PDA

View Full Version : Kapan Seorang Anak Sudah Boleh Diperkenalkan Pada Kekerasan?



kandalf
18-03-2013, 12:37 PM
Penasaran aja.
Melihat berita2, aku agak cemas mengingat anakku perempuan.
Jadi tanpa sepengetahuan ibunya,
aku biasanya sengaja mengajak putriku yang baru 2 tahun, nonton film yang ada adegan berkelahi.

Contoh:
1. The Raid (adegan Jaka vs Mad Dog, adegan drug lab -- sengaja yang tidak pakai pisau dan senjata tajam);
2. Superman IV (adegan Superman vs Nuclear Man di bulan);
3. dokumenter Kungfu Quest (RHK - ditayangkan di National Geographic) episode Taijiquan;
4. dokumenter Kungfu Quest (RHK - ditayangkan di National Geographic) episode gulat Mongol.

Nah,
tetap saja ketahuan ama Bundanya dan aku selalu diomeli.
Menurut Bundanya, Ara belum saatnya diperkenalkan pada kekerasan.

Padahal,
kalau lihat di koran-koran, kekerasan itu sudah menimpa anak-anak sejak usia dini.

Jadi mulai kapan kah anak sebaiknya diperkenalkan pada kekerasan?

noodles maniac
18-03-2013, 12:48 PM
Menurut gw pas SD. Soalnya pas umur-umur segitu anak dah mulai bawel nanya-nanya. Penasarannya timbul. Lu sebagai ortunya harus kasih penjelasan&pengertian. Jadi kesimpulannya Ara mo lu suruh ikut ekskul apa? Tarung Drajat? Hehehe :cengir:

BundaNa
18-03-2013, 01:03 PM
diperkenalkan olah raga keras atau kriminalisme? Kalo olah raga keras sih udah dari TK dikasih liat...kalau kekerasan yang sifatnya membully, berantem fisik, gak usah dikenalin juga kepapar terus di depan matanya, tugas ortu ya cuma mengcounter

---------- Post Merged at 12:03 PM ----------

diperkenalkan olah raga keras atau kriminalisme? Kalo olah raga keras sih udah dari TK dikasih liat...kalau kekerasan yang sifatnya membully, berantem fisik, gak usah dikenalin juga kepapar terus di depan matanya, tugas ortu ya cuma mengcounter

kandalf
18-03-2013, 01:34 PM
Usia 2 tahun kan masih dalam lindungan orang tua.
Tapi nanti pas TK kan pasti udah mulai ada yang nge-bully.
Trus nanti ada Om-om aneh.

Dulu sih, zaman waktu kecil cuma dapat nasehat hati-hati ama orang tak dikenal, jangan terima makanan / permen gratis dari orang gak dikenal.

Tapi kayaknya zaman sekarang gak cukup.
Makanya, ada keinginan ngajarin anak untuk melawan mulai dari usia dini jadi kalau ntar usia TK atau SD ada yang macam-macam, Ara sudah siap mental dan fisik.

@Nudel:
Ekskul sih mendingan nari atau piano.
Latihan berantemnya mending di rumah aja.

BundaNa
18-03-2013, 01:53 PM
diperkenalkan tidak harus lewat tv ato pilem IMO...bisa pas jalan2 taunya ada anak2 yang nyeret2 kucing, kasih tau itu gak boleh dll gitu

Dulu pas PG sama TK kalau naomi lapor abis dibully temennya saya cuma bsia jawab, jauhi itu orang dan berdiri dekat bu guru. Pernah sih kasih saran, kalau kamu dipukul, balas pukul...tapi abis itu yang mukul Naomi malah nangis meraung2 setelah dibalas Naomi dan justru naomi yang dianggap nakal::hihi::

Saya masih sampe sekarang kasih saran ke naomi untuk menjauhi mereka yang doyan membully...kalau udah kepepet boleh dilawan atau bilang ke guru::hihi::.

kandalf
18-03-2013, 02:47 PM
diperkenalkan tidak harus lewat tv ato pilem IMO...bisa pas jalan2 taunya ada anak2 yang nyeret2 kucing, kasih tau itu gak boleh dll gitu

Kalau Ara sih kalau udah mukul2, melempar2 barang, pasti kami omeli.


Pernah sih kasih saran, kalau kamu dipukul, balas pukul...tapi abis itu yang mukul Naomi malah nangis meraung2 setelah dibalas Naomi dan justru naomi yang dianggap nakal::hihi::

Saya masih sampe sekarang kasih saran ke naomi untuk menjauhi mereka yang doyan membully...kalau udah kepepet boleh dilawan atau bilang ke guru::hihi::.
Nah, kalau itu di sekolah.
Khawatirnya justru kalau di luar sekolah.

Sebenarnya emang ada ketakutan juga sih. Gimana kalau nanti Ara yang malah nge-bully.
Dan sebenarnya pernah dengar juga sih cerita seram juga sih soal anak kecil diajarin 'aneh-aneh' di mana dia malah mematahkan tangan kakak kelasnya waktu sedang di-bullying si senior.

noodles maniac
18-03-2013, 03:39 PM
Hehehe gw justru dapet filosofi tentang beladiri itu pas SD ikut ekskul karate, dalfie. Disana ada sumpah karate. Bayangin anak SD lagi demen-demennya sama jagoan macem KBH ato Saint Seiya bisa menggunakan ilmu karate yang dipelajari tapi gak bisa dipake sembarangan, terikat sumpah. Anak SD gitu lho, berasa keren aja :piso:

---------- Post Merged at 02:39 PM ----------

Memalukannya adalah gw gak berani kumite pas ujian kenaikan blue belt tahap 2 karena kapok pas latihan pernah ditendang ***** gw sama cewek SMP. Then I quit -_-

Alip
18-03-2013, 04:41 PM
Anak-anak secara naluri sudah tau kekerasan kok... umur dua tahun saja sudah bisa mukul dan nyakar khan, apalagi kalo lagi tantrum...

Pertanyaannya apakah kekerasan itu harus jadi bagian dari kebiasaan atau tidak. Buat anak-anak yang lahir di Libanon dan Suriah di hari-hari belakangan ini, mereka jelas harus sudah dikenalkan kepada kekerasan, senjata, dan kenyataan bunuh-bunuhan... semata-mata supaya mereka bisa beradaptasi dan menyelamatkan diri bila dibutuhkan. Ada biaya psikis yang harus dibayar sih, tapi mereka sedang hidup di jaman ekstrim yang idealnya tidak pernah perlu terjadi.

Yang perlu diajarkan pada anak-anak dalam kasus kejahatan di jalanan adalah kewaspadaan, kemampuan untuk mengenali dan menghindari bahaya sedini mungkin. Tapi tentu saja anak harus sudah punya cukup kemampuan kognitif, misalnya usia tujuh tahun. Di bawah itu anak harus ada di bawah perlindungan orang dewasa.

Dalam kasus bully, anak-anak perlu belajar untuk bersikap asertif, bukan belajar kemampuan melawan. Pada prakteknya orang dewasa sekalipun lebih membutuhkan kemampuan komunikasi ketimbang kemampuan berkelahi. Jadi ajarkan anak-anak untuk menolak bully secara oral, dan buat mereka berani untuk mengadu pada guru atau orang tua (karenanya orang tua harus jadi sosok aman untuk mengadu).

Nah, kalau nonton film bertarung, ceritanya lain lagi.

Yang jadi masalah adalah film-film banyak menampilkan kekerasan secara vulgar, kadang berlebihan, sedangkan anak-anak mudah sekali terpengaruh. Bahayanya adalah mereka nanti terbiasa terhadap tingkat kekerasan yang terlalu tinggi, sehingga ketika mereka terpicu emosi, kekerasan yang berlebihan akan mereka anggap biasa.

Nggak usah terlalu jauh film laga, itu sinetron saja penuh dengan kekerasan mental yang menjijikan...

mbok jamu
18-03-2013, 06:48 PM
Jaman mbok kecil juga sudah diajarkan supaya supaya ndak bicara sama orang yang ndak mbok kenal, di luar banyak orang jahat, tapi mbok baru boleh nonton film kungfu (Yo Ko - Pendekar Rajawali) sekitar umur 8 tahun. Dan yang mbok tangkap, kungfu itu bukan kekerasan tapi seni beladiri.

Ortu dulu termasuk selektif dengan film-film yang boleh mbok tonton. Kalau kebetulan film barat ada adegan ciuman, mbok disuruh tutup mata. ::hihi::

Kita semua kakak beradik, kecuali satu karena jantungnya lemah, ikut kelas beladiri, karate atau taekwondo. Adik cewek sampai ban hitam, mbok ya Pirelli saja. Paling asyik pas kumite, nyali benar-benar diuji. Kalau kata bikin ngantuk, in fact I felt a bit ridiculous. Untung sempainya ngganteng, bikin semangat. ::grin::

Alip
18-03-2013, 08:17 PM
Kalau kebetulan film barat ada adegan ciuman, mbok disuruh tutup mata. ::hihi::

Kami maunya sih menerapkan itu, Mbok, tapi karena kami sendiri sering ciuman di depan anak-anak, jadinya kok ada yang aneh ya? ::hihi::

AsLan
18-03-2013, 10:31 PM
bully mem bully dikalangan anak2 cukup serem loh, soalnya perbedaan ukuran fisik anak2 itu kadang sangat njomplang.

Yuki
18-03-2013, 10:44 PM
judulnya threadnya agak aneh, kekerasan itu bukan untuk diperkenalkan, tetapi seiring perjalanan waktu, sang anak akan "bertemu" dengan kekerasan, nah pada saat itulah orang tua menjelaskan tentang kekerasan tsb

bukan si anak yg harus disodorkan dengan kekerasan, tapi "biarkanlah" kekerasan yg "menghampiri" anak

cha_n
18-03-2013, 11:03 PM
barusan baca di berita ada siswi smk diperkosa belasan pria. kenal di fb.
nah yang begini2 nih yang harusnya diedukasi sejak dini.
juga ada kasus anak 7 tahun diperkosa tetangganya atau orang terdekatnya. nah ini yang musti dijaga. anak harus tahu apa yang wajar dan yang tidak. kalau ada kejadian tidak wajar anak harus punya tempat mengadu

etca
19-03-2013, 12:12 AM
Sejak kecil (err sebelum sekolah) ponaan sudah diajarkan tidak mau diajak ngomong oleh orang asing.
Sewaktu SD sudah diajarkan kalau ada yang iseng pegang2 dia, jangan mau. Kalau perlu tereak.
SMP dia sekolah naik mikrolet sendiri (ga dianter) nah ini diingatkan lagi.

Kalau soal film2 kekerasan jarang atau hampir ga pernah mempertontonkannya.
Paling kalau pas liat acara berita di televisi,
kita bahas bareng sambil mengingatkan dia untuk senantiasa waspada terhadap sekeliling.
Termasuk alternatif dia kudu ngapain kalau ketemu sikon ini.

Kalau "benturan kehidupan",
sebenarnya ini anak juga sudah mengalami sejak kecil.
akhirnya tumbuh jadi anak yg kelewat cuek dan easy to forget somethin'

Alip
19-03-2013, 09:47 AM
bully mem bully dikalangan anak2 cukup serem loh, soalnya perbedaan ukuran fisik anak2 itu kadang sangat njomplang.

Makanya jangan diajari berkelahi... sehebat-hebatnya anak kecil bisa apa lawan anak yang dua kali lebih gede... yang penting si anak bisa membangun komunitas ato peer group-nya sendiri. Bully biasanya anak bermasalah yang sendirian atau dilingkari oleh segelintir pemuja yang juga anak bermasalah. Mereka tidak akan bisa apa-apa kalau terkucil oleh kelompok yang lebih besar....

kandalf
19-03-2013, 11:36 AM
judulnya threadnya agak aneh, kekerasan itu bukan untuk diperkenalkan, tetapi seiring perjalanan waktu, sang anak akan "bertemu" dengan kekerasan, nah pada saat itulah orang tua menjelaskan tentang kekerasan tsb

bukan si anak yg harus disodorkan dengan kekerasan, tapi "biarkanlah" kekerasan yg "menghampiri" anak

Ketika kekerasan sesungguhnya menghampiri si anak, bila anak tak dipersiapkan, maka sudah terlambat.
Justru itu pertanyaannya,
apakah perlu memperkenalkan anak pada kekerasan supaya dia siap ketika 'kekerasan sesungguhnya' hadir?


barusan baca di berita ada siswi smk diperkosa belasan pria. kenal di fb.
nah yang begini2 nih yang harusnya diedukasi sejak dini.
juga ada kasus anak 7 tahun diperkosa tetangganya atau orang terdekatnya. nah ini yang musti dijaga. anak harus tahu apa yang wajar dan yang tidak. kalau ada kejadian tidak wajar anak harus punya tempat mengadu

Yang perlu diajarkan pada anak-anak dalam kasus kejahatan di jalanan adalah kewaspadaan, kemampuan untuk mengenali dan menghindari bahaya sedini mungkin. Tapi tentu saja anak harus sudah punya cukup kemampuan kognitif, misalnya usia tujuh tahun. Di bawah itu anak harus ada di bawah perlindungan orang dewasa.

Dalam kasus bully, anak-anak perlu belajar untuk bersikap asertif, bukan belajar kemampuan melawan. Pada prakteknya orang dewasa sekalipun lebih membutuhkan kemampuan komunikasi ketimbang kemampuan berkelahi. Jadi ajarkan anak-anak untuk menolak bully secara oral, dan buat mereka berani untuk mengadu pada guru atau orang tua (karenanya orang tua harus jadi sosok aman untuk mengadu).

Tapi apakah tempat mengadu saja cukup?
Bagaimana bila 'itu' terjadi dan pelaku kejam tidak membiarkan anak-anak kita hidup?
Tidakkah sebaiknya anak kita diajarkan cara melawan sederhana kemudian mereka lari mencari pertolongan?


Anak-anak secara naluri sudah tau kekerasan kok... umur dua tahun saja sudah bisa mukul dan nyakar khan, apalagi kalo lagi tantrum...

Ara kalau lagi ngambek tidak pernah menyerang bagian 'vital' Babehnya. Dia nyakar, mukul tetapi semua itu bisa ditoleransi orang dewasa. Tapi justru kalau lagi gak sengaja, seperti lagi digendong, atau lagi pengen ngajak main malah nginjak bagian 'vital' Babehnya.

Nah, perlukah diajarkan bahwa bagian 'vital' itu 'vital'?



bully mem bully dikalangan anak2 cukup serem loh, soalnya perbedaan ukuran fisik anak2 itu kadang sangat njomplang.

Makanya jangan diajari berkelahi... sehebat-hebatnya anak kecil bisa apa lawan anak yang dua kali lebih gede...

Tapi pelaku menyerang anak kecil karena anak kecil bertubuh lebih kecil. Karena itu aku tidak tertarik memasukkan Ara kelak ke ekskul beladiri yang diajarkan berantem secara fair.
Tapi apakah kemudian ketika Ara kelak 'dikerjai' oleh orang yang lebih besar dia harus 'pasrah'?



yang penting si anak bisa membangun komunitas ato peer group-nya sendiri. Bully biasanya anak bermasalah yang sendirian atau dilingkari oleh segelintir pemuja yang juga anak bermasalah. Mereka tidak akan bisa apa-apa kalau terkucil oleh kelompok yang lebih besar....

Bagaimana cara membedakan antara komunitas yang mendukung dengan 'komunitas' yang gak lebih dari segelintir pemuja yang tak bisa apa-apa?





Sejak kecil (err sebelum sekolah) ponaan sudah diajarkan tidak mau diajak ngomong oleh orang asing.
Sewaktu SD sudah diajarkan kalau ada yang iseng pegang2 dia, jangan mau. Kalau perlu tereak.

Aku akan mengajari dia ini. Minimal Ara teriakannya sudah kencang sekarang.
Tapi kalau di luar malah lebih sering bungkam.

(removed double post)

cha_n
19-03-2013, 12:04 PM
anak kecil ya sewajarnya lemah, perlawanan terbesarnya paling nangis, teriak lari.
tanggung jawab orang dewasa menjaga mereka.
itulah ada namanya orang tua, tempat mengadu, tempat anak diberi perlindungan sedari dia masih kecil.
kayaknya terlalu lebay ngasih tontonan kekerasan pada anak2 kecil, pada saat itu mereka belum bisa mencerna, mana yang baik dan buruk, mereka belum cukup dewasa bisa membedakan dunia sesungguhnya dengan dunia film.

sepert yang kutulis sebelumnya, harusnya dari kecil diberi tahu mana yang wajar mana yang ngga.
salaman dengan orang itu wajar. tapi dicium2 pipi atau bagian tubuhnya tidak wajar, begitu juga dipeluk2, dielus2 tubuhnya itu ga wajar.
ketika ketidakwajaran terjadi, maka anak diberitahu apa yang seharusnya mereka lakukan : lari, teriak, adukan pada orang tua/guru.

aku pernah ingat waktu kecil pernah kena pelecehan seksual, sampai pada batas dipegang2 paha-nya waktu sd di angkot.
waktu itu satu hal yang aku sesalkan, aku ga pernah dikasih tahu oleh orang dewasa mana pun, apa yang harusnya aku lakukan dikondisi seperti itu. yang ada aku malah malu.
pas aku baca2 penjelasan psikolog (baca pas belakangan ini) ternyata memang begitu,, anak2 yang ga ngerti itu respon pertamanya akan malu untuk melakukan apa2, malu untuk menceritakan (ga kebayang kalau anak2 itu yang sampai benar2 diperkosa, gimana ya psikologisnya ::nangis:: )
harusnya dari awal sudah diajari, jangan malu untuk cerita, yang harusnya malu itu adalah pelaku pelecehan, bukan si korban.
satu lagi, orang2 di sekitar juga aku lihat pada bego2, ketika ada perempuan yang terkena pelecehan seksual, dia teriak, bukannya diberi dukungan, malah diketawain.
masyarakat yang bego.
ada lagi ada kenalanku, anaknya kena kasus pelecehan seksual oleh tetangganya (anaknya 8 tahun) dan super begonya, bapaknya malah malu kalau kasus ini tersebar, si anak jadi minder, paranoid, dan selalu nanya ke ibunya "bu, kok bapak dan ibu ga bela aku" si ibunya cuman bisa nangis doang
ih gemessssss... itu pelakunya malah santai2 aja, malah si ibunya cerita, beberapa kali juga cuek aja bertamu ke rumah, anaknya sampai jerit2 kalau si orang itu datang (kalau aku jadi si ibu, tu orang udah kulipet lipet kali)

respon akan beda kalau bukan anak2 lagi, pas udah dewasa, aku pernah juga kena pelecehan di busway (emang cowok kalau udah sinting, sinting aja kali ya, aku pakai kerudung gede, baju panjang, pakai rok lebar tetep aja ada kesempatan dipegang2) kalau dah dewasa, udah punya kepercayaan diri buat teriak, ngamuk (sedikit tinju sangat dianjurkan)

jadi kun, dari awal dikasih tahu ke ara, jangan malu ketika terlanjur jadi korban, usahakan bikin malu si pelaku pelecehan, ntah diteriaki, diomeli kalau sudah cukup dewasa, bolehlah kasih bogem mentah

Alip
19-03-2013, 02:51 PM
Tapi apakah tempat mengadu saja cukup?
Bagaimana bila 'itu' terjadi dan pelaku kejam tidak membiarkan anak-anak kita hidup?
Tidakkah sebaiknya anak kita diajarkan cara melawan sederhana kemudian mereka lari mencari pertolongan?

Tentu cukup dong, karena peran selebihnya adalah peranan orang tuanya... bukan anak-anak.

Kita ngomongin apa dulu nih, bully teman sekolah (yang masih di lingkungan sekolah sendiri), atau kejahatan terhadap anak-anak yang dilakukan oleh kelompok kriminal terorganisir?

Kalau bully, masalahnya adalah perselisihan anak-anak, maka pemecahannya juga dilakukan dengan intervensi di lingkungan anak-anak. Adapun kejahatan terorganisir, jelas-jelas anak-anak tidak akan sanggup berbuat apa-apa. Apa daya anak kecil melawan sekelompok penculik terlatih? Bahkan untuk lari sekalipun, seberapa cepat mereka bisa bergerak?

Di sini orang tua bertanggung jawab untuk memastikan anak-anak selalu aman, misalnya selalu ada orang dewasa yang menemani saat keluar rumah, kalau di mall anak-anak harus jadi perhatian utama oleh salah satu orang tua sementara yang lain sibuk belanja (tebak siapa melakukan apa :mrgreen:), jalur rumah-sekolah-rumah adalah jalur steril (misalnya ikut antar jemput yang bisa dipercaya) dan sebagainya. Trust me, dalam ilmu security sekalipun, kontrol lingkungan merupakan prioritas nomor satu yang tingkat keberhasilannya paling besar dibanding tindakan remedial semacam kekerasan.



Nah, perlukah diajarkan bahwa bagian 'vital' itu 'vital'?

Dalam artian, kalau sedang main jangan pukul-pukul ke situ... saya juga mengajari itu ke anak-anak.



Tapi pelaku menyerang anak kecil karena anak kecil bertubuh lebih kecil. Karena itu aku tidak tertarik memasukkan Ara kelak ke ekskul beladiri yang diajarkan berantem secara fair.
Tapi apakah kemudian ketika Ara kelak 'dikerjai' oleh orang yang lebih besar dia harus 'pasrah'?

Ini konteksnya lingkungan anak-anak kan?
Predator-predator kecil itu tentu saja mencari korban yang ukuran badannya lebih kecil, tapi seperti predator lainnya, mereka akan kehilangan selera kalau yang dituju ternyata tidak se-'kecil' yang dikira.

Untuk memperbesar anak yang badannya kecil tidak melulu dilakukan dengan konsep melawan dengan kekerasan, karena itu adalah remedial yang cakupannya terlalu sempit, pun kontra-produktif untuk kehidupan dewasa-nya kelak. Yang perlu ditanamkan adalah rasa percaya diri dan self-esteem. Anak dengan self esteem tinggi biasanya tidak mempan di-bully, meskipun dia tidak bisa berkelahi.

Saya sendiri melakukannya dengan mengajak anak-anak melakukan kegiatan lintas alam. Saya bawa mereka ke lingkungan yang ekstrim menurut ukuran mereka, lalu saya dorong mereka untuk mampu melampauinya. Misalnya, baru minggu kemarin saya ajak anak-anak menyebrangi sungai Cikeas. Pertama melalui jembatan gantung yang panjangnya tiga ratus meteran (goyangnya asyik), lalu menyebrang balik melalui bawah jembatan yang arusnya lumayan deras. Beberapa waktu lalu saya ajak jurit malam di daerah Citereup (nggak boleh minta gendong), termasuk melalui beberapa tanah pekuburan. Si kakak yang tujuh tahun sudah sangat menikmati kegiatan bertualang ini, sedangkan adik perempuannya yang tiga tahun kadang-kadang masih nangis, tapi tetap jalan terus. Selesai melakukan kegiatan "ekstrim" tersebut, kami piknik bareng dan anak-anak saya puji. Ya berani-lah, ya pantang menyerah-lah, ya usaha keras-lah... intinya kita beri dorongan atas kemampuan mereka melampaui perkiraan dan ketakutan mereka sendiri.

Awal tahun ini saya dapat cerita bahwa si kakak di bully oleh anak kelas tiga, dan dengan berani dia beradu tatap dengan si bullier itu dan menantang untuk kalau berani datang ke sidang sekolah (di sekolah diterapkan sistem sidang kalau ada kasus diantara anak-anak). Masalah selesai, si bullier tentu saja mundur. Prestasi di sekolahnya pun menjulang, rupanya self esteem yang dia peroleh dari kegiatan lintas alam memberinya kepercayaan diri untuk bisa memecahkan pelajaran sulit sekalipun.

Dalam kasus adiknya, anak perempuan yang tadinya penakut dan pendiam ini sekarang sudah sering jadi pencerita di depan kelas dan mulai memperlebar cakupan pengaruhnya di teman-teman sekolah.

Self esteem lebih berguna bagi anak-anak ketimbang kemampuan kekerasan, jadi lebih baik fokus di situ saja.


Bagaimana cara membedakan antara komunitas yang mendukung dengan 'komunitas' yang gak lebih dari segelintir pemuja yang tak bisa apa-apa?

Biarkan anak-anak yang melakukannya. Mereka akan memilih kawan berdasarkan nilai-nilai yang kita tanamkan pada mereka. Bagian paling menakutkan dari peran orang tua adalah membiarkan anak-anak belajar sendiri dari pengalaman.


Aku akan mengajari dia ini. Minimal Ara teriakannya sudah kencang sekarang.
Tapi kalau di luar malah lebih sering bungkam.

Tuh... tanpa landasan mental yang kuat, teriakan memang tidak akan keluar, keburu kalah sama rasa takut. Begitu juga dengan segala jurus berkelahi... Bangkitkan dulu kepercayaan diri anak-anak. Sesudah itu baru segala jurus akan ada gunanya.

BundaNa
19-03-2013, 08:19 PM
tapi kayaknya melawan itu perlu diajarin juga lho buat anak-anak untuk berani berhadapan dengan orang yang membullynya atau memperlakukan tidak senonoh (anak gwe cewek semua soalnya -_-).

Saya mendorong si sulung buat berani melawan, mungkin lebih tepatnya menghadapi, apapun yang merugikan dirinya, entah dibully, dilecehkan ataupun dijadikan kacung. Membiasakan dia untuk bilang TIDAK jika itu merugikan dia. Masih belajar sih, tapi saya memang belum menemukan Naomi sampai dapet ketiga hal itu...well dia cenderung galak dan berani beradu fisik maupun mulut dengan siapa saja (asal bukan orang tua).

Kalau masalah pelecehan, BIASAKAN anak perempuanmu BUAT TIDAK NYAMAN bertelanjang badan meski ITU di DALAM RUMAH. Itu awal dia untuk menghargai badannya

Yuki
22-03-2013, 01:14 AM
masyarakat yang bego.
bego? No, it's evil

ada lagi ada kenalanku, anaknya kena kasus pelecehan seksual oleh tetangganya (anaknya 8 tahun) dan super begonya, bapaknya malah malu kalau kasus ini tersebar, si anak jadi minder, paranoid, dan selalu nanya ke ibunya "bu, kok bapak dan ibu ga bela aku" si ibunya cuman bisa nangis doang
ih gemessssss... itu pelakunya malah santai2 aja, malah si ibunya cerita, beberapa kali juga cuek aja bertamu ke rumah, anaknya sampai jerit2 kalau si orang itu datang (kalau aku jadi si ibu, tu orang udah kulipet lipet kali)
si pelaku sampe berani bertamu? Jangankan dilipet, kalo perlu tuh orang kudu dimutilasi

Kalau masalah pelecehan, BIASAKAN anak perempuanmu BUAT TIDAK NYAMAN bertelanjang badan meski ITU di DALAM RUMAH. Itu awal dia untuk menghargai badannya
emangnya bisa terasa nyaman kalo telanjang? ;D

cha_n
22-03-2013, 04:05 AM
bahkan belum lama aku nonton tipi, anak tk *maaf* disodomi ama tetangga yang biasa diminta jagain, ketahuan sama ortunya. abis itu dia cuek aja tuh. masih sempat main2 ke rumah korban. baru kabur pas dia sadar dilaporkan ke polisi.

--
kenyataan di lapangan memang begitu, korban malah diketawakan.
miris, evil? iya.
ga ngerti deh kok tega ya masyarakat sendiri malah bikin korban tambah malu.


@bundana
maksudnya gimana ya? apa hubunganny membiasakan tidak telanjang dengan pelecehan ?
anak2 yang kena pelecehan itu banyak yang tertutup kok. bukan yang telanjang kemana2.
mau telanjang atau tidak, bukan itu pokoknya. para pelaku hanya lihat satu : kesempatan.
bahkan seperti yang saya cerita, saya yang sudah tertutup rapat, bukan anak2, ada kesempatan dikit aja berani sikat kok pelaku itu. apalagi anak2 tidak berdaya.
yang jelas saya pribadi merasa sewajarnya ortu waspada.
ga cuma ke anak perempuan tapi anak laki2 juga banyak pelaku2 macam ini.
bukan lalu jadi paranoid juga sih, tapi paling ngga saat anak sudah mulai dilepas main sendiri mereka punya keberanian untuk cerita kalau ada masalah.

BundaNa
22-03-2013, 10:43 AM
anak2 itu kan mengikuti nilai yang dianut ortu...biasanya, ortu gak masalah liat anak2 balita telanjang kemana-mana dan gak masalah anak balitanya digendong sama orang di luar lingkungan keluarga trus dicium2 atau dipegang alat vitalnya...jadi ketika ada orang sekitar yang tidak senonoh sama dia dari kecil baru ngeh ketika terjadi kekerasan fisik dan pelecehan berat...ketika pelecehan ringan, suka gak ketauan karena si anak tidak tau bahwa malu auratnya keliatan, malu kalau dipegang2 sama orang asing dll

Waspada itu dari awal, kenalkan konsep malu dan menghargai badannya, kemudian biasakan untuk tidak mudah percaya sama orang di sekitarnya meski itu tetangga. Bukannya justru yang melakukan kejahatan seksual ke anak2 itu orang sekitar?

kunderemp
22-03-2013, 11:17 AM
Trus kalau si mbak dan bundanya lagi sibuk trus Ara mau 'pup' gimana? Masa kagak boleh buka celana di depan Babehnya?

BundaNa
24-03-2013, 02:33 PM
^kan sama babenya -_- konsep malunya ke yang bukan muhrim -_-