Parameswara Li
15-10-2012, 03:57 PM
RRC Berbelasungkawa Untuk Norodom Sihanouk
http://sphotos-h.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-prn1/75760_4044054853922_373002602_n.jpg
http://sphotos-e.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash3/75760_4044054813921_1748799208_n.jpg
http://sphotos-c.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-prn1/75760_4044054773920_420341358_n.jpg
Beijing (ANTARA News) - RRC memuji mantan Raja Kamboja Norodom Sihanouk sebagai "sahabat besar rakyat RRC" sebagai ungkap bela sungkawa negeri itu atas kematian sang raja di Beijing hari ini.
"Pada pagi 15 Oktober 2012, sahabat RRC, yang mulia Raja Kamboja Norodom Sihanouk telah mangkat di Beijing," demikian pernyataan kementerian luar negeri RRC seperti dikutip AFP.
Tidak itu saja, para pejabat tinggi RRC termasuk Penasehat Negara Dai Bingguo -- pejabat top China bidang hubungan luar negeri-- dan Menteri Luar Negeri Yang Jiechi telah melayat jenasah Sihanouk dan mencapai duka citanya untuk sang istri mendiang, Ratu Monique.
Sihanouk, yang semasa hidupnya diliputi sejarah pasang surut negerinya di mana dia sendiri sangat dicintai rakyatanya, meninggal dunia karena serangan jantung di Beijing Senin ini dalam usia 89 tahun, kata asisten setianya Pangeran Sisowath Thomico kepada AFP.
Dia kerap mengunjungi RRC di mana dia kerap menerima perawatan medis.
Mantan raja yang turun tahta pada Oktober 2004 demi memberi jalan kepada anaknya untuk berkuasa, tinggal di kediamannya di Beijing sejak Januari lalu.
Pada awal kehidupan politiknya yang panjang dan khususnya selama Perang Indochina dan Perang Dingin, Sihanouk menjadi sekutu berpengaruh RRC yang dekat dengan para pemimpin revolusioner China Mao Zedong dan Zhou Enlai.
"Saya selalu menganggap RRC sebagai tanah air keduaku ... hanya RRC yang mendukung kami, rezim perlawanan Khmer dan Uni Soviet tidak menginginkan kami," katanya pada 1971.
Mantan Raja Kamboja Norodom Sihanouk Meninggal Dunia
Media pemerintah Zhongguo melaporkan bahwa mantan raja Kamboja, Norodom Sihanouk, salah satu pemimpin Asia Tenggara yang berpengaruh, telah meninggal dunia di Beijing pada Senin (15/10) dini hari. Ia berusia 89 tahun. Raja Sihanouk memimpin Kamboja mencapai kemerdekaan, namun perang dan perannya dalam kekuasaan berdarah Khmer Merah menodai hidup dan periode tahtanya.
Pemimpin kerajaan yang flamboyan, politisi dan pembuat film serta pencipta lagu, Raja Norodom Sihanouk membawa kerajaan tua tersebut melalui kemerdekaan dari Perancis, perang dan pembantaian untuk membentuk demokrasi yang rapuh.
Sihanouk, lahir pada 1922, merupakan anak tunggal dari orangtua yang diasingkan. Ia mendapat pendidikan di Saigon dan Paris, dan diangkat raja pada usia 19 tahun, saat ia masih menjadi pelajar yang pemalu pada 1941.
Pada Oktober 2004, karena kesehatannya menurun, ia menyerahkan tahta pada putranya, Norodom Sihamoni. Putranya yang lain, Pangeran Norodom Ranariddh, pada 2002 membicarakan bakat seni dan ketertarikan yang luas dari sang ayah.
"Ia telah membuat 21 film. Namun ia bukan hanya pembuat film, ia adalah politisi yang handal, bahkan unik… dan ia juga ahli masakan Perancis yang hebat, musisi yang luar biasa, komposer. Tidak ada yang dapat meniru ayah saya,” ujarnya.
Sihanouk merupakan politisi yang flamboyan namun keras, dengan dukungan utama datang dari orang-orang di daerah. Ia menguasai tahta selama lebih dari 60 tahun, dan merupakan simbol penting bagi rakyatnya, yang menyaksikan salah satu dari kekuasaan yang melakukan genosida paling tragis pada Abad 20.
Penulis dan komentator untuk Kamboja, David Chandler mengatakan bahwa Sihanouk merupakan penghubung penting antara tradisi kuno dan periode modern.
“Ia membawa Kamboja ke dunia, tidak seperti Perancis yang menutupnya dan mengisolasinya selama 90 tahun. Namun ia juga merupakan tokoh Kamboja lama,” ujarnya.
Saat Kamboja masih di bawah penjajahan Perancis pada 1947, ia mengesahkan konstitusi yang menjanjikan pemerintahan parlementer. Kamboja meraih kemerdekaan parsial di bawah Uni Perancis pada 1949, namun Sihanouk mendorong kemerdekaan total yang dicapai dengan damai pada November 1953.
Dua tahun kemudian, Sihanouk menyerahkan tahta pada ayahnya, namun tetap menjadi kepala pemerintahan. Dalam posisi tersebut, Sihanouk memegang monopoli kekuasaan selama 15 tahun berikutnya dalam apa yang disebut “Era Sihanouk.”
Namun Sihanouk gagal menangkis pemberontakan komunis dan juga dari dalam pemerintahannya. Selama Perang Vietnam, para pemberontak yang didukung Zhongguo dan pemerintahan komunis lain membangun kekuatan, dan tentara Vietnam Utara juga seringkali menyeberang ke Kamboja saat berperang melawan Amerika Serikat. Akhirnya, ia terusir dari pemerintahan.
Carl Thayer, ahli mengenai Asia Tenggara dari AS, menjelaskan, “Ia dijungkalkan ketika sedang ada di luar negeri untuk memohon pada Rusia dan Tiongkok untuk menghentikan dukungan mereka untuk [Perang Vietnam].”
Setelah tidak berkuasa lagi, Sihanouk melarikan diri ke Zhongguo pada 1970 ketika kemarahannya terhadap pemerintahan baru memicu konflik internal yang memberi jalan bagi penguasa Khmer Merah.
Setelah Khmer Merah masuk ke Phnom Penh pada awal 1975, Sihanouk bersekutu dengan kelompok komunis radikal itu, dengan meyakini bahwa itu kunci menuju kekuasaan. Namun pada 1976, ia dipinggirkan dan khawatir nyawanya terancam.
Khmer Merah jatuh pada awal 1979, setelah serbuan Vietnam. Namun nama Sihanouk tercemar karena hubungannya dengan gerakan tersebut, yang menewaskan hampir dua juta orang Kamboja.
Perang sipil Kamboja berlanjut setelah Vietnam menarik pasukannya pada 1989, dan pada 1991, faksi-faksi yang berperang menyetujui gencatan senjata dan menandatangani persetujuan perdamaian yang didukung PBB.
Perjanjian tersebut memungkinkan Sihanouk untuk kembali ke Phnom Penh pada 1991 dari pengasingan. Ia meraih kembali tahtanya pada 1993, dan menjadi figur sentral dalam perkembangan politik negara tersebut selama lebih dari 10 tahun terakhir.
http://www.voaindonesia.com/content/mantan-raja-kamboja-norodom-sihanouk-meninggal-dunia/1526545.html
http://www.antaranews.com/berita/338699/china-berbelasungkawa-untuk-norodom-sihanouk
http://sphotos-h.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-prn1/75760_4044054853922_373002602_n.jpg
http://sphotos-e.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash3/75760_4044054813921_1748799208_n.jpg
http://sphotos-c.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-prn1/75760_4044054773920_420341358_n.jpg
Beijing (ANTARA News) - RRC memuji mantan Raja Kamboja Norodom Sihanouk sebagai "sahabat besar rakyat RRC" sebagai ungkap bela sungkawa negeri itu atas kematian sang raja di Beijing hari ini.
"Pada pagi 15 Oktober 2012, sahabat RRC, yang mulia Raja Kamboja Norodom Sihanouk telah mangkat di Beijing," demikian pernyataan kementerian luar negeri RRC seperti dikutip AFP.
Tidak itu saja, para pejabat tinggi RRC termasuk Penasehat Negara Dai Bingguo -- pejabat top China bidang hubungan luar negeri-- dan Menteri Luar Negeri Yang Jiechi telah melayat jenasah Sihanouk dan mencapai duka citanya untuk sang istri mendiang, Ratu Monique.
Sihanouk, yang semasa hidupnya diliputi sejarah pasang surut negerinya di mana dia sendiri sangat dicintai rakyatanya, meninggal dunia karena serangan jantung di Beijing Senin ini dalam usia 89 tahun, kata asisten setianya Pangeran Sisowath Thomico kepada AFP.
Dia kerap mengunjungi RRC di mana dia kerap menerima perawatan medis.
Mantan raja yang turun tahta pada Oktober 2004 demi memberi jalan kepada anaknya untuk berkuasa, tinggal di kediamannya di Beijing sejak Januari lalu.
Pada awal kehidupan politiknya yang panjang dan khususnya selama Perang Indochina dan Perang Dingin, Sihanouk menjadi sekutu berpengaruh RRC yang dekat dengan para pemimpin revolusioner China Mao Zedong dan Zhou Enlai.
"Saya selalu menganggap RRC sebagai tanah air keduaku ... hanya RRC yang mendukung kami, rezim perlawanan Khmer dan Uni Soviet tidak menginginkan kami," katanya pada 1971.
Mantan Raja Kamboja Norodom Sihanouk Meninggal Dunia
Media pemerintah Zhongguo melaporkan bahwa mantan raja Kamboja, Norodom Sihanouk, salah satu pemimpin Asia Tenggara yang berpengaruh, telah meninggal dunia di Beijing pada Senin (15/10) dini hari. Ia berusia 89 tahun. Raja Sihanouk memimpin Kamboja mencapai kemerdekaan, namun perang dan perannya dalam kekuasaan berdarah Khmer Merah menodai hidup dan periode tahtanya.
Pemimpin kerajaan yang flamboyan, politisi dan pembuat film serta pencipta lagu, Raja Norodom Sihanouk membawa kerajaan tua tersebut melalui kemerdekaan dari Perancis, perang dan pembantaian untuk membentuk demokrasi yang rapuh.
Sihanouk, lahir pada 1922, merupakan anak tunggal dari orangtua yang diasingkan. Ia mendapat pendidikan di Saigon dan Paris, dan diangkat raja pada usia 19 tahun, saat ia masih menjadi pelajar yang pemalu pada 1941.
Pada Oktober 2004, karena kesehatannya menurun, ia menyerahkan tahta pada putranya, Norodom Sihamoni. Putranya yang lain, Pangeran Norodom Ranariddh, pada 2002 membicarakan bakat seni dan ketertarikan yang luas dari sang ayah.
"Ia telah membuat 21 film. Namun ia bukan hanya pembuat film, ia adalah politisi yang handal, bahkan unik… dan ia juga ahli masakan Perancis yang hebat, musisi yang luar biasa, komposer. Tidak ada yang dapat meniru ayah saya,” ujarnya.
Sihanouk merupakan politisi yang flamboyan namun keras, dengan dukungan utama datang dari orang-orang di daerah. Ia menguasai tahta selama lebih dari 60 tahun, dan merupakan simbol penting bagi rakyatnya, yang menyaksikan salah satu dari kekuasaan yang melakukan genosida paling tragis pada Abad 20.
Penulis dan komentator untuk Kamboja, David Chandler mengatakan bahwa Sihanouk merupakan penghubung penting antara tradisi kuno dan periode modern.
“Ia membawa Kamboja ke dunia, tidak seperti Perancis yang menutupnya dan mengisolasinya selama 90 tahun. Namun ia juga merupakan tokoh Kamboja lama,” ujarnya.
Saat Kamboja masih di bawah penjajahan Perancis pada 1947, ia mengesahkan konstitusi yang menjanjikan pemerintahan parlementer. Kamboja meraih kemerdekaan parsial di bawah Uni Perancis pada 1949, namun Sihanouk mendorong kemerdekaan total yang dicapai dengan damai pada November 1953.
Dua tahun kemudian, Sihanouk menyerahkan tahta pada ayahnya, namun tetap menjadi kepala pemerintahan. Dalam posisi tersebut, Sihanouk memegang monopoli kekuasaan selama 15 tahun berikutnya dalam apa yang disebut “Era Sihanouk.”
Namun Sihanouk gagal menangkis pemberontakan komunis dan juga dari dalam pemerintahannya. Selama Perang Vietnam, para pemberontak yang didukung Zhongguo dan pemerintahan komunis lain membangun kekuatan, dan tentara Vietnam Utara juga seringkali menyeberang ke Kamboja saat berperang melawan Amerika Serikat. Akhirnya, ia terusir dari pemerintahan.
Carl Thayer, ahli mengenai Asia Tenggara dari AS, menjelaskan, “Ia dijungkalkan ketika sedang ada di luar negeri untuk memohon pada Rusia dan Tiongkok untuk menghentikan dukungan mereka untuk [Perang Vietnam].”
Setelah tidak berkuasa lagi, Sihanouk melarikan diri ke Zhongguo pada 1970 ketika kemarahannya terhadap pemerintahan baru memicu konflik internal yang memberi jalan bagi penguasa Khmer Merah.
Setelah Khmer Merah masuk ke Phnom Penh pada awal 1975, Sihanouk bersekutu dengan kelompok komunis radikal itu, dengan meyakini bahwa itu kunci menuju kekuasaan. Namun pada 1976, ia dipinggirkan dan khawatir nyawanya terancam.
Khmer Merah jatuh pada awal 1979, setelah serbuan Vietnam. Namun nama Sihanouk tercemar karena hubungannya dengan gerakan tersebut, yang menewaskan hampir dua juta orang Kamboja.
Perang sipil Kamboja berlanjut setelah Vietnam menarik pasukannya pada 1989, dan pada 1991, faksi-faksi yang berperang menyetujui gencatan senjata dan menandatangani persetujuan perdamaian yang didukung PBB.
Perjanjian tersebut memungkinkan Sihanouk untuk kembali ke Phnom Penh pada 1991 dari pengasingan. Ia meraih kembali tahtanya pada 1993, dan menjadi figur sentral dalam perkembangan politik negara tersebut selama lebih dari 10 tahun terakhir.
http://www.voaindonesia.com/content/mantan-raja-kamboja-norodom-sihanouk-meninggal-dunia/1526545.html
http://www.antaranews.com/berita/338699/china-berbelasungkawa-untuk-norodom-sihanouk