Selamat Hari Kartini. Sekali setahun. Untung hari ini tidak ada anak-anak yang
merepotkan harus dicarikan kebaya untuk pawai.
Kenapa Kartini identik dengan kebaya sih ?
Kalau tidak lomba merangkai bunga dan sebangsanya.
Untuk zamannya, ia perempuan dengan pemikiran progresif namun
dengan nasib ironis : pejuang emansipan yang menjadi istri ke 4.
Selain gagasannya soal pendidikan perempuan, yang menarik buat saya
adalah kritisisme Kartini terhadap agamanya (dalam hal ini Islam).
Dulu saya punya buku Habis Gelap Terbit lah Terang. Salah satu keluhan
Kartini adalah betapa dia harus mempelajari Al Quran tanpa diberi pengertian
akan maknanya.
Saya mengutip dari wikipedia :
Ia mengungkapkan tentang pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak
ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan
saling menyakiti. "...Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi
berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu...
" Kartini mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi
kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan
Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah.
Saya mengagumi Kartini sebagai perempuan di eranya meski lebih kepengen menjadi
seperti abangnya, RMP Sosokartono yang menguasai 26 bahasa dan seorang wartawan
(meski kunderemp menyebutnya pengelola uang yang tidak begitu bagus, hari ini bersama
kunderemp dan seorang penulis buku, ngobrolin sosrokartono di status fb-ku)
Kartini mati muda, kalau tak salah usai melahirkan, 25 tahun. Andai ia berumur lebih
panjang, barangkali banyak gagasannya yang akan diperjuangkannya selain sekolah
Kartini yang dikelolanya.
Saya kerap berpikir, apakah Kartini secara tak langsung berjasa kepada saya atau
kepahlawanannya sekadar kebiasaan orde baru memahlawankan orang-orang ?
(ingat, dulu pernah ada perdebatan soal kepahlawanan kartini, salah satu kritik
terhadap pengangkatan kartini sebagai pahlawan adalah jawa sentris)