PDA

View Full Version : Anak, Kebanggaan Ortu?



BundaNa
31-05-2012, 06:47 PM
ceritanya ini kan lagi waktunya nguber sekolah buat anak2 TK yang mau lulus buat masuk SD.

Buat SDN jadwalnya sih bareng, sedang swasta, si anak belum lulus udah pada buka pendaftaran dan seleksi masuk.

Kemudian, kebetulan, entah iseng gimana, 15 menit sebelum bel pulang saya udah duduk manis di depan TK Naomi. Dan disusul seorang ibu, saya tau dia ortu murid TK A. Terjadilah percakapan basa-basi yang dimulai dari dia.

"Naomi mau SD ya?"

ya iyalah! Kan dia TK B, mau kemana lagi emang? gerundel saya dalam hati. Ini orang memang sudah masuk daftar blacklist saya karena kebanyakan nyacat tapi tiap dimintai tolong sekolah buat bantu2 suka ogah.

"Iya," basssssssi banget jawaban saya.

"Masuk SD mana rencananya? Baitunnur?" dia menyebutkan satu SDIT yang emang jadi inceran orang2 kaya di Blora.

"Ah enggak, kemahalan, mutunya juga masih kalah sama SD lain," jawab saya.

"Oooo, terus rencana kemana?"

"Sementara didaftarin masuk SD Muhammadiyah."

Dannnnnnnnn kemudian dia nyerocos deh (ternyata dari tadi niatnya mau pamer ya?::grrr::) bahwa anaknya yang sekarang TK A udah bisa calistung dan mau dia lompatin langsung masuk SD, dan tujuannya SD Muhammadiyah (great, kenapa mesti ke sono?). Bahwa anaknya udah dari PG bisa baca baik sehingga ngapain nerusin ke TK B kalau sudah "layak" masuk SD? begitu sombongnya.

Saya pun kehilangan selera buat basa-basi. Iseng saya kerjain dia.

"Oh Kesha (anaknya), udah bisa baca buku cerita sederhana gitu, macam serial anak sholeh atau serial si Mimi (gwe sebutin dah nama buku cerita punya Naomi yang udah robek2 saking seringnya dibaca naomi::hihi::)?"

Dia bengong. "Buku cerita?"

"Iya, kalau gak salah sih anak2 TK B udah pada bisa baca buku cerita sederhana seperti itu. Malah kayaknya udah langganan Bobo," jawabku asbun. Lha iya, emang gwe tau aktifitas temen2 sekelas Naomi?::hihi::

Perlahan, wajahnya pias, lalu menggelengkan kepala.

"Emang itu perlu ya?" tanyanya ragu2

"Ya, setau saya sih kemaren pas Naomi dikasih soal2 evaluasi kelas 1 SD (waduh, saya ngibul itu::ngakak2::) kemampuan bacanya udah harus bisa baca buku cerita sederhana gitu. Soalnya kelas 1 udah diajarin majas, melengkapi kalimat dan macem2 gitu," kata saya sok2an.

Dia mingkem.

"Kalau ga salah juga hitung2annya modelnya udah sampe 3 sampe 4 baris berhitung." padahal itu soal jarimatika::ngakak2::

Dia makin mingkem.

Dalam hati saya geli.

Dan juga kasihan. Dia terlalu menyepelekan jenjang pembelajaran hanya demi bisa membanggakan anaknya di depan orang, bahwa anaknya lebih mampu dibanding anak2 sebayanya. Oke, saya tau ortu paling senang membanggakan anak2nya (saya juga lah), tetapi apakah sampai mengorbankan masa2 senangnya si anak menikmati masa2 TK demi kebanggaan si ortu?

cha_n
31-05-2012, 08:53 PM
hehehe... ya mungkin tiap ortu punya cara untuk merasa bangga, walau tanpa disadari malah bisa menjerumuskan anak.

si miki juga udah tk b, aku ama ortu malah sudah membicarakan dengan serius untuk tidak menaikkan dia ke SD, soalnya dari sisi umur emang masih terlalu muda, bulan juli nanti 5 tahun 5 bulan. alternatifnya, setahun ga sekolah dulu diganti dengan kursus2 aja.
dengan guru2nya juga sudah konsultasi, walau akhirnya keputusan tetap sd, karena anaknya secara akademik bisa mengikuti, selain itu juga takutnya dia ntar merasa minder, karena sendirian ga naik ke sd

BundaNa
01-06-2012, 11:33 AM
kalau udah TK B aku pikir wajar sih chan, kan dia sudah mengikuti semua jenjang pendidikan dengan baik. Ada beberapa teman Naomi juga nyampe Juni masih 6 taun kurang tapi di TK B, beberapa ortu juga mempertimbangkan untuk tidak meluluskan anak-anaknya, tetapi kemarin hasil psiko testnya menunjukkan mereka siap masuk SD, jadi oleh sekolah tetap diluluskan, meski untuk masuk SD negeri agak susah karena syaratnya sampe Juni harus 6 taun minimal.

Ini kasusnya anaknya masih TK A, taun ini naik TK B. Dan hasil psikotestnya masih rata2 anak TK A, jadi ya menurutku kasian aja sih dipaksa ortu demi kebanggaan (atau keegoisan?) mereka.

Ronggolawe
01-06-2012, 11:41 AM
Anak, kebanggaan Ortu? Pasti... asal tidak menjadi
korban ambisi orang tua.

Gw sendiri sebagai orang tua memang punya banyak
impian untuk putri gw, tapi sejauh ini gw cuma menyi
apkan jalan saja, yang kira-kira merangsang olah ge
rak dan olah pikirnya. Bila putri gw tidak tertarik, ya
gw coba cari yang lain, barangkali dia tertarik.

Sejauh ini Zhazha suka banget menonton video Tari
Tradisional seperti Tari Payung, Tari Piring dan Tari
Persembahan, meski baru bisa menirukan sedikit. Se
tiap pagi sebangunnya tidur, pasti mengambil remote
TV untuk disetelkan Videonya. Demikian pula sepulang
nya dari rumah Nenek.

cha_n
01-06-2012, 11:41 AM
sebenarnya paud termasuk tk itu ga wajib. aku heran juga di kita malah seakan dibikin wajib. malah pake tes segala buat masuk sd.

ada sd swasta mahal, tes calistung psikotes dll susah banget. ya ampun kasian banget anak2 sd sekarang.

untuk kasus bundana aku pribadi sih ga ngelihat keharusan dari tk a harus ke tk b. tapi mending dilihat dari kesiapan anak aja. kalau sekedar mengejar nafsu ortu, kasian anaknya. biarkan anak puas bermain di umurnya.

bahkan pernah um alip nulis, berdasarkan penelitian, anak yang terlambat masuk sekolah pada saat dewasanya lebih berprestasi (lupa ditulis dimana)

BundaNa
01-06-2012, 12:01 PM
ijazah tk ditanya pas daptar SD, chan::hihi::

- - - Updated - - -

buat TK sudah terhitung formal, yang ga formal itu KB (kelompok bermain) tapi PAUD sekarang terpadu jadi KB sampe TK

cha_n
01-06-2012, 02:23 PM
nah itu dia, kan wajib belajar, kok ditanya ijazah tk, harus bisa calistung dll pulak ::grrr::

BundaNa
02-06-2012, 12:07 AM
sd muhammadiyah ga dites calistung, cuma minimal usia 6 thn mpe juni, sama ditanya2 waktu, main balok sm gambar

- - - Updated - - -

ijazah tk itu instruksi diknas, chan. dan di sd ijazah diminta sbg kelengkapan administrasi. tk a lsg keluar ya ga dpt

- - - Updated - - -

crita diatas cuma pengen m'ilustrasi, bhw ortu demi ingin anaknya diakui, ada yg m'halalkan segala cara

aya_muaya
06-06-2012, 02:25 PM
akhir2 ini perasaan aku juga jadi sering banget ngomongin aulia ama temen2 di kantor... seolah2 semua hal tentang dirinya adalah sebuah keajaiban yang sangat menggemaskan... ::hihi:: unyu unyu sih...

tapi ada terbersit juga rasa takut bikin sebal temen yang denger sih.. soalnya ada temen lain yang cerita kalau bu A tiap hari kerjaannya pasti ngomongin anaknya mulu... sampai dia sebal..

menurutku pribadi sih wajar ya kalau ortu pasti bangga ama anaknya dan salah satu wujudnya dengan ngomongin anaknya ke teman2nnya.. cmiiw... ::maap::

Ronggolawe
08-06-2012, 12:22 PM
http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/08/kisah-sang-juara-kelas-yang-tak-naik-kelas/


Kisah Sang Juara Kelas yang Tak Naik Kelas

Kamis kemarin seharusnya jadwal saya berada di rumah, namun mengingat banyaknya kerjaan kantor maka hari itu saya masuk kerja. Hari libur yang seharusnya saya gunakan untuk menemani putra saya, Danish (8) yang saat ini sedang mengikuti Ujian Kenaikan Kelas (UKK) terpaksa saya abaikan. Inilah yang membuat saya bersungut-sungut ‘ngantor’ kemarin.

Rekan kerja saya, Zaid hanya mesam-mesem melihat saya yang setengah hati bekerja. Ia tahu kalau saya gelisah karena kepikiran putra saya. Ia katakan jangan terlalu ngoyo menjalani hidup. Santai saja, jangan stress apalagi dalam pola pengasuhan anak.

Kemudian Zaid banyak bercerita tentang gayanya mendidik putra-putrinya. Zaid telah memiliki 4 orang anak. Putrinya yang pertama kini sedang kuliah di sebuah PTS di Jakarta. Anaknya yang ketiga pernah juga 3 bulan tidak masuk sekolah. What? 3 bulan? Tanya saya. Ia tertawa. Iya 3 bulan. Rupanya si anak selama 3 bulan itu merasa jenuh sekolah. Ia malah asik ‘nongkrong’ di Warnet main game-online. Anehnya si anak tetap naik kelas! Wew!

Zaid juga bercerita tentang anak sahabatnya, sebut saja namanya Satria. Satria dibesarkan dari lingkungan keluarga yang super disiplin. Orang tua Satria sejak kecil menggembleng Satria dengan berbagai pendidikan. Baik di sekolah maupun pendidikan di luar sekolah. Ayah bundanya ingin agar Satria menjadi anak kebanggaan mereka. Meraih predikat juara kelas.

Obsesi ayahbundanya terwujud. Saat di bangku SD hingga SMP, Satria tumbuh menjadi anak dengan skill dan nilai yang cemerlang. Berbagai les/kursus yang diikutinya di luar sekolah mengantarkan Satria menjadi sang jawara kelas. Ia selalu mendapat peringkat pertama. Setidaknya selama ia di SD hingga SMP, 3 besar selalu ia raih.

Namun apa yang terjadi saat Satria duduk di bangku SMA? Siapa sangka anak kebanggaan itu mendadak berubah drastis! Apa yang terjadi dengan Satria? Saat ia kelas 2 SMA, ternyata Satria tidak naik kelas! Betapa shock-nya hati orang tuanya. Siapa mengira putra kesayangan mereka yang selama ini bersinar dan menjadi bintang kelas ternyata tinggal kelas alias tidak naik kelas.

Mendengar kisah Satria, saya tertegun. Kemudian saya bertanya kepada Zaid, apa yang menyebabkan Satria tidak naik kelas? Zaid bilang, ternyata selama ini Satria tak pernah menikmati gelar juaranya. Ia mulai jenuh karena kesehariannya hanya berkutat dengan buku-buku pelajaran. Begitu pula di luar sekolah, kepalanya serasa mau pecah karena terus-menerus belajar dan belajar demi mengejar nilai dan meraih gelar sang juara.

Melihat kenyataan itu, orang tua Satria baru terbuka mata hatinya. Ternyata selama ini niatnya membentuk Satria menjadi sang juara berdampak kepada psikologis Satria. Mereka yang selama ini ‘mencekoki’ satria dengan beragam les/kursus/bimbel telah merenggut masa kecil seorang anak.

Keinginan satria semasa kecil yang ingin bermain dengan teman-temannya justru harus ia lalui dengan aneka pelajaran. Bahkan guru privat pun tak segan didatangkan ke rumah untuk mengajari Satria. Nyaris Satria tak memiliki waktu bermain. Hal inilah yang membuat Satria yang beranjak remaja mulai menunjukan ‘taringnya’. Ia tumbuh menjadi pribadi berbeda dengan saat kecil dulu. Satria kecil sang juara kini berubah menjadi remaja pembangkang! Satria jenuh dan bosan dengan gelar sang juara yang selalu diraihnya.

Zaid pernah bertanya kepada sahabatnya, apa yang membuatkan tak naik kelas? Apakah pelajaran SMA yang terlalu sulit? Ataukan Satria selalu bolos sekolah seperti putra Zaid yang ketiga itu? Ia bilang, Satria memang sengaja tidak mau belajar. Saat ulangan atau Ujian, dia menjawab semua soal asal-asalan saja! Waduh! Jelas saja nilainya selalu ‘jeblok’! Akibatnya, Satria harus mengulangi pelajarannya di kelas 2.

Dari kisah Satria itu, saya baru menyadari bahwa ternyata obsesi orang tua yang mendambakan anak mereka tumbuh menjadi anak yang super cerdas dengan meraih juara tak serta merta membuat buah hati mereka menikmati gelar juaranya. Seringkali kita para orang tua memaksakan kehendak kita pada anak. Anak harus ikut les ini, kursus itu atau bimbel demi bisa membantunya belajar.

Tanpa kita sadari, kita telah merenggut kegembiraan masa anak-anak, di mana dunianya tak lepas dari bermain dan bersosialisasi dengan teman-temannya. Bahkan banyak juga orang tua yang mendidik dengan keras anak-anak mereka agar patuh pada aturan orang tua. Memang tak salah bila niat orang tua menggembleng anaknya dengan berbagai ilmu pendidikan. Namun sejatinya, hal itu harus diimbangi dengan tidak merampas hak anak untuk menikmati dunia bermainnya.

Hal ini sungguh menjadi pembelajaran bagi saya yang saat ini begitu ketat dalam mendidik putra saya. Namun demikian, selama ini saya tetap memberi kebebasan Danish untuk bermain bersama teman-temannya. Disiplin sejak dini yang saya terapkan semata-mata hanya ingin mengajarkan Danish bagaimana ia harus belajar bertanggung jawab dalam membagi waktunya. Kapan ia harus belajar dan kapan ia bermain.

Mungkin yang terjadi pada Satria, orang tuanya tak pernah mendengarkan apa keinginan Satria. Betapa inginnya Satria menikmati dunia anak-anak. Seharusnya, orang tua Satria bisa menjadi teman bagi buah hatinya, mendengarkan apa keluhan anaknya. Sangat disayangkan, anak secerdas Satria harus kehilangan masa kecilnya yang seharusnya ia nikmati dengan suka cita dan penuh kegembiraan.

cha_n
08-06-2012, 02:06 PM
jadi inget adikku yang cowo
kebalikan dari si "satria", dia dari kecil bener2 puas sama yang namanya bermain.
aturan dari rumah cuman satu, maghrib harus sudah di rumah.
tiap pulang, badan penuh lumpur, jadi disuruh mama mandi di depan rumah dulu baru boleh masuk ::hihi::
jagoan main kelereng, gambaran dan mainan lain sekomplek (paling enak main sama adikku, menang mulu ;)) )
SD, jangan harap jadi juara, lah dia jawab pisang tumbuh di mana "di meja" katanya ::ngakak2::
pas smp, nilainya pas, pas buat masuk smp favorit, tapi ya dapet cadangan, alhamdulillah masih lolos, gitu juga pas sma, nilainya pas2an, yang penting bisa lolos
prinsip hidup "kalau dapet 7 bisa lulus, ngapain dapet 10" wkwkwk

tapi pas udah sma, dia sudah puas dengan yang namanya bermain, pas persiapan mau masuk universitas, dia udah bisa diajak "serius"
bisa dibilang untuk urusan eksakta, dia paling jago, alhamdulillah dapet institut terbaik negeri ini, masuk jurusan favorit juga, lulus juga tepat waktu dan ip nya 3 koma alhamdulillah (aku tanya, kenapa harus ngepas gitu sih? jawaban yang seperti biasa: ngapain lebih bagus lagi, yang penting kalau gw mau pns dan s2 masih cukup ::grrr:: )

adikku yang cewek, emang dia dari dasarnya perfeksionis. aku atau ortu ga pernah maksa dia belajar, dia sendiri yang ngebet dan heboh kalau dapet nilai jelek (8 itu nilai jelek bagi dia)
satu kelemahan dia bahasa sunda, untungnya smp udah ga ada pelajaran itu lagi :D
ga usah dipaksa kursus ini itu, dia mau sendiri, ya monggo.
dia kuat di hapalan, mantap banget lah soal hapalan.
alhamdulillah juga pas sma, karena emang dasarnya dia sendiri yang mau, dia sendiri juga yang memilih jalan hidupnya, dapet kedokteran di univ negeri (yang mana berarti biayanya ga berat, ortuku udah wanti2 soalnya, kalau ga negeri ga bakal disekolahin)

belajar dari situ, hal yang aku pelajari, ortu-ku dulu ga kaya, malah boleh dibilang kami paling miskin diantara temen2 di sekolah, tapi melihat kami berhasil dengan apapun, itu membuat mereka bangga, baik itu dari sisi akademik, seni, OR, dll dan itu yang memicu kami. ga pernah mereka maksa2, anak2nya sendiri yang sudah bisa menyadari, rasa bangga itu datang dalam sebuah pencapaian. ortu walau pas2an selalu mengusahakan kalau itu untuk pendidikan. jaman itu, aku minta les musik di yamaha (yang menurutku mahal banget) dikasih, padahal emang udah pas2an, tapi bagi mereka kalau emang itu yang dimaui, tanggung jawab mereka mengantarkan.
sekedar mengenalkan silakan aja menurutku, tapi harus ditanyakan juga apa mau anak (kecuali untuk hal2 yang wajib, seperti sholat dll) jangan sampai si anak stres seperti kasus satria.

itu juga sebabnya aku ga mau maksa2 anak, si hegel aku lihat tahun lalu belum tertarik sekolah, ya udah biarin aja di rumah, ngapain ikut2an orang lain, pas dia udah terlihat tertarik sekarang, oke kusekolahin, toh isinya sama juga sama di rumah, main2 dulu.
mudah2an seterusnya konsisten dari pengalaman2 bagus orang2, jangan sampe obsesi pribadi dipaksakan ke anak

BundaNa
08-06-2012, 02:54 PM
sayangnya tdk semua ortu b'pandangan spt diatas. ada ortu yg bangga jika anaknya lebih dr teman seumur meski hrs t'luka

- - - Updated - - -

ilustrasi diatas itu, si ibu itu seorang guru yg gw asumsikan paham psikologi spt memaksa si anak bisa m'cederai mental si anak

aya_muaya
08-06-2012, 03:32 PM
hemmh... betul bun... naudzzubillah...

ndugu
08-06-2012, 10:18 PM
kasian ya satria, moga2 lebih mendingan ya orangnya ::elaugh::

saya cukup bersyukur dapet ortu yang kebalikan dari ortu satria ;D
kayanya mereka pernah melihat anak2 yang saking stressnya jadi mentalnya ga beres
dulu temen sekelasku ada yang kaya gini juga

dan dari itu mereka sangat santai dan ngga pernah ngepush saya
justru mereka yang suruh saya bolos kalo saya merasa stress dengan sekolah, tiap kali ditelponin, pasti ditanyain dan saranin bolos :cengir: dulu saya memang cukup stress dengan beban di sekolah, plus mungkin saya orangnya gampang stressan kali ya :cengir:

cuman, justru karena mereka suruh saya bolos, kok saya malah yang jadi ngerasa ga enakan ya? :lololol: dan akhirnya saya malah ga jadi bolos ::elaugh:: (paling pernah beberapa hari aja)

BundaNa
08-06-2012, 10:44 PM
yg penting sebenarnya mengajari anak utk paham akan tanggung jawabnya. tanpa dipush pun dia akan m'atur dirinya sendiri

lily
08-06-2012, 11:39 PM
Jadi inget masa kecil... Papa saya orang yang keras dan disiplin. Masa kecil saya dihabiskan dengan belajar. Kalo liburan , saya mo nginap di rumah Grandpa Grandma saya , saya dikasi PR berlembar lembar harus dikerjain. Dari kelas 1 SD sampe kelas 1 SMP , saya selalu masuk rangking 5 besar.

Pas kelas 2 SMP , saya mulai agak nakal , karena di kelas saya banyak anak anak yang lumayan nakal. Ikut ama mereka , ga belajar , dll. Udah ga ranking , nyaris ga naik kelas pula. Saya sedih dan menyesal banget.

Selanjutnya pas kelas 3 SMP dan 1 SMA , saya kembali tekun belajar , karena emang temen - temen sekelas saya pada rajin belajar.

Kelas 2 SMA , Papa saya mengembangkan usaha di luar pulau , jadi saya sering bolos. Mama saya orangnya nyantai. Jadi saya bole aja bolos. Hasilnya kelas 2 SMA , di raport ada tulisan absen 30 hari. Gara - gara sering bolos , pelajaran ketinggalan. Lagi - lagi nyaris ga naek kelas.

Kelas 3 SMA , saya mulai giat supaya bisa lulus SMA.

Dari pengalaman saya , disiplin Papa saya emang perlu , tapi jangan menekan saya harus belajar terus selama saya buka mata. Buat nonton TV aja saya ga bisa. Sampe sering di dalem buku pelajaran , saya kasih komik. Karena saya gak punya waktu untuk refresh otak saya. Saya lebih enjoy dengan cara Mama saya mendidik saya.

Sekarang anak saya , Owen usia 4 taon. Udah naik ke K1 (TK A). Saya sih menikmati aja setiap tahun Owen sekolah , saya ga ngoyo dia harus cepet cepet lompat kelas... Toh dengan tiap tahun dia sekolah sesuai kemampuan dia , itu akan mengasah kemampuan dia supaya lebih siap di bangku berikutnya.

cha_n
08-06-2012, 11:42 PM
yup bener tuh bun.
plus beri alasan kenapa mereka harus sekolah. apa tujuannya. apa akibatnya kalau ga sekolah.
dari awal ortuku nasehat nya adalah, karena secara harta mereka ga ada, warisan dari mereka hanyalah ilmu pengetahuan. bekal berupa didikan agama dan pengetahuan umum.
harta bisa habis, bisa dicuri. tapi kalau skill dan pengetahuan malah sebaliknya, bahkan bisa menghasilkan.
kalau soal prestasi, mereka cuman ngingetin, Tuhan sudah menganugerahkan kita intelegensia, harus digunakan dengan baik.
jangan disia siakan.

pernah waktu sd, aku sedih banget, yang dapet ranking bagus bukan yang lebih pinter atau nilainya lebih bagus, tapi yang ortunya suka ngasih hadiah ke guru.
ortu malah yang menenangkan. keberhasilan itu ga dilihat dari ranking. dia tahu aku udah berusaha dan nilaiku juga bagus. yang penting ga gampang menyerah.

love them so much

BundaNa
09-06-2012, 03:54 AM
msh ada tuh tipe2 guru begitu sekarang di sini, chan. gw udah dpt kisikan dari sd mana aja. mrk udah masuk blacklist gw