Page 4 of 6 FirstFirst ... 23456 LastLast
Results 61 to 80 of 107

Thread: Today's pick

  1. #61
    pelanggan setia TheCursed's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    3,231
    Quote Originally Posted by tuscany View Post
    Kamu lagi nasehatin siapa sih? Keknya kok ada yang dituju ...
    Pure 100% ranting, aja. Bener2 nggak nasehatin siapa2.
    Kejadian ini bener2 bikin gue ngerasa di back-stab dua kali. Apalagi kalo baca diskusi di forum2 luar.
    Pertama karena gue cowok, langsung di plang "ah, cowok, pendukung mysoginy, musuh perempuan"(bikin komen gue sola 'cowok juga bisa jadi target' muncul). Terus karena kejadiannya di negara yang meng-klaim dirinya negara Islam; kepercayaan gue jadi target serangan berikutnya.

    Dan gue nggak tau mau bela diri pake apa, karena fakta lapangan(yang paling ngetop) adanya kayak gitu.
    Semua argumen yang ajukan jadi terdengar kopong. Bahkan di telinga dan mata gue sendiri.
    Padahal, gue cuma bayangin kalo yang ngalamin itu entah anak, istri, adek, ibu, nenek, sepupu gue...
    Suffice to say, if something like that happened, naudzubillahi min dzalik... My clan. We have ways to make the culprit beg for death before the end. Not justice, just cold-blooded vengeance.

    terus dari diskusi di luar terlintas juga di kepala gue, betapa naif, kerap kali, frame berfikir profil orang2 yang bisa jadi korban.
    Maksud gue, banyak yang ngamuk2 "Cowok dong kendaliin otong-nya ?!"... well, yeah, it sounds good in theory. Tapi faktanya, selama manusia masih ada, ba$tardry itu nggak bisa di hindari karena itu bagian dari nature kita. Humanity is a ba$tard.

    So, yang terlintas di kepala gue, solusi prakstis dan cepat-nya apa ?
    Suddenly it hits me: Berhubung yang kita hadapi ini adalah predator, maaf, hewan. Kita handle kayak hewan juga.

    Kayak Meerkat, misalnya, selalu alert, berusaha berada dalam lingkungan yang terkendali(these little guys, bahkan punya unit sentry/spotters), kenali dan hindari situasi yang beresiko tinggi, rencanakan escape-strategy accordingly. Yang memunculkan komen gue soal 'jaywalking di perbatasan north-korea'. Actually, kontingen dari Turki, waktu gue liat mereka naik haji atau umroh, make strategy kayak gini. Selalu muncul bergerombol, ada beberapa orang yang selalu liat kiri-kanan, yang keliatannya bisa jadi target mudah di taroh di tengah rombongan.

    Atau kayak skunk dan platypus, yang selalu bawa easy-to-reach self-defense tools. Nggak ada salahnya bawa barang2 kayak zapper, papermace, atau push-dagger. Nggak perlu beli, tinggal buka youtube, bisa DIY, kok.

    Atau, kalo ngotot juga, "Kenapa harus kita yang ngalah ?! Suka2 gue dong mau kemana/ngapain aja !"... well, kalo gitu prepare yourself kayak Gajah dan Badak, intimidate by sheer size and muscles(itupun nggak lolos dari pemburu gading/cula. Humans. Ba$tard.), atau Wolverine dan Tazmanian Devil(dua2nya yang hewan, bukan tokoh fiksi) yang secara natural ax-crazy sampe makhluk lain males deket2 mereka(wolverine, segede kucing gemuk, di ketahui bisa ngebantai seekor moose, segede kerbau, dengan modal nekat), atau kayak Kura2 Aldabra, yang armored enough 24/7. Yang berujung ke komen gue soal Red She-Hulk dan Fiona. Yang satu huge and all-muscles, yang lain armed down to the panties with huge calibers. Both ax-crazy.

    So, now, capische ?
    A proud SpaceBattler now.

  2. #62
    pelanggan setia
    Join Date
    May 2011
    Posts
    4,952
    Iye pak, got it. Cuma semoga smiley saya yang diujung itu juga dibaca.
    *kagak nyangka bakal dijawab sepanjang ini

    Speaking of safety tools, dulu saya pernah diajarin sama instruktur self defense buat pegang kunci jika merasa nggak aman. It's very handy and could be destructive at the same time. Cukup buat ngasi shock beberapa saat dan merencanakan escape dalam situasi umum.
    There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.

    Everyone wants happiness, no one wants pain.

    But you can't make a rainbow without a little rain.

  3. #63
    pelanggan setia TheCursed's Avatar
    Join Date
    Apr 2011
    Posts
    3,231
    Quote Originally Posted by tuscany View Post
    Iye pak, got it. Cuma semoga smiley saya yang diujung itu juga dibaca.
    *kagak nyangka bakal dijawab sepanjang ini
    Sorry. Soalnya beberapa waktu lalu gue dalam diskusi juga di kasi smiley, yang ternyata tujuannya lebih sarcasm ketimbang beneran ketawa.
    So, untuk hal2 serius kayak gini, gue jadi selalu pasang mind-set serius aja, biar aman.
    Dan seprti gue bilang, beneran ranting.

    Speaking of safety tools, dulu saya pernah diajarin sama instruktur self defense buat pegang kunci jika merasa nggak aman. It's very handy and could be destructive at the same time. Cukup buat ngasi shock beberapa saat dan merencanakan escape dalam situasi umum.
    Yeah, itu bisa. Prinsipnya jadi sama dengan push-dagger.
    A proud SpaceBattler now.

  4. #64
    pelanggan setia
    Join Date
    May 2011
    Posts
    4,952
    Aku pernah dengar selintas bahwa bertambahnya jumlah gerai McD di suatu negara sekarang dipertimbangkan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas makanan, lanjut ke pengaruhnya terhadap pertambahan pengeluaran di bidang kesehatan. Secara umum convenient food tinggi kalori dan rendah nutrisi. Masyarakat kelas bawah di negara maju sangat tertolong dengan makanan ini karena terjangkau bagi mereka, sedangkan di negara berkembang tumbuh sebagai lifestyle berkat gedoran iklan bertubi-tubi.

    Sudah lama era itu berlalu, di mana rumah di perkotaan memiliki cukup lahan di kebun belakang atau depan atau samping, ditanami berbagai jenis sayur dan pohon buah-buahan yang menjadi sumber pangan segar. Jika ada sisa tanah, biasanya langsung disemen atau ditanami pohon yang punya fungsi dekoratif saja seperti pohon palem. Akibatnya, penduduk kota - dan sekarang lebih dari separuh penduduk dunia tinggal di kota - punya ketergantungan kronis terhadap apa yang disediakan oleh pihak lain. Beruntung jika memiliki pasar tradisional di lingkungan sekitar yang masih setia berjualan produk-produk segar. Namun kebanyakan kaum urban akan datang ke supermarket sebagai bagian dari ritual belanja rutin dan memenuhi isi keranjang dengan kaleng, kotak, bungkusan plastik. Atau jika ada yang dalam bentuk mentahnya biasanya produk impor. Produk segar lokal mulai jadi barang langka.

    Oleh karena itu ide tentang gerakan Urban Farming terdengar menjanjikan, walaupun bukan barang baru. Saat tak ada lagi lahan pribadi tersisa, maka alternatifnya adalah menanam produk pangan di lahan publik. Di taman umum, samping jalur pedestrian, pojok parkiran. Di US misalnya, sudah ada gerakan-gerakan sporadis inisiatif pemerintah untuk berkontribusi menahan penurunan tingkat kesehatan warganya melalui melalui program food forest, di mana pemerintah menanam berbagai jenis sayur, buah dan kacang di taman umum demi menyediakan makanan segar, gratis dan berlimpah. Atau dalam skala yang lebih kecil - dan aku suka idenya - adalah menanam labu, tomat, timun, dan lain-lain di halaman balai kota. Selesai berurusan di balai kota bisa membawa pulang melon gratis, misalnya.

    Ah...tapi itu kan di dunia lain, di mana kesadaran tentang nutrisi sudah sampai pada level komunitas. Belum lagi kalau ada moral hazard, main panen seenaknya seolah kebun sendiri. But it's a long way to go. Sebelum tiba di sana, ada banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah sini. Mendorong tumbuhnya pasar tradisional yang nyaman sudah merupakan langkah signifikan. Kalau pasarnya senyaman supermarket maka kaum urban yang mengerti pentingnya produk segar tapi malas datang ke sana karena becek dan jorok akan datang berbelanja. Permintaan meningkat maka suplai dari petani lokal harapannya juga meningkat. Spillover effect lainnya termasuk mengurangi ketergantungan impor, makanan yang lebih bernutrisi, sampah non organik berkurang dan mestinya masih banyak lagi.

    Satu langkah kecil di level individu yang bisa dilakukan adalah menanam bahan pangan sendiri. Kalo aku perhatikan, menanam cabe misalnya nggak susah-susah amat. Bisa ditanam di pot kalau nggak ada lahan, yang penting rajin disiram dan tidak kena panas langsung. Pernah di rumah ada tiga pohon cabe yang amat subur, saat harga cabe naik di pasar ibuku nggak tahu.

    Yang menurutku sekarang keren dan inovatif adalah Growbox. Cocok dengan gaya hidup modern yang praktis, ekonomis dan berwawasan lingkungan. Aku menunggu mereka mengembangkan variasi product line, bukan cuma jamur saja.

    There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.

    Everyone wants happiness, no one wants pain.

    But you can't make a rainbow without a little rain.

  5. #65
    Barista BundaNa's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Location
    Na...Na...Na
    Posts
    12,679
    Di belakang rumah awalnya juga disemen, karena tadinya buat budidaya tanaman hias dan burung perkutut. Sekarang semennya dibobol jadi bidang2 persegi buat tanam cabe dan tomat. Mau nyambel ga pernah repot

  6. #66
    pelanggan setia
    Join Date
    May 2011
    Posts
    4,952
    Sebenarnya mau bikin thread baru, namun berhubung yang pingin ditulis lebih dari dari satu topik jadi nyanggong di sini aja.

    Semuanya seputar makanan darurat kesayangan kita semua: mie instant, particularly yang bermerk Indomie.
    Baru-baru ini baca tentang Ramen Rater, situs pemeringkat mie instant seluruh dunia. Tiap hari si rater makan sebungkus mie instant ditambahi dengan sayur, daging dan telur. Kemudian dia menulis review di blognya. Ratingnya dari 0 sampe 5. Di berita ditulis bahwa sekarang dia bikin peringkat tanpa menyertakan partisipasi mie dari Taiwan. Soalnya dia pernah review mie dari Taiwan termasuk yang last ten, abis itu dibully sama orang-orang Taiwan. Padahal setelah aku cek, di daftar itu mie dari Taiwan masih peringkat ketiga ter enggak enak. Dua terbawah adalah mie dari China, dan yang dari China nggak segitu-gitu amat keknya menanggapi.

    Di daftar itu untungnya nggak ada mie dari Indonesia. Kalo ada pasti aku akan berjengit membayangkan kayak apa rasanya, dan langsung masuk black list. Pindah ke top ten, ada dua mie Indonesia nangkring:

    Peringkat lima - Indomie Curly Noodle With Grilled Chicken Flavour Special Quality Instant Noodles – Indonesia


    "The noodles are great – flat and broader than your standard Indomie noodles. Yes – they’re curly as well! The flavor is sweet and spicy with a little chick flavor. The broth adds another facet as the noodles aren’t dry but have a nice small amount of broth. Excellent – pure wonderful! 5.0 out of 5.0 stars."

    Peringkat tiga - Indomie Mi Instan Mi Goreng Rendang – Indonesia


    "Wow – this is great stuff! The noodles are chewy enough without being too chewy. The flavor is excellent – like a hot curry beef taste that works so well. I love it. This is one of those times when being the Ramen Rater is the best thing in the world. 5.0 out of 5.0 stars! I highly recommend this one! "

    Personal taste si rater tentu mempengaruhi reviewnya. Dan dia keliatannya suka yang berbumbu tajam, semakin berbumbu dan pedas semakin dia suka. Indomie yang cabe rawit juga masuk top ten mie terpedas. Padahal mie apa saja sebenarnya bisa sepedas itu tinggal tambahin aja cabe rawit segar. Pasti maknyus sekaligus megap-megap.

    Si rater mendapatkan semua mie itu dari beli dan dikirimi. Malahan ada yang dikirimi langsung dari PRnya Indomie. Mungkin yang versi nusantara, sekotak sekian rasa itu. Jadi dengan menyusutnya pangsa pasar domestik - masih leader tapi terus tergerus - bagus juga jika bisa berekspansi ke luar negeri. Apalagi dirating tinggi begini, PRnya mesti rajin-rajin kirim rasa baru biar cepat direview.

    Ngomong-ngomong soal Indomie di luar negeri, rasanya pernah ada iklan yang menceritakan cewek lagi di Italy sampe bela-belain ke Belanda buat beli Indomie doang. Segitunya banget, entah nyata atau scripted. Tapi yang jelas bukan script adalah curahan hati seseorang yang merasa dikibuli karena pengalamannya makan Indomie dipake buat iklan tanpa kompensasi.



    Kesian juga kalo baca curhatnya, udah mengharap yang gimana-gimana ternyata nggak dapat apa-apa. Tulisannya sendiri sangat inspiratif. Mulai dari harapan tingginya akan sesuatu ala Syahrini sampe ke keengganan Ford untuk minta maaf karena telah menyabotase temuan seorang Profesor.

    Balik soal ramen rater, baru minggu lalu dia mereview salah satu varian Indomie lagi - rasa gulai ayam pedas - yang diberinya rating 4,75. Di beberapa tulisannya dia wanti-wanti cara masak Indomie sedikit berbeda dengan mie dari negara lain, yang aku baru tahu. Mie dari Korea dan lainnya cukup disiram air panas, tidak seperti mie dari Indonesia yang rata-rata direbus 3 menit. Lucu juga membaca beberapa komentar orang-orang yang nekad memberi kuah pada mie goreng yang harusnya kering. Kalo bagiku sih sekedar nggak enak aja rasanya, tapi ada yang sampe sakit perut karena salah metode.

    So, akhirnya stok Indomie di lemari yang tidak tersentuh sejak hari pertama puasa akhirnya dibobol juga gara-gara ramen rater . Tadi abis makan Indomie rasa kari ayam. Syedap. Aku sih bukan penggila mie instant, tapi sesekali makannya itu yang bikin kangen.

    Ramen rater dikasi tahu tradisi internet di Indonesia. Tapi sebenarnya variasinya bisa lebih banyak lagi. Ditambah sawi, kecambah, tomat, jeruk, cabe rawit, saos botolan, kecap manis dll. Aku sendiri paling suka mie goreng yang diaduk dengan telor terus didadar. Yummy!
    There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.

    Everyone wants happiness, no one wants pain.

    But you can't make a rainbow without a little rain.

  7. #67
    pelanggan sejati ndugu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    7,678
    mie goreng yang diaduk dengan telor dadar itu maksudnya pizza indomie itu ya?
    kayanya saya pernah coba mie instant taiwan, biasa2 aja sih. menurutku masih enakan indomie kalo yang mau ada kuahnya, saya pilih mie instan korea.

    ada loh yang heran melihat kita masak indomie kering, mungkin mereka lebih terbiasa dengan mie instan berkuah ya. apalagi bumbu indomie kan niat banget, bisa sampe 5 jenis per paket

    ---------- Post Merged at 03:12 PM ----------

    oiya, mengenai bercocok tanam di daerah urban, saya sempat pengen nih beli produk seperti growbox juga, satu kotak yang sudah di'semai' spora jamur, dan bisa dipanen selama 1-3 bulan. cuman kuatir bosen kalo makan jamur terus tiap hari

    bole coba dilihat mengenai cara berkebun secara vertical (gantung) juga, yang ga pake tanah itu. cocok untuk yang tinggal di apartment.

  8. #68
    pelanggan setia
    Join Date
    May 2011
    Posts
    4,952
    mie goreng yang diaduk dengan telor terus didadar, gu...bukan diaduk dengan telor dadar
    Iya kadang disebut pizza mie sama orang-orang. Bisa juga sih digoreng sesendok-sesendok kayak bikin bakwan.

    Soal mie Taiwan, seleramu dan ramen rater sama dong
    Aku jarang coba2 rasa mie instant dari negara lain, ntar rasanya nggak jelas lagi. Kecuali yang tanpa bumbu it's oke. Oh ya, bukannya Indomie juga banyak yang variasi kuah? Kok larinya ke mie Korea?

    Kalo soal jamur, gampang atuh. Tiap muncuk dipetikin, masuk ke freezer. Jadi bisa dimasak kapan2, nggak harus tiap hari dimakan. Ummm...kamu punya freezer kan?

    Keknya pernah dengar tuh kebun gantung. Cuma belum mengeksplorasi lebih jauh. Yang sering liat sejauh ini baru kembang gantung.
    There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.

    Everyone wants happiness, no one wants pain.

    But you can't make a rainbow without a little rain.

  9. #69
    pelanggan tetap Hai_Lee's Avatar
    Join Date
    Jun 2011
    Posts
    830
    Indomie yang curly pernah bertahan di peringkat 1 tahun-tahun sebelumnya. Sepertinya sudah tergusur.

    Saya sendiri udah setahun ga makan indomie, tapi kalo sekali makan pasti langsung nagih

    Bukannya diluar varian Indomie yang banyak ditemukan yang goreng yah? Kata koko saya di Aussie cemilan mereka Indomie goreng

  10. #70
    pelanggan sejati ndugu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    7,678
    mie korea yang berkuah menurutku enak sih kadang juga makan indomie berkuah, tapi lebih jarang. tapi kalo yang goreng iya, lebih sering rasanya umumnya indomie goreng memang yang paling terkenal deh di LN. rata2 kalo ada orang asing yang tau, taunya ya yang goreng

  11. #71
    pelanggan tetap Hai_Lee's Avatar
    Join Date
    Jun 2011
    Posts
    830
    saya malah ga doyan korea punya. Rasanya menurutku aneh . kalo berkuah, saya paling suka Indomie kari ayam. Suka saya tambahin poached egg Dulu awal2 di Msia setiap sabtu jadwal makan indomie sama teman2 mereka walaupun cewek suka makan 2 bungkus. Saya pernah nyoba 2 bungkus, enek booo habis itu langsung sakit Jumbo aja gak kuat.

  12. #72
    pelanggan sejati ndugu's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    7,678
    ini 2 bungkus indomie kuah? wah, itu sih banyak tuh. pernah coba, dan memang kebanyakan kan ngembang tuh. tapi kalo indomie goreng ato yang laen yang kering, itu biasa makan 2 bungkus abis kan enak

    mie korea yang saya makan biasanya cuman yang merek ramyun itu (i think), soalnya kan pedes jadi udah pas lah gitu loh. biasa nambah telor dan ebi juga. mie jenis ini juga agak tebelen kayanya dibandingkan indomie, tapi biasa saya bikinnya al dente (undercook dikit), jadi masih ga terlalu ngembang dan masih firm teksturnya.

    sori tusc, nyampah di threadmu mengenai indomie

  13. #73
    pelanggan setia Fere's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Location
    Depan RSJ-KM
    Posts
    6,120
    ^
    ndugu nggak bisa jauh2 dari ebi..

    saya mah kalo mau makan mie instan gitu, bukan karena
    pengen ngerasain nikmatnya, tapi emang karena laper..

  14. #74
    pelanggan tetap Hai_Lee's Avatar
    Join Date
    Jun 2011
    Posts
    830
    Quote Originally Posted by ndugu View Post
    ini 2 bungkus indomie kuah? wah, itu sih banyak tuh. pernah coba, dan memang kebanyakan kan ngembang tuh. tapi kalo indomie goreng ato yang laen yang kering, itu biasa makan 2 bungkus abis kan enak

    mie korea yang saya makan biasanya cuman yang merek ramyun itu (i think), soalnya kan pedes jadi udah pas lah gitu loh. biasa nambah telor dan ebi juga. mie jenis ini juga agak tebelen kayanya dibandingkan indomie, tapi biasa saya bikinnya al dente (undercook dikit), jadi masih ga terlalu ngembang dan masih firm teksturnya.


    sori tusc, nyampah di threadmu mengenai indomie
    Biasa, Indomie apapun mereka bikin 2 bungkus

    Mie korea yang terkenal Shin ramyun. menurut saya ada bau chemical, dan mienya agak lembek. Tapi itu cobain pas masih kecil, habis itu ga pernah lagi

    ---------- Post Merged at 10:38 PM ----------

    Quote Originally Posted by Fere View Post
    ^
    ndugu nggak bisa jauh2 dari ebi..

    saya mah kalo mau makan mie instan gitu, bukan karena
    pengen ngerasain nikmatnya, tapi emang karena laper..
    tapi menurutku indomie masih ribet, perlu dimasak dulu. kalo ga ribet yah pop mie, cuma ga doyan

  15. #75
    pelanggan setia Fere's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Location
    Depan RSJ-KM
    Posts
    6,120
    pop mie, kayak makan mie mentah
    sambil minum aer anget..

  16. #76
    pelanggan setia
    Join Date
    May 2011
    Posts
    4,952


    Ini nih tas yang bikin kontroversi belakangan ini. Bukan Birkinnya Hermes atau atau Speedynya LV yang jadi tas sejuta umat para gold digger and social climber sosialita, tetapi Jennifernya Tom Ford. Sesungguhnya Tom Ford harus berterima kasih pada sales yang menolak untuk mengeluarkan tas ini dari kotak kaca atas permintaan Oprah. Secanggih apa pun trik marketing mereka, kapan ada yang hasilnya semantap ini? *teori konspirasi

    So, sekarang pengetahuanku nambah sedikit. Jadi Swiss bukan hanya surga bagi para penilep pajak kelas wahid tapi tingkat rasisme juga tinggi. Kalo nggak salah mereka juga menolak minaret, but let's go without it first. Selama ini kesannya negara-negara penerima imigran seperti Prancis, Inggris dan Jerman yang lebih terekspos kalau ada apa-apa yang sehubungan dengan rasisme sedang Swiss relatif adem ayem dengan kemakmuran ala tax havennya. Jadi rada mengejutkan dunia ketika Oprah membuka kisah ini dan mencoreng nama netral Swiss.

    On the other hand, otoritas Swiss baru-baru ini juga diberitakan sedang mencari cara untuk mengadili Hervé Falciani, seorang whistle blower ala Snowden di bidang finansial.

    ...he faces constant risk as the sole key to decipher the encrypted data — five CD-ROMs containing a list of nearly 130,000 account holders that may be the biggest leak ever in the secretive world of Swiss banking.
    Menarik sekali untuk melihat nama siapa saja yang ada di sana. Dan apa yang akan terjadi pada dunia jika seluruh nama dibuka, misalnya. *kepo jika ada nama berbau Indonesia di sana

    Pastinya Swiss nggak menyangka, lagi sibuk-sibuk ngejar whistle blower, eh ada tas mahal bikin kegemparan internasional.
    There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.

    Everyone wants happiness, no one wants pain.

    But you can't make a rainbow without a little rain.

  17. #77
    pelanggan setia
    Join Date
    May 2011
    Posts
    4,952
    Masa Jaman Normal

    Nama resminya yang diberikan oleh para penulis buku sejarah adalah jaman penjajahan Belanda. Sedangkan oleh kakek nenek yang berumur di atas 80 tahun, jaman itu disebut jaman normal, terutama pada periode sebelum tahun 1930an. Bisa dimengerti bahwa para penulis buku sejarah yang direstui oleh pemerintah memberi nama yang berkonotasi negatif, karena untuk mendiskreditkan pemerintahan yang lalu (Belanda). Dan Belanda yang tidak ikut menyusun buku sejarah Indonesia, tidak bisa membela diri. Seperti halnya dengan kata Orde Lama, bernada negatif karena nama itu adalah pemberian pemerintahan berikutnya (Orba) dan pada saat penulisan sejarah itu politikus Orla sudah disingkirkan habis-habisan pada saat pergantian rejim. Berbeda halnya dengan jaman Reformasi, walaupun ada pergantian rejim, nama Orba masih dipakai karena masih banyak anasir-anasir Orba yang bercokol di dalam Orde Reformasi. Jadi sulit nama Orba ditukar menjadi Orde Lepas Landas Nyungsep, atau nama yang konotasi negatif lainnya.

    Jaman penjajahan Belanda walaupun nama resminya berkonotasi negatif, kakek nenek kita menyebutnya dengan nama yang megah yaitu Jaman Normal. Seakan-akan Jaman Revolusi, Jaman Sukarno atau Jaman Orba, tidak bisa dikategorikan sebagai jaman yang normal. Memang demikian. Ciri Jaman Normal menurut mereka ialah harga barang tidak beranjak kemana-mana alias tetap. Hanya bapak yang kerja dan bisa menghidupi anak sampai 12 dan istri. Cukup sandang dan pangan. Gaji 1 bulan bisa dipakai foya-foya 40 hari (artinya tanpa harus menghemat, mereka masih bisa menabung). Dibandingkan dengan kondisi sekarang, ibu dan bapak bekerja untuk membiayai rumah dengan anak 2 orang dan masih mengeluhkan gaji yang pas-pasan.

    Merasa masih penasaran dengan tingkat kemakmuran masa itu, saya tanyakan kepada mertua, berapa harga rumah dan makan dengan lauk yang wajar. Harga rumah di Kali Urang 1000 Gulden. Makan nasi dengan lauk, sayur dan minum 0,5 sen. Dengan kata lain harga rumah dulu adalah setara dengan 200.000 porsi nasi rames. Kalau sekarang harga nasi rames Rp 10.000 dan dianggap bahwa harga rumah yang bagus di Kali Urang setara dengan 200.000 porsi nasi rames, maka harga sekarang adalah Rp 2 milyar. Kira-kira itulah harga rumah yang bagus di daerah itu. Jadi kalau rata-rata 1 keluarga terdiri dari 2 orang tua dan 10 orang anak dan bisa makan foya-foya selama 40 hari, pasti penghasilannya setara dengan 4,8 juta sampai 14,4 juta lebih, karena faktor foya-foya harus diperhitungkan. Ayah dari mertua saya adalah guru bantu. Gajinya 50 gulden per bulan atau setara dengan 10.000 porsi nasi rames. Jumlah ini mempunyai daya beli setara dengan Rp 100 juta per bulan uang 2007 (nasi rames Rp 10.000 per porsi). Dengan penghasilan seperti itu, istri tidak perlu kerja.

    Gaji pembantu waktu itu 75 sen per bulan atau setara dengan 150 porsi nasi rames. Berarti berdaya beli setara dengan Rp 1,5 juta uang saat ini.

    Kita bisa telusuri terus gaji-gaji berbagai profesi pada masa itu. Kesimpulannya bahwa daya beli waktu itu tinggi. Jadi tidak heran kalau jaman penjajahan dulu disebut jaman normal (artinya jaman lainnya tidak normal)....
    Kalo setajam silet bukan cuma slogan milik suatu acara infotainment, maka tulisan ini jelas ada dalam kategori tersebut. Tulisan lama ini (termasuk bagian keduanya) ternyata sangat relevan sampai kini. Di antara optimisme yang digembar-gemborkan dunia tentang prospek situasi ekonomi negara ini, adalah aneh ketika kita melihat ke dalam dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa masih banyak orang di sekitar kita yang, kalo istilahnya para motivator adalah: bertanya besok saya makan atau tidak ya? - pemilik dari bentuk pertanyaan paling rendah tentang daya tahan hidup.

    Jika pada zaman pendudukan Belanda masyarakat Indonesia memiliki daya beli yang lebih baik seperti dugaan penulis, apa yang terjadi selama kemerdekaan lebih dari 60 tahun ini? Kenapa setelah merdeka tingkat kemakmuran menurun? Jangan-jangan guyonan tentang kalimat di Pembukaan UUD 1945 itu sebetulnya benar, bahwa ...mengantarkan rakyat Indonesia di depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia ... berarti kita memang belum merdeka, baru sampai di depan gerbangnya saja hingga kini. Pilihan solusinya adalah Pembukaan diamandemen atau ...(males mikir).

    Bagian dua tulisan ini berbicara tentang inflasi. Sedikit berbau konspirasi, tapi tidak berarti salah. Saya sama awamnya dengan orang -orang lain mengenai inflasi, sehingga tulisan ini memperkaya perspektif dalam bidang kebijakan ekonomi pemerintah.

    Saya jadi ingat beberapa hal:

    Pertama, sejarah sering dikatakan sebagai kisah dari versi yang menang. Maka itu saya suka sejarah, karena sifatnya dinamis, selalu menyimpan ruang untuk mempertanyakan segala sesuatu yang diklaim benar. Meskipun sudah lama saya tidak menyentuh buku sejarah dan lebih suka baca novel saja, beberapa tahun lalu saya masih menyempatkan diri baca novel The Historian, tuntas dalam seminggu. *bangga

    Berkaitan dengan sejarah, agak mengejutkan juga bahwa konversi sederhana nilai emas dari tahun 1970 ke tahun 2000 hanya ada kenaikan 25 persen. I mean...WEW...kalau dirata-rata, berarti dalam 1 tahun pertumbuhan ekonomi kurang dari satu persen, dengan baseline tahun pertama yaitu 1970 (maafkan metode perhitungan saya yang kasar dan sederhana). Jadi economic boom yang dimulai tahun 1973 yang angka pertumbuhannya nyaris mencapai dua digit itu datang dari mana?

    Kedua, dari ketiga jenis kebohongan menurut Mark Twain statistics berada pada level tertinggi. Statistics nya sendiri, tidak seperti dua kebohongan lainnya, sebetulnya hanya alat. Tergantung dia ada di tangan siapa. Oleh karena itu saya percaya masyarakat perlu mendapatkan pendidikan practical statistics supaya tidak gampang dibohongi oleh angka-angka yang dikeluarkan pemerintah. Jangankan pemerintah, mahasiswa yang kepepet dengan tugas akhir akan gampang tergoda untuk "membetulkan" data supaya hasilnya sesuai harapan. Sayangnya, sampai sekarang saya belum melihat adanya usaha terintegrasi untuk memahami bersama kenapa data pemerintah dengan keadaan yang kita rasakan kok enggak nyambung. Pasti ada yang salah, kalo nggak keadaan yang kita lihat ya datanya. Kalo saya punya akses ke datanya, bakal saya bagi-bagikan kepada yang berminat menganalisa. *Snowden mode: on

    Ketiga, baru-baru ini seorang kenalan mencemaskan tingkat inflasi di Indonesia. Setelah baca tulisan di atas, saya sedikit bisa relate kenapa inflasi ini bagaikan hantu penghisap darah dan perlu dicemaskan. Tapi hantu ini resmi diciptakan pemerintah (baca: pemerintah mana saja, bukan cuma Indonesia) malahan diberi nama baru yaitu likuiditas supaya orang awam makin bingung.

    Saya hanya bisa relate dengan yang saya tahu, bahwa ekonom lebih suka mekanisme pasar karena di sana tercipta efisiensi. Pemerintah bukan ekonom alias banyak kepentingan politik, maka intervensi pemerintah seperti operasi pasar dan lain-lain dilakukan atas nama kesejahteraan. Nyatanya, operasi pasar mana sih yang membuat rakyat sejahtera? Jadi mulai sekarang saya akan bersikap kritis terhadap segala bentuk intervensi pemerintah yang kurang masuk akal, berbelit-belit dan tidak jelas outputnya.

    Keempat, justru yang paling kocak menurut saya adalah kisah tentang Cut Zahara Fonna. Sejarah memang cenderung punya bentuk circular.

    Bentar lagi tujuh belasan euy...kapan kita merdeka beneran ya?
    There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.

    Everyone wants happiness, no one wants pain.

    But you can't make a rainbow without a little rain.

  18. #78
    pelanggan setia
    Join Date
    May 2011
    Posts
    4,952
    Dari sebuah FB wall:



    Aku Tahu Gerakan Jenderal Soeharto dan tak mau ada perang saudara dinegeri ini
    -------------------------------------------------------------------------

    Menjadi seorang Presiden mungkin “tidak terlalu sulit,” tetapi menjadi seorang pemimpin negeri sangatlah tidak mudah. Meraih jabatan sebagai Presiden banyak ditopang oleh kematangan strategi politik, tetapi menjadi pemimpin sebuah negeri sangat membutuhkan kekuatan mental serta kesediaan sakit dan berkorban demi negeri serta rakyat yang dipimpinnya.

    Konsep sebagai seorang pemimpin besar telah ditunjukkan secara nyata oleh Presiden Soekarno dalam menyikapi langkah-langkah kudeta Jenderal Soeharto dan kroninya.

    TINDAKAN Soeharto menyelewengkan Surat Perintah 11 Maret 1966 sangat menyakiti perasaan Bung Karno. Sejumlah petinggi militer yang masih setia pada Sukarno ketika itu pun merasa geram. Mereka meminta agar Sukarno bertindak tegas dengan memukul Soeharto dan pasukannya. Tetapi Sukarno menolak.

    Sukarno tak mau terjadi huru-hara, apalagi sampai melibatkan tentara. Perang saudara, menurut Sukarno, adalah hal yang ditunggu-tunggu pihak asing—kaum kolonial yang mengincar Indonesia–sejak lama. Begitu perang saudara meletus, pihak asing, terutama Amerika Serikat dan Inggris akan mengirimkan pasukan mereka ke Indonesia dengan alasan menyelamatkan fasilitas negara mereka, mulai dari para diplomat kedutaan besar sampai perusahaan-perusahaan asing milik mereka.

    Kesaksian mengenai keengganan Sukarno menggunakan cara-cara kekerasan dalam menghadapi manuver Soeharto disampaikan salah seorang menteri Kabinet Dwikora, Muhammad Achadi.

    Komandan Korps Komando (KKO) Letjen Hartono termasuk salah seorang petinggi militer yang menyatakan siap menunggu perintah pukul dari Sukarno. KKO sejak lama memang dikenal sebagai barisan pendukung utama Soekarno. Kalimat Hartono: “hitam kata Bung Karno, hitam kata KKo” yang populer di masa-masa itu masih sering terdengar hingga kini.

    Suatu hari di pertengahan Maret 1966, Hartono yang ketika itu menjabat sebagai Menteri/Wakil Panglima Angkatan Laut itu datang ke Istana Merdeka menemui Bung Karno. Ketika itu Achadi sedang memberikan laporan pada Sukarno tentang penahanan beberapa menteri yang dilakukan oleh pasukan yang loyal pada Soeharto.

    Mendengar laporan itu, menurut Achadi, Bung Karno berkata (kira-kira), “Kemarin sore Harto datang ke sini. Dia minta izin melakukan pengawalan kepada para menteri yang menurut informasi akan didemo oleh mahasiswa.”

    “Tetapi itu bukan pengawalan,” kata Achadi. Untuk membuktikan laporannya, Achadi memerintahkan ajudannya menghubungi menteri penerangan Achmadi. Seperti Achadi, Achmadi juga duduk di Tim Epilog yang bertugas menghentikan ekses buruk pascapembunuhan enam jenderal dan perwira muda Angkatan Darat dinihari 1 Oktober 1965. Soeharto juga berada di dalam tim itu.

    Tetapi setelah beberapa kali dicoba, Achmadi tidak dapat dihubungi. Tidak jelas dimana keberadaannya.

    Saat itulah Hartono minta izin untuk menghadapi Soeharto dan pasukannya. Tetapi Bung Karno menggelengkan kepala, melarang.

    Padahal masih kata Achadi, selain KKO, Panglima Kodam Jaya Amir Machmud, Panglima Kodam Siliwangi Ibrahim Adji, dan beberapa panglima kodam lainnya juga bersedia menghadapi Soeharto.

    “Bung Karno tetap menggelengkan kepala. Dia sama sekali tidak mau terjadi pertumpahan darah, dan perang saudara.”

    Kalau begitu apa yang harus kami lakukan, tanya Achadi dan Hartono.

    Bung Karno memerintahkan Hartono untuk menghalang-halangi upaya Soeharto agar jangan sampai berkembang lebih jauh. “Hanya itu tugasnya, Hartono diminta menjabarkan sendiri. Yang jelas jangan sampai ada perang saudara,” kata Achadi.

    Menghindari perang saudara inilah sebagai wujud kecintaan Presiden Soekarno terhadap rakyat dan negeri ini. Pantang bagi Bung Karno meneteskan darah diatas negeri ini, apabila hanya akan ditukar dengan sebuah kekuasaan.
    Sejarah adalah milik yang menang. Itulah sebabnya negara butuh waktu hampir 70 tahun untuk mengakui bahwa Bung Karno adalah pahlawan nasional secara pribadi. Sekarang kriteria pemimpin (negara) versi saya jadi sangat sederhana: dia yang bisa memisahkan kekuasaan dari tujuan.
    There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.

    Everyone wants happiness, no one wants pain.

    But you can't make a rainbow without a little rain.

  19. #79
    pelanggan setia
    Join Date
    May 2011
    Posts
    4,952
    Top 10 most livable cities (unchanged in 2013 from 2012):

    1. Melbourne, Australia, 97.5

    2. Vienna, Austria, 97.4

    3. Vancouver, Canada, 97.3

    4. Toronto, Canada, 97.2

    =5. Calgary, Canada, 96.6

    =5. Adelaide, Australia, 96.6

    7. Sydney, Australia, 96.1

    8. Helsinki, Finland, 96.0

    9. Perth, Australia, 95.9

    10. Auckland, New Zealand, 95.7
    saus
    Melbourne kayaknya pantas lah jadi the most livable city. Dalam pandangan umum tentunya. Kejuaraan tenis bergengsi ada di sini. Seri MotoGP deket banget tinggal nyabrang. Museum, pertunjukan seni klasik, bangunan kuno, Victoria market, pertunjukan seni jalanan, grafiti... Tourist centrenya pas di Federation square yang asyik buat nongkrong. Pantesan teman-temanku kalo udah ke Melbourne nggak mau ke tempat lain lagi. Padahal dunia ini kan luas

    One day in Melbourne:
    Lagi jalan sendiri di downtown, terus terdengar percakapan dalam bahasa Indonesia. Mendongak ke depan, kayaknya memang orang Indo. Terus ada suara lain lagi. Noleh ke samping kiri kanan, percakapan Indo juga. Sekalian aja noleh ke belakang, orang Indo juga. Buset dah...ini Melbourne apa Jakarta sih? Nggak berasa lagi di luar negeri jadinya.

    Kalo aku prinsipnya masih sama. A place is only as good as the people you meet.
    Having said that, my most livable city is apparently somewhere else.


    Dan sebagus apa pun sebuah kota, aku berharap tidak terikat erat secara emosional sehingga saat jatah di sana habis perginya tidak berat.
    There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.

    Everyone wants happiness, no one wants pain.

    But you can't make a rainbow without a little rain.

  20. #80
    pelanggan setia
    Join Date
    May 2011
    Posts
    4,952


    Kreativitas memang penting, sepenting silet
    There is no comfort under the grow zone, and there is no grow under the comfort zone.

    Everyone wants happiness, no one wants pain.

    But you can't make a rainbow without a little rain.

Page 4 of 6 FirstFirst ... 23456 LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •