PDA

View Full Version : kriteria memilih sekolah



cha_n
28-03-2013, 06:37 PM
saya lupa dah pernah ada atau tidak ya.
tapi dari pada Oot di thread orang. mending ngungsi ke sini ajalah.
jadi, apa saja kriteria teman2 disini ketika atau kalau nantinya memilih sekolah buat anak2

Nowitzki
28-03-2013, 08:40 PM
pertama: metode pengajaran dan kurikulum
kedua: biaya
ketiga: jarak dan transportasi
ketiga: catatan kriminalitas sekolah (tawuran, perploncoan, narkoba, dkk)

Ronggolawe
28-03-2013, 10:38 PM
kekeke...

TK Anggrek :)
SDN di depan rumah
SMPN dalam radius 2km
SMAN 28, 8 Jakarta atau SMAN 1, 3 Bandung

UI28, ITB28, Harvard28, MIT28 :)

234
29-03-2013, 01:14 AM
Kualitas. Cara paling simpel adalah dgn cara melihat track record kualitas murid2nya baik yg masih belajar syukur2 sudah ada lulusannya, baik secara prestasi akademis maupun perilakunya. Semakin tinggi jenjangnya (preschools->SD->SMP->SMU->dst) biasanya semakin mudah menilainya.

Biaya. Pahami kemampuan diri dan tentukan plafon yg bisa dijangkau lalu sesuaikan dgn standard kualitas (poin 1) yg diinginkan, syukur2 bisa dapat yg relatif murah dibawah plafon. Perlu dicatat, jgn lupa memperhitungkan faktor berapa anak yg (sedang dan akan) di sekolahkan. Semakin sedikit anak, apalagi tunggal, akan semakin longgar peluangnya, sebaliknya semakin banyak mesti lebih pinter2 memprediksikan ke depannya,...jgn sampe salah perhitungan yg bisa memberatkan dapur ato lebih buruk lagi si bungsu mesti "berkorban" menjadi sekolah ala kadarnya atau si sulung harus "dikaryakan" (sekolahnya ndak tuntas krn terpaksa harus bekerja untuk membantu biaya pendidikan adik2nya). Pengalaman orang2 jadul yg jumlah anaknya bejibun, keberhasilan pendidikan anak2 BIASANYA ditentukan oleh berhasil tidaknya kakak2nya. Bagiku ini ndak fair (curcol anak sulung yg gagal menjadi panutan adik2nya). ::elaugh::

Kalo soal kriteria menurutku hanya dua itu aja. Poin pertama (soal kualitas) bisa dijabarkan lebih rinci lagi faktor2nya, relatif disesuaikan standard dan target masing2.

Kalo soal target, bagi saya cukup bisa mengantarkan anak2 sampe ke jenjang S1 dalam tanggungan biaya sepenuhnya dan se-adil2nya bagi ketiga anakku. Selebihnya, saya hanya bisa bantu dgn doa. [meditasi]

Kalo soal pilihan dan cita2...: :) (Saat ini anak ke-1 co kelas 3 SMPN 2 Depok, ke-2 ce kelas 3 SD swasta Depok, ke-3 co kelas 1 SD swasta Depok)

Anak-1: SMAN 1 Jogja -> UGM/ITB/UI
Anak-2: SMPN Depok -> SMAN Jogja -> UGM/UI/ITB
Anak-3: SMPN Jogja -> SMAN Jogja -> ITB/UI/UGM

Alternatif-2:
Anak-1: SMAN 2 Depok -> UGM/ITB (UI dicoret)
Anak-2: SMPN Depok -> SMAN Depok -> UGM/UI/IPB
Anak-3: SMPN Depok -> SMAN Jogja -> ITB/UGM/UI

(Duh jadi ngebayangin pensiun tinggal di Jogja puas2in main catur, main kartu dan pit2an... Aamiin.) ::cabul::

:ngopi:

cha_n
29-03-2013, 01:16 AM
itu sih bukan kriteria om ronggo

untuk paud dan sd aku bakal mempertimbangkan jarak sebagai faktor utama.
ga mau yang jauh2. kasihan capek di jalan.
setelah itu masalah biaya dirasionalkan dengan kurikulum nya.
adek saya sekolahnya di sd kampung. semeja duduk bertiga kuliahnya itb teknik kelautan.
jadi menurutku sih bukan patokan sekolah mahal jadi sukses secara akademis.
aku lihat secara mental, rasa solidaritas dan peka terhadap lingkungan malah jadi tinggi karena sekolah di sana.

selain itu seperti ajaran ortu dari dulu, ga dapat sekolah negeri ya ga sekolah.
akan saya terapkan untuk jenjang s1.
harus melihat gimana kondisi anak juga.
lihat minat bakat dia. jangan dipaksa. kalau memang secara akademis mampu s1 (indikator mampu di sini adalah mampu masuk sekolah negeri) maka sekolahkan. kalau ngga berarti arahkan ke bidang lain sesuai minat bakat.

untuk s1 di indonesia aja deh. selanjutnya baru gimana anak mau.

tuscany
29-03-2013, 01:23 AM
UI28, ITB28, Harvard28, MIT28 :)

Emang hipotek gunung singgalang dihargai berapa om? :))

Ronggolawe
29-03-2013, 07:24 AM
Emang hipotek gunung singgalang dihargai berapa om? :))

kekeke...
ngga tahu gw, tapi siapa tahu ada kandungan
emas yang lebih besar dari gunungnya Freeport :)

---------- Post Merged at 06:24 AM ----------


itu sih bukan kriteria om ronggo

sebenarnya sih kriteria gw simple saja...
bagaimana si anak bisa bersekolah dalam suasana
lingkungan pergaulan yang akrab, terutama dari te
man-temannya dulu yang tidak ada karakter mem-
bully...

selanjutnya kita arahkan saja agar anak kita minimal
punya sedikit jiwa kepemimpinan, sedikit inisiatif, se
hingga bisa menjadi personal yang mewarnai lingkung
an, bukan terbawa arus.

dan gw setuju, untuk ukuran TK dan SD, memang ha
rus mengambil lokasi yang dapat kita pantau, sehingga
kita bisa melihat langsung, apakah TK dan SD nya sesu
ai dengan harapan kita dalam mendukung tumbuh kem
bang psikologi anak.

Harapan gw tentunya, setelah SD, maka si anak sudah
punya jiwa kepemimpinan, inisiatif dan kritis yang cukup
untuk dilepas lebih jauh, disini SMPN dan SMAN berkuali
tas boleh jadi pegangan utama, soal jarak sudah boleh
menjadi prioritas ke sekian :)

Alip
29-03-2013, 12:55 PM
... yang gurunya bukan alien dan kurikulumnya tidak dirancang untuk alien :-)

BundaNa
30-03-2013, 04:23 PM
faktor belajar agama juga penting...kan banyak sekolah agama yang harganya terjangkau, kurikulumnya masih kurikulum nasional dan anak mengikuti, urusan jarak di Blora sih gampang, kemana2 masih kena lha 10-15 menit naek motor kalau nganter, si kakak entar kelas 3 SD juga bisa berangkat sekolah naik sepeda::hihi::

Kalau udah ke jenjang S1, itu sih gimana ortu bisa mengarahkan anak sejak dini, jadi anaknya tau dia mesti sekolah kemana kalau jadi guru misalnya....gak perlu mikir ketinggian ke sekolah luar negeri, biar itu jadi buah dari arahan sejak dini ortu, sakit kalau jatuh -_-

Alip
01-04-2013, 07:51 AM
Lucu, dalam hal kriteria saya lebih banyak "jangan"-nya...

Kualitas;
Jangan sekolah yang terkenal karena lulusan yang berkualitas tinggi. Kebanyakan cuma omong kosong. Kalau murid yang masuk pintar, ya sekolahnya dodol sekalipun lulusannya tetep banyak yang bagus. Lebih baik cari sekolah dengan rasio guru-murid yang kecil, dengan begitu siswa mendapat perhatian yang pantas.

Jarak;
Jangan yang jauh, apalagi sampai keluar pulau...

Harga;
Jangan yang mahal. Self explanatory ::hihi:: saya nggak punya cukup duit buat masukkin anak-anak ke sekolah yang melafalkan namanya saja susah...

Keterlibatan;
Jangan memasukkan anak ke sekolah yang mengambil alih seluruh waktu anak. Sebagian besar waktu anak harus sama orang tua-nya dulu.

Agama;
Jangan yang pelajaran agama-nya dominan. Saya pilih sekolah sekuler dengan muatan pelajaran agama standar, nggak mau memasukkan anak ke sekolah yang namanya saja sudah berbahasa arab, latin, atau hindi.

purba
01-04-2013, 06:19 PM
Agama;
Jangan yang pelajaran agama-nya dominan. Saya pilih sekolah sekuler dengan muatan pelajaran agama standar, nggak mau memasukkan anak ke sekolah yang namanya saja sudah berbahasa arab, latin, atau hindi.

Nah ini baru kriteria brilian. :)

cha_n
01-04-2013, 06:22 PM
@om alip.
alasannya apa dan itu untuk jenjang yang mana?

ndableg
01-04-2013, 06:23 PM
Cari yg deket rumah.

ndableg
01-04-2013, 06:27 PM
Agama;
Jangan yang pelajaran agama-nya dominan. Saya pilih sekolah sekuler dengan muatan pelajaran agama standar.

Setuju.. kalo pelajaran agama tugasnya ortu. Kecuali ortu ga beragama, kepengen anaknya beragama.

BundaNa
02-04-2013, 04:50 PM
ada hal2 yang mungkin belum dikuasai bener sama ortu masalah agama.....gwe sih anak gwe dua2nya masuk sekolah agama, lumayan yang tadinya gagap jadinya ikut belajar sambil ngajarin anak2nya....gak ada ruginya, biayanya juga gak mahal....sekolah itu kan cuma 30-20% menyumbang ke kepala anak anak, selebihnya ortu yang mesti menyumbang ke kepala anak....kalau kapasitas ortu cuma 80% ke anak berapa coba? kalau ada sekolah agama, kan lumayan bantu2 ortu biar nambah 100%

Alip
03-04-2013, 08:58 AM
Nah ini baru kriteria brilian. :)
Ada gula ada semut, kalo ada tema sekuler mendadak muncullah eyang Purba, DUERRRR...!!!! <dengan visual effect asap belerang dan petir menyambar-nyambar... guruh bergema ke mana-mana... eng...ing...eeeenngggg....>
::ngakak2::


@om alip.
alasannya apa dan itu untuk jenjang yang mana?
Yang mana? Ada beberapa "jangan" di atas. Secara umum sih untuk jenjang dasar menengah...


Setuju.. kalo pelajaran agama tugasnya ortu. Kecuali ortu ga beragama, kepengen anaknya beragama.
Banyak kasus begitu dan bukan hanya di bidang agama... anak dipaksa les musik padahal ortunya yang kepingin...


ada hal2 yang mungkin belum dikuasai bener sama ortu masalah agama.....gwe sih anak gwe dua2nya masuk sekolah agama, lumayan yang tadinya gagap jadinya ikut belajar sambil ngajarin anak2nya....gak ada ruginya, biayanya juga gak mahal....sekolah itu kan cuma 30-20% menyumbang ke kepala anak anak, selebihnya ortu yang mesti menyumbang ke kepala anak....kalau kapasitas ortu cuma 80% ke anak berapa coba? kalau ada sekolah agama, kan lumayan bantu2 ortu biar nambah 100%

Yah aslinya sih memang bagaimana kita menyikapi apa yang kita sebut sebagai agama. Bagi saya ilmu agama bukanlah hapalan kitab-kitab atau ujaran-ujaran, bukan pula hapalan hukum-hukum yang disebut sebagai diturunkan oleh Tuhan. Agama bagi anak-anak adalah kemampuan mereka untuk disiplin dalam bersikap, tenggang rasa, empati, dan menjadi bagian dari kemanusiaan secara keseluruhan, bukan menjadi bagian dari suatu elit pemikiran tertentu (group think). Dalam hal ini anak-anak belajar dari perilaku orang tua, guru, dan lingkungannya, yang tentu saja tidak bisa diukur secara persentase. Bagaimanapun juga agama adalah keberpihakan, buktinya Bunda tentu memasukkan anak-anak ke sekolah sebangsa Al-Azhar, bukannya Santa Maria atau Kolose St. Joseph?

Jika kelak anak-anak tertarik mempelajari perdebatan para petinggi agama tentang Tuhan dan pendapat mereka tentang Tuhan maunya apa, dus adu dalil adu syariat, biarlah itu terjadi ketika kemampuan kognitif mereka sudah cukup berkembang dan sudah mampu menelisik latar belakang datangnya suatu penafsiran, termasuk sudah mampu pula mengakses literatur yang sesuai.

Nowitzki
03-04-2013, 12:14 PM
Iya, aq cenderung sama kayak um alip sih, mencari sekolah yang lebih netral ketimbang "golongan tertentu". Dan itu lebih ke pilihan kami berdua sebagai orang tua.
Soalnya, bapakqu pernah cerita, ketika dia dulu masuk MI, gurunya mengajarkan bahwa agama Islam adalah yang terbaik. Maka, darah selain Islam itu halal. Mungkin itu cuma oknum, tapi aq jadi ngeri aja.

Lagian, di sekolah negeri, kemungkinan si anak untuk berinteraksi dengan anak dengan latar belakang SARA yang berbeda kan lebih besar, jadi dia bisa belajar untuk menerima orang lain walaupun berbeda. Untuk masalah agama, mungkin nanti ada les mengaji saja. Belum lagi, Babehnya udah siap kalau2 nanti Ara mau berdebat soal fiqih sama dia hehehehe.


OOT dikit,
Untuk soal les tambahan gimana? Apa yang menurut kalian juga penting?
Ada seorang teman kantor yang mengharuskan anakanya ikutan KUMON, sebosan dan sebete apapun anaknya, gak boleh berhenti dari les itu. Tapi untuk les2 yang lain, anaknya boleh milih terserah si anak.

Aq dah pernah ngebahas ini dengan hubby, kami setuju, kayaknya Ara perlu belajar musik, bukan untuk serius2 amat sih, cuma untuk melatih hearing dan nada. Ara sendiri kayaknya sudah ada minat dengan musik, melihat bagaimana dia suka main2 dengan tuts piano dan juga bermain nada dengan xylophone.
Yang kedua, kayaknya kami juga pengen Ara belajar nari, untuk melatih keluwesan dan juga kuda2. Soalnya, Ara anak cewek, nantinya dia akan butuh belajar martial arts sebagai bekal dia bertahan di kota ini. So, les tari kayaknya bakal jadi basic yang bagus (Tari tradisional khususnya)

cha_n
03-04-2013, 02:13 PM
semua les seni kayaknya mau aku cobain ke anak terserah minat ke mana. les pelajaran ntar aja kalau udah gede. lagian udah dapat pelajaran di sekolah.

Alip
03-04-2013, 03:07 PM
Nah, soal les... itu salah satu yang saya lihat waktu milih sekolah... saya pilih sekolah yang punya kemampuan untuk membuat anak tidak perlu les di luaran. Waktu itu saya wawancarain guru-guru di SD-nya si kakak, saya cek kemampuan bahasa Inggris dari guru bahasa Inggrisnya, pemahaman matematik dari guru matematika-nya, termasuk pemahaman agama dari guru agamanya. Kemampuan guru keseniannya juga penting, dia termasuk yang paling lama saya wawancarain....

Saya nggak mendorong anak untuk les materi yang sudah masuk kurikulum nasional, itu seharusnya sudah bisa ditangani oleh sekolah. Buat saya kumon is a waste. Untuk apa memberi anak kemampuan matematika yang lebih unggul dari kurikulum atau teman-teman sebayanya? kadang-kadang itu cuma untuk pemenuhan ego orang tua.

Tapi kalau ada hal-hal yang menarik minat anak-anak, saya gak segan untuk menjejalkan mereka ke sana, bahkan seandainya mereka cuma bertahan dua tiga minggu lalu tertarik ke hal lain lagi. Saat ini si adik sedang senang-senangnya les balet, sedangkan si kakak sedang hobi berenang. Kepingin aja memberi mereka pengalaman sih, nggak perlu jadi ahli, sekedar pernah mencoba aja sudah cukup memberi mereka wawasan.

cha_n
03-04-2013, 03:21 PM
wawasan itu yang penting.
paling ngga mengenalkan. kalau ga tertarik dikeluarkan saja nanti.

mau les renang tapi mayan mahal

Ronggolawe
03-04-2013, 03:25 PM
mau les renang tapi mayan mahal
kenapa ngga ayahnya saja yang ngajarin? :)

Alip
03-04-2013, 04:16 PM
mau les renang tapi mayan mahal

Sebenernya ini juga gak sengaja dan keterusan... dulu waktu kami berangkat haji, dua anak itu dititipkan ke Eyang mereka di Kediri. Lalu atas inisiatif pamannya, dimasukkan-lah si kakak ke klub renang setempat yang bayarannya cuma 50 ribu sebulan dua kali seminggu (harga Kediri gitu loh). Begitu kami jemput ternyata anaknya sudah ketagihan, malah sempat menang lomba segala...

Jadi deh balik ke Bogor terpaksa ngeluarin ongkos lebih mahal supaya si kakak bisa nerusin hobbi-nya... ::arg!::

---------- Post Merged at 03:16 PM ----------


kenapa ngga ayahnya saja yang ngajarin? :)
Setujuuuu... sekalian kegiatan ayah sama anak perempuannya...

atau ibunya yang ngajarin... ::bye::

BundaNa
03-04-2013, 06:31 PM
Iya, aq cenderung sama kayak um alip sih, mencari sekolah yang lebih netral ketimbang "golongan tertentu". Dan itu lebih ke pilihan kami berdua sebagai orang tua.
Soalnya, bapakqu pernah cerita, ketika dia dulu masuk MI, gurunya mengajarkan bahwa agama Islam adalah yang terbaik. Maka, darah selain Islam itu halal. Mungkin itu cuma oknum, tapi aq jadi ngeri aja.

Lagian, di sekolah negeri, kemungkinan si anak untuk berinteraksi dengan anak dengan latar belakang SARA yang berbeda kan lebih besar, jadi dia bisa belajar untuk menerima orang lain walaupun berbeda. Untuk masalah agama, mungkin nanti ada les mengaji saja. Belum lagi, Babehnya udah siap kalau2 nanti Ara mau berdebat soal fiqih sama dia hehehehe.


OOT dikit,
Untuk soal les tambahan gimana? Apa yang menurut kalian juga penting?
Ada seorang teman kantor yang mengharuskan anakanya ikutan KUMON, sebosan dan sebete apapun anaknya, gak boleh berhenti dari les itu. Tapi untuk les2 yang lain, anaknya boleh milih terserah si anak.

Aq dah pernah ngebahas ini dengan hubby, kami setuju, kayaknya Ara perlu belajar musik, bukan untuk serius2 amat sih, cuma untuk melatih hearing dan nada. Ara sendiri kayaknya sudah ada minat dengan musik, melihat bagaimana dia suka main2 dengan tuts piano dan juga bermain nada dengan xylophone.
Yang kedua, kayaknya kami juga pengen Ara belajar nari, untuk melatih keluwesan dan juga kuda2. Soalnya, Ara anak cewek, nantinya dia akan butuh belajar martial arts sebagai bekal dia bertahan di kota ini. So, les tari kayaknya bakal jadi basic yang bagus (Tari tradisional khususnya)

pengalaman saya sih emang minim, tapi saya gak pernah menemukan di buku teks agama sekolah naomi yang menghujat agama lain dan mengagungkan agama islam secara berlebihan....kebanyakan bicara akhlaq, dengan dalil sederhana tentu....aqidah juga bicara tentang asmaul husna dan sifat wajib Allah yang lebih ke arah maha pengasih. Memang ada kata dosa, tapi lebih pada kata kalo gak sholat, kalau gak puasa dan kalau gak menyayangi sesama. Juga ibadah-ibadah yang sederhana, yang jujur saja, saya sering terlewat ngajarin ke anak-anak karena saya merasa gak mampu kalau jadi super mom, ngajarin semua padahal kapasitas saya terbatas.

Biasa aja, gak ada yang menyeramkan seperti itu di SD Muhammadiyah dan TK Insan Amanah Blora....gak tau ya tempat lain ;)

Siapa bilang sekolah negeri atau umum terlepas dari SARA. Mulut ortu justru racun...temen yang china dan non muslim habis diketawain akrena menyekolahkan anaknya di sekolah negeri, bahkan pihak sekolah sampe tanya 2x apa bener temen mau nyekolahin anaknya di sekolah tersebut? di textbook kagak SARA, prakteknya gedhe banget tuh::hihi::

Di sekolah Naomi ada anjangsana lho, anak2 berkunjung ke tempat ibadah agama lain dan saya terbantu dari pihak sekolah menerangkan dengan alam berpikir mereka tentu, tentang adanya agama lain di sekitar mereka dan anak-anak harus saling menghormati. Itu sih pinter2nya ortu bisa bersikap, gak langsung tendensius sekolah agama berlebihan::hihi::

@Om Alip: ya iyalah saya gak masukin anak2 ke sekolah agama lain, karena mereka mengajarkan tata cara ibadah agama lain...yang ada bukan ngajarin toleransi tetapi membingungkan anak -_-

mengenai les, dari PG saya udah masukin Naomi ke tempat sanggar musik, tari dan lukis, rontok semua begitu masuk TK B karena dia lebih berminat dengan jarimatika. Saya gak tau tentang adiknya, mungkin begitu aktif PGnya saya mulai mengenalkan ke sanggar lagi, seperti kakaknya dijajal semua.

Sekarang Naomi sudah merengerk-rengek minta les bahasa inggris, karena pengen bisa ngobrol sama anak-anak temen yang di luar negeri, tapi masih saya pending karena beban belajarnya masih belum bisa diakalin

Nowitzki
03-04-2013, 09:33 PM
iya, aq pengen ara belajar renang, tapi kayaknya ntar kuajarin sendiri aja. Untuk piano juga ntar bakal diajarin bapaknya. Tinggal les tari aja.

Alip
03-04-2013, 10:38 PM
@ Bunda,

Kita sudah mengenal sekolah semacam Muhammadiyah sejak dulu, yang sebenarnya adalah sekolah umum. Begitu pula sekolah semacam PSKD, Mardi Yuwana, dan Regina Pacis yang berwawasan kebangsaan meskipun berada di bawah yayasan keagamaan. Saya memuji semangat Romo Mangun almarhum yang menyarankan pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah kristiani tersebut

....tapi di sini saya menemukan kasus-kasus yang berbeda. Memang bukan pengagungan Islam secara berlebihan atau penghujatan atas agama lain, tapi beban ajar agama buat saya terlalu berlebihan. Saya berkunjung ke dua franchise sekolah agama yang populer, dan menemukan anak-anak belajar sampai pulang sore karena ada ekskul ikro dan hapalan Qur'an, serta berbagai macam materi agama lainnya. Gurunya bangga ketika anak-anak kelas tiga SD sudah hapal Al-Baqarah, tapi bagi saya itu adalah penindasan atas kebahagiaan anak.

cha_n
04-04-2013, 04:07 AM
kenapa ngga ayahnya saja yang ngajarin? :)

oh kalo gitu si ayah disuruh les renang dulu biar bisa ngajarin

BundaNa
04-04-2013, 08:38 AM
@om Alip: itu kan lagi-lagi pinternya ortu memilih sekolah (meskipun ada label sekolah agama) yang sevisi sama orang tua. Di SD Muhammadiyah pun beban belajar agamanya lebih banyak daripada di SD negeri, yaitu untuk kelas 1 ada 7 jam belajar (1 jam belajar=35 menit) tapi muatannya lebih banyak ke akhlaq dan tauhid setau saya. Ada BTA yang memang khusus hapalan juz amma dan membaca iqro (lho, TK saja kita udah ngajarin anak ngaji, masak iqro aja gak mau di sekolah?), tetapi cuma 1 jam belajar dalam 1 minggu.

SD negeri sekarang pun ketika mayoritas muridnya muslim, saya sudah menemukan, sekolahnya memberi muatan hapalan asmaul husna dan surat2 juz amma yang lebih panjang sebagai mata pelajaran muatan lokal, di sekolah si sulung malah cuma ngajarin asmaul husna gak lebih dari 10, tidak seluruhnya.

Ketika pengajuan peraturan diadakannya mata pelajaran agama disesuaikan dengan yang dianut siswa untuk sekolah-sekolah dibawah naungan yayasan beragama, yang paling kenceng menolak bukannya sekolah dibawah yayasan katolik ya? -_-

Alip
04-04-2013, 10:17 AM
@bunda,
Betul, akhirnya pintar-pintarnya orang tua memilih sekolah yang sevisi, dan sayangnya dari yang saya kunjungi belum ada yang satu visi dengan saya :-) misalnya ketika saya tanya, boleh gak anak saya gak pakai jilbab, jawab mereka itu adalah bagian dari seragam dan pembiasaan untuk anak...jadi deh sekolah itu saya coret.

Saya tidak berusaha membela sekolah katolik, tapi saya paham bahwa waktu itu mereka kesulitan memasukkan kurikulum agama Islam karena struktur manajemen yang terpusat, sedangkan sekolah non-katolik yang saya tahu sudah punya guru agama Islam. Saya sendiri belajar di salah satu sekolah itu dan sama sekali tidak ada kebingungan, cuma toleransi saja. Akibatnya saya sendiri tidak keberatan memasukkan anak ke sekolah kristiani, tapi kenapa tidak yang sekuler saja sekalian?

Saya tidak menggeneralisir sekolah agama, jadi tidak sembarang sekolah yang memasang embel-embel SDIT langsung saya coret. Saya kunjungi mereka baik-baik dan setelah nyata kami tidak sejalan, baru saya coret. Sayangnya di sekitar rumah semuanya tidak sejalan... padahal elit dan mahal :-(

BundaNa
04-04-2013, 08:49 PM
^SDIT emang mahal...kesannya eksklusive::hihi::

aya_muaya
07-06-2013, 09:08 AM
Kebetulan, kakak ipar (kakaknya istri kakak saya), punya yayasan dan mengelola PAUDIT sampai SDIT..

Dan karena di desa (gunungkidul), masih lumayan terjangkau menurut saya dibandingkan di semarang misalnya, itu saja PAUDnya setiap hari masuk, dengan uang gedung yang sama, di semarang masuk hanya beberapa hari dalam seminggu.

Uang gedung dan lain lain, total untuk dua semester 1,5jt dan bulanan 205rebu, itu aja setiap hari dapat snack (jajanan) dan makan siang. Kalau si anak gak mau makan, dibawain pulang ke rumah.

Jadi, atas pertimbangan itu saya memilihnya...

BundaNa
07-06-2013, 09:21 AM
Kebetulan, kakak ipar (kakaknya istri kakak saya), punya yayasan dan mengelola PAUDIT sampai SDIT.. Dan karena di desa (gunungkidul), masih lumayan terjangkau menurut saya dibandingkan di semarang misalnya, itu saja PAUDnya setiap hari masuk, dengan uang gedung yang sama, di semarang masuk hanya beberapa hari dalam seminggu. Uang gedung dan lain lain, total untuk dua semester 1,5jt dan bulanan 205rebu, itu aja setiap hari dapat snack (jajanan) dan makan siang. Kalau si anak gak mau makan, dibawain pulang ke rumah. Jadi, atas pertimbangan itu saya memilihnya... sebulan 205 ya? sekolah nadhira cuma 60rb sebulan, dgn uang gedung utk selama dia sekolah sana 350rb, uang seragam 300rb, perlengkapan pendidikan 1 thn 150rb, uang gedungnya msh bisa dicicil lho, sama uang pendaftaran 40rb ::hihi::

aya_muaya
07-06-2013, 10:07 AM
Iya bun, sama, bisa bisa dicicil juga...
Kalau saya perhatikan sih bun, 205sebulan itu udah murah... Melihat berapa yang didapat si anak, guru2nya, dan kelebihan2 lain yang ada di paud IT tersebut. Terlebih punya "keluarga" sendiri.. (ړײ )hehehehe...

60rebu sebulan, dapat makan siang ama snack juga bun senin-sabtu ? Hebat juga sekolahnya ya bun.. .

---------- Post Merged at 09:07 AM ----------

Oiya, mungkin karena punya keluarga sendiri, jadi gak eman keluar duit lebih banyak karena percaya pemanfaatannya gak bakal disalah gunakan. InsyaALLAH malah lebih bermanfaat...

Beda kali ya kali ya kalau semisal itu tempat pendidikan yang saya gak kenal sama sekali, mungkin bakal seselektif um alip...