Aku ingat napasmu
Yang menggelitik lembut tengukku.
Aku masih sangat merindukannya.
Aku ingat napasmu
Yang menggelitik lembut tengukku.
Aku masih sangat merindukannya.
Sendiri dan bertanya-tanya.
Apakah kamu sungguh-sungguh meaafkanku.
Senandung lagumu masih membuat gadis itu menangis. Pada sebuah kenangan bisu yang tersimpan rapi diceruk hati. Ada sebuah rasa nyeri dihati, sebuah rasa yang telah lama menjadi sahabatnya. Aku ingat bagaimana burung besi terbang di udara, membawamu kepadanya. Tergulung lautan kerinduan, dimana hanya mereka tahu kisahnya.
Namun aku tahu pada akhirnya, hanya segelintir cinta sejati yang beruntung hidup dan mati bersama. Sebab aku ingat bagaimana dia meninggalkanmu,aku ingat bagaimana kamu menghiba kepadanya.
Percayalah padaku,
ketika itu diapun menghiba kepadaku untuk membiarkan dia mati ketika meninggalkanmu.
Aku, hanyalah budak kata-kata.
makasih.. drop some poems yah...
Aku, hanyalah budak kata-kata.
Mungkin mudah bagimu untuk melupa, tapi tidak bagiku.
Sebab kamu telanjur memberi warna.
Kamu masih disana, kamu masih dihatiku.
Aku, hanyalah budak kata-kata.
Aku ingat ketika angin saling berkejaran.
Mereka berpelukan dan saling mencumbu.
Lalu pada senyap, mereka menyerahkan diri.
Kekasih,
aku bahagia kamu bisa menahan rindumu padaku.
Aku, hanyalah budak kata-kata.
Mungkin seperti itulah kasihmu padaku.
Mengingatku pada setiap detil yang aku sendiri lupa.
Kamu ingat hari, lekuk dan apa yang aku miliki.
Kamu pun ingat pada siapa aku ketika itu.
Jernihnya membuatku terpasung.
Sungguh aku tidak tahu,
Dimana saja kamu selama ini?
Aku, hanyalah budak kata-kata.
Aku cintai kau
seperti cahaya purnama
jatuh bergelayut di bibir gelas
bagai tarian angin yang mabuk
menyecerkan lukanya di tiap penjuru matamu
lekuk mu
tempat musim musim bersembunyi dari sunyi
---
Sabbe sattha bhavanthu sukhitatta.
Salahkah aku,
membiarkanmu memagut bibirku.
Merasuki diriku,
Dimana pada setiap sentuhan rindu terselip.
Salahkah aku,
Membiarkan diriku terhempas. pada gemuruhmu,
Yang menari. Dan menggila.
Hingga berakhir senyap.
Dan selalu, perih adalah rasa tertinggal.
Menikungku. menghujamku. Bersamaan.
Wajahmu masih tercetak dipelupuk mataku.
Memandangku dengan senyuman, yang terasa meluruhkan rasa hatiku.
Tubuhku, luluh lantak.
Aku tidak mengerti, tapi waktu mengatakan semuanya tak lagi sama.
Lama aku terdiam.
Penantian ini bernama sewindu. Pantaskah untukmu? Dan untukku?
Aku, hanyalah budak kata-kata.
Aku ingat sebait kisahmu tentangnya. Kamu membiarkan dia membawamu pergi. Pada terik hari itu. Dimana kamu dan dia tak berhasrat untuk berhenti. Lalu wajahnya mematri erat wajahmu. Aku melihat semu merah dipipimu, dan bibir keringmu yang bergetar. Terselip sebuah rasa yang kamu tak tahu namanya, namun terasa menggelitik hatimu. Lalu engkau terbang, pada suara-suara yang membawamu. Kamu melihat wajah-wajah diantara semilir angin, dan semua detil yang dikisahkannya padamu, adalah ceritamu. Ceritanya. Dan cerita ia. Hati kecilmu menjerit, dimana kamu selama ini. Dan menghitung waktu yang terbuang kala kamu mampu untuk kembali. Kau beranikan diri menatap mata itu. Tak kau temukan amarah, dan senyumnya menambah bebanmu. Pada terik hari itu. Kisah selanjutnya, tak lagi mampu kurangkai. Sebab ada rindu yang memberontak dan mendesak. Kamu mendengar senandung biru, yang membuat duniamu runtuh. Kamu bertanya pada detik-detik yang kau sesali, tentang kisah terik hari itu. Yang membasahi bibir dan meluruhkan belulangmu, dan menyisakan perih di relung hati.
Aku, hanyalah budak kata-kata.
Kekasih,
Sepertinya kisahmu benar tak mampu kuhapus.
Sebab kamu baru memulainya dengan babak baru.
berdosakah aku bila kini
kurindukan wangi hadirmu disini
berdosakah aku bila detik ini
senyummu masih membekas di hati
dan bayangmu pun selalu menari dalam imaji
kutakutkan bila tanpamu nanti
sepi kan menyulam hatiku
menghadirkan berjuta keresahan
dan mengubur semua mimpi indahku bersamamu..
Nagita,
Apa yang terjadi dengan dirimu?
Bukankah hatimu sekeras cadas,
Rasa sinismu bagai kepak sayap,
Yang menerbangkanmu jauh dari palungan.
Tapi hari ini,
Mengapa kamu menangis?
Hatimu memang sekeras cadas.
Walau tanpa air mata,
Aku tahu tetes air mata yang berlinang,
Tanpa suara.
Jarak membelah diri.
Sebuah angka yang dapat aku hitung.
Dua puluh satu ikat mawar
Untuk menebus 13 dosaku padamu.
Lalu kamu disini.
Sebuah sosok yang dapat aku sentuh.
Kubiarkan bulu matamu menelusuri wajahku.
Dan berhenti pada sebuah rasa yang dapat aku kecap.
Dan terasa manis.
Error. Lagi blank. Insipirasi mengalir tanpa batas. Semuanya tentang sebuah kesedihan.
Rasanya mayoritas puisiku sedih. Atau aku yang terlalu melow...
Rasanya, udah ribuan puisi aku tulis... Aku bisa jatuh cinta dan patah hati kapan pun aku mau. Segalanya menjadi lebih mudah ketika kamu dapat membelah diri. Novel "Daisyflo" sudah tamat, tapi karakternya masih menghantuiku. Kisahnya masih mengikutiku. Dan rasa cinta itu masih disana. Aku tidak percaya dia masih berkelip diantara binarnya yang lemah, sebab aku mengambil napasnya dari manusia-manusia yang pernah mengisi relung hatiku. Insipirasiku, menguap hari ini. Aku merasa nelangsa. Sebab hatiku sakit karena aku jatuh cinta. Pada manusia didalamnya.
Aku tidak mengerti. Rasa hatiku ingin meledak. Tapi aku harus menahan segalanya dan menuangkannya pada kata-kata, yang terasa sengau.
Aku, hanyalah budak kata-kata.
Namun pada akhirnya,
kata-kata adalah kekasih yang setia
untuk menerjemahkan setiap air mata.
Membuatku lupa
bagaimana menggunakan sebuah bahu untuk ditangisi.
Last edited by nagita; 30-09-2011 at 08:07 AM.
Aku diam.
Diam dan hanya diam.
Mencoba untuk menangis.
Atau berteriak.
Namun selalu hanya diam.
Yang menjawab seluruh keresahan hati.