PDA

View Full Version : anak dan bahasa



ndugu
23-02-2013, 01:09 AM
terinspirasi dari thread merantau mengenai identitas, dan juga sebenarnya pertanyaan ini sudah pernah cukup lama kupikirkan dari observasiku terhadap sodara2ku yang hasil anak perantauan

seandainya..
katakan ada sepasang suami istri, si A (istri) adalah orang jawa merit dengan B (suami) yang orang batak, masing2 A dan B bisa bahasa sukunya sendiri (ato setengah lancar), tapi tidak bisa bahasa pasangannya. ditambah, si A dan B juga sama2 bisa bahasa indonesia, dan komunikasinya pake bahasa indonesia.

nah, katakan suami istri ini tinggal di LN yang menggunakan bahasa asing, katakan di prancis deh, otomatis lingkungan juga menggunakan bahasa prancis.

kalo kalian sebagai A ato B, dan ingin mengajarkan si anak bahasa kedua (selain bahasa asing prancis yang pasti akan di pick up saat anaknya sekolah dan bergaul di luar rumah nanti), apa yang akan kalian ajarkan? jawa, batak, ato indonesia? :mrgreen:

apakah lebih baik ajarin bahasa indonesia yang si A dan B pasti lancar baik secara lisan maupun tulis? karena A dan B mendapatkan pendidikan bahasa indonesia secara formal selama dulu di sekolah, pasti lancar di dua aspek itu. plus, bahasa indo juga lebih umum dipake di seluruh tanah indonesia, jadi indonesian speaker pasti lebih banyak daripada bahasa per daerah.

ato, apakah lebih baik ajarin bahasa suku yang si A dan B stengah lancar? dalam arti separuh lancar secara lisan karena biasa bahasa lisan kan diturunin secara informal dalam keluarga aja ya, dan bahkan itu juga pasti tercampur2 dengan bahasa indonesia, jadi bahasa suku pun fasihnya stengah aja gitu. ditambah, A dan B juga tidak bisa secara tertulis (misalnya bahasa jawa kan ada tulisannya sendiri kan, nah maksudnya ga bisa secara tertulis itu).

dengan mempertimbangkan plus dan minus antara ngajarin bahasa indo ato bahasa suku, yang mana yang akan kalian pilih sebagai bahasa kedua ato ketiga si anak? :mrgreen:

---------- Post Merged at 12:09 PM ----------

saya tambahkan lagi settingnya

katakan si A dan B juga mempunyai pandangan mengenai pentingnya rasa identitas suku, jadi masing2 mempunyai keinginan cukup kuat untuk mengajarkan bahasa suku, bahkan at times dirasakan bahasa suku lebih penting daripada bahasa indonesia. hanya terkendala kemampuan mereka yang 'separuh lancar'.

apa yang harus dilakukan mereka? :mrgreen:

heihachiro
23-02-2013, 01:22 AM
bahasa kedua tentu saja bahasa Indonesia, malah bisa dibilang itu bahasa ibu si anak, karena ortunya pasti berkomunikasi dengan bahasa Indoesia di rumah

kalo bahasa suku ortunya, kalo menurut saya sih si A dan si B ngajarin sesempatnya dan semampunya aja, sukur2 si anak sadar diri untuk bisa dan mau belajar sendiri biar ga serta merta menjadi jawa murtad atau batak murtad :mrgreen:

toh kita ini anak semua bangsa :cengir:

cha_n
23-02-2013, 01:32 AM
kondisi ku sekarang. akhirnya mengajarkan bahasa indonesia sebagai bahasa pertama. walau ayah sangat lancar bahasa jawa. tapi belum diajarkan. entah kalau nanti.

itsreza
23-02-2013, 02:00 AM
anak kecil itu cepat paham dan menguasai lewat interaksi dari lingkungan sekitarnya.
di rumah, untuk mengajarkan kepada keponakan pakai bahasa Indonesia, pengaruh
dari lingkungan dan media elektronik, bahasa Indonesia yang dipakai keponakan itu
jadi bahasa Indonesia baku ;D bahasa Inggris sekarang juga mulai sering dipakainya.
Bahasa daerah belum diajarkan, mungkin bahasa Sunda karena tinggal di Jabar, kecuali
si kakek mau mengajarkan bahasa Jawa ke cucunya. Jadi menurut saya pilihan prioritas
bahasa yang diajarkan sebaiknya melihat kepada bahasa yang lebih sering digunakan
dalam keseharian di lingkungan sekitar anak tersebut.

ndugu
23-02-2013, 02:35 AM
Jadi menurut saya pilihan prioritas bahasa yang diajarkan sebaiknya melihat kepada bahasa yang lebih sering digunakan
dalam keseharian di lingkungan sekitar anak tersebut.

saya justru merasa sebaliknya. bahasa yang akan lebih sering digunakan dalam lingkungan sekitar, misalnya pas dia bergaul sama anak2 tetangga, ato ke sekolah, dll. dia mau ga mau akan perlu bisa bahasa itu, dan eventually akan bisa sendiri saat waktunya.

justru kupikir yang lebih berharga itu bahasa kedua yang tidak dipake di lingkungan tapi bisa diajarkan di rumah. di mana lagi dia akan mendapatkan exposure bahasa kedua kalo bukan di rumah. dan apabila sala satu ortunya bisa bahasa lain dari apa yang di lingkungan, maka itu skenario terbagus.

saya sering ngeliat anak2 laen (termasuk ponaanku), yang ujung2nya diajarin bahasa indo aja. padahal kedua ortunya mampu bahasa laen, bahkan di rumah pun padahal pake bahasa laen itu. tapi ngga menular ke anaknya ::elaugh:: dan alasan mereka, karena babysitternya pake bahasa indo, jadi balik2 ya indo lagi. di rumah, di luar, semua kembali ke bahasa indo. ato sodara2ku yang laen yang di LN, balik2nya ya inggris lagi (karena lingkungannya inggris), padahal ortunya juga sama2 bisa bahasa lain (misalnya bahasa indo), tapi anaknya ga gitu bisa indo. the way i look at it, ini pasti karena ortunya ngga tegas ngajarin bahasa laen. menurutku itu kesempatan yang disia2kan, sangat disayangkan. padahal waktu kecil adalah masa2 emas buat si anak untuk menyerap bahasa. kalo saya di posisi itu, saya pasti tidak akan hanya ngikut bahasa lingkungan, i'll make sure the kid knows how to speak something else.

yang menjadi dilema itu kalo seandainya ortunya bisa (katakan) 3-4 bahasa, dengan kefasihan yang bervariasi, maka, ajarin yang mana? ::elaugh:: sampe skarang saya masih blom menemukan jawabannya. :mikir:

itsreza
23-02-2013, 08:57 AM
lingkungan sekitar itu juga kan termasuk di luar rumah, agar si anak bisa
berinteraksi dengan orang-orang di luar dari anggota keluarga. bahasa
kedua dan seterusnya sebaiknya diajarkan sejak dini, mengingat semakin
bertambahnya usia tantangan mempelajari bahasa semakin besar. Jadi kalau
lingkungan pakai bahasa inggris, ya di rumah gunakan selain itu agar si
anak bisa belajar. Dengan kefasihan bervariasi, hasilnya mungkin seperti orang,
tua si anak kecuali si anak diberikan media khusus untuk mempelajari bahasa
secara baik lewat sekolah/kursus. ini cuma teori orang yang belum punya anak ya ;D

serendipity
23-02-2013, 10:12 AM
justru kupikir yang lebih berharga itu bahasa kedua yang tidak dipake di lingkungan tapi bisa diajarkan di rumah. di mana lagi dia akan mendapatkan exposure bahasa kedua kalo bukan di rumah. dan apabila sala satu ortunya bisa bahasa lain dari apa yang di lingkungan, maka itu skenario terbagus.

saya sering ngeliat anak2 laen (termasuk ponaanku), yang ujung2nya diajarin bahasa indo aja. padahal kedua ortunya mampu bahasa laen, bahkan di rumah pun padahal pake bahasa laen itu. tapi ngga menular ke anaknya ::elaugh:: dan alasan mereka, karena babysitternya pake bahasa indo, jadi balik2 ya indo lagi. di rumah, di luar, semua kembali ke bahasa indo. ato sodara2ku yang laen yang di LN, balik2nya ya inggris lagi (karena lingkungannya inggris), padahal ortunya juga sama2 bisa bahasa lain (misalnya bahasa indo), tapi anaknya ga gitu bisa indo. the way i look at it, ini pasti karena ortunya ngga tegas ngajarin bahasa laen. menurutku itu kesempatan yang disia2kan, sangat disayangkan. padahal waktu kecil adalah masa2 emas buat si anak untuk menyerap bahasa. kalo saya di posisi itu, saya pasti tidak akan hanya ngikut bahasa lingkungan, i'll make sure the kid knows how to speak something else.

yang menjadi dilema itu kalo seandainya ortunya bisa (katakan) 3-4 bahasa, dengan kefasihan yang bervariasi, maka, ajarin yang mana? ::elaugh:: sampe skarang saya masih blom menemukan jawabannya. :mikir:

di keluargaku ada 2 bahasa, tapi yang paling sering digunakan untuk percakapan sehari hari bahasa indonesia

anaknya akan mengerti bahasa lainnya, tapi gak fasih untuk berbicara. Tapi kalo digunain untuk si anak dan si anak mau menggunakannya maka jadi bahasa yang lancar

mbok jamu
23-02-2013, 07:50 PM
Mbok punya kakak yang menikah dengan European juga, dia malah ndak ngajarin anak-anaknya bahasa Indonesia, apalagi bahasa daerah. Too bad so sad. Anak-anak itu cuma bisa bahasa Inggris.

Ada teman orang Mesir, suaminya Jerman, tinggal di Indonesia. Kalau bicara sama anaknya dia pakai bahasa Arab. Suaminya pakai bahasa Jerman. Babysitternya pakai bahasa Indonesia. Anaknya sekolah di international school jadi di sekolah pakai bahasa Inggris. I think the kid is doing well, mungkin suatu saat kerja di CNN.

Porcelain Doll
23-02-2013, 11:49 PM
ada juga sih saran sebaiknya anak itu dibekali bahasa dasar dulu sebelum ditambahi dengan bahasa kedua, ketiga, dst
karena ada kasus dimana anak jadi kebingungan mencerna 2-3 bahasa sekaligus dan akhirnya malah telat bicara

g sendiri di sekolah dari kecil berbahasa indonesia, dan di rumah berbahasa daerah atau campuran keduanya
kedua bahasa itu termasuk lancar
ade2 g yg masih kecil malah lancar 2 bahasa daerah, karena lingkungannya memang mengharuskan aktif

Nowitzki
23-02-2013, 11:57 PM
aq sih make bahasa indonesia ke ara,
karena kulihat, murid2qu yang udah kepapar bahasa inggris sejak kecil,
bahasa indonesianya jadi ngawur.

ntar aja kalo udah sd, baru ara benar2 belajar bahasa inggris.

mbok jamu
24-02-2013, 09:54 AM
Berdasarkan pengalaman pribadi, mbok lebih mudah mempelajari bahasa lain ketika masih muda. Mbok pernah kerja di perusahaan Perancis waktu masih di Indonesia jadi sehari-hari mau tak mau berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, Inggris dan Perancis baik lisan maupun tulisan. Belajar bahasa Perancis ndak membuat bahasa Inggris atau bahasa Indonesia mbok ngawur dan mbok ndak punya masalah mencerna isi koran The Jakarta Post atau majalah Tempo. Ibarat changing tv channel, otak itu menjadi terbiasa pindah dari satu bahasa ke bahasa lain.

Kalau mbok boleh kasih saran untuk yang punya anak, give your kids choices and let them decide later on karena ndak ada yang lebih berharga di dunia ini ketika manusia punya pilihan dalam hidupnya.

ndugu
24-02-2013, 11:21 AM
kurasa impact "kebanyakan" bahasa sedikit sebanyak akan ada, terutama pas masi muda. dan semakin gede, bahasa paling dominan yang paling sering dipake akan menjadi yang paling lancar. saya sempat baca artikel menarik bbrp tahun yang lalu.

http://www.nytimes.com/2010/08/19/nyregion/19bilingual.html?_r=0

artikel ini mengenai trend ortu2 amrik jaman skarang yang justru sengaja mencari nanny multilingual supaya bisa ngomong pake bahasa asing dengan anaknya. padahal jaman dulu bule amrik ga mau multilingual begitu, justru fokusnya ke inggris aja biar bahasa itu dipelajari dengan baik daripada kurang bagus gara2 bahasa kedua. kupikir perubahan pola pikir parenting seperti ini yang lebih pro ke multilingualism justru sangat bagus. bisa lebih dari satu bahasa selalu lebih bagus daripada hanya satu. apalagi masa kecil adalah masa paling bagus buat belajar bahasa

satu study yang menarik juga yang disebut di artikel yang sama, mengenai efek jumlah kosakata mono/multilingualism, yang terus terang kupikir ada benarnya karena saya sendiri merasakannya. saya sendiri bisa bbrp bahasa, tapi bisa kurasakan tidak ada satupun yang bener2 fasih seperti native of each language, semua separo2 or almost lancar aja, bahkan termasuk inggris dan indo.


Ms. Bialystok’s research shows that bilingual children tend to have smaller vocabularies in English than their monolingual counterparts, and that the limited vocabulary tends to be words used at home (spatula and squash) rather than words used at school (astronaut, rectangle). The measurement of vocabulary is always in one language: a bilingual child’s collective vocabulary from both languages will probably be large

---------- Post Merged at 10:21 PM ----------


aq sih make bahasa indonesia ke ara,
karena kulihat, murid2qu yang udah kepapar bahasa inggris sejak kecil,
bahasa indonesianya jadi ngawur.

ntar aja kalo udah sd, baru ara benar2 belajar bahasa inggris.
kamu bukannya bisa bahasa jawa ya?
if i were you, saya bakal pilih ngajarin jawa. bahasa indo udah pasti akan dia pick up di lingkungan dan sekolah. inggris juga pasti akan dipelajari juga di sekolah atopun di media, inggris kan di mana2 skarang, apalagi kamu juga guru inggris. justru jawa yang paling berharga considering di mana kamu berada (jakarta), ini yang paling susah dapet exposurenya, kecuali kalo ara dibawa hidup dan tinggal di kota2 yang dominan bahasa jawanya.

ndugu
24-02-2013, 11:44 AM
ada juga sih saran sebaiknya anak itu dibekali bahasa dasar dulu sebelum ditambahi dengan bahasa kedua, ketiga, dst
karena ada kasus dimana anak jadi kebingungan mencerna 2-3 bahasa sekaligus dan akhirnya malah telat bicara

i really won't worry about this :mikir:
sodaraku juga ada yang begitu, 'telat bicara' karena lingkungannya kebanyakan bahasa. bahkan tadi saya baru ngobrol dengan temen sekampungku yang juga mempunyai background bahasa yang sama denganku (yang kalo ditotal2in, kami masing2 bisa 4-5 bahasa, tapi tentu dengan kefasihan yang bervariasi :cengir: ), kebetulan kami juga diskusi mengenai pendidikan bahasa ke anak, terinspirasi thread ini nih, hehe, apalagi dia merit sama bule amrik dan udah punya anak. jadi ngobrol tentang itu deh. nah, katanya dulu dia juga termasuk anak 'telat bicara', bahkan di sekolah tk sd juga sempat dibilang sama guru kalo bahasa indonya ga gitu bagus. tapi katanya sejak sma, nilai bahasa indonya bagus2 kok di rapor, dan jelas fasih lisan maupun tulisan karena dia dulu kuliah kerja dll juga di indo. yet, sampe sekarang dia juga masih bisa bahasa2 laen yang katanya dulu ngefek bahasa indonya. jadi kupikir, manusia bisa deh adaptasi.



Kalau mbok boleh kasih saran untuk yang punya anak, give your kids choices and let them decide later on karena ndak ada yang lebih berharga di dunia ini ketika manusia punya pilihan dalam hidupnya.
problem is, yang namanya anak kecil apalagi misalnya balita, kan ga bisa milih :cengir: mereka mah nerima aja apa yang disodorin ortu ato lingkungan :cengir: at times, kadang kupikir malah perlu sedikit paksaan. saya sendiri agak nyesel kenapa dulu kecil ga serius pas disuruh les bahasa, namanya anak kecil malas belajar ya gimana yah :cengir: tapi skarang saya sangat menyadari penting dan bagusnya bisa multibahasa. tapi penyesalan tentu datang belakangan



anaknya akan mengerti bahasa lainnya, tapi gak fasih untuk berbicara. Tapi kalo digunain untuk si anak dan si anak mau menggunakannya maka jadi bahasa yang lancar
saya banyak sodara yang begitu juga. rata2 tentu fasih indo. sedangkan kalo bisa bahasa daerah pun biasanya pasif aja, artinya bisa denger ga bisa ngomong.

sedangkan ada tanteku juga yang mirip2 kasusnya dengan anaknya, tapi dia bener2 'paksain' anaknya blajar bahasa daerah. jadi dia murni pake bahasa daerah dengan anak2nya, dan gak akan respon kalo anaknya jawab kembali pake bahasa indo. pokoknya anaknya harus ngomong pake bahasa daerah baru dia akan respon :cengir: i would do the same kalo berada di posisinya :cengir:

noodles maniac
24-02-2013, 12:54 PM
Gw nangkepnya kok si ndugu ini menganggap bahasa daerah/native itu sesuatu yang sangat berharga sekali ya... makanya dia sampe pada kesimpulan bahwa kalo bisa dipaksa aja tuh balita-balita/anak-anak belajar bahasa daerah/native biar bahasa itu tetap lestari dan bisa ngobrol dengan para generasi tua yang ada di atas mereka. Salah gak kesimpulan gw, gu? ::ungg::

So far...gw setuju dengan pendapat mbok


Kalau mbok boleh kasih saran untuk yang punya anak, give your kids choices and let them decide later on karena ndak ada yang lebih berharga di dunia ini ketika manusia punya pilihan dalam hidupnya.

Berilah kebebasan kepada si anak untuk bisa belajar bahasa, karena sesuatu yang dipaksakan itu biasanya gak baik. Gw malah jadi kesian sama anaknya kalo dari kecil udah disuruh belajar bahasa macem-macem, belom lagi mareka disuruh ikut les balet, piano, renang, dll. Bebannya kok jadi berat yah? ::ungg::

Bahasa di rumah adalah bahasa yang eksklusif, harus ditentuin nih bahasa apa yang mereka gunakan. Kalo menurut gw bahasa yang harus diajarkan adalah bahasa Indonesia sama bahasa asing dimana mereka berada saat itu. Ato dalam kasus yang dikasih ndugu bahasa Perancis. Bisa jadi porsi pelajaran bahasa Indonesia lebih banyak karena bahasa Perancis bisa lancar kalo sering berinterkasi dengan penduduk lokal. Bahasa Inggris bisa menyusul kemudian. Sekarang bahasa Inggris udah ada dimana-mana, bahkan ini juga udah termasup kurikulum di negara-negara manapun di dunia kan? ketika bermain game ato bersentuhan dengan teknologi pasti bahasa yang dipake adalah bahasa Inggris. Berinteraksi vai socmed dengan temen-temen dari negara lain mau gak mau memaksa harus bisa bahasa Inggris.

Bahasa daerahnya? hmmm... at least udah 3 bahasa tuh yang harus dikuasai. Masih tega nambahin bahasa daerah juga? ;D Kayaknya mesti diliat potensi dan niat anaknya dulu. Kalo dipaksain malah bisa jadi stress ntar anaknya. Kalo emang mo ngajarin bahasa daerah ya terserah bahasa batak kek ato pun jawa, salah satu dulu yang penting beberapa vocab aja. Trus liat perkembangannya, apakah ada ketertarikan dari si anak untuk berbahasa daerah? kalo ada ya go on, kalo gak ya lebih baik jangan dipaksa.

Gw aja termasup paling males belajar bahasa kalo gak kepaksa ::oops::
Bahasa Jawa masih yang kasar/gaul, belom yang halus ::hihi::
Bahasa Inggris jangan tanya grammarnya deh, ancur ::hihi::
Bahasa arab, terpaksa karena dipake buat sholat sama doa kan? oh ya biar gak dikibulin sama orang arab juga ntar kalo ke Mekkah ::hihi::
Bahasa sunda? karena dulu kuliah di Bogor, itu juga tau beberapa vocab aja, cicing siah! ::hihi::
Bahasa Indonesia, juga bukan yang sesuai EYD, seringnya malah pake bahasa betawi tuh ::hihi::

ndugu
24-02-2013, 01:21 PM
Gw nangkepnya kok si ndugu ini menganggap bahasa daerah/native itu sesuatu yang sangat berharga sekali ya... makanya dia sampe pada kesimpulan bahwa kalo bisa dipaksa aja tuh balita-balita/anak-anak belajar bahasa daerah/native biar bahasa itu tetap lestari dan bisa ngobrol dengan para generasi tua yang ada di atas mereka. Salah gak kesimpulan gw, gu? ::ungg::

berharga donk. bahasa apapun itu menurutku berharga kok. kalau seandainya akhirnya si anak bisa ngobrol dengan generasi tua, that's a plus. dan pelestarian bahasa daerah juga menurutku sangat penting, apalagi bahasa daerah yang sudah pada dasarnya sangat minim dokumentasinya, dan hanya diturunin turun temurun secara verbal/lisan saja (seandainya).

tapi di luar misi itu pun, menurutku kemampuan multibahasa selalu sangat bagus kedepannya :cengir: dipaksa ya maksudnya ga sampe pake dipecut paksa buat belajar lah. ga usah ngitung pake les deh, itu tidak semua orang mampu, kan pasti berat di kantong. apalagi dengan praktek yang jarang2 gitu, ntah seberapa efisien juga. tapi kalau seandainya salah satu ortu bisa bahasa lain, bukankah sangat disia2kan kalo ga diajarin? murah meriah gini, toh, anggap seperti bahasa sehari2 aja di rumah, kan bisa dibiasakan :cengir: dan seperti yang dikatakan dalam artikel nytimes tadi, orang yang multibahasa, akan lebih mudah break down dan belajar bahasa baru laen lagi.

dan selain itu, jika dibekali bahasa laen kan bagusnya nanti si anak ga kena boong seperti katamu :cengir: tapi challengenya memang memilih bahasa apa yang diajarin di rumah. ini kasusnya andaikan si ortu bisa bahasa lebih dari 2 ato 3 misalnya ya. kalo mo ngitung bahasa yang sekedar bisa beberapa vocab, kalo ditotalin saya mungkin bisa belasan bahasa kali. tapi kan tentu ga semuanya pantes diajarin kalo pengajar sendiri ga mahir, ntar malah si anak yang tambah bego pula :cengir: apakah lebih baik ngajarin bahasa daerah yang kurang fasih (karena terpelajari secara informal) tapi adalah identitasnya, ato bahasa laen yang ortunya lebih fasih (karena terpelajari secara formal) tapi foreign?

trus, pertimbangan laen juga adalah bahasa daerah cenderung sangat spesifik pada suatu daerah aja (mungkin less useful), sedangkan bahasa umum mungkin pula lebih luas dan praktikal pemakaiannya (widely spoken gitu).

Alip
24-02-2013, 03:22 PM
Saya tergolong orang yang suka belajar bahasa, rasanya malah bahasa itu adalah ilmu pengetahuan yang tidak kalah dalam dari fisika kuantum sekalipun. Belajar bahasa buat saya bukan sekedar belajar alat komunikasi baru yang memungkinkan saya bisa ngobrol dengan orang baru, tapi merupakan pelajaran kepribadian baru. Memahami suatu bahasa sama saja seperti menginternalisasi pola berpikir dari budaya dan bangsa yang bersangkutan.

Coba terjemahkan "saru" ke Bahasa Indonesia, atau "privacy". Semua membutuhkan pemahaman kita atas budaya yang bersangkutan (apa bedanya demit, memedi, dan siluman :-)?).

With that said (coba cari padanan istilah Inggris ini di Bahasa Indonesia), saya tidak akan merencanakan bahasa tertentu ke anak-anak. Biarlah mereka terpapar ke bahasa apa saja yang ada di lingkungannya. Meski saya percaya nilai yang bisa dihayati anak-anak kalau mereka belajar tiga tataran bahasa Jawa misalnya, tapi karena bahasa itu tidak kami gunakan di rumah, biarlah anak-anak belajar ketika mereka dewasa nanti. Saya cuma akan ceritakan apa dan bagaimana Bahasa Jawa itu untuk menambah wawasan mereka. Seperti kita cerita ke anak-anak tentang berbagai profesi untuk membangkitkan wawasan dan keingintahuan mereka, terserah mereka untuk menemukan ketertarikan pribadi masing-masing dan melanjutkan studi di bidang yang mereka minati. Bahasa-pun demikian.

Saat ini biar mereka belajar bahasa untuk mampu mengungkapkan pikiran dan emosi mereka dengan baik, dan jika untuk itu mereka butuh tambahan kosa kata dari bahasa lain, tinggal saya tambahkan ...

cha_n
24-02-2013, 03:58 PM
setuju sama um alip dan nowitzki :)
berdasarkan pengalaman saya ngurus 2 anak miki dan hegel, lebih baik mengajarkan bahasa dengan konsisten.
aku pilih bahasa indonesia saja dengan pertimbangan lingkungan dan di rumah pakai bahasa itu.
miki pernah ga bisa bicara sampai umur 2 tahun, dan mengajarkan lebih dari dua bahasa akan membuatnya makin bingung komunikasi secara verbal (gitu kata dokternya).
hegel juga aku fokuskan berbahasa indonesia dulu. bahasa inggris diajarkan di sekolah. kalau nanti anak berminat bahasa lain bisa ditambah melalui les.
sekarang hegel suka nonton film anak dan lagu berbahasa inggris di youtube. jujur saja hal itu sedikit mengganggu dia belajar membaca.

untuk huruf H, dia baca eich (berbahasa inggris) bertemu huruf A (dia nyebutnya e seperti bahasa inggris) digabung jadi apa? bingung kan? akhirnya salah2 terus. akhirnya aku balik fokuskan ke bahasa indonesia dulu.

saya pingin tahu juga gimana tuh hasilnya ngajarin banyak bahasa ke anak. dan gimana cara mendidiknya.
tren di amrik ga bisa menjadi acuan itu cara yang bener. bisa jadi malah tambah ngawur anaknya.

intinya sih orangtua punya banyak keinginan tapi akhirnya prakteknya balik lagi ke anaknya.

cha_n
24-02-2013, 04:12 PM
i really won't worry about this
sodaraku juga ada yang begitu, 'telat bicara'
karena lingkungannya kebanyakan bahasa.
bahkan tadi saya baru ngobrol dengan temen
sekampungku yang juga mempunyai
background bahasa yang sama denganku
(yang kalo ditotal2in, kami masing2 bisa 4-5
bahasa, tapi tentu dengan kefasihan yang
bervariasi ), kebetulan kami juga diskusi
mengenai pendidikan bahasa ke anak,
terinspirasi thread ini nih, hehe, apalagi dia
merit sama bule amrik dan udah punya anak.
jadi ngobrol tentang itu deh. nah, katanya
dulu dia juga termasuk anak 'telat bicara',
bahkan di sekolah tk sd juga sempat dibilang
sama guru kalo bahasa indonya ga gitu
bagus. tapi katanya sejak sma, nilai bahasa
indonya bagus2 kok di rapor, dan jelas fasih
lisan maupun tulisan karena dia dulu kuliah
kerja dll juga di indo. yet, sampe sekarang
dia juga masih bisa bahasa2 laen yang
katanya dulu ngefek bahasa indonya. jadi
kupikir, manusia bisa deh adaptasi.
saya punya teman ambil s3 di korea. kuliah di sana pakai bahasa pengantar bahasa inngris.
dia tadinya pas2an aja inggrisnya, pas supaya dapat beasiswa aja.
akhirnya setelah di sana jadi lebih bagus inggrisnya plus sedikit2 bisa bahasa korea, sekedar buat survive aja katanya.
manusia bisa kok adaptasi. jadi?
;))

noodles maniac
24-02-2013, 04:14 PM
intinya sih orangtua punya banyak keinginan tapi akhirnya prakteknya balik lagi ke anaknya.

Nah... sepakat sama yang ini... ::up::

Ortu maunya macem-macem, padahal belom tentu anaknya mau, harus pinter-pinter ngasih pengertian ::ungg::

cha_n
24-02-2013, 04:24 PM
bahasa itu soal banyaknya yang menggunakan . kalau dipake dia akan lestari. kalau ngga ya hukum alam aja akan punah.

dalam perjalanan saya pernah kursus bahasa jerman dan arab bertahun tahun. setelah ga kursus ga dipake ya hilang aja deh.

mbok jamu
24-02-2013, 04:26 PM
Maksudnya begini, mbok kasih contoh ya. Anak yang tidak pernah dikasih makan sayur, kira-kira nantinya doyan sayur atau tidak? Ini terjadi dengan ponakan-ponakan sendiri lho yang sempat tinggal sama mbok. Ponakan A dari kecil menunya selalu ada sayuran sementara ponakan B jarang banget dikasih sayur. Pas kita makan bareng ponakan A makan lauk-pauk dan sayuran sementara ponakan B memperhatikan sayuran seperti benda dari luar angkasa.

Jadi si anak bukan disuruh milih dari kecil apalagi dipaksa tapi dihadapkan atau di expose pada keragaman bahwa makanan itu bukan hanya nasi dan lauk pauk tapi ada juga sayuran serta buah-buahan. Begitu juga dengan keragaman bahasa. Anak yang tidak pernah dihadapkan pada kromo inggil oleh orangtuanya tidak akan tahu bahwa bahasa Jawa yang halus itu ada. Anak yang tidak pernah dihadapkan pada bahasa Inggris akan berpikir bahasa Inggris adalah bahasa alien. Anak yang pernah atau suka nonton Star Trek akan tahu bahwa Klingon itu lah bahasa alien.

tuscany
24-02-2013, 04:41 PM
Mbok punya kakak yang menikah dengan European juga, dia malah ndak ngajarin anak-anaknya bahasa Indonesia, apalagi bahasa daerah. Too bad so sad. Anak-anak itu cuma bisa bahasa Inggris.

Ada teman orang Mesir, suaminya Jerman, tinggal di Indonesia. Kalau bicara sama anaknya dia pakai bahasa Arab. Suaminya pakai bahasa Jerman. Babysitternya pakai bahasa Indonesia. Anaknya sekolah di international school jadi di sekolah pakai bahasa Inggris. I think the kid is doing well, mungkin suatu saat kerja di CNN.

Mirip nih dengan temannya flatmate ku. Temannya berbahasa Spanyol, ketemu orang arab di Perancis. Mereka merit dan tinggal di Timteng. Anak2nya bisa bahasa Arab karna bapak dan lingkungan, Spanyol karna emaknya cuma bicara sama mereka dalam bahasa itu, Perancis karna emak bapaknya komunikasi pake bahasa tsb dan Inggris waktu belajar di sekolah. The real global citizens, I suppose.

Kalo keadaannya seperti di atas, aku rasa aku juga akan menjalankan skenario yang sama. Ngajarin bahasa ke anak ya bahasa yang paling aku tau dulu alis native, walopun nativeku sebenarnya bahasa daerah dulu baru bahasa Indonesia. Pilihan bahasa kedua, ketiga dst mengalir secara alami saja. Liat sikon. Kalo merasa butuh anak akan punya motivasi belajar sendiri. Yang penting sama ibunya ngomongnya gampang dan satu interpretasi.

Alip
25-02-2013, 05:17 AM
Anak yang pernah atau suka nonton Star Trek akan tahu bahwa Klingon itu lah bahasa alien.

Qoy, qoy. tlhIngan maH! ::bye::
That's where adult learning kicks in, Mbok...

secara alami anak-anak akan menyerap bahasa apapun sebagai bahasa pertama, termasuk segala feature dan cultural notes-nya. Beruntunglah anak-anak yang besar di lingkungan multi lingual. Tapi ketertarikan akan bahasa dan pembelajarannya bisa dilakukan setelah dewasa, misalnya setelah si anak yang tidak pernah makan sayur mempelajari pentingnya nilai sayur bagi kesehatan setelah dia dewasa dan coba untuk menyenanginya. Demikian pula bahasa. Di sini tentu saja kita membedakan antara anak yang belajar bahasa karena kebutuhan praktis, atau anak yang memang kelak akan menjadi linguist ulung.

Tugas orang tua adalah memaparkan pada anak kemungkinan seluas mungkin, tapi tidak untuk menjejalkan program-program apapun.

Saya sendiri tergolong yang tidak setuju kalau anak dijadikan sebagai sarana kepentingan apapun, bahkan yang disebut penerus atau pelestari bahasa leluhur. Bagi saya, pertimbangan utama hal yang diberikan ke anak adalah itu harus sesuatu yang bermanfaat bagi mereka, bukan sekedar memenuhi ambisi orang tua atau leluhur.

kirsh
25-02-2013, 11:04 AM
kamu bukannya bisa bahasa jawa ya?
if i were you, saya bakal pilih ngajarin jawa. bahasa indo udah pasti akan dia pick up di lingkungan dan sekolah. inggris juga pasti akan dipelajari juga di sekolah atopun di media, inggris kan di mana2 skarang, apalagi kamu juga guru inggris. justru jawa yang paling berharga considering di mana kamu berada (jakarta), ini yang paling susah dapet exposurenya, kecuali kalo ara dibawa hidup dan tinggal di kota2 yang dominan bahasa jawanya.

bahasa jawaqu nggak fasih dan cenderung kasar, jadi, mending pake bahasa Indonesia..
juga karena gak yakin bakal trersupport kalo cuma aq yang ngajarin.


setuju dengan Chan, mengajarkan anak emang perlu konsistensi
misalnya soal BAB, kami udah biasa bilang pup pup
trus ada video yang bilangnya "eek"
Ara malah kebingungan..

masalah mengekspos sih, aq nggak membatasi
di sekolahnya Ara bilingual kok
tayangan TV atau buku2nya ada yang Bahasa Indonesia, juga Bahasa Inggris
Im fine with that..
tapi untuk bahas basic, tetep Bahasa Indonesia
simply because it's the most familiar language at home and in the neighborhood.

mbok jamu
25-02-2013, 11:57 AM
Qoy, qoy. tlhIngan maH! ::bye::
That's where adult learning kicks in, Mbok...

secara alami anak-anak akan menyerap bahasa apapun sebagai bahasa pertama, termasuk segala feature dan cultural notes-nya. Beruntunglah anak-anak yang besar di lingkungan multi lingual. Tapi ketertarikan akan bahasa dan pembelajarannya bisa dilakukan setelah dewasa, misalnya setelah si anak yang tidak pernah makan sayur mempelajari pentingnya nilai sayur bagi kesehatan setelah dia dewasa dan coba untuk menyenanginya. Demikian pula bahasa. Di sini tentu saja kita membedakan antara anak yang belajar bahasa karena kebutuhan praktis, atau anak yang memang kelak akan menjadi linguist ulung.

Tugas orang tua adalah memaparkan pada anak kemungkinan seluas mungkin, tapi tidak untuk menjejalkan program-program apapun.

Saya sendiri tergolong yang tidak setuju kalau anak dijadikan sebagai sarana kepentingan apapun, bahkan yang disebut penerus atau pelestari bahasa leluhur. Bagi saya, pertimbangan utama hal yang diberikan ke anak adalah itu harus sesuatu yang bermanfaat bagi mereka, bukan sekedar memenuhi ambisi orang tua atau leluhur.

Qaleghqa'mo' jIQuch ::bye::

Benar, ketertarikan akan bahasa dan pembelajarannya bisa dilakukan setelah dewasa tapi apakah hasil atau penguasaan pada bahasa itu akan sama dengan orang yang tertarik dan mempelajarinya sejak kecil? Mbok kira, tidak.

Anak-anak terlahir dengan apa yang disebut LAD (languange acquisition devices) di dalam otaknya yang bisa memungkinkan anak untuk menyerap beberapa bahasa secara simultan pada saat yang bersamaan (multilingual).

The Language Acquisition Device (LAD) is a hypothetic module of the brain posited to account for children's innate predisposition for language acquisition. The main argument in favor of the LAD is the Argument from the Poverty of the stimulus, which argues that unless children have significant innate knowledge of grammar they would be unable to learn language as quickly as they do, given that they never have access to negative evidence and rarely received direct instruction in their first language.

Berdasarkan penelitian seorang anak bisa menyerap secara simultan sampai 6 bahasa sekaligus tanpa menjadi bingung satu bahasa dengan yang lain dan golden age untuk hal tersebut adalah 3-6 tahun. Alangkah sayangnya kalau ‘device’ yang sudah ada di otak anak tidak dimanfaatkan dengan hanya meng-expose anak tsb terhadap satu bahasa saja.

Mbok juga ndak setuju kalau anak dijadikan sarana kepentingan apapun, tapi bagaimana Om Alip tahu apa yang akan bermanfaat bagi mereka kelak? Bagaimana Om Alip tahu bahwa menguasai lebih dari satu bahasa ndak akan bermanfaat bagi mereka kelak?

kupo
25-02-2013, 12:08 PM
keluarga saya dirumah berbicara dengan bahasa indonesia, tapi keluarga mami saya kalau kumpul sering berbicara dengan bahasa belanda. dari kecil ( umur 1 - 8 tahun) saya sering dengar bahasa belanda.. tapi sampai sekarang tetap banyak ga ngertinya ... ::oops::

BundaNa
25-02-2013, 12:21 PM
untuk memulai belajar bicara, ada baiknya sih menurut saya, pake bahasa yang dominan di rumah. Bahasa apa yang dominan di rumah? Itu untuk usia 0-3 tahun mungkin ya. Jadi dia mengerti apa yang dibicarakan orang rumah, karena di usia segitu mereka sedang memperbanyak kosakata, belum pada tahap merangkai kata. Nanti setelah 3 tahun mau diajari bahasa kedua, silahkan, karena pada tahap itu mereka sudah mampu menyerap banyak kosakata dan rangkaian kata, tapi kalau bisa sih model bilingual. Jadi tetap diterjemahkan ke bahasa pertama ketika belajar bicara. Kalaupun pasif dengan bahasa kedua di awal-awalnya, si anak akan paham dengan isi komunikasi bahasa kedua, bisa memperkaya kemampuan berbicara juga.

Sahabatku tadinya juga begitu, dari lahir anaknya kepengennya diajarin dua bahasa langsung, bahasa indonesia dan bahasa jerman (bahasa si suami), dengan resiko yang sudah dia tau, anak akan lambat bicara. Tapi menurut temanku pada akhirnya karena bahasa jerman adalah bahasa dominan di rumah, si anak pasif berbahasa indonesia. Ketika temen ngomong bahasa indonesia ke anaknya itu, si anak akan menjawab ke bahasa jerman::hihi:: Sekarang pas pulang ke bandung pun, sengaja sama emaknya dimasukkan ke TK terdekat di rumah. Dia paham sama omongan teman dan gurunya, tapi gak bisa jawabnya.

Saya sendiri melatih anak-anak berbahasa Indonesia karena pertimbang-pertimbangan tadi. Di lingkungan keluarga, lebih mendominasi bahasa Indonesia meski saya setengah orang jawa dan suami orang jawa tulen, tapi saya sendiri bukan tipe pengguna bahasa jawa inggil karena dari kecil sama ortu berbahasa indonesia. Baru ke keluarga besar bapak dan suami saya memakai bahasa jawa inggil. Naomi dan Nadhira bahkan lebih mengerti bahasa jawa sehari-hari karena pergaulan.

Mengajarkan bahasa inggris ke naomi? Saya tidak terlalu intens, Naomi lebih belajar dari acara menonton DVD atau diajari di sekolah, saya cuma membenarkan kalau kata-katanya salah

cha_n
25-02-2013, 01:57 PM
Qoy, qoy. tlhIngan maH! ::bye::
That's where adult learning kicks in, Mbok...

secara alami anak-anak akan menyerap bahasa apapun sebagai bahasa pertama, termasuk segala feature dan cultural notes-nya. Beruntunglah anak-anak yang besar di lingkungan multi lingual. Tapi ketertarikan akan bahasa dan pembelajarannya bisa dilakukan setelah dewasa, misalnya setelah si anak yang tidak pernah makan sayur mempelajari pentingnya nilai sayur bagi kesehatan setelah dia dewasa dan coba untuk menyenanginya. Demikian pula bahasa. Di sini tentu saja kita membedakan antara anak yang belajar bahasa karena kebutuhan praktis, atau anak yang memang kelak akan menjadi linguist ulung.

Tugas orang tua adalah memaparkan pada anak kemungkinan seluas mungkin, tapi tidak untuk menjejalkan program-program apapun.

Saya sendiri tergolong yang tidak setuju kalau anak dijadikan sebagai sarana kepentingan apapun, bahkan yang disebut penerus atau pelestari bahasa leluhur. Bagi saya, pertimbangan utama hal yang diberikan ke anak adalah itu harus sesuatu yang bermanfaat bagi mereka, bukan sekedar memenuhi ambisi orang tua atau leluhur.

can't agree more :bye:

Alip
25-02-2013, 02:03 PM
qaleghqa' 'oH QaQ 'e' ...


Alangkah sayangnya kalau ‘device’ yang sudah ada di otak anak tidak dimanfaatkan dengan hanya meng-expose anak tsb terhadap satu bahasa saja.

Setuju banget, Mbok'e. Semua bahasa yang dipelajari oleh anak di usia emas adalah first language, dan mereka bisa menguasainya dengan baik. Tapi kata kunci kita di sini adalah expose, paparan dan kepraktisannya.


...tapi bagaimana Om Alip tahu apa yang akan bermanfaat bagi mereka kelak? Bagaimana Om Alip tahu bahwa menguasai lebih dari satu bahasa ndak akan bermanfaat bagi mereka kelak?

We don't know... dan karena kita tidak tahu, kita tidak memaparkan suatu bahasa ke anak-anak secara tidak alami, apalagi kalau pemaparan itu sampai memakan pengorbanan tertentu (uang les, waktu si anak, dan sebagainya). Bila seorang anak memang secara alami terpapar pada multi-bahasa, misalnya karena orang tuanya sering menggunakan bahasa-bahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari, maka berbahagialah. Saya punya teman-teman yang menguasai beberapa bahasa sekaligus sejak kecil dan mereka tidak kesulitan sama sekali. Namun jika untuk paparan itu perlu rutin mendatangkan kakek nenek dari tanah leluhur, mendatangkan guru les, atau sejenisnya, lebih baik tidak. Saya memiliki prinsip ALASR (as long as still reasonable). Kalau bisa diusahakan (apalagi terjadi secara alami), bagus, keep on going. Tapi kalau harus memaksakan dan mengorbankan hal lain yang juga penting, sebaiknya ditimbang dengan baik.

Dalam kasus anak-anak saya, mereka terpapar secara alami kepada Bahasa Indonesia, Jawa, Inggris, dan Mandarin. Jika nanti ada yang perlu ditambahkan karena memang perlu, belajar bahasa sebagai orang dewasa juga cuma butuh enam bulan sampai satu tahun.

noodles maniac
25-02-2013, 06:59 PM
Udah ketemu link yang dimaksud ndugu... :ngopi:


menurutku itu kesempatan yang disia2kan, sangat disayangkan. padahal waktu kecil adalah masa2 emas buat si anak untuk menyerap bahasa.

ada di penjelasannya si mbok... :ngopi:


Anak-anak terlahir dengan apa yang disebut LAD (languange acquisition devices) di dalam otaknya yang bisa memungkinkan anak untuk menyerap beberapa bahasa secara simultan pada saat yang bersamaan (multilingual).

The Language Acquisition Device (LAD) is a hypothetic module of the brain posited to account for children's innate predisposition for language acquisition. The main argument in favor of the LAD is the Argument from the Poverty of the stimulus, which argues that unless children have significant innate knowledge of grammar they would be unable to learn language as quickly as they do, given that they never have access to negative evidence and rarely received direct instruction in their first language.

Berdasarkan penelitian seorang anak bisa menyerap secara simultan sampai 6 bahasa sekaligus tanpa menjadi bingung satu bahasa dengan yang lain dan golden age untuk hal tersebut adalah 3-6 tahun. Alangkah sayangnya kalau ‘device’ yang sudah ada di otak anak tidak dimanfaatkan dengan hanya meng-expose anak tsb terhadap satu bahasa saja.

Wah3x... subhanallah... menarik... ;)

ndugu
26-02-2013, 07:56 PM
::up::
Ada banyak yang ingin saya komentarin, tapi ntar2 aja dulu ya :cengir: