Page 5 of 13 FirstFirst ... 34567 ... LastLast
Results 81 to 100 of 246

Thread: [ngobrol] Bunga Bank bukan riba?

  1. #81
    Chief Barista cha_n's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    11,544
    maaf om alip saya lebih sering online km pakai hape jadi gerak terbatas buat copas, bukan bermaksud membuat susah para pelaku diskusi.
    hanya ingin memberikan pandangan lain soal bunga bank ini.

    dengan segala keterbatasan saya copas artikel contoh riba, dan kenapa bunga bank dianggap riba (oleh artikel ini) maaf kalau copasnya berantakan. ntar kalau di laptop diperbaiki insyaAllah.

    Riba Dain (Riba dalam Hutang Piutang)
    Riba ini disebut juga dengan riba jahiliyah,
    sebab riba jenis inilah yang terjadi pada
    jaman jahiliyah.
    Riba ini ada dua bentuk:

    a. Penambahan harta sebagai denda dari
    penambahan tempo (bayar hutangnya atau
    tambah nominalnya dengan mundur-nya
    tempo).
    Misal: Si A hutang Rp 1 juta kepada si B
    dengan tempo 1 bulan. Saat jatuh tempo si
    B berkata: “Bayar hutangmu.” Si A
    menjawab: “Aku tidak punya uang. Beri
    saya tempo 1 bulan lagi dan hutang saya
    menjadi Rp 1.100.000.” Demikian
    seterusnya.
    Sistem ini disebut dengan riba mudha’afah
    (melipatgandakan uang). Allah I berfirman:
    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
    kamu memakan riba dengan berlipat
    ganda.” (Ali ‘Imran: 130)

    b. Pinjaman dengan bunga yang
    dipersyaratkan di awal akad
    Misalnya: Si A hendak berhutang kepada si
    B. Maka si B berkata di awal akad: “Saya
    hutangi kamu Rp 1 juta dengan tempo satu
    bulan, dengan pembayaran Rp 1.100.000.”
    Riba jahiliyah jenis ini adalah riba yang
    paling besar dosanya dan sangat tampak
    kerusakannya. Riba jenis ini yang sering
    terjadi pada bank-bank dengan sistem
    konvensional yang terkenal di kalangan
    masyarakat dengan istilah “menganakkan
    uang.” Wallahul musta’an.
    Faedah penting:
    Termasuk riba dalam jenis ini adalah riba
    qardh (riba dalam pinjam meminjam).
    Gambarannya, seseorang meminjamkan
    sesuatu kepada orang lain dengan syarat
    mengembalikan dengan yang lebih baik
    atau lebih banyak jumlahnya.
    Misal: Seseorang meminjamkan pena
    seharga Rp. 1000 dengan syarat akan
    mengembalikan dengan pena yang seharga
    Rp. 5000. Atau meminjamkan uang seharga
    Rp 100.000 dan akan dikembalikan Rp
    110.000 saat jatuh tempo.
    Ringkasnya, setiap pinjam meminjam yang
    mendatangkan keuntungan adalah riba,
    dengan argumentasi sebagai berikut:

    1. Hadits ‘Ali bin Abi Thalib z:
    “Setiap pinjaman yang membawa
    keuntungan adalah riba.”
    Hadits ini dha’if. Dalam sanadnya ada
    Sawwar bin Mush’ab, dia ini matruk
    (ditinggalkan haditsnya). Lihat Irwa`ul
    Ghalil (5/235-236 no. 1398).
    Namun para ulama sepakat sebagai-mana
    yang dinukil oleh Ibnu Hazm, Ibnu Abdil
    Barr dan para ulama lain, bahwa setiap
    pinjam meminjam yang di dalamnya
    dipersyaratkan sebuah keuntungan atau
    penambahan kriteria (kualitas) atau
    penam-bahan nominal (kuantitas)
    termasuk riba.

    2. Tindakan tersebut termasuk riba
    jahiliyah yang telah lewat penyebutannya
    dan termasuk riba yang diharamkan
    berdasarkan Al-Qur`an, As-Sunnah, dan
    ijma’ ulama.

    3. Pinjaman yang dipersyaratkan adanya
    keuntungan sangat bertentangan dengan
    maksud dan tujuan mulia dari pinjam
    meminjam yang Islami yaitu membantu,
    mengasihi, dan berbuat baik kepada
    saudaranya yang membutuhkan
    pertolongan. Pinjaman itu berubah menjadi
    jual beli yang mencekik orang lain.
    Meminjami orang lain Rp. 10.000 dibayar
    Rp. 11.000 sama dengan membeli Rp.
    10.000 dibayar Rp. 11.000.
    Ada beberapa kasus yang masuk pada
    kaidah ini, di antaranya:

    a. Misalkan seseorang berhutang kepada
    syirkah (koperasi) Rp 10.000.000 dengan
    bunga 0% (tanpa bunga) dengan tempo 1
    tahun. Namun pihak syirkah mengatakan:
    “Bila jatuh tempo namun hutang belum
    terlunasi, maka setiap bulannya akan
    dikenai denda 5%.”
    Akad ini adalah riba jahiliyah yang telah
    lewat penyebutannya. Dan cukup banyak
    syirkah (koperasi) atau yayasan yang
    menerapkan praktik semacam ini.

    b. Meminjami seseorang sejumlah uang
    tanpa bunga untuk modal usaha dengan
    syarat pihak yang meminjami mendapat
    prosentase dari laba usaha dan hutang
    tetap dikembalikan secara utuh.
    Modus lain yang mirip adalah membe-
    rikan sejumlah uang kepada seseorang
    untuk modal usaha dengan syarat setiap
    bulannya dia (yang punya uang)
    mendapatkan –misalnya– Rp 1 juta, baik
    usahanya untung atau rugi.
    Sistem ini yang banyak terjadi pada
    koperasi, BMT, bahkan bank-bank syariah
    pun menerapkan sistem ini dengan istilah
    mudharabah (bagi hasil).
    Mudharabah yang syar’i adalah: Misalkan
    seseorang memberikan modal Rp. 10 juta
    untuk modal usaha dengan ketentuan
    pemodal mendapatkan 50% atau 40% atau
    30% (sesuai kesepakatan) dari laba hasil
    usaha. Bila menghasilkan laba maka dia
    mendapatkannya, dan bila ternyata rugi
    maka kerugian itu ditanggung bersama
    (loss and profit sharing). Hal ini
    sebagaimana yang dilakukan Rasulullah n
    dengan orang Yahudi Khaibar. Wallahul
    muwaffiq.
    Adapun transaksi yang dilakukan oleh
    mereka, pada hakekatnya adalah riba dain/
    qardh ala jahiliyah yang dikemas dengan
    baju indah nan Islami bernama
    mudharabah. Wallahul musta’an.

    c. Mengambil keuntungan dari barang
    yang digadaikan
    Misal: Si A meminjam uang Rp 10 juta
    kepada si B (pegadaian) dengan mengga-
    daikan sawahnya seluas 0,5 ha. Lalu pihak
    pegadaian memanfaatkan sawah tersebut,
    mengambil hasilnya, dan apa yang ada di
    dalamnya sampai si A bisa mengembalikan
    hutangnya. Tindakan tersebut termasuk
    riba, namun dikecualikan dalam dua hal:

    1. Bila barang yang digadaikan itu perlu
    pemeliharaan atau biaya, maka barang
    tersebut bisa dimanfaatkan sebagai ganti
    pembiayaan. Misalnya yang digadaikan
    adalah seekor sapi dan pihak pegadaian
    harus mengeluarkan biaya untuk pemeliha-
    raan. Maka pihak pegadaian boleh meme-
    rah susu dari sapi tersebut sebagai ganti
    biaya perawatan. Dalilnya hadits riwayat
    Al-Bukhari dalam Shahih-nya dari Abu
    Hurairah z, Rasulullah n bersabda:
    “Kendaraan yang tergadai boleh dinaiki
    (sebagai ganti) nafkahnya, dan susu hewan
    yang tergadai dapat diminum (sebagai
    ganti) nafkahnya.”

    2. Tanah sawah yang digadai akan
    mengalami kerusakan bila tidak ditanami,
    maka pihak pegadaian bisa melakukan
    sistem mudharabah syar’i dengan pemilik
    tanah sesuai kesepakatan yang umum
    berlaku di kalangan masyarakat setempat
    tanpa ada rasa sungkan. Misalnya yang
    biasa berlaku adalah 50%. Bila sawah yang
    ditanami pihak pegadaian tadi menghasil-
    kan, maka pemilik tanah dapat 50%.
    Namun bila si pemilik tanah merasa tidak
    enak karena dihutangi lalu dia hanya
    mengambil 25% saja, maka ini tidak
    diperbolehkan. Wallahu a’lam bish-
    shawab.

    http://asysyariah.com/macam-macam-riba/
    ...bersama kesusahan ada kemudahan...

    “Aku Rela di Penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.” ― -Mohammad Hatta
    “Aku Rela di Penjara asalkan bersama akses internet, karena dengan internet aku bebas.” ― -cha_n

    My Little Journey to India

  2. #82
    Mudharabah yang syar’i adalah: Misalkan
    seseorang memberikan modal Rp. 10 juta
    untuk modal usaha dengan ketentuan
    pemodal mendapatkan 50% atau 40% atau
    30% (sesuai kesepakatan) dari laba hasil
    usaha. Bila menghasilkan laba maka dia
    mendapatkannya, dan bila ternyata rugi
    maka kerugian itu ditanggung bersama
    (loss and profit sharing).
    ini konsep bagus, motifnya benar2 mao membantu untuk usaha
    tp tentu diperlukan syarat dan asesmen yng ketat, tdk cukup
    cumen berdasar percaya dan niat baik semata

    benarkah sistem tsb yng diterapkan oleh bank2 syariah kita?
    atau hanya efektif untuk jenis pinjaman KUK dan KUKM yng daya serapnya
    masih sangat terbatas?

    yng punya pengalaman pinjam di bank syariah sila share disini
    Last edited by pasingsingan; 19-05-2014 at 02:40 PM.
    mbregegeg ugeg-ugeg hemel-hemel sak dulito

  3. #83
    Chief Cook ndableg's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    5,910
    Quote Originally Posted by cha_n View Post
    Misalkan seseorang berhutang kepada
    syirkah (koperasi) Rp 10.000.000 dengan
    bunga 0% (tanpa bunga) dengan tempo 1
    tahun. Namun pihak syirkah mengatakan:
    “Bila jatuh tempo namun hutang belum
    terlunasi, maka setiap bulannya akan
    dikenai denda 5%.”
    Akad ini adalah riba jahiliyah yang telah
    lewat penyebutannya. Dan cukup banyak
    syirkah (koperasi) atau yayasan yang
    menerapkan praktik semacam ini.
    Point ini menarik, tapi ada banyak kenyataan orang pada akhirnya tidak bisa bayar, bukan karena rugi atau bangkrut, tapi memang tidak punya komitmen utk membayar hutang. Mgk sudah ada uangnya, tapi akhirnya dipakai utk keperluan yg tidak perlu yg lain. Orang2 spt ini tetep musti dihukum dong..

    Mgk denda 5% (atau berapa pun) bisa ditetapkan oleh pemerintah dan hasil hukuman tsb bisa saja dipakai utk keperluan fasilitas umum spt layaknya pajak. Pada akhirnya apabila tidak bisa membayar terus, bisa dilunasi dgn bekerja scr sukarela (kerja sosial tanpa dibayar).

  4. #84
    pelanggan tetap PERMANDYAN's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Location
    denpasar - bali
    Posts
    1,790
    djadi ingin ikoetan nimbroeng...

    Quote Originally Posted by cha_n View Post
    :
    :
    :
    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
    kamu memakan riba dengan berlipat
    ganda.” (Ali ‘Imran: 130)
    :
    :

    http://asysyariah.com/macam-macam-riba/
    djadi, apa boleh makan riba jang tidak berlipat ganda...(?)
    kalaoe riba jang wadjar...(?)
    (maaf...)

  5. #85
    pelanggan tetap Alip's Avatar
    Join Date
    May 2011
    Posts
    1,635
    Hehehe... jangan minta maaf tho, Chan... untuk orang-orang yang masih harus berbakti pada perusahaan dan pemerintah, keterbatasan seperti itu justru menunjukkan bahwa kita punya dedikasi tinggi... berbeda dengan kaum ABG yang lebih suka kongkow di forum ketimbang melakukan sesuatu yang lebih penting...

    Nah, soal artikel yang Chan bawa di sini.

    Satu hal yang perlu kita ketengahkan sebelum memulai pembahasan soal riba menurut kacamata Agama Islam, yaitu bahwa definisi riba merupakan hasil dari pemikiran dari para ulama ahli hukum, bukan tercatat dalam teks wahyu yang jelas dan nyata. Definisi riba merupakan produk hukum adat (common law) yang berkembang dari akumulasi penentuan hukum sebelumnya. Islam melarang keras praktek riba, tapi tidak memberi batasan definitif tentang apa itu riba.

    Kita bisa lihat pertanyaan Kanjeng Permandyan di bawah:

    Quote Originally Posted by Permandyan
    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” (Ali ‘Imran: 130)
    djadi, apa boleh makan riba jang tidak berlipat ganda...(?)
    kalaoe riba jang wadjar...(?)
    (maaf...)
    Kita bisa ambil contoh dari artikel ini sendiri,

    “Setiap pinjaman yang membawa keuntungan adalah riba.”
    Hadits ini dha’if. Dalam sanadnya ada Sawwar bin Mush’ab, dia ini matruk (ditinggalkan haditsnya). Namun para ulama sepakat bahwa setiap pinjam meminjam yang di dalamnya dipersyaratkan sebuah keuntungan atau penambahan kriteria (kualitas) atau penambahan nominal (kuantitas) termasuk riba.
    Kesepakatan para ulama, bukan kesimpulan dari sebuah teks yang definitif, karena hadits yang dimaksud sendiri sesungguhnya derajatnya lemah dan tidak bisa dijadikan dasar hukum. Hanya saja sebagian ulama memutuskan untuk menyetujui hadits tersebut.

    Sekedar untuk memberi ilustrasi tentang definisi riba. Dalam sebuah kesempatan, Khalifah Umar bin Khattab pernah berkata :

    "Ada tiga hal, yang seandainya Rasulullah menerangkan mengenai mereka dengan jelas, akan lebih aku sukai ketimbang dunia dan seisinya, yaitu tentang kalala, riba, dan khilafa" (Sunan Ibnu Majah, Bab tentang Warisan. Vol 4.)
    Penuturan ini menunjukkan bahwa setelah Rasulullah wafat, definisi riba masih belum jelas dan menjadi pertanyaan di sana sini.

    Perkataan Umar diatas dianggap dapat dipercaya, meski terdapat munqata, periwayatannya ada yang terputus. Namun demikianlah ketika kita berbicara tentang landasan hukum yang bukan datang melalui ungkapan definitif dari Qur'an... selalu ada faktor spekulasi dan probabilistik.

    Misalnya, juga ...

    Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah: "Aku pergi ke rumah Nabi ketika Beliau sedang di Mesjid. Setelah Beliau menyuruhku sholat dua raka'at, Beliau membayar hutangnya padaku dan memberikan kelebihan (dari jumlah hutang tersebut)" (Shahih Bukhari, Volume 3, bab 41, hadits nomor 579).
    Berangkat dari konsep itulah, bahwa definisi riba tidak dijelaskan oleh wahyu dan berada pada ranah common law, para ulama yang mengamati perkembangan ekonomi (biasanya juga memiliki pemahaman yang baik tentang perekonomian modern) mencoba menelaah tentang dunia perbankan modern dan menilik manfaat dan mudharat yang ada... yaitu yang sudah kita obrolkan lebih dulu di depan.

    Segitu dulu ya...
    masih banyak sih, tapi kita maju pelan-pelan. Soalnya sumber saya semuanya hard copy buku teks yang bisa dijadiin bantal , jadi gak bisa di salin-rekat seperti kalo Chan menemukan artikel di blog... butuh banyak waktu menyalin semuanya...

    ... intinya itulah yang menjadi latar belakang mengapa ada ulama yang merasa perlu mengutak-atik riba demi kepentingan ekonomi umat, dan tidak begitu saja menerima konsensus para pemikir terdahulu. Sedangkan dua artikel yang Chan kutip disini semuanya berangkat dari keputusan bahwa bunga bank sudah jels terang benderang adalah riba dan statusnya haram, dan menolak segala macam tinjau ulang.

    ---------- Post Merged at 07:30 AM ----------

    eh... nambah dikit...

    Secara utasan ini di forum poleksosbud yang juga dibaca oleh teman-teman non-muslim, saya berusaha untuk sesedikit mungkin membawa istilah Islam yang mungkin tidak populer dan tidak dimengerti luas di lingkungan non-muslim... tapi kalau ada yang silap dan kelepasan, tolong diberitahu ya?
    "Mille millions de mille milliards de mille sabords!"

  6. #86
    Chief Barista cha_n's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    11,544
    makasih sekali lagi om [MENTION=249]Alip[/MENTION]
    sejujurnya saya memang awam sekali soal ekonomi, termasuk perbankan dan hukum riba-jual beli
    jadi saya mengikuti thread ini sebagai bentuk ikhtiar saya belajar ekonomi (lebih jauh lagi belajar ekonomi islam)

    jadi posisi saya bukan narasumber ya (perlu ditegaskan takut ada yang salah kira) saya sekedar cari pandangan lain supaya diskusinya tidak monoton, jadi diusahakan ada counter attack (tapi kalo kurang nyambung mohon dimaafkan)

    ditunggu konsep dasarnya. gpp pelan2 kebetulan saya juga rada lambat berpikir kalau terkait ekonomi


    oiya satu hal, saya setuju soal definisi riba yang masih mengawang. saya bolak balik masih bingung bedanya riba sama jual beli. mana yang haram mana yang halal. moga2 ada yang bisa menjelaskan dengan bahasa orang awam
    ...bersama kesusahan ada kemudahan...

    “Aku Rela di Penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.” ― -Mohammad Hatta
    “Aku Rela di Penjara asalkan bersama akses internet, karena dengan internet aku bebas.” ― -cha_n

    My Little Journey to India

  7. #87
    pelanggan tetap Alip's Avatar
    Join Date
    May 2011
    Posts
    1,635
    Saya juga memulai utasan ini bukan untuk jadi narasumber atau pembuat fatwa kok, Chan .

    Jadi ceritanya belakangan ini pekerjaan saya banyak terpapar pada alternatif pembiayaan dan hubungan ekonomi internasional yang mau tidak mau membawa saya pada aturan dan kaidah perekonomian yang berbeda, termasuk konsep ekonomi Islami (wilayah kerja saya mencakup negara-negara timur tengah).

    Sudah menjadi kebiasaan, kalau ketemu dilema pemikiran saya selalu mencoba belajar dari berbagai sudut pandang yang ada, maka mulailah saya belanja buku-buku referensi terkait (istri sampe komentar "kamu kuliah lagi ya?" ).

    Nah, kehadiran utasan ini adalah bagian dari usaha saya untuk belajar ... mendengar pendapat dari teman-teman yang ada di sini, tentunya ada hal-hal yang luput dari pelajaran saya yang justru sudah dikuasai oleh teman-teman yang lain...

    Saya justru berterima kasih ada masukkan dari Chan. Itu yang saya harapkan...

    Begitu ceritanya... di sela-sela proyek kantor yang ngerjainnya bikin badan jadi kurus ...

  8. #88
    Makin kesini makin menarik yak
    sbg play maker kang [MENTION=249]Alip[/MENTION] emang jempolan menghangatkan lapak


    “Setiap pinjaman yang membawa keuntungan adalah riba.”
    Hadits ini dha’if. Dalam sanadnya ada Sawwar bin Mush’ab, dia ini matruk (ditinggalkan haditsnya).
    Namun para ulama sepakat bahwa setiap pinjam meminjam yang di dalamnya dipersyaratkan sebuah keuntungan
    atau penambahan kriteria (kualitas) atau penambahan nominal (kuantitas) termasuk riba.
    Klo misal riwayat ini yang dijadikan landasan hukum secara zakelijk,
    apapun itu, sepanjang sifatnya mengambil/menerima keuntungan atau
    kelebihan nilai dari nominal pokok pinjaman, itu namanya = RIBA
    dan apapun istilahnya, jika karakternya sama, maka esensinya jg sama
    yakni termasup dlm cakupan makna RIBA (dlm bhs. arab)

    tidak terkecuali contoh dibawah ini
    contoh-1
    Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah: "Aku pergi ke rumah Nabi ketika Beliau sedang di Mesjid.
    Setelah Beliau menyuruhku sholat dua raka'at, Beliau membayar hutangnya padaku dan memberikan kelebihan
    (dari jumlah hutang tersebut)" (Shahih Bukhari, Volume 3, bab 41, hadits nomor 579).
    dan juga penjelasan yng ini
    contoh-2
    Mudharabah yang syar’i adalah: Misalkan
    seseorang memberikan modal Rp. 10 juta
    untuk modal usaha dengan ketentuan
    pemodal mendapatkan 50% atau 40% atau
    30% (sesuai kesepakatan) dari laba hasil
    usaha. Bila menghasilkan laba maka dia
    mendapatkannya, dan bila ternyata rugi
    maka kerugian itu ditanggung bersama
    (loss and profit sharing).
    lalu, apakah ke-2 contoh diatas termasup jg yng diharamkan?



    Kembali ke istilah RIBA secara definisi/maknawi
    Pengertian Riba

    Kata riba berasal dari bahasa Arab, secara etimologis berarti tambahan (azziyadah), berkembang (an-numuw),
    membesar (al-'uluw) dan meningkat (al-irtifa'). Sehubungan dengan arti riba dari segi bahasa tersebut,
    ada ungkapan orang Arab kuno menyatakan sebagai berikut; arba fulan 'ala fulan idza azada'alaihi
    (seorang melakukan riba terhadap orang lain jika di dalamnya terdapat unsur tambahan atau disebut
    liyarbu ma a'thaythum min syai'in lita'khuzu aktsaraminhu (mengambil dari sesuatu yang kamu berikan dengan cara berlebih dari apa yang diberikan).
    Sepertinya tidak ada konotasi negatif = netral
    terlebih lagi jika penekanannya pada pengertian "tumbuh/berkembang/bertambah"
    yng tentunya jg dapat menyerap pengertian "added value" dlm sistem ekonomi modern

    sampai disini masih menyisakan persoalan, yakni
    RIBA spt apa yng dilarang/dihindari oleh konsep ekonomi islam?
    dan RIBA yng bgmn yng diperbolehkan?

    bgmn dengan sistim taxation-nya?
    atau dlm ajaran islam dikenal dng zakat & jizah?
    sbg bagian itegral dari suatu sistem ekonomi bisa jadi ada korelasinya
    sehingga mengapa ekonomi islam menghindari dlm tanda kutip RIBA/rente
    mbregegeg ugeg-ugeg hemel-hemel sak dulito

  9. #89
    Quote Originally Posted by Permandyan View Post
    djadi, apa boleh makan riba jang tidak berlipat ganda...(?)
    kalaoe riba jang wadjar...(?)
    TAHAPAN LARANGAN RIBA DALAM AL-QUR'AN

    Sudah jelas diketahui bahwa Islam melarang riba dan memasukkannya dalam dosa besar. Tetapi Allah SWT dalam mengharamkan riba menempuh metode secara gredual (step by step). Metode ini ditempuh agar tidak mengagetkan mereka yang telah biasa melakukan perbuatan riba dengan maksud membimbing manusia secara mudah dan lemah lembut untuk mengalihkan kebiasaan mereka yang telah mengakar, mendarah daging yang melekat dalam kehidupan perekonomian jahiliyah. Ayat yang diturunkan pertama dilakukan secara temporer yang pada akhirnya ditetapkan secara permanen dan tuntas melalui empat tahapan.

    Tahap pertama
    Dalam surat Ar-Rum ayat 39 Allah menyatakan secara nasehat bahwa Allah tidak menyenangi orang yang melakukan riba. Dan untuk mendapatkan hidayah Allah ialah dengan menjauhkan riba. Di sini Allah menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang mereka anggap untuk menolong manusia merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Berbeda dengan harta yang dikeluarkan untuk zakat, Allah akan memberikan barakah-Nya dan melipat gandakan pahala-Nya. Pada ayat ini tidaklah menyatakan larangan dan belum mengharamkannya.

    Tahap kedua
    Pada tahap kedua, Allah menurunkan surat An-Nisa' ayat 160-161. riba digambarkan sebagai sesuatu pekerjaan yang dhalim dan batil. Dalam ayat ini Allah menceritakan balasan siksa bagi kaum Yahudi yang melakukannya. Ayat ini juga menggambarkan Allah lebih tegas lagi tentang riba melalui riwayat orang Yahudi walaupun tidak terus terang menyatakan larangan bagi orang Islam. Tetapi ayat ini telah membangkitkan perhatian dan kesiapan untuk menerima pelarangan riba. Ayat ini menegaskan bahwa pelarangan riba sudah pernah terdapat dalam agama Yahudi. Ini memberikan isyarat bahwa akan turun ayat berikutnya yang akan menyatakan pengharaman riba bagi kaum Muslim.

    Tahap ketiga
    Dalam surat Ali Imran ayat 130, Allah tidak mengharamkan riba secara tuntas, tetapi melarang dalam bentuk lipat ganda. Hal ini menggambarkan kebijaksanaan Allah yang melarang sesuatu yang telah mendarah daging, mengakar pada masyarakat sejak zaman jahiliyah dahulu, sedikit demi sedikit, sehingga perasaan mereka yang telah biasa melakukan riba siap menerimanya.

    Tahap keempat
    Turun surat al-Baqarah ayat 275-279 yang isinya tentang pelarangan riba secara tegas, jelas, pasti, tuntas, dan mutlak mengharamannya dalam berbagai bentuknya, dan tidak dibedakan besar kecilnya. Bagi yang melakukan riba telah melakukan kriminalisasi. Dalam ayat tersebut jika ditemukan melakukan kriminalisasi, maka akan diperangi oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.

    Saus:
    Ht***tp://fe.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/RIBA-DALAM-PERSPEKTIF-ISLAM.pdf

    ***

    Quote Originally Posted by Contoh 1 View Post
    Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah: "Aku pergi ke rumah Nabi ketika Beliau sedang di Mesjid. Setelah Beliau menyuruhku sholat dua raka'at, Beliau membayar hutangnya padaku dan memberikan kelebihan (dari jumlah hutang tersebut)"
    IMO, contoh 1 diatas lebih tepat bila disebut Hadiah.
    Beda Contoh 1 dengan praktek rente oleh bank:
    · Jabir bin Abdullah tidak minta kelebihan atas pinjaman yang diberikan.
    · Sedangkan Bank, terang-terangan minta kelebihan atas pinjaman yang diberikan.

    Sedangkan Contoh 2,
    adalah gambaran ideal. Tetapi kukira belum terwujud dalam kelembagaan secara resmi, baik berupa bank ataupun koperasi. Fyi, ada teman kantor yang pinjam ke bank syariah MANDIRI, masih aja tu dibebani “rente”.
    Klo antara si peminjam dan pemberi pinjaman ada hubungan darah atau kawan karib yaa mungkin terjadi.

    Quote Originally Posted by Mbah Pasingsingan View Post
    “Setiap pinjaman yang membawa keuntungan adalah riba.”
    Klo misal riwayat ini yang dijadikan landasan hukum secara zakelijk,
    apapun itu, sepanjang sifatnya mengambil/menerima keuntungan atau
    kelebihan nilai dari nominal pokok pinjaman, itu namanya = RIBA
    dan apapun istilahnya, jika karakternya sama, maka esensinya jg sama
    yakni termasup dlm cakupan makna RIBA (dlm bhs. arab)
    Pengertian zakelijk:
    Zakelijk adalah adjective dalam bahasa belanda. (comparative zakelijker, superlative zakelijkst)
    1. to the point, succinct(ringkas)
    2. objective, impersonal
    3. businesslike
    saus : ht***tp://en.wiktionary.org/wiki/zakelijk

    jika disepakati (secara ringkas) pengertian Riba adalah menerima keuntungan atau kelebihan nilai dari nominal pokok pinjaman. Maka thread ini closed dong, dengan hasil: bahwa rente = Riba.


    ---------- Post Merged at 06:40 PM ----------

    ***

    Quote Originally Posted by Cha_n View Post
    saya bolak balik masih bingung bedanya riba sama jual beli. mana yang haram mana yang halal.
    Jual beli = halal.
    Riba = haram.

    Quote Originally Posted by Al-Baqarah 275 View Post
    Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
    Hadeww, ngeri sangat ancaman Riba (bagi yg ber-Islam).


    Tetapi, apakah rente sebagai “bagian tak terpisahkan” dari pinjaman kredit ekonomi yang merupakan produk perbankan modern adalah Riba?

    Quote Originally Posted by Alip View Post
    Bahwa setelah Rasulullah wafat, definisi riba masih belum jelas dan menjadi pertanyaan di sana sini.
    Menurut Umar Ibnu Khattab: Ayat Alquran tentang riba, termasuk ayat-ayat yang terakhir diturunkan. Sampai Rasulullah wafat tanpa menerangkan apa yang dimaksud dengan riba. Maka tetaplah riba dalam pengertian yang umum, seperti bunga yang dikerjakan orang Arab di zaman jahiliah.

    Keterangan Umar ini berarti bahwa Rasulullah sengaja tidak menerangkan apa yang dimaksud dengan riba karena orang-orang Arab telah mengetahui benar apa yang dimaksud dengan riba itu. Bila disebut riba kepada mereka, maka di dalam pikiran mereka telah ada pengertian yang jelas dan pengertian itu telah mereka sepakati maksudnya. Pengertian mereka tentang riba ialah riba Nasiah.

    Riba Nasiah ialah tambahan pembayaran hutang yang diberikan oleh pihak yang berutang karena adanya permintaan penangguhan pembayaran pihak yang berutang. Tambahan pembayaran itu diminta oleh pihak yang berpiutang setiap kali yang berutang meminta penangguhan pembayaran utangnya.

    Contoh:
    Si A berutang kepada si B sebanyak Rp. 1000 dan akan dikembalikan setelah habis masa sebulan. Setelah habis masa sebulan A belum sanggup membayar utangnya karena itu ia minta kepada si B agar bersedia menerima penangguhan pembayaran. B bersedia memberi tangguh asal A menambah pembayaran sehingga menjadi Rp. 1300. Tambahan pembayaran dengan penangguhan waktu serupa ini disebut riba nasiah.
    Tambahan pembayaran ini mungkin berkali-kali dilakukan karena pihak yang berutang selalu meminta penangguhan pembayaran sehingga akhirnya A tidak sanggup lagi membayarnya bahkan kadang-kadang dirinya sendiri terpaksa dijual untuk membayar utangnya itu.

    Saus:
    ht***tp://quran.bacalah.net/content/surat/index.php
    (Pada link di atas, select Al-Baqarah ayat 275, lalu klik "box tafsir" di area kanan atas. Berikutnya akan muncul "floating window". Dari floating window itulah kalimat di atas q kutip.)

    Menurut pemahaman q (kalo salah mohon di ingatkan), Riba Nasiah tidaklah sama dengan rente bank.
    Quote Originally Posted by Fazlur Rahman View Post
    Mayoritas kaum muslim yang bermaksud baik dengan bijaksana tetap berpegang teguh pada keimanannya, menytakan bahwa al-Qur'an melarang seluruh bunga bank. (menanggapi penjelasan tersebut) sedih rasanya pemahaman yang mereka dapatkan dengan cara mengabaikan bentuk riba yang bagaimanakah yang menurut sejarah dilarang, mengapa al-Qur'an mencelanya sebagai perbuatan keji dan kejam mengapa menganggapnya sebagai tindakan eksploitatif serta melarangnya, dan apa sebenarnya fungsi bunga bank pada saat ini.
    Quote Originally Posted by Tafsir Depag RI View Post
    Bahwa keadaan pemakan riba itu sedemikian rupa sehingga mereka tidak dapat lagi membedakan antara yang halal dan yang haram, antara yang bermanfaat dengan mudarat, antara yang dibolehkan Allah dan yang dilarang-Nya, sehingga mereka mengatakan jual beli itu sama dengan riba.

    Selanjutnya Allah menegaskan bahwa Dia menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Allah tidak menerangkan sebabnya. Allah tidak menerangkan hal itu agar mudah dipahami oleh pemakan riba, sebab mereka sendiri telah mengetahui, mengalami dan merasakan akibat riba itu.

    Dari penegasan itu dipahami pula bahwa seakan-akan Allah swt. memberikan suatu perbandingan antara jual-beli dengan riba. Hendaklah manusia mengetahui dan memikirkan dan memahami perbandingan itu.

    Menurut sebagian ahli tafsir, dosa besar yang ditimpakan kepada pemakan riba ini disebabkan karena di dalam hati pemakannya itu telah tertanam rasa cinta harta, lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri, mengerjakan sesuatu karena kepentingan diri sendiri bukan karena Allah. Orang yang demikian adalah orang yang tak mungkin tumbuh dalam jiwanya iman yang sebenarnya. Yaitu iman yang didasarkan kepada perasaan, pengakuan dan ketundukan kepada Allah swt. Seandainya pemakan riba yang demikian masih mengakui beriman kepada Allah swt., maka imannya itu adalah iman di bibir saja, iman yang sangat tipis dan yang tidak sampai ke dalam lubuk hati sanubarinya.

    Hasan Al-Basri berkata, "Iman itu bukanlah perhiasan mulut dan angan-angan kosong, akan tetapi iman itu adalah ikrar yang kuat di dalam hati dan dibuktikan oleh amal perbuatan. Barang siapa yang mengatakan kebaikan dengan idahnya sedang perbuatannya tidak pantas, Allah menolak pengakuannya itu. Barang siapa yang mengatakan kebaikan sedangkan perbuatannya baik pula, amalnya itu akan mengangkat derajatnya."

    Dan Rasulullah saw. bersabda:
    إن الله لا ينظر إلي صوركم و أموالكم ولكن ينظر إلي قلوبكم وأعمالكم
    Artinya:
    Allah tidak memandang kepada bentuk jasmani dan harta bendamu, akan tetapi Allah memandang kepada hati dan amalmu.
    (HR Muslim dan Ahmad)

    Pada jual-beli ada pertukaran dan penggantian yang seimbang yang dilakukan oleh pihak penjual dengan pihak pembeli, serta ada manfaat dan keuntungan yang diperoleh dari kedua belah pihak dan ada pula kemungkinan mendapat keuntungan yang wajar sesuai dengan usaha yang telah dilakukan oleh mereka. Pada riba tidak ada pertukaran dan penggantian yang seimbang itu. Hanya ada semacam pemerasan yang tidak langsung yang dilakukan oleh pihak yang empunya terhadap pihak yang sedang memerlukan yang waktu meminjam itu dalam keadaan terpaksa.
    Apakah pada praktek rente bank hanya ada pemerasan oleh pihak bank pada pihak peminjam yang karena keperluan tertentu terpaksa pinjam uang?

    Dalam praktek rente bank, benarkah tidak dimungkinkan adanya pertukaran atau penggantian yang seimbang yang antara pihak bank dengan pihak peminjam, serta manfaat atau keuntungan bagi kedua belah pihak dan kemungkinan bagi masing-masing pihak untuk mendapat keuntungan yang wajar sesuai dengan usaha yang telah dilakukan oleh mereka?

    Quote Originally Posted by Muhammad Asad View Post
    Garis besarnya, kekejian riba (dalam arti di mana istilah digunakan dalam al-Qur'an dan dalam banyak ucapan Nabi SAW) terkait dengan keuntungan-keuntungan yang diperoleh melalui pinjaman-pinjaman berbunga yang mengandung eksploitasi atas orang-orang yang berekonomi lemah orang-orang kuat dan kaya…dengan menyimpan definisi ini di dalam benak kita menyadari bahwa persolan mengenai jenis transaksi keuangan mana yang jatuh ke dalam kategori riba, pada akhirnya, adalah persoalan moralitas yang sangat terkait dengan motivasi sosio-ekonomi yang mendasari hubungan timbal-balik antara si peminjam dan pemberi pinjaman.
    Saya adalah juga orang awam, juga (sebenarnya di hati) masih ragu-ragu dalam hal ini. Seandainya bisa menghindar, saya akan lebih senang menghindar. Tetapi sebab di hari ini (saya) belum mungkin menghindar dari berurusan dengan bank, maka saya ngikut sebagaimana yang ditulis Bung Hatta dalam autobiografinya.
    Quote Originally Posted by MOHAMMAD HATTA View Post
    Hukum dalam Islam mempertimbangkan buruk dan baik. Jika lebih besar baiknya dari buruknya, hukumnya harus, artinya dibolehkan.
    Last edited by MoonCying; 20-05-2014 at 08:02 PM.

  10. #90
    kesimpulannya : bunga bank itu diperbolehkan atau tidak ?

  11. #91
    pelanggan setia hajime_saitoh's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Location
    https://t.me/pump_upp
    Posts
    2,005
    pembahasan masih panjang kawan

  12. #92
    mustinya kesimpulannya sudah ada, misalnya menurut si A (bapak anu) bunga bank tetap haram / tidak boleh.........menurut si B bunga bank boleh (karena itu bukan termasuk riba)

    kita kan bukan ahli ekonomi Islam, jadi sudah pasti pemikiran2 tsb tinggal kita sadur saja hehehe

  13. #93
    pelanggan tetap Alip's Avatar
    Join Date
    May 2011
    Posts
    1,635
    Quote Originally Posted by MoonCying View Post
    Tahap keempat
    Turun surat al-Baqarah ayat 275-279 yang isinya tentang pelarangan riba secara tegas, jelas, pasti, tuntas, dan mutlak mengharamannya dalam berbagai bentuknya, dan tidak dibedakan besar kecilnya. Bagi yang melakukan riba telah melakukan kriminalisasi. Dalam ayat tersebut jika ditemukan melakukan kriminalisasi, maka akan diperangi oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
    ... lalu kalimat manakah dari ayat-ayat tersebut yang menjelaskan definisi riba? tidak dibedakan besar kecilnya?

    Quote Originally Posted by MoonCying View Post
    IMO, contoh 1 diatas lebih tepat bila disebut Hadiah.
    ... di hadits yang dikutip Chan sebelumnya, kalimatnya adalah "setiap pinjaman" ... maka tidak ada celahnya. Tidak ada klausul pengecualian yang menyebutkan ada pemberian bersifat sukarela atau hadiah. Sebagai permisalan, zina tetap dihukumi zina, tidak memandang bahwa kedua pelaku melakukannya atas dasar sukarela (suka sama suka).

    Quote Originally Posted by MoonCying View Post
    Beda Contoh 1 dengan praktek rente oleh bank:
    · Jabir bin Abdullah tidak minta kelebihan atas pinjaman yang diberikan.
    · Sedangkan Bank, terang-terangan minta kelebihan atas pinjaman yang diberikan.
    Riba Nasiah yang disebutkan sebagai mutlak kena hukum haram juga tidak dilakukan dengan cara menyebutkan tambahan di awal. Negosiasi dilakukan setelah hutang jatuh tempo, tapi para pemberi hutang tidak pernah menyebutkan di awal bahwa hutang ini akan digandakan kalau jatuh tempo nanti si penerima hutang tidak sanggup membayar.

    Tuh, MoonCying tulis sendiri:
    Quote Originally Posted by MoonCying View Post
    Riba Nasiah ialah tambahan pembayaran hutang yang diberikan oleh pihak yang berutang karena adanya permintaan penangguhan pembayaran pihak yang berutang. Tambahan pembayaran itu diminta oleh pihak yang berpiutang setiap kali yang berutang meminta penangguhan pembayaran utangnya.
    Quote Originally Posted by MoonCying View Post
    Menurut Umar Ibnu Khattab: Ayat Alquran tentang riba, termasuk ayat-ayat yang terakhir diturunkan. Sampai Rasulullah wafat tanpa menerangkan apa yang dimaksud dengan riba. Maka tetaplah riba dalam pengertian yang umum, seperti bunga yang dikerjakan orang Arab di zaman jahiliah.

    Keterangan Umar ini berarti bahwa Rasulullah sengaja tidak menerangkan apa yang dimaksud dengan riba karena orang-orang Arab telah mengetahui benar apa yang dimaksud dengan riba itu. Bila disebut riba kepada mereka, maka di dalam pikiran mereka telah ada pengertian yang jelas dan pengertian itu telah mereka sepakati maksudnya. Pengertian mereka tentang riba ialah riba Nasiah.
    Coba perhatikan redaksi kalimatnya... riwayat itu menunjukkan bahwa Umar menginginkan penjelasan yang lebih rinci, yang saat itu tidak ada.
    "Mille millions de mille milliards de mille sabords!"

  14. #94
    pelanggan tetap Alip's Avatar
    Join Date
    May 2011
    Posts
    1,635
    Balik dulu ke kutipannya Chan...

    Quote Originally Posted by Cha_n
    Mudharabah yang syar’i adalah: Misalkan seseorang memberikan modal Rp. 10 juta untuk modal usaha dengan ketentuan pemodal mendapatkan 50% atau 40% atau
    30% (sesuai kesepakatan) dari laba hasil usaha. Bila menghasilkan laba maka dia
    mendapatkannya, dan bila ternyata rugi maka kerugian itu ditanggung bersama (loss and profit sharing). Hal ini sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dengan orang Yahudi Khaibar. Wallahul muwaffiq.
    Berbicara mengenai bagi hasil dan bagi resiko yang disebut sebagai alternatif lebih superior dibanding bunga bank, mari kita lihat skenario begini:

    Pinjaman dengan bunga
    Si Kabayan ingin buka usaha yang dalam setahun diperkirakan bisa memperoleh keutungan 30% dari modal, tapi butuh modal awal sebesar dua puluh juta. Saat itu si Kabayan hanya memiliki modal sepuluh juta saja.

    Kabayan datang ke BPD setempat membawa proposal usahanya, yang setelah ditelaah oleh tim ahli BPD, ternyata disetujui dan Kabayan boleh mendapat kucuran kredit sepuluh juta rupiah dengan biaya bunga sepuluh persen.

    Demikianlah setahun kemudian Si Kabayan sukses berusaha, dan mendapat keuntungan sebesar enam juta rupiah sebagaimana diperkirakan. Ia mengembalikan uang ke bank dan membayar bunga sebesar satu juta rupiah.
    Sistem bagi hasil
    Kasus yang sama, namun kali ini Kabayan datang ke mertuanya, Abah Ontohod untuk mengajak kerjasama bagi hasil.

    Melihat proposal Kabayan, Abah Ontohod bersedia bekerjasama dan menanamkan uang sepuluh juta di usaha Kabayan, namun dia tidak mau kalau hanya mendapat sepuluh persen dari uang sepuluh juta tersebut (seperti kasus BPD di atas). Bukan karena Abah Ontohod pelit dan licik (walau hikayat Sunda mengatakan demikian), tapi sebagai penanam modal yang rasional Abah Ontohod menyadari bahwa dia memiliki 50% dari saham usaha Kabayan karena dia dan Kabayan sama-sama menamamkan sepuluh juta rupiah. Wajar saja kalau dia berhak menerima 50% keuntungan dari usaha tersebut.

    Setelah negosiasi yang alot, Abah Ontohod setuju di angka 40%, mengingat yang menjalankan usaha hanya Kabayan dan beliau berfungsi sebagai penanam modal pasif.

    Demikianlah di akhir tahun ketika Kabayan mendapat juga enam juta rupiah, dia harus membayar 2,4 juta rupiah ke Abah Ontohod.
    Ilustrasi ini memang menyederhanakan beberapa hal, tapi esensinya tetap berlaku. Alternatif pembiayaan (financing) bagi hasil memiliki faktor biaya modal lebih tinggi ketimbang hutang. Semua mahasiswa manajemen/akuntansi akan menemui kenyataan ini di mata kuliah Manajemen Keuangan.

    Bisa kita katakan bahwa sistem ekonomi yang semua pertumbuhannya didasari oleh bagi hasil merupakan ekonomi berbiaya tinggi dengan tingkat pertumbuhan lebih rendah dibanding yang mengijinkan bunga bank. Meski sekilas sistem bagi hasil memberi kesan keadilan, sesungguhnya sistem ini memberi beban yang lebih berat kepada para wirausahawan yang membutuhkan modal tambahan.

    Sebagai bukti, suatu kenyataan pahit dialami oleh sebuah bank syariah di Bangladesh, IBBL (Islami Bank Bangladesh Limited) yang disebut sebagai "tidak mampu menyalurkan kredit bagi hasil sama sekali sejak bank itu didirikan" karena tidak ada tarikan dari pasar investasi... bank ini hanya bisa melakukan proses Musharakah (sebuah konsep yang Insya Allah kita bahas nanti), dan dicurigai sebenarnya semua bank Islam mengalami kendala yang sama.

    Soal perbankan Islam ini Insya Allah kita obrolkan nanti-nanti...
    Last edited by Alip; 21-05-2014 at 05:46 AM.
    "Mille millions de mille milliards de mille sabords!"

  15. #95
    pelanggan setia mbok jamu's Avatar
    Join Date
    Oct 2012
    Posts
    3,417
    Kalau bukan uangmu ya jangan dimakan, jangan dipakai, simple toh? Kalau ndak ngarep bunga toh ada current account untuk nyimpen duit tanpa dikenai bunga maupun bea bank. Yang penting ndak overdrawn. Ada pilihan debit card supaya ndak berhutang, kalaupun harus nggesek credit card ada pilihan tagihan dibayar lunas. Banyak pilihan di luar sana toh.

    Jangankan membungakan pinjaman, wong minjemin saja dianggap ngasih koq. Duitku lenyap ditelan waktu.

    Kalau sempat berbunga ya tinggal dikeluarken, banyak yang susah di luar sana. Ngomong-ngomong pada ngomongin bunga, tabungannya milyaran ya..

  16. #96
    pelanggan tetap Alip's Avatar
    Join Date
    May 2011
    Posts
    1,635
    Cuma lagi pada nyeruput teh anget aja koq, Mbok (I don't drink coffee)

  17. #97
    Quote Originally Posted by MooCying
    Contoh 1
    Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah: "Aku pergi ke rumah Nabi ketika Beliau sedang di Mesjid. Setelah Beliau menyuruhku sholat dua raka'at, Beliau membayar hutangnya padaku dan memberikan kelebihan (dari jumlah hutang tersebut)"
    IMO, contoh 1 diatas lebih tepat bila disebut Hadiah.
    Beda Contoh 1 dengan praktek rente oleh bank:
    •Jabir bin Abdullah tidak minta kelebihan atas pinjaman yang diberikan.
    •Sedangkan Bank, terang-terangan minta kelebihan atas pinjaman yang diberikan.
    Hadiah?
    klo hadiah mengapa dlm riwayat itu pemberiannya dikaitkan dng hutang-piutang?
    bukankah nabi nota bene seorang pedagang?

    contoh-2
    Mudharabah yang syar’i adalah: Misalkan
    seseorang memberikan modal Rp. 10 juta
    untuk modal usaha dengan ketentuan
    pemodal mendapatkan 50% atau 40% atau
    30% (sesuai kesepakatan) dari laba hasil
    usaha. Bila menghasilkan laba maka dia
    mendapatkannya, dan bila ternyata rugi
    maka kerugian itu ditanggung bersama
    (loss and profit sharing).
    Tentang loss and profit sharing
    emangnya klo bank non-syariah jika krediturnya mengalami kerugian dlm usahanya
    bank-nya tidak ikut menanggung kerugian? (kasus kredit macret)



    Quote Originally Posted by mbok jamu
    Kalau bukan uangmu ya jangan dimakan, jangan dipakai, simple toh? Kalau ndak ngarep bunga toh ada
    current account untuk nyimpen duit tanpa dikenai bunga maupun bea bank. Yang penting ndak overdrawn.
    Ada pilihan debit card supaya ndak berhutang, kalaupun harus nggesek credit card ada pilihan tagihan dibayar lunas.
    Banyak pilihan di luar sana toh.

    Jangankan membungakan pinjaman, wong minjemin saja dianggap ngasih koq.
    Duitku lenyap ditelan waktu.

    Kalau sempat berbunga ya tinggal dikeluarken, banyak yang susah di luar sana.
    Ngomong-ngomong pada ngomongin bunga, tabungannya milyaran ya..
    Ya tdk sesimpel itu mbok
    disini TS ingin berbagi wawasan/mendikusikan praktek perbankan
    mengapa ada yng dilabel bank syariah dan non-syariah
    itulah yng ingin ditelisik. Dimana gerangan letak perbedaan prinsipnya

    si mbok misalnya, punya kelebihan duit
    lalu berpendapat, daripada berhubungan dng bank akan terpapar riba (haram) nantinya,
    lebih baik dipinjamkan/membantu ekonomi lemah untuk modal usaha, tanpa ada embel-embel
    apapun (dibalikin sukur, gak dibalikin ya rapopo), sungguh itu keputusan yng mulia.

    btw
    pinjemin gw 2,000 USD dong mbok, kapan-kapan tak balikin klo ada
    itung2 buwat persiapan masa pension, mao buka usaha tambal ban tubeless neh





    [kabur ..... drpd ditimpuk bakiak]
    mbregegeg ugeg-ugeg hemel-hemel sak dulito

  18. #98
    Bunga bank halal atau haram ?

    Jawab nya PANJANG dan BERLIKU
    Masing-masing memiliki dasar hukum

    silakan dilanjutkan
    Gambang suling, ngumandhang swarane
    tulat tulit, kepenak unine
    uuuunine.. mung..nreyuhake ba-
    reng lan kentrung ke-
    tipung suling, sigrak kendhangane

  19. #99
    Quote Originally Posted by alfaromeo View Post
    Bunga bank halal atau haram ?

    Jawab nya PANJANG dan BERLIKU
    Masing-masing memiliki dasar hukum

    silakan dilanjutkan
    jadi blom ada kesimpulan bunga bank boleh (haram) atau tidak yah

  20. #100
    pelanggan tetap purba's Avatar
    Join Date
    Mar 2011
    Posts
    1,672
    Bunga bank bukan riba?

    Ada dua istilah di sini yg perlu diperjelas dulu. Pertama, bunga bank. Kedua, riba.

    Pengertian gampang dari bunga bank, seperti yg kita kenal sekarang, adalah penambahan nilai pinjaman yg harus dikembalikan pada bank atau penambahan nilai simpanan ketika diambil dari bank.

    Pengertian riba? Yg saya pahami adalah penambahan nilai pinjaman yg harus dikembalikan pada pemberi pinjaman.

    Ajaran Islam mengatakan riba haram. Bagaimana dgn bunga bank? Ya jelas haram. Lha bunga bank adalah juga penambahan nilai pinjaman yg harus dikembalikan pada pemberi pinjaman.

    Kenapa jadi dibuat sulit? Karena umat Islam yg hidup di jaman sekarang memaksakan diri utk menggunakan aturan jaman dulu. Seorang nenek memaksakan diri mengenakan pakaian ketika masih kanak-kanak. Itu hanya terjadi di panggung Srimulat utk sengaja sbg bahan tertawaan.


Page 5 of 13 FirstFirst ... 34567 ... LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •