PDA

View Full Version : Kedai Kopi



tezar
31-03-2011, 02:32 PM
Recomended
Kampoeng Kopi Banaran
Yang ini dimiliki PT PTPN IX

Lokasi:


Kec. Jambu, Kab. Semarang
Kec. Bawen, Kab. Semarang
Jln. Perintis Kemerdekaan, Srondol, Banyumanik Semarang
Colomadu, Karanganyar


http://moniqaa2000.files.wordpress.com/2009/12/kupi1.jpg
Predikat: (katanya sih) Makyus dari Pak Bondan
http://farm2.static.flickr.com/1046/1277279895_e20c87c98c.jpg
foto-foto lain bisa dipirsani di http://food.detik.com/readfoto/2009/04/08/165630/1112592/484/3/
Ada yang mau nambah? :)

Agitho_Ryuki
31-03-2011, 02:40 PM
Kalo yang dijogja yang enak dan murah dimana ya um?? Aku taunya cuma angkringan depan rumah.. :D

tezar
31-03-2011, 02:50 PM
Jogja mah, di stasiun tugu itu tuh..........
Kopi JOZZ

pasingsingan
31-03-2011, 03:02 PM
ya jelas aja mumer

wong "angkringan" cafe :))

Rumput Knight
31-03-2011, 03:06 PM
Haduuuh, aku belum pernah ke semarang nih. :(

BundaNa
31-03-2011, 03:34 PM
Pernah mampir Banaran Cafe...eh malah makan nasi goreng :)>-

deddy
02-04-2011, 07:18 AM
wah kopinya mantab banget tuh ..... kapan2 nyoba ah ....

fullmoonflower
02-04-2011, 12:31 PM
waaah.. sapa nih yang mau backpackeran ke Semarang yuuuk.. ngrusuhi Tezar & Eve... B-)

eve
02-04-2011, 04:17 PM
hayuukk.... Mbak mbak mas mas.. Kita selalu open house loh... :p hehehe... Maksudnya terbuka gitu.. Monggo2 mampir..

Tapi ngemeng2 soal banaran coffe... Muahalnya itu yang gak nahan.. Sekali mampir siap2 100.000, kopinya aja 19.rebuan... Tapi plusnya dia, merupakan tempat singgah yang nyaman, banyak fasilitas mendukung, masjid, toilet, tempat bermain, parkir mobil luas, dan di belakang ada pengolahan kopi ama batik kalau g salah..
Di kedainya juga bisa nyolok charger kalau hape pas lowbat, nyaman buat singgah para musafir...
Cemilannya enak, ada mendoan (5000, 3biji), ada singkong gorengnya yang bikin kangen, dan ada cemilan lainnya. Kalau rasa kopinya sendiri, ya rata2 kopi. Kemaren beli kopinya (cukup murahj, 5.900)bikin di rumah pakai gula batu, lebih enak...
Makanannya disajikan dengan standar hotel.. Bukan warung, maklum kalau mahal sih.. Tapi memang patut dicoba.. Kalau mau kopdar disitu juga nyaman, para emak2 gak perlu khawatir si kecil bosan..

BundaNa
08-04-2011, 04:07 PM
wah kata siapa di Banaran Cafe emak2 gak bingung kalu bawa anak2....ada flying fox, kolam renang gitu...siap2 emaknya yang pengen main hehehehehe

deddy
16-04-2011, 02:08 PM
napa waktu itu aku cuma numpang lewat doank yak ....nyesel banget deh .... habisnya eve gak khabar2i seh :mrgreen:..... jadi ya lewat aja ...

tezar
11-05-2011, 09:58 AM
dari notes teman di FB
Ahli Tempur, lalu Ahli Kopi
by Pra Vlatonovic on Monday, August 16, 2010 at 7:36am

Ahli Tempur, lalu Ahli Kopi



BILA anda melewati jalan Bedono Ambarawa Kabupaten Semarang, pasti akan menemui sebuah rumah makan bernama Eva Coffee House yang tepat berada di tepi jalan utama penghubung Semarang dengan Magelang atau Jogjakarta tersebut. Inilah pusat penjualan dan produksi Kopi Eva yang telah dirintis sejak tahun 1954.



Michael Tjipto Martojo, kakek kelahiran 2 September 1923 adalah pendirinya. Bersama sang istri, Christina Sunarti (1926-2006), ana klurah Bedono pada zaman revolusi, Tjipto membesarkan usaha yang terkenal hingga saat ini. Pasangan yang menikah pada masa revolusi tahun 1946 ini dikaruniai 5 putra dan 5 putri. Lima orang putri tersebut yang hingga saat ini membantu dalam mengelola Eva Coffe House.



Di usianya yang menjelang 87 tahun, Tjipto masih mengawasi langsung usaha ini. Ia masih tampak bugar, meski jika berjalan harus menggunakan bantuan walker atau dipapah. "Ya beginilah kalau sudah tua, sudah sulit digerakkan," ujar Tjipto sambil mengusap kakinya. Selain itu, ingatannya juga masih tajam dan mampu berbicara dengan jelas.



Setiap hari,Tjipto masih ngantor. Ia bisa ditemui di belakang meja dekat kasir dengan buku catatan stok dan keuangan. "Saya biasa mulai di duduk di sini jam 6 pagi sampai jam 9 malam," tuturnya.



"Ah, siapa bilang. Bapak biasanya jam 5 pagi sudah di situ," seloroh Petrus Canisius, putra ketiga yang kadang ikut membantu Tjipto menjalankan usaha. Mendenga r'bantahan' putranya ini, Tjipto hanya tertawa lepas.



Sebenarnya,Tjipto bukanlah petani kopi asli. Ia merupakan anggota Tentara Pelajar Brigade17. Semasa revolusi, sebagian waktunya dihabiskan untuk bertempur melawan penjajah di berbagai front pertempuran. Tak heran jika ia mengantongi sejumlah penghargaan dari pemerintah seperti Bintang Gerilya, Pergerakan Kemerdekaan RI pertama dan kedua, Penumpasan Muso, Penumpasan APRA, Penumpasan RMS Ambon, Penumpasan DI/TII Kahar Muzakar, Penumpasan DI/TII Kartosuwiryo, Penumpasan DII/TII Amin Fatah Jateng, Penumpasan PRRI/Permesta.



Dunia perkopian mulai masuk dalam kehidupannya setelah menikah dengan Sunarti. Keluarga Lurah Bedono ini memiliki kebun kopi yang luas. Setelah Belanda secara resmi mengakui kedaulatan RI di 1949, Brigade 17 dibubarkan. Tjipto tidak meneruskan kariernya di dunia militer dan memilih kembali ke Bedono untuk menjalani kehidupan sebagai masyarakat biasa. Bersama istrinya, Tjipto kembali mengurus perkebunan kopi jenis robusta



"Saya saat itu melihat banyak teman seperjuangan yang cacat dan perhatian pemerintah terhadap teman-teman yang cacat ini sangat kecil. Sehingga saya memilih untuk jadi petani saja, mengurusi kopi," cerita Tjipto terkait latar belakang ia meninggalkan dunia militer.



Ia kemudian teringat dengan pelajaran ketika menjadi siswa sekolah dagang di Jogjakarta pada zaman penjajahan Belanda. Yakni bagaimana mengolah sebuah barang menjadi lebih berharga. Karena ia memiliki kebun kopi, maka yang terlintas dalam benaknya adalah menjual produk kopi yang lebih menguntungkan dibanding hanya sekadar menjual biji kopi. Hingga diputuskan untuk menjual kopi bubuk siap seduh, sehingga konsumen tak perlu susah-susah lagi untuk menumbuk biji kopi jika ingin menikmati kopi tubruk.



"Karena saat itu tidak ada perusahaan kopi bubuk, semua koperasi pemerintah pasti ambil kopi dari saya," tuturnya.



Pada 1954, Tjipto dan Sunarti kemudian mendirikan sebuah warung di tepi jalan raya Bedono yang menghubungkan Semarang dengan Jogjakarta. Warung sederhana tersebut berukuran 5x9 meter. Selain menjual kopi, ia juga menyediakan menu pecel dan soto. Warung tersebut ia beri nama Warung Kopi Eva yang menjadi cikal bakal Eva Coffee House saat ini.



Mengapa memakai nama Eva?. Bukankah tak ada satupun dari 10 anaknya yang menggunakan nama Eva? Tjipto menjelaskan, nama tersebut merupakan lambang perempuan pertama di dunia yakni Eva atau Siti Hawa. Kata Eva mudah diucapkan dan diingat karena tidak terlalu panjang.



Sosok perempuan dari samping yang berada di dalam kendil, dipakainya sebagai lambang Kopi Eva. Di bagian kanan dan kiri kendil terdapat gambar dahan pohon kopi. Kata Eva yang disusun mirip mahkota berada di bagian atas kendil. Sementara di bawahnya terdapat tulisan Sukatiti Dharmottama, bahasa sansekerta yang kurang lebih artinya tugas kami adalah untuk menyenangkan. Tjipto berkeyakinan penggunaan nama perempuan pertama tersebut akan mendatangkan anugerah. Dan memang demikian yang ia rasakan hingga saat ini.



"Dulu hanya warung sederhana, sekarang bisa seperti ini. Kami memiliki ruangan yang mampu menampung 700 orang dengan pemandangan bagus, bisa melihat kota Ambarawa dan Rawa Pening," jelasnya. Seiring berkembangan zaman, warung tersebut berganti nama menjadi Eva Coffee House. "Itu kan nama sekarang, zamannya lebih modern," ujarnya sambil tertawa.



Letak yang strategis dan memiliki banyak kenalan membuat usaha warung kopi Tjipto semakin maju. Rekan-rekan seperjuangannya di ex Brigade 17 banyak yang menjadi pejabat, mulai bupati, wali kota, petinggi militer hingga menteri sering berkunjung ke warungnya untuk ngopi-ngopi. Salah satunya mantan Menteri KoordinatorBidang Ekonomi, Keuangan dan Industri dan Pengawasan Pembangunan pada era Orde Baru Radius Prawiro. Selain itu, Sri Sultan Hamengkubuwono X sering menyempatkan diri untuk rehat sejenak di Eva Coffee House.



"Setiap ada turis mancanegara yang mendarat di pelabuhanTanjung Emas Semarang dan berwisata ke Borobudur, pasti mampir ke sini untuk coffee break,"tambah Canisius. Selain itu, 'iklan' dari mulut ke mulut para pengunjung yang puas setelah meregangkan otot dan minum kopi di tempat ini juga membawa nama Eva semakin dikenal.



Menurut Canisius, para pelanggan rata-rata puas dengan rasa kopi Eva. "Menurut mereka (pengunjung, red), kopi tubruk yang disajikan tidak berbau langu (kurang sedap, red)," ujarnya.



Tjipto menjelaskan, biji-biji kopi pilihan tersebut memang mendapatkan perlakuan khusus. Ia hanya menggunakan biji kopi yang benar-benar telah matang di pohon atau berwarna merah. Standar ini ia terapkan baik untuk biji kopi dari kebun sendiri maupun membeli pada masyarakat sekitar.



Biji-biji hasil petik merah tersebut kemudian dicuci dengan bahan khusus dan diolah dengan mesin yang didatangkan langsung dari Belanda. "Tentu bahan khususnya apa tidak akan saya beritahukan," ujarnya disambung dengan tertawa.



Usai tahap ini, biji kopi selanjutnya dicuci bersih dengan air kemudian dijemur hingga kering. Melalui proses ini, lanjut Tjipto, biji kopi yang telah kering akan beraroma mirip mete. "Selain itu, biji kopi kering ini juga mampu bertahan hingga 10 tahun," jelas veteran yang tercatat dengan nomor registrasi NPV 10.042.574 ini.



Kopi eva tak hanya dijual dalam bentuk kopi seduh siap minum saja. Tjipto juga menjualnya bubuk, biji kopi bahkan sirup. Sirup kopi Eva lebih praktis dan bisa disajikan dalam kondisi hangat maupun dingin. "Yang ini (sirup, red) sangat praktis, karena sudah manis dan tinggal diseduh saja. Mau panas atau dingin bisa."



Karena sirup ini tidak dicampur dengan bahan pengawet, maka butuh perlakuan khusus. Setelah tutupnya dibuka, maka simpan botolnya dalam lemari es. Dalam sebulan, rata-rata bisa mengolah 5 ton biji kopi.



Biji-biji kopi yang digunakan kopi Eva sebagian berasal dari kebun sendiri. Tapi karena banyaknya permintaan, sering Tjipto harus membeli dari kebun warga sekitar. Yang penting, biji tersebut harus dipetik merah. Dengan demikian, ia terus berusaha agar cita rasa kopi Eva tak berubah seiring berjalannya waktu. Ibaratnya, dulu ada orang menikmati kopi Eva, dan sekarang datang kembali bersama cucunya, maka rasa kopi yang diminumnya tetap sama. (pratono)



<Dimuat di Jawa Pos, 16 Agustus 2010: http://www.jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=150713>

<Ini merupakan versi lengkap yang tidak dipotong karena keterbatasan halaman>



E = mc˛
11-05-2011, 10:20 AM
dari notes teman di FB
Ahli Tempur, lalu Ahli Kopi
by Pra Vlatonovic on Monday, August 16, 2010 at 7:36am


Oh, Kopi Eva? pernah dikirimi ma penulis artikel ini :D

saya bukan maniak kopi, jd gak tau bedanya, yg jelas, masih lebih suka Kopi Aroma drpd kopi Eva :P

kala
11-05-2011, 04:59 PM
huhhh ... di=hapuss

di-mana2 itu namanya kedai kopi pasti jual rokokk ......
ayoo ... rokoknya balikinnn


:)

AsLan
12-05-2011, 02:17 AM
Dilihat dari menunya, kelihatannya gak bakal sampe 100rb kalau cuma 1-2 orang.
100rb an itu pasti buat sekeluarga.

Buat masa2 liburan sih ok lah segitu....

DH1M4Z
12-05-2011, 09:18 AM
wah...enaks neh buat kongkow2 ama temen..., atau buat kopdaran ehehehe...

Letaknya di Semarang atau Ungaran neh? Kalau Ungaran kan lumayan sejuk jadi lebih maknyus ngupi-ngupinya

ancuur
05-07-2011, 03:09 AM
kapan2 mampir ah... kapan yah?

aya_muaya
05-07-2011, 10:25 AM
wah...enaks neh buat kongkow2 ama temen..., atau buat kopdaran ehehehe...

Letaknya di Semarang atau Ungaran neh? Kalau Ungaran kan lumayan sejuk jadi lebih maknyus ngupi-ngupinya

mendekati boyolali...deket2 sama bawen... *mungkin.. buta peta soalnya

aya_muaya
05-07-2011, 10:25 AM
kapan2 mampir ah... kapan yah?

bukannya lagi di semarang ya um? :D wakakaka... habis liat peserta diklat yang mirip bener ama si om..