-
Kekasih,
Hari ini keping hati terasa meledak.
Aku tahu kata-kata adalah racun
Namun aku akan bertahan,
Sebab tiada bagian darimu
Yang ingin aku lupakan.
Namun kekasih,
Keangkuhanmu bagaikan belati
Menghujamku pada lukaku
Pedih tiada berperi.
Dan kini,
Aku patah hati.
Saatnya untuk pergi dan melupakanmu.
-
Sudah berkali kukatakan untuk berhenti!
Berhenti mengejar harumnya
Berhenti membauri waktunya
Berhenti mengikuti jejaknya.
Aku mohon,
Berhentilah melukai dirimu.
Berhentilah mengasihani dirimu.
Kamu bisa melaluinya,
Kamu akan melaluinya,
Seperti luka-luka yang lain.
Berhentilah,
Mendengarkan hatimu.
-
Pada setiap pagi yang menyapa
Ketika itulah rasa rindu memuncak.
Adakah kamu?
-
Sama seperti luka-luka yang lain,
kala tiba waktunya,
merekapun akan sembuh.
-
Rasa yang Tertinggal.
Malam itu adalah malam pertama dimana perisainya terasa retak. Dia berlari menyambut gerimis, mencoba untuk melarutkan kesalahannya. Aku melihatnya mencakari diri, seolah menguliti tubuh, meniadakannya dari beban hati. Namun tiada yang dapat mengembalikan perisai itu. Sebab laki-laki itu telanjur membauri hidupnya, dan mencuri hatinya.
Lalu, pada setiap helaan napasnya telah terselip namamu. Denyut nadinya kini, separuhnya milikmu. Kerinduan mulai menggodanya, sebab dia jatuh cinta. Aku melihat wajahnya bersemu merah, dan pelangi dimatanya cemerlang seperti matahari senja yang memabukkan. Aku telah lama menunggunya, bisiknya padaku. Aku turut berbahagia untuknya, sebab laki-laki itu mengingat semua detil kisahnya. Aku akan menyimpan rahasiamu, janjiku.
Aku ingat bagaimana dia mencoba melepaskan harum tubuhmu. Aku ingat bagaimana dia mencoba menghapus jejakmu, namun tiada daya yang dapat digenggamnya. Sebab kamu telah membaurinya, dan kamu adalah satu-satunya. Satu, yang mulai dicintainya. Namun tiada jawab untuk menawarkan keresahan hati, atau menghentikan malam dingin yang menusuknya bagai seribu jarum yang beracun. Kamu tidak pernah berhenti untuknya.
Kini kerinduan menyentak, membantainya tanpa rasa kasihan. Kesedihan telah menelannya perlahan-lahan. Dia telanjur takut untuk kehilanganmu. Sebab dia mulai mencintaimu.
Namun,
Kamu meninggalkannya. Sendirian. Dan terbantai.
Aku ingat belulangnya yang remuk, dan rasa hatinya yang terbakar. Aku ingat bagaimana dia menghiba kepadamu. Aku ingat bagaimana pagi menerkamnya, dan mencabut rusuknya satu persatu. Aku ingat bagaimana napas saling berkejaran dan sebuah kecupan yang terasa begitu manis.
Kamu tetap meninggalkannya.
---------- Post added at 02:44 PM ---------- Previous post was at 02:05 PM ----------
Sejak hari itu,
Aku tak lagi melihat bias pelangi yang berkilau pada matanya. Namun aku tahu dia tetap mengasihimu, dengan sepenuh hati.
---------- Post added at 02:48 PM ---------- Previous post was at 02:44 PM ----------
Ketika aku mencintaimu,
Detik itu jantungku berdetak untukmu.
-
Kekasih,
Aku melihat sebaris harum yang terlepas
Dan memecah indah diudara.
Milikmukah?
-
Tara,
Aku tahu kamu sanggup melakukan semua hal untuk seseorang yang kamu cintai. Percayalah, akupun sanggup.
Babak Alexander, Novel Daisyflo. (Coming soon Dec 2011)
-
Aku akan mencintaimu,
untuk hari ini atau esok.
Selama aku masih bernapas,
aku akan mencintaimu.
Selama aku masih merindu,
aku akan mencintaimu.
Selama aku sanggup untuk terluka,
aku akan mencintaimu.
Pada setiap helaan napasku,
aku akan mencintaimu.
Untuk hari ini, esok atau tahun yang akan datang,
aku akan mencintaimu.
Hingga kamu hidup bersamanya,
melewati malam bersamanya,
tersenyum untuknya,
berbinar untuknya,
berkorban untuknya,
membagi semua detik dan jiwamu bersamanya,
Aku akan selalu mencintaimu.
-
Kembali pagi.
Pagi yang sama.
Pagi yang menerkam.
Kembali rindu.
Kembali sepi.
-
Rindu menyurut.
Sepi terisi.
Rasa cinta memudar.
Surut.
Aku dapat kembali tersenyum.
Hari ini saja.
---------- Post added at 05:04 PM ---------- Previous post was at 04:59 PM ----------
Aku akan jatuh cinta
Mencintaimu
Patah hati
Merindukanmu
Untuk tiga puluh satu hari. Saja.
Tidak lebih,
Tidak kurang.
Selebihnya,
untuk waktu-waktu yang akan datang
Mencabut rusukmu dari tubuhku
Memecut diriku menghapus jejakmu.
-
Kembali pagi.
Pagi yang sama.
Meneriakkan badai di hati.
Kembali pilu.
Pilu yang sepi.
Kembali sunyi.
---------- Post added at 09:49 AM ---------- Previous post was at 09:45 AM ----------
Aku menghitung setiap pagi.
Yang membuatku takut melewati hari.
Pagi yang menyiksa.
Pagi yang sakau.
-
Dahaga. Dahaga aku akan pelukmu. Harum tubuhmu mulai meracuniku. Menyusupi otak, mengaburkan logika. Aku ingin terbang kepadamu. Memeluk. Mencumbu. Menuangkan dahaga jiwa. Aku rindu dirimu. Aku ingin cintamu. Gila. Terasa gila. Berhentilah. Aku tak mampu terus berlari. Jika aku sendirian. Aku tak mampu terus mengejarmu. Sambil membaluti luka.
Berhentilah untukku. Biar kutatap senyummu. Kali ini saja. Sebelum cinta ini membunuhku. Hari demi hari.
-
Hampir satu bulan.
Tiga ratus satu hari yang menyiksa.
Tiga ribu satu hari yang penuh dahaga.
Aku akan menunggu hingga rasa cinta ini pudar.
-
Satu bulan.
Tiga ratus satu hari yang menggurita.
Tiga ribu satu hari yang berjelaga.
Selama itu aku terus bertanya
Apakah hatimu terbuat dari batu?
-
Sia-sia.
Mencintaimu dengan sia-sia.
-
Aku ingat saat cinta saling melebur
Lalu tiada lagi dua, melainkan satu.
Kamu tetap meninggalkannya.
Kini dia berharap pikirannya mengapur
Karena hatimu membatu.
Cintamu telah membunuhnya.
-
Kembali pagi.
Pagi yang selalu menggoda,
Pagi yang liar.
Akan kemanakah kamu hari ini?
-
Separuh hatiku mulai memberontak,
separuh logikaku mulai menggeliat.
Aku akan menatap hari dengan penuh keyakinan,
dan bahwa aku tidak pantas menangis untukmu!
-
Aku ingat bagaimana aku mengelus wajah manusia itu, yang membuat para lelaki bubar bagaikan butiran pasir yang buyar. Wajah itu sangat kenyal dan halus, seperti kulit bayi yang merona. Para manusia adam menyudutkanku dengan berbagai pertanyaan seberapa waras otakku sebagai seorang hawa, sebab aku baru saja mengelus pipi seorang hawa. Aku berkata bahwa aku masih dapat mengenali nama, dan membaui harum yang aku inginkan. Aku sangat-sangat waras. Kami perempuan, kami saling mengasihi.
Ada kalanya aku berkumpul dengan para lelaki yang akhirnya membicarakan hubungan asmara antara dua anak manusia. Mereka mengatakan padaku tubuh perempuan yang mereka dambakan. Aku ingat bagaimana serunya aku menimpali lekuk tubuh seorang perempuan dan beberapa hal yang indah ketika kamu melukisnya pada sehelai kertas. Mereka memandangku dengan tatapan mata melotot seolah-olah aku adalah keajaiban yang mustahil. Apa kamu sadar? Tanya mereka. Kamu baru saja menjabarkan lekuk tubuh seorang perempuan dari sudut pandang seorang laki-laki. Kata mereka. Dan kamu perempuan. Hanya seorang perempuan yang mengerti seperti apa perempuan, kataku. Mereka kembali menghela napas dan mungkin lega (?) karena aku masih seorang perempuan yang waras.
Tapi aku ingat hari itu. Hari dimana dia tahu hatiku begitu keras dan menjadi batu. Sebuah hari yang membuatnya sadar hatiku terbelah paksa sebab aku telanjur membenci kaumnya. Aku memaksa diriku untuk jatuh cinta. Pada perempuan itu.
-
Pudar. semakin berkilau.
lalu akan terberai pada angin.
Namamu,
tinggal kenangan.
Kisah kita,
hanya akan aku yang ingat.