuju ....

  7. #27
    pelanggan tetap jojox's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Location
    Jekardah
    Posts
    1,169
    ^ gw jg setuju.

    Liberalisme yg mengacu pada pemisahan agama dan negara, notabene adalah perkawinan antara hukum dan negara. Beruntung, ada Pancasila yg melindungi keyakinan WN, dan itu dah cukup sampai ke situ. Jadi, 5 orang indo beragama beda-beda itu pada intinya gak harus melihat bedanya dimana dan saling membenturkan ideologi. Ndak kyk gitu, justru lihat yang sama, common ground dan kebutuhan sosial-nya apa. Approach-nya kan gitu, jadi masuk akal kalo usulan infrastruktur rumah ibadah itu di-satu-tempat-kan. 1 Gedung buat rame-rame. Kelola dengan baik. (Trend-nya ibadah di ...Hotel, lengkap dengan restoran utk perjamuan)

    Pemahaman ini diterima Gus Dur dan GP Ansor, demikian jg dengan PGI. Yang terjadi di level komunitas dan regional, itu kan cuman kurang koordinasi. Padahal biasanya jg lumrah klo ada acara gereja berskala kecil-besar diadakan, yg jaga parkiran dan bantu2 keamanan yho...bocah2 banser GP Ansor, bukannya preman mercenary nasrani kyak KOTIKAM (komando inti keamanan); pace ambon, kei dorang.. Yahhh beda orientasi, satu bertujuan kerukunan umat, satu mengabdi pada Mammon (Duit).

    si GPK (gerakan pemuda kabah) yg kontes unjuk gigi di Jogja kemaren kan aslinya gak terlalu pengaruh, ndak ada gaungnya melakukan aksi operasi ini itu, nutup greja, sweeping miras dll. Kalo FPI memang dri dulu terbatas ruang geraknya di Jogja, meskipun di asuh finansial ma Prabowo. Tapi GPK, they were nothing. Buat gw seh, a bunch of punks trying to prove a point. Dan poinnya bukanlah liberalisme, apalagi ...pluralisme. Dampaknya? Jogja sepi penggemar, tourisme turun, pendapatan turun. Nyari bir di kota susah, industri party dan maksiat omzet jatuh. Pengaruhnya ke inflasi daerah bisa dicek disini: http://tpid-diy.org/

    So jelas kan, kenapa konflik anti-liberalisme tuh implikasi nya rruuaarr biasa ke perekonomian daerah.
    konflik = cost, kerukunan = saving.

    so, savings kita ...boochooorrr bochoorrr....!
    Any views or opinions presented above are solely those of the author. Thus the author may disclaim accuracy on warranties and liabilities they may cause including loss of intellectual properties, economical benefit, and coordinated mental responses.

  8. #28
    weleh,
    terlanjur serius bacanya
    kok ujungnya kampanye AQUAPROOF?

    ikikik......


    jojox
    Last edited by pasingsingan; 17-06-2014 at 03:37 PM.
    mbregegeg ugeg-ugeg hemel-hemel sak dulito

  9. #29
    pelanggan setia TheCursed's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    3,231
    Quote Originally Posted by hajime_saitoh View Post
    jadi pointnya apa??? umat beragama itu tidak bebas dan orang yang gak beragama itu bebas gitu??? kalo itu pemahamannya maka saya setuju ....
    no. bukan itu kesimpulannya.
    Seharusnya, hukum Indonesia menjamin kebebasan orang untuk memeluk kepercayaan apapun, termasuk juga artinya yang nggak percaya apapun.
    Yang beragama ataupun ngga, ngga ada yang betul2 bebas.
    Binding-nya aja yang beda.

    BTW, gedung buat macem2 ala ide Gus Dur itu udah diterapin di sini.
    Kemaren kita pengajian menjelang Ramadhan di lokasi yang satu komplek dengan gereja tua, les bahasa/budaya dan pasar rakyat.
    Bagi yang curiga dan nggak suka... silahkan aja ngadu sama Ordnungsamt. Paling2 nanti bakalan ada beberapa orang yang dateng buat mengamati kegiatan. Nggak usah pake rame2 huru-hara unjuk rasa.
    Last edited by TheCursed; 17-06-2014 at 06:21 PM.
    A proud SpaceBattler now.

  10. #30
    Quote Originally Posted by kandalf View Post
    Kenapa gak protes?
    Saya sendiri, walau bukan Kristen, walau gak demo, gak pernah pasang status di fesbuk, tetapi tiap kali lewat daerah Blok M beberapa kali cerita ama sopir taksi bagaimana Pasaraya 'mengambil' lahan gereja Effatha. Cuma sebagai yang bukan jemaat ya, cuma segitu saja sih.. nyampaikan uneg-uneg doang kepada orang gak dikenal.
    Pasaraya mengambil lahan gereja? Ngambil begitu aja maksudnya?

    Quote Originally Posted by kandalf View Post
    Sekarang balik lagi ke soal gereja. Problem gereja adalah, tempat parkir.
    Alasan yang cukup masuk di akal, bisa dibenarkan.

    Tapi dalam kenyataannya kok saya nggak ngeliat ada indikasi ke arah situ. Soalnya dalam berbagai demonstrasi menentang gereja, issue yang diangkat mrepet-mrepetnya ke “kristenisasi”.

    Jadi, polanya gini: Untuk pernyataan resmi menolak gereja, mereka pakai issue hukum IMB dan “ketiadaan persetujuan warga”. Nah untuk provokasi internal, mereka menggunakan issue “kristenisasi” untuk memancing kebencian penduduk menolak gereja.

    Saya gak pernah liat ada masyarakat demo pendirian gereja dengan issue “tempat parkir”.

    Quote Originally Posted by kandalf View Post
    Kita nyaris gak pernah masalah dengan pura hindu atau wihara Buddha atau kelenteng Kong Hu Chu.
    Betul, karena Pura dan Wihara sangat-sangat sedikit, dan kalaupun ada, KEBETULAN berada di daerah muslim yang cukup toleran. Gereja kan jumlahnya lebih banyak, dan ketika “sialnya” berdiri di tengah-tengah pemukiman muslim intoleran, kena deh.

    Quote Originally Posted by kandalf View Post
    Tentu saja masalah 'kecemburuan antar agama' emang ada.
    Ini yang harus diakui.

    Quote Originally Posted by kandalf View Post
    Tapi ini sebenarnya bukan masalah 'anti liberalisme' murni.
    Saya gak paham apa yang dimaksud sampeyan dengan “anti liberalisme murni”, tapi menurut hipotesa saya, “liberalisme” ditakuti kelompok fanatik agama karena faktor “kecemburuan ideologi”. Mereka takut nilai-nilai agama (yang konservatif) yang mereka anut, kalah populer dan tergerus dengan nilai-nilai baru. Takut bersaing.

    Ini kurang lebih sama aja kayak orang-orang yang takut sama pasar bebas. Kenapa beberapa kelompok begitu takut sama pasar bebas? Karena TAKUT BERSAING.

    Ide-ide, dalam kultur masyarakat liberal, kan kompetitif sekali. Ada debat, ada kebebasan berpendapat, ada “equality” antar-individu, dsb. Ini yang mereka tidak siap.

    ---------- Post Merged at 05:24 PM ----------

    Quote Originally Posted by TheCursed View Post
    secara umumnya aja, dengan Liberalisme, bebas itu masih ada rule dan ruler yang mengatur agar kebebasan satu individu tidak bersinggungan dengan kebebasan individu lain.

    Kalo seandainya nggak rule dan ruler, maka ngga' akan ada juga yang namanya hukum dan aparatnya. Kenyataannya, negara paling liberal sekalipun masih punya pulisi, kan ?
    Duh, baca lagi deh TS saya. Secara implisit sudah dijelaskan soal “aturan” itu. Sejak awal saya juga udah ngerti, bahwa “kebebasan” itu TIDAK SAMA dengan KELIARAN. Artinya, ya memang masih ada aturan.

    Nih kutipannya di paragraf akhir:

    "Setiap individu pada dasarnya memiliki kebebasan mutlak. Tapi, karena individu tersebut berhubungan dengan individu-individu lain yang memiliki kebebasan sama mutlaknya, maka otomatis kebebasan mutlak ini terbatasi. Apa yang membatasinya? Yaitu kebebasan orang lain. Kan simpel".

    Quote Originally Posted by TheCursed View Post
    IMHO, masalah konflik pembangunan rumah ibadah ini less tentang 'liberal vs nggak liberal', dan lebih banyak pada pemerintah kita yang gagal dalam menegakkan hukum.
    Quote Originally Posted by TheCursed View Post
    Kalo seandainya hukumnya jalan, yang mau bangun rumah ibadah, tinggal ajukan ijinnya aja, kan ? kalo berdasarkan syarat hukumnya terpenuhi, ya silahkan bangun.
    Masalahnya, ada aturan kalo mau bangun tempat ibadah minoritas harus ada “tandatangan persetujuan” dari (kalo gak salah) sekurangnya 60 warga sekitar. Lha kalo dasar warga sekitar intoleran, sampe kiamat juga gak bakalan syarat itu terpenuhi.

    Makanya, saya usul bahwa izin mendirikan tempat ibadah itu fungsional aja: Memenuhi syarat fungsi dan sesuai kaidah-kaidah tata kota. Dan semua tempat ibadah itu EQUAL.

    Saya setuju kalo gereja gak boleh ada di tengah-tengah pemukiman padat penduduk. Demikian pula masjid. Tempat ibadah harus menempati suatu ruang khusus di pinggir jalan utama yang mudah diakses publik, memiliki sarana tempat parkir minimal “sekian” mobil dan luas bangunan minimal sekian hektar. Ini berlaku untuk semua.

    Saya juga nggak mau di komplek perumahan saya ada masjid atau gereja (atau pura, wihara, dst). (Kecuali kalo bangunan sejarah/dilindungi UU, seperti Wihara Dharma Bhakti di Petak Sembilan).
    Twitter: @tingnongtingcer
    Blog: http://ishaputra.wordpress.com/

  11. #31
    Chief Cook ndableg's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    5,910
    Quote Originally Posted by ishaputra View Post
    Saya gak pernah liat ada masyarakat demo pendirian gereja dengan issue “tempat parkir”.
    Kalo berita ribut2 di tempat ibadah karena masalah parkir, kira2 laku gak?

    Saya gak paham apa yang dimaksud sampeyan dengan “anti liberalisme murni”, tapi menurut hipotesa saya, “liberalisme” ditakuti kelompok fanatik agama karena faktor “kecemburuan ideologi”. Mereka takut nilai-nilai agama (yang konservatif) yang mereka anut, kalah populer dan tergerus dengan nilai-nilai baru. Takut bersaing.
    Ini kalo jaman dulu namanya "gede rasa" orang2 liberalisme. Yg ikut2an belon tentu ngerti artinya liberalisme yg ente banggakan itu.

    Ini kurang lebih sama aja kayak orang-orang yang takut sama pasar bebas. Kenapa beberapa kelompok begitu takut sama pasar bebas? Karena TAKUT BERSAING.
    Kalo ini bukan masalah takut bersaing aja, ini masalah hidup mati. Kalo hanya bersaing sih tahapan sampe siapa yg lebih sukses, lah kalo sempe "membunuh" pasar kecil, sapa yg bertanggung jawab?

    Ide-ide, dalam kultur masyarakat liberal, kan kompetitif sekali. Ada debat, ada kebebasan berpendapat, ada “equality” antar-individu, dsb. Ini yang mereka tidak siap.
    Kalo melihat agama dan paham spt komoditi ya begini ini..

  12. #32
    Quote Originally Posted by ndableg View Post
    Kalo berita ribut2 di tempat ibadah karena masalah parkir, kira2 laku gak?
    Emangnya ada ribut-ribut menolak gereja karena issue tempat parkir? Kalo ada dan signifikan, pasti diberitakan. Paling enggak saya pernah denger.

    Quote Originally Posted by ndableg View Post
    Ini kalo jaman dulu namanya "gede rasa" orang2 liberalisme. Yg ikut2an belon tentu ngerti artinya liberalisme yg ente banggakan itu.
    Kalo “arti” secara textbook, boleh jadi nggak. Tapi kalo hasrat dan keinginan individu untuk bebas, ada. Mana ada orang yang sukarela dikekang? (Kalopun ada, itu pun termasuk “kebebasan”, ya kan?) Makanya, di TS awal saya sengaja gak pake kutipan textbook, tapi berangkat dari pemahaman dasar bahwa “kebebasan” itu fitrahnya manusia. Hanya bagaimana kemudian kebebasan (individu) ini diatur dalam hukum positif agar adil dengan dasar pemikiran bahwa tiap individu adalah “equal”.

    Quote Originally Posted by ndableg View Post
    Kalo ini bukan masalah takut bersaing aja, ini masalah hidup mati. Kalo hanya bersaing sih tahapan sampe siapa yg lebih sukses, lah kalo sempe "membunuh" pasar kecil, sapa yg bertanggung jawab?
    “Hidup dan mati” juga masalah “bersaing”. Dan benar kan, takut pasar bebas karena takut bersaing? Hanya yang merasa kecil dan lemah yang takut bersaing. Demikian pula dengan persoalan “ide”.

    Kelompok konservatif itu takut bersaing “ide”, itu saja.
    Twitter: @tingnongtingcer
    Blog: http://ishaputra.wordpress.com/

  13. #33
    Chief Cook ndableg's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    5,910
    Hidup dan mati kok masalah bersaing. Ya kalo sama2 kuat silakan bersaing, kalo yg satu lemah satu kuat mosok dibiarkan yg kuat membantai yg lemah?
    Analogi lu ga tepat! itu aja.
    Last edited by ndableg; 22-06-2014 at 08:17 PM.

  14. #34
    Quote Originally Posted by ndableg View Post
    Hidup dan mati kok masalah bersaing. Ya kalo sama2 kuat silakan bersaing, kalo yg satu lemah satu kuat mosok dibiarkan yg kuat membantai yg lemah? Idup dijaman apa lu?
    Agak OOT nih: Dalam mekanisme pasar, "pedagang kecil" dan "pedagang besar" itu punya segmen pelanggan yang berbeda. Jadi sebenernya mereka itu gak saingan mak plek.

    Contoh: Tukang pecel ayam sama restoran KFC itu saling kompetisi apa nggak? Jelas nggak. Positioning dan segmen pelanggannya berbeda.

    Pedagang itu harus berjiwa kompetitif; Cerdas, ulet dan pandai melihat peluang. Pedagang besar, dulunya juga bermula dari kecil. Kalo nggak berjiwa kompetitif, ya nggak usah jadi pedagang.

    Mau lanjut bikin thread sendirilah.
    Twitter: @tingnongtingcer
    Blog: http://ishaputra.wordpress.com/

  15. #35
    [OOT]
    Klo persaingan yg "mengkhawatirkan" itu pembiaran ijin indomart..alfamart..akibatnya pasar tradisional..juga toko rumahan..sepi pembeli.
    .
    :
    wirausaha bikin toko (gak mungkin) menang dg alfamart&indomart..baik segi harga(pemodal besar klo kulak'an banyak 'kan dapat harga lebih murah)..ataupun segi 'atraktifnya' tempat...
    [\OOT]

    saya pada dasarnya setuju dg persaingan..tapi persaingan yg menjurus ke monopoli..lalu penumpukan kapital ke segelintir orang..sedang sebagian besar sisanya..(terdesak)jadi karyawan dg gaji pas-pasan..dg hari depan yg gelap..kukira proteksi dari negara mjd diperlukan.

  16. #36
    Quote Originally Posted by MoonCying View Post
    [OOT]
    Klo persaingan yg "mengkhawatirkan" itu pembiaran ijin indomart..alfamart..akibatnya pasar tradisional..juga toko rumahan..sepi pembeli.
    .
    :
    wirausaha bikin toko (gak mungkin) menang dg alfamart&indomart..baik segi harga(pemodal besar klo kulak'an banyak 'kan dapat harga lebih murah)..ataupun segi 'atraktifnya' tempat...
    [\OOT]

    saya pada dasarnya setuju dg persaingan..tapi persaingan yg menjurus ke monopoli..lalu penumpukan kapital ke segelintir orang..sedang sebagian besar sisanya..(terdesak)jadi karyawan dg gaji pas-pasan..dg hari depan yg gelap..kukira proteksi dari negara mjd diperlukan.
    Nggak OOT banget sih. Sedikit banyak masih ada hubungannya dengan "liberalisme". Kaitannya masalah ekonomi/pasar.

    Saya setuju dengan menjamurnya minimarket. Harga lebih murah, tempat lebih nyaman. Anda jangan lihat dari sudut penjual aja dong. Liat juga dari sudut pembeli. Saya beli Sampoerna A Mild di warung rokok kecil di deket terminal Kalideres, harganya 17 ribu. Kalo di Alfamart gak sampe 15 ribu. Saya bisa hemat banyak dengan jajan di minimarket. Jangan munafiklah, semua kalian di sini pasti pilih jajan di Alfamart cs.

    Saya yakin, sebagian besar dari kita itu konsumen, bukan penjual. Saya yakin, kalian juga menikmati jajan di Alfamart cs.

    Toko rumahan sepi? Ya ganti bidang usaha. Itu problem merekalah. Terus, kalo gak ada Alfamart cs, apa saya (kita semua), dipaksa beli Sampoerna A Mild 17 ribu gitu?
    Twitter: @tingnongtingcer
    Blog: http://ishaputra.wordpress.com/

  17. #37
    pelanggan tetap jojox's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Location
    Jekardah
    Posts
    1,169
    ya makanya persaingan pasar tuh di awasin regulator,

    ada institusi dengan kewenangan itu; peran dan pelaksanaannya gimana? yah tergantung anggarannya berapa...
    Mahal beaya MonEv ituh. Normatif, pengawasan tuh cuman momentarial 1-3 kali setahun; lebaran, natal dan tahun baru.
    Kenapa? karena nilai transaksinya terbesar pas event2 gini.
    Any views or opinions presented above are solely those of the author. Thus the author may disclaim accuracy on warranties and liabilities they may cause including loss of intellectual properties, economical benefit, and coordinated mental responses.

  18. #38
    pelanggan tetap Alip's Avatar
    Join Date
    May 2011
    Posts
    1,635
    Ini sudah pulang kantor jam 11 malem, eh, di rumah kena insomnia… yaudah… nitip oleh-oleh sebentar di lapak sebelah sini, biar diskusinya gak kayak anak kecil berantem tanpa ngerti duduk ceritanya… moga-moga abis sholat subuh masih bisa ngantuk lagi bentar…

    Saya coba angkat sedikit soal liberalisme menurut literatur supaya ada kerangka berpikir buat diskusinya. Tetap yang sederhana saja, tapi bukan yang terlalu disederhanakan … semoga bisa menghilangkan kebiasaan para TS di masa datang untuk muncul membawa topik dengan mengabaikan literatur baku dan hanya membawa versi terjemahannya sendiri seolah-olah itu sudah semuanya… bagaimanapun juga seorang TS harusnya membawa kerangka berpikir yang memang sederhana (karena kita bukan professor) tapi cukup memadai untuk diskusi bisa berjalan baik.

    Liberalisme berangkat dari premis bahwa masyarakat dan individu harus memiliki kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri, yang didasari oleh asumsi bahwa masing-masing individu-lah yang paling mengetahui apa yang baik bagi diri mereka. Dengan konsep ini diharapkan bahwa setiap manusia atau kelompok masyarakat bisa mengembangkan diri secara optimal dan mencapai maksimum yang bisa mereka capai dalam kehidupan. Ini adalah konsep yang muncul sebagai perlawanan dari konsep sebelumnya yang menganggap bahwa manusia merupakan pihak terbatas yang harus patuh pada kekuasaan absolut penguasa dan agama.

    Nah, sampai di sini kita melihat ada satu kata kunci, yaitu “apa sih yang baik dan benar?” Yang kalau mau lebih lengkap lagi, “siapa yang bisa menentukan apa yang baik dan benar?”.

    Liberalisme menolak konsep bahwa ada pihak tertentu yang berhak dan berwenang menentukan “apa yang baik dan benar” atas orang lain, dan memilih bahwa setiap individu berhak untuk menentukan apa yang baik dan benar bagi dirinya sendiri dan menjalani kehidupan berdasarkan keyakinannya itu.

    Nah sayangnya dalam tataran praktis hal ini tidak pernah mudah. Bagaimanapun juga masyarakat berinteraksi dan demikian pula kepentingan-kepentingan mereka. Tidak sembarangan kita bisa mengatakan bahwa kebebasan mutlak seseorang dibatasi oleh kebebasan mutlak orang lain. Ketika kebebasan itu berbenturan, tidak gampang untuk menjalani apa yang oleh TS disebut kebebasan yang saling membatasi.

    Misalnya, ekonomi liberal menyebutkan setiap orang berhak untuk melakukan kegiatan ekonomi sesuai dengan yang dianggapnya layak. Indo dan Alfa adalah bisnis retail yang berhak untuk hadir di manapun sesuka mereka dan biarkan pasar menentukan apakah mereka atau toko-toko kecil yang akan hidup. Pertanyaannya, layakkah kita mengatakan pada sepasang pensiunan yang mengelola toko kelontong untuk membiayai kehidupan pensiun mereka, bahwa mereka tidak sanggup bersaing dengan Indo dan Alfa dan mereka seharusnya berganti bisnis? Kita katakan pada mereka bahwa bodohlah kalau mereka tetap mengelola toko kelontong dan bersaing dengan AlfaIndo yang bisa menawarkan harga lebih murah, tempat lebih nyaman, dan pelayanan lebih bagus.

    Kalau mereka tidak bisa pindah bisnis karena keterbatasan kemampuan, ya itu adalah kekalahan mereka dalam bersaing dan mereka layak tergusur.

    Apakah kebebasan mutlak AlfaIndo sudah melanggar kebebasan mutlak para pensiunan tadi? Ada yang menjawab ya dan ada juga yang tidak… tapi sementara kedua pihak itu berdebat, para pensiunan tadi cuma bisa mencoreti tanggal di kalender.

    Soal agama, bisa kita pahami bahwa agama mempunyai doktrin mengenai apa yang baik dan benar, dan wajar saja kalau mereka merupakan pihak yang tidak setuju bila masyarakat menentukan sendiri kebaikan dan kebenaran versi mereka. Apakah mereka takut atau mereka cuma tidak ingin terjadi kehancuran dalam masyarakat?

    Misalnya, agama melarang minuman keras dan obat bius. Apakah obat bius bisa dilegalkan dan dikembalikan ke mekanisme pasar? Nyatanya belum ada pemerintah liberal yang membebaskan sebebas-bebasnya peredaran obat bius, dengan alasan yang kurang lebih sama dengan agama, sehingga sampai saat ini kita masih mengenal istilah “obat terlarang”… apakah ini berarti liberalisme juga berarti ketundukan pada pihak yang merasa paling tahu masyarakat harus diijinkan dan dilarang apa? Atau dalam kasus Kakang Tumenggung Ronggolawe, liberalisme akhirnya adalah ketundukan pada interpretasi penguasa Perancis terhadap simbol agama, bukan kebebasan untuk menentukan pilihan simbol masing-masing individu.

    Nah, saya tidak akan memberi jawaban lebih jauh … cuma ikutan memberi kerangka berpikir. Silakan dilanjut diskusinya…
    ngebayangi kerjaan kelar dan bisa punya kebebasan mutlak untuk tidur sampai lebaran...

    ***

    Btw., nambah dikit…
    Kalau TS merasa tidak ada kasus gereja yang sebenarnya adalah masalah lahan parkir, ya, please perluas pergaulan. Kasus besar yang menginternasional di Bogor adalah murni kasus lahan parkir. Saya adalah salah satu orang yang terlibat dalam proses penolakan itu dan kami melakukan dengan baik-baik, bahkan sampai mencoba turut mencarikan alternatif. Tapi rupanya para ibu-ibu anggota gereja di sana yang logat Sumatra-nya medok banget, memang lebih suka main drama. Mereka lebih suka menjerit-jerit nangis di depan kamera daripada ikut bapak-bapaknya diskusi dengan kami. Saya sendiri yang dulu rajin ke gereja cuma bisa ngebatin, “you are disgrace to Christianity”.
    "Mille millions de mille milliards de mille sabords!"

  19. #39
    Quote Originally Posted by Alip View Post
    Misalnya, ekonomi liberal menyebutkan setiap orang berhak untuk melakukan kegiatan ekonomi sesuai dengan yang dianggapnya layak. Indo dan Alfa adalah bisnis retail yang berhak untuk hadir di manapun sesuka mereka dan biarkan pasar menentukan apakah mereka atau toko-toko kecil yang akan hidup. Pertanyaannya, layakkah kita mengatakan pada sepasang pensiunan yang mengelola toko kelontong untuk membiayai kehidupan pensiun mereka, bahwa mereka tidak sanggup bersaing dengan Indo dan Alfa dan mereka seharusnya berganti bisnis? Kita katakan pada mereka bahwa bodohlah kalau mereka tetap mengelola toko kelontong dan bersaing dengan AlfaIndo yang bisa menawarkan harga lebih murah, tempat lebih nyaman, dan pelayanan lebih bagus.

    Kalau mereka tidak bisa pindah bisnis karena keterbatasan kemampuan, ya itu adalah kekalahan mereka dalam bersaing dan mereka layak tergusur.

    Apakah kebebasan mutlak AlfaIndo sudah melanggar kebebasan mutlak para pensiunan tadi? Ada yang menjawab ya dan ada juga yang tidak… tapi sementara kedua pihak itu berdebat, para pensiunan tadi cuma bisa mencoreti tanggal di kalender.
    Perhatikan yang dibold:

    Kalo kasusnya dibalik, si pensiunan tsb bukan sebagai "pemilik toko kelontong", tapi sebagai KONSUMEN. Apakah anda akan memaksa seorang pensiunan tua yang mendapatkan uang pensiun tidak seberapa untuk membeli sembako dengan harga mahal di toko-toko kelontong rumahan, ketimbang belanja di minimarket dengan harga yang jauh lebih miring?

    Anda cuma melihat dari sudut pandang PENJUAL, bukan PEMBELI. Seolah-olah yang "wong cilik" dan "patut diberi simpati" cuma "kalangan pedagang".

    ---------- Post Merged at 10:51 PM ----------

    Quote Originally Posted by Alip View Post
    Btw., nambah dikit…
    Kalau TS merasa tidak ada kasus gereja yang sebenarnya adalah masalah lahan parkir, ya, please perluas pergaulan. Kasus besar yang menginternasional di Bogor adalah murni kasus lahan parkir. Saya adalah salah satu orang yang terlibat dalam proses penolakan itu dan kami melakukan dengan baik-baik, bahkan sampai mencoba turut mencarikan alternatif. Tapi rupanya para ibu-ibu anggota gereja di sana yang logat Sumatra-nya medok banget, memang lebih suka main drama. Mereka lebih suka menjerit-jerit nangis di depan kamera daripada ikut bapak-bapaknya diskusi dengan kami. Saya sendiri yang dulu rajin ke gereja cuma bisa ngebatin, “you are disgrace to Christianity”.
    Yasmin maksudnya? Ya, terus kenapa ada demo dari ormas Islam yang menolak gereja dengan issue "kristenisasi" dan "IMB?" Terus terang aja bilang "lahan parkir", apa susahnya?

    Kasusnya lahan parkir, demo menolaknya soal kristenisasi dan IMB. Bukankah itu menyesatkan publik?
    Twitter: @tingnongtingcer
    Blog: http://ishaputra.wordpress.com/

  20. #40
    Soal agama, bisa kita pahami bahwa agama mempunyai doktrin mengenai apa yang baik dan benar, dan wajar saja kalau mereka merupakan pihak yang tidak setuju bila masyarakat menentukan sendiri kebaikan dan kebenaran versi mereka. Apakah mereka takut atau mereka cuma tidak ingin terjadi kehancuran dalam masyarakat?
    Agama yang mana? Doktrin agama yang bagaimana? Boleh jadi ada ratusan jenis agama yang eksis dianut manusia di jaman sekarang.

    Agama lahir dalam konteks jaman tertentu. Apa-apa yang dipandang baik/buruk di masa lalu, belum tentu sama di masa sekarang.

    Misalnya: Ada agama melarang perempuan untuk jadi hakim. Apakah nilai ini cocok bila diterapkan di masa sekarang dan apa alasannya? Banyak nilai-nilai agama yang sangat bisa diperdebatkan ketika dicoba diaplikasikan di jaman sekarang.

    Misalnya, agama melarang minuman keras dan obat bius. Apakah obat bius bisa dilegalkan dan dikembalikan ke mekanisme pasar? Nyatanya belum ada pemerintah liberal yang membebaskan sebebas-bebasnya peredaran obat bius, dengan alasan yang kurang lebih sama dengan agama, sehingga sampai saat ini kita masih mengenal istilah “obat terlarang”… apakah ini berarti liberalisme juga berarti ketundukan pada pihak yang merasa paling tahu masyarakat harus diijinkan dan dilarang apa?
    Untuk obat bius, negara melegalkannya dengan kondisi tertentu: Kepentingan medis misalnya. Untuk minuman keras, banyak negara liberal melegalkannya. Untuk jenis ganja, beberapa negara melegalkannya.

    Untuk kasus di mana negara melarang obat bius untuk konsumsi non-medis, semisal untuk rekreasi (kesenangan), saya nggak tau persis apa alasannya. Ini bisa aja dijadikan topik tersendiri untuk didiskusikan. Saya bahkan pernah berpikir, kenapa shabu-shabu ilegal? Padahal kan tidak memabukkan dan tidak memiliki efek adiksi fisik. Tetapi lepas dari soal itu, pelarangan terhadap sejumlah jenis "obat bius" bukan argumentasi menolak liberalisme.

    Atau dalam kasus Kakang Tumenggung Ronggolawe, liberalisme akhirnya adalah ketundukan pada interpretasi penguasa Perancis terhadap simbol agama, bukan kebebasan untuk menentukan pilihan simbol masing-masing individu.
    Pertanyaannya: Apakah kebijakan pemerintah Perancis merupakan representasi umum dari "kebijakan pemerintah sebuah negara liberal?" Apakah semua negara yang berplatform liberal harus seperti itu?

    Pertanyaannya lagi: Menurut pendapat anda, bagaimana seharusnya pemakaian simbol-simbol agama di sekolah-sekolah negeri? BEBAS TERSERAH INDIVIDU YBS, dilarang, atau malah DIWAJIBKAN? Silakan diurai. (Justru uraian pada detil ini yang merupakan substansi dari diskusi pro-kontra "liberalisme", bukan malah membahas "ijtihad" pemerintah Perancis. Artinya, dari uraian anda bisa saya ketahui/pahami bagaimana posisi anda dalam memandang "kebebasan". )
    Twitter: @tingnongtingcer
    Blog: http://ishaputra.wordpress.com/

Page 2 of 2 FirstFirst 12

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •