PDA

View Full Version : Moacir Barbosa dan Kenangan Kelam Piala Dunia 1950



Kingform
28-03-2013, 10:16 AM
http://l.yimg.com/bt/api/res/1.2/jeKscXkaIe4TfYZVnscc0g--/YXBwaWQ9eW5ld3M7cT04NTt3PTYwMA--/http://l.yimg.com/dh/ap/default/130326/moacir_barbosa_getty_piala_dunia_1950.jpg



"30 tahun adalah hukuman penjara paling lama di Brasil. Tapi saya seperti dipenjara selama 50 tahun"

Kata-kata itu keluar dari seorang pria tua di hari ulang tahunnya yang ke-79 pada 27 Maret 2000. Dengan nada sedih, ia menyesali kesialan yang harus ditanggungnya selama 50 tahun. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya dengan menerima sanksi 'moral' dari rakyat Brasil. Setengah abad ia habiskan hidup dalam 'pengasingan'. Pria itu bernama Moacir Barbosa.

Akhir dekade 1940-an merupakan masa keemasan Vasco Da Gama. Mereka sukses memenangkan tiga gelar Liga Brasil dan satu gelar Campeonato Sul-Americano de Campeões (sekarang Copa Libertadores). Moacir Barbosa adalah salah satu anggota generasi emas Vasco tersebut. Tubuhnya tidak terlalu tinggi (174cm), dan ia tidak pernah menggunakan sarung tangan. Dan atas prestasinya bersama Vasco tersebut, ia menjadi orang Afro-Brasil pertama yang menjadi andalan Timnas Brasil.

Tahun 1949 adalah masa keemasan Barbosa di tim nasional. Kemenangan 7-0 atas Paraguay di play-off membawa Brasil merengkuh gelar Copa America ketiganya. Ketika itu, sistem kompetisi Copa America adalah sistem liga di mana seluruh tim bertemu dan gelar juara ditentukan di klasemen. Kemenangan itu membuat optimisme rakyat Brasil dalam menyambut Piala Dunia 1950 membumbung tinggi. Selain karena faktor tuan rumah, mereka juga amat yakin dengan kualitas timnasnya.

Hingga akhirnya hari itupun tiba. 16 Juli 1950. Hari yang akan selalu diingat sebagai tragedi nasional. Hari ketika banjir air mata terjadi di stadion raksasa, Maracana. Air mata 200 ribu rakyat Brasil yang ingin menyaksikan timnya juara Piala Dunia untuk pertama kali di negeri sendiri. Tapi apa daya, Brasil gagal mempertahankan keunggulan. Setelah winger Albino Friaça membawa Brasil unggul di menit ke-47, bintang Peñarol, Juan Schiaffino menyamakan kedudukan di menit ke-66. Namun, tragedi baru terjadi 13 menit setelah gol Schiaffino.

Alcides Gigghia, winger mungil kelahiran Montevideo sukses melewati kawalan Bigode di sayap kanan. Sesaat kemudian, ia langsung mengirimkan tembakan langsung jarak jauh ke gawang Brasil yang dikawal Barbosa. Yang terjadi adalah Barbosa terdiam melihat bola meluncur ke gawang, karena ia berpikir Gigghia akan mengirim umpan silang, bukan tembakan langsung.

Hanya 11 menit sebelum pertandingan usai dan mimpi rakyat Brasil musnah. Mereka harus rela menyaksikan Uruguay berpesta di katedral sepak bola mereka. Dan dari duka mendalam rakyat Brasil tersebut, harus ada satu nama yang dikorbankan untuk menjadi pesakitan. Mereka memilih Barbosa. Penjaga gawang yang tidak bergerak saat gol kemenangan Uruguay meluncur masuk ke gawang Brasil. Penjaga gawang berkulit hitam itu harus menjadi kambing hitam.

Setelah kejadian itu, karir Barbosa tidak pernah kembali ke puncak sampai akhirnya ia pensiun sebagai pemain di usia 42 tahun. Kemudian, ia bekerja sebagai salah satu staf administrasi Stadion Maracana. Barbosa bekerja di sana selama 20 tahun. Setelah pensiun bekerja di Maracana, ia pindah kembali ke Sao Paulo.

Barbosa terus mengalami penolakan. Termasuk di tahun 1993, ketika Timnas Brasil sedang menjalani pelatnas untuk menghadapi Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat, Barbosa berinisiatif untuk berkunjung. Akan tetapi, oleh pelatih kepala Mario Zagallo ia dilarang untuk menemui para pemain. Alasannya, agar tidak membawa nasib sial.

Pada tahun 1997, istri yang sudah dinikahinya sejak 1947, Clotilde, meninggal dunia karena kanker. Kematian Clotilde membuat Barbosa hidup sebatang kara karena ia tidak memiliki anak maupun sanak saudara. Di penghujung hidupnya ini, Vasco da Gama akhirnya mendengar cerita soal salah satu legendanya ini. Pihak manajemen Vasco akhirnya memutuskan untuk memberi santunan sebesar £700 setiap bulannya. Sampai ajal menjemputnya di tahun 2000, ia bertahan hidup dan menyewa flat dari santunan ini. Dan ketika ia meninggal, ia nyaris tidak memiliki harta sama sekali.

27 Maret 2013 akan menjadi hari ulang tahun Barbosa yang ke 92 seandainya beliau masih hidup. Sejarah memang tidak akan pernah bisa diubah. Apa yang diterima Barbosa dari rakyat Brasil rasanya bisa menyentil kita semua tentang bagaimana seharusnya kita memperlakukan orang yang berjasa kepada kita.

Ada dua pelajaran kontras yang bisa kita ambil dari sini, yakni tentang bagaimana rakyat Brasil memperlakukan Barbosa dan bagaimana Vasco da Gama memperlakukan pahlawannya di masa silam.
Kiranya, cerita ini bisa menjadi bahan perenungan bagi seluruh insan olahraga, khususnya sepak bola di Indonesia. Apakah kita sudah memperlakukan pahlawan-pahlawan kita dengan seharusnya?



“Lihat dia. Dialah yang membuat seluruh negeri Brasil menangis". Kesedihan terbesar Barbosa bukan ketika Gigghia mencetak gol, tetapi ketika ia mendengar kata-kata ini diucapkan oleh seorang wanita kepada anaknya 20 tahun setelah Piala Dunia 1950.

"Saya tidak bersalah, saat itu ada 11 pemain di lapangan" – Kata-kata ini diucapkan Moacir Barbosa suatu hari kepada temannya sambil menangis.

saus (http://id.olahraga.yahoo.com/blogs/arena/moacir-barbosa-dan-kenangan-kelam-piala-dunia-1950-052005865.html)

itsreza
28-03-2013, 10:31 AM
poor barbosa, legenda yang dianggap kelam, tidak dapat
menikmati hidup dan hingga akhir hayatnya merasa dihakimi
orang lain :(

Kingform
28-03-2013, 12:14 PM
sisi kelam dari negara yang masyarakatnya sangat menyukai sepakbola
mereka ga bisa memaafkan kesalahan seorang pemain di final PD. padahal sepakbola adalah permainan tim, bukan perorangan.

Fere
28-03-2013, 06:04 PM
Jadi inget Becks, dulu selepas PD 98 dia dicaci maki dan bahkan diancam mau digantung. Tapi
musim berikutnya dia malah berjaya dan sukses membawa United juara Liga Champions untuk
kedua kalinya setelah terakhir mereka juara pada tahun 1968.. ::up::

Kingform
29-03-2013, 12:17 AM
becks levelnya cuman perempat final....
kalo ini kan final fer....jadi tuan rumah pula. negaranya sekelas brazil pula....

btw, sebagai kiper, gw pernah kebobolan gol yang mungkin prosesnya mirip barbosa
kiper ngiranya lawan mau crossing, eh ternyata bolanya malah masuk gawang. kalo udah kayak gitu kiper emang cuman bisa bengong...lha wong emang ga nyangka kok

noodles maniac
29-03-2013, 08:38 AM
Sedih ya ceritanya... ::nangis::

Gak adil banget buat si Barbosa sampe dikucilkan begitu. Bertahun-tahun lho hanya karena kejadian kebobolan di final piala dunia. Sanksi moralnya melebihi seorang kriminal tuh bahkan dah kayak seorang yang murtad dari agamanya. :(

itsreza
29-03-2013, 12:33 PM
mbah shankly aja sampe bilang gini

"Some people believe football is a matter of life and death,
I am very disappointed with that attitude. I can assure you
it is much, much more important than that."

Neptunus
29-03-2013, 04:09 PM
Gila cuy! Jadi kiper ga pernah pake sarung tangan? ::jempol::

Fere
30-03-2013, 01:49 AM
becks levelnya cuman perempat final....
kalo ini kan final fer....jadi tuan rumah pula. negaranya sekelas brazil pula....
Meski cuman level perempat final, tapi beritanya lebih mendunia king..

Sori, bukan bermaksud ngebandingin mereka berdua, cuman sekedar ngasih contoh saja,
kadang seseorang yang hari ini dicaci-maki besoknya malah jadi hero..


mbah shankly aja sampe bilang gini

"Some people believe football is a matter of life and death,
I am very disappointed with that attitude. I can assure you
it is much, much more important than that."
Andres Escobar, gara2 bikin own goal ketika melawan Amerika di PD 94, besoknya pas
lagi nongkrong di resto, langsung diberondong dengan tembakan hingga tewas..

itsreza
30-03-2013, 07:00 AM
Iya escobar miris banget. pemain yang dicaci tapi jadi pahlawan itu Suarez
waktu handball di world cup, dicaci seluruh dunia, tapi dianggap pahlawan
gara-gara dia, pertandingan dipaksa tos-tosan pinalti dan uruguay menang.

noodles maniac
30-03-2013, 07:27 AM
Kok pas kejadian yang ini si Mursyid Effendy gak diteror laiknya Escobar ato pun Barbosa ya... ;D


5. Gol bunuh diri Mursyid Effendy, vs Thailand 2-3, Piala Tiger 1998
Untuk menghindari tuan rumah sekaligus favorit Vietnam di semi-final, Indonesia dan Thailand 'menolak' menang pada pertandingan terakhir babak penyisihan Grup A. Kedua tim sudah dipastikan lolos ke semi-final, tetapi hasil imbang saja sudah cukup bagi Thailand untuk menempati posisi runner-up dan terhindar dari laga melawan Vietnam. Ketidakseriusan memuncak usai jeda. Indonesia memimpin dua kali sebelum selalu disamakan Thailand. Puncaknya, pada menit ke-90 Mursyid Effendi melesakkan bola ke dalam gawang sendiri! Thailand menang 3-2 dan berhadapan dengan Vietnam di semi-final. Ketua Umum PSSI Azwar Anas menyambut kepulangan timnas di bandara dan sambil berlinang air mata menyatakan pengunduran diri karena insiden memalukan itu.

Sumber (http://sangsuporter.blogspot.com/2012/04/sejarah-timnas-indonesia-terburuk.html)