PDA

View Full Version : 5 tahun pertama



BundaNa
31-03-2012, 01:41 PM
kopiers...sama sekali tidak pernah bermaksud untuk mengadili siapapun di sini...


saya cuma kita, apalagi yang udah merit, mungkin mau sharing susahnya di awal pernikahan terutama 5 tahun pertama.

Untuk menyatukan visi, misi perkawinan

Masalah anak2 balita

Masalah ortu dan mertua

Juga sifat2 kedua belah pihak yang ternyata butuh usaha ekstra untuk bisa saling mengerti, memahami dan berubah untuk keberhasilan rumah tangga

sharing dunk pliss



saya merasakan sendiri...ya 3 tahun pertama emang masa2 pacaran buat saya dan suami, karena saat itu saya belum hamil. Isinya cuma, bangun tidur, sholat bareng, sibuk bareng buat sama2 berangkat kerja, abis itu maksi bareng, pulang bareng, nyari makan malem bareng, nonton, ke mall...ya kayak gitu deh

kerasanya justru saat mulai ada Naomi. Skala2 prioritas kita mulai bergeser, dan benturan2 mulai kerasa...bukan berarti setelah 9 tahun ini perkawinan kami aman, setidaknya kami sudah sama2 tau sifat masing2 yang susah diperbaiki dan butuh permakluman yang luar biasa::oops::

Saya ga pernah utak atik lagi masalah hubby yang maen bilyard atau nonton bola ampe nganggurin saya::oops:: anggep aja refreshing buat belio yang ga liat tipi selama 2 bulan dah::hihi::

suami juga juga udah ga utak ati::hihi::k kalau saya mendadak autis ngeKM::ngakak2::

ya kayak2 gitu deh...sharing dunk ya

itsreza
31-03-2012, 08:06 PM
thread penting... mohon diri untuk ikut menyimak :ngopi:

Alethia
01-04-2012, 11:14 AM
saya belum akan menikah, tapi aku pikir, 5 - 10 thn pertama kyknya masih sibuk urus anak, indah2nya berumah tangga, menyesuaikan diri dgn dunia baru dsb
tapi setelah anak2 masuk sma atau kuliah...rumah kyknya akan mulai terasa sepi ditinggal anak, karier suami sedang menanjak..(mungkin di usia 45thnan)

istri sdh tdk semuda yang dulu...
dan kayaknya akn mulai sering kesepian dirmh

dimasa masa inilah kyknya ujian hidup yang sulittt *sampe 't'nya 3 :D
mana sodara2 udah mulai sibuk jg sama dirinya sendiri setelah orang tua udah ga ada.

oh Tuhan, lindungilah aku dalam2 masa seperti itu

menurut gw, seorang isitri akan di uji lagi kemahirannya sebagai wanita, kekasih suaminya yg akan puber kedua (bukannya malah sibuk arisan sana sini, berdandan, bergaul, cari hobi2 unutk membunuh sepi) dan suami diuji dalam kemapanan kariernya untuk tidak menyerong, melupakan berkasih sayang dgn istri yg udah mulai 'tante -tante' atau 'emak-emak yang tdk terawat'.

BundaNa
01-04-2012, 09:11 PM
ehm...justru 5 tahun pertama sangat krusial, karena benturan2 keras sering terjadi di tahun2 ini. Masa penyesuaian pada 2 karakter dengan 2 latar belakang yang berbeda, suka timbul masalah. Suka gak prinsip, tapi karena bertumpuk malah jadi api dalam sekam.

Ayo dunk para seior, tolong share di sini, biar kita yang baru2 menikah bisa dapet ilmunya::maap::

cha_n
01-04-2012, 09:44 PM
musti mention um pasing ama um alip nih :D

aku sendiri baru masuk ke tahun ke 5.
aku bilang sih tantangan masing2 pernikahan itu beda2, bisa jadi ada yang di tahun ke 5-nya ada yang di tahun ke 3, ada juga yang malah baru muncul di tahun ke 20-25.

menurutku suami-istri harus kompak dari internal dulu, karena tantangan ke luar itu berat, kalau suami-istri udah ga kompak, susah melawan arus dari luar.
karena itu, sebaiknya, awal2 nikah pisah dari orang tua, tinggal sendiri aja biar bisa menyelami karakter pasangan, bisa mengenal keluarganya secara pelan2.
kita dibesarkan oleh orangtua yang berbeda, beda latar belakang pendidikan, beda latar belakang suku, dll dll dan aku ngalamin sendiri perbedaan2 itu juga membentuk berbagai karakter dan pilihan2 kita dalam hidup. dan itu wajar aja sebenarnya, cumannnn kita pasti bakalan kaget di awal2.
nah kalau udah ada orang lain dalam RT, bakal lebih sulit bagi kita.

ada yang sempet membahas bahwa antar keluarga besan ada perbedaan "kasta" dan itu bisa jadi masalah ~katanya
aku jawab aja, itu salah satu tantangan dari luar, dan sebenarnya itu bukan masalah besar, itu hal wajar aja selama suami-istrinya kompak dan ga mempermasalahkan itu.
aku ama suami sendiri berasal daru dua keluarga yang berbeda suku, satu sumatra, satu jawa
ortuku ama mertua juga beda latar belakang pendidikan,
beda pekerjaan, beda daerah tempat tinggal (kota vs desa) dst dst
nah sekarang hal2 kayak gini kita lihat aja, apa yang begini perlu dijadikan masalah?
ini menjadi sebuah fakta, YA! tapi bukan hal yang perlu dipermasalahkan lah. dan kalaupun ada orang lain yang merasa mempermasalahkan ini, balik lagi ke kita suami istri, musti kompak, kita aja ga masalahin ngapa yang laen rese? end of discussion :D

keberuntunganku yang terbesar adalah, suamiku orangnya penyabar banget, dan itu sangat membantu dalam proses pengenalan dan penyesuaian awal ini.
soal visi misi dalam pernikahan sebenarnya sambil jalan dirumuskan, karena seperti yang dibilang bundana, pas belum ada anak biasanya visi misi bisa beda hehehe.
tapi seiring berjalannya waktu, selama ada keterbukaan, saling menghormati dan mau mendengarkan, semua masalah insyaAllah selalu ada solusinya

gogon
01-04-2012, 11:07 PM
5 tahun pertama:
- terbukanya 'kedok' pasangan. Kebiasaan2 buruk terpampang jelas.
- Ego mulai sering naik bagi yg merasa kebebasannya banyak hilang (karena udah ngga sebebas waktu masih single)
- Friksi2 suka muncul. Jika waktu masih pacaran sudah menganggap saling mengerti, memahami dan kompromi maka bisa dibilang itu gak ada apa2nya dibandingkan dgn yg dihadapi setelah berumahtangga.
- pada masa2 ini paling baik adalah orangtua/mertua tidak ikut nimbrung urusan rumah tangga. Biarkan pasangan ini menyelesaikan urusannya sendiri.
- Pun suami/isteri jangan ngadu tentang hal2 yg jelek dlm rumah tangganya ke ortu. Hal itu hanya akan membuat ortu ngga bahagia.
- yg diperlukan adalah kompromi dan kesabaran dalam melewati 5thn pertama. Serta keyakinan bahwa jalan yg penuh kerikil memang harus dilewati demi jalan yg lebih mulus di depan.
- Yg penting satukan misi, trkad dan tujuan.

---------- Post added at 10:07 PM ---------- Previous post was at 09:58 PM ----------

sekian pepesan kosong dari gogon ;D tulisan terakhir yg 'trkad' itu maksudnya 'tekad' pake hp repot ngedit ;D

BundaNa
02-04-2012, 12:14 AM
nunggu para senior lain buat sharring

Ronggolawe
02-04-2012, 01:29 AM
kebetulan lagi melow, habis karaokean :)


http://www.youtube.com/watch?feature=player_detailpage&v=M1zHwEJd9i4

Urzu 7
02-04-2012, 11:45 AM
Judul thread sebaiknya diganti "menjaga keharmonisan rumah tangga setelah 5 Tahun pertama"

BundaNa
02-04-2012, 05:24 PM
lho, gw emang mau bahas yang 5 tahun pertama kog, ju::bwekk::

Asum
02-04-2012, 09:47 PM
kerasanya justru saat mulai ada Naomi. Skala2 prioritas kita mulai bergeser, dan benturan2 mulai kerasa...bukan berarti setelah 9 tahun ini perkawinan kami aman, setidaknya kami sudah sama2 tau sifat masing2 yang susah diperbaiki dan butuh permakluman yang luar biasa::oops::

Masalahnya di mana ya ? ::ungg::

Saya sudah menikah s/d saat ini 10 tahun dengan istri pertama. Dikarunai anak 2, laki-laki. Sampai dengan saat ini, saya tidak ada masalah berat yang cukup dikhawatirkan dapat mengancam keharmonisan keluarga saya. Karena konsepnya sama seperti ukhti di atas : "kami sudah sama2 tau sifat masing2 yang susah diperbaiki dan butuh permakluman yang luar biasa", walau sepertinya yang banyak berkorban untuk mengerti adalah istri saya.

Kehadiran anak justru menjadi alat pengikat cinta kami, kami yang dulunya selalu jalan berdua, kemana-mana berdua, sampai mandipun berdua, ::oops::

Walau sekarang tidak bisa seperti dulu dengan kehadiran 2 anak kami, namun hal tsb tidak menjadikan kehadiran mereka penghalang bagi kami untuk selalu berdua, bahkan mereka selalu kami bawa kemana saja kami pergi. Tidak enak dan tidak lengkap jika tidak ada mereka dalam momen-momen hidup kami. Kecuali pada momen-momen tertentu yang memang privacy, maka kami berdua kala mereka berdua sudah tertidur pulasss ... ::hihi::

Jadi, terus terang, saya bingung dengan problem ukhti. Apakah kehadiran Naomi menjadi penghalang keharmonisan antum ? %hmm

BundaNa
04-04-2012, 10:52 AM
om...bukan ngomongin problem sayahhhhhh::hihi::

tapi ke masalah rumah tangga pada umumnya, karena rata2 di bawah 10 tahun banyak konflik dan sering pada ambil jalan pintas::doh::

---------- Post added at 09:52 AM ---------- Previous post was at 09:51 AM ----------


Saya sudah menikah s/d saat ini 10 tahun dengan istri pertama.

eh om Asum istrinya berapa?::ungg::

hajime_saitoh
04-04-2012, 11:03 AM
saya sendiri sih belum sampe 5 tahun menikah, 2 tahun kurang lah, dan sudah dianugerahi satu orang bayi cantik bernama Ashilla Maedina, alhamdulillah bayi manis inilah yang menjadi pengikat hati kami berdua menjadi lebih erat.......

---------- Post added at 11:03 AM ---------- Previous post was at 11:01 AM ----------


ehm...justru 5 tahun pertama sangat krusial, karena benturan2 keras sering terjadi di tahun2 ini. Masa penyesuaian pada 2 karakter dengan 2 latar belakang yang berbeda, suka timbul masalah. Suka gak prinsip, tapi karena bertumpuk malah jadi api dalam sekam.

Ayo dunk para seior, tolong share di sini, biar kita yang baru2 menikah bisa dapet ilmunya::maap::

mungkin ini terjadi pada pasangan yang menikah tanpa melalui proses pacaran yang lama..... namun kalo memang niat kita menikah dan mencintai karena Allah azza wa jalla InsyaAlloh kita akan diberikan kekuatan untuk menyelesaikan masalah dan ujian yang menimpa rumah tangga kita.. InsyaAllah...

cha_n
04-04-2012, 11:14 AM
mungkin ini terjadi pada pasangan yang menikah tanpa melalui proses pacaran yang lama..... namun kalo memang niat kita menikah dan mencintai karena Allah azza wa jalla InsyaAlloh kita akan diberikan kekuatan untuk menyelesaikan masalah dan ujian yang menimpa rumah tangga kita.. InsyaAllah...

pacaran lama kalau semisal pas pacaran yang keliatan yang bagus2nya doang, bisa jadi juga akan ada kekagetan-kekagetan

BundaNa
04-04-2012, 11:38 AM
masa kenalan, berinteraksi lalu menikah, antara saya n suami cuma 8 bln lho, om hajime. pacaran lama ga m'jamin

hajime_saitoh
04-04-2012, 01:20 PM
^
ow gitu tho... so masa pacaran tak menjamin masa pernikahan akan langgeng ya??
saya sendiri dari masa nadzor ke kithbah cuman kurang lebih 3 bulan, dari khitbah ke nikah cuman seminggu..

Asum
05-04-2012, 06:56 AM
om...bukan ngomongin problem sayahhhhhh::hihi::

tapi ke masalah rumah tangga pada umumnya, karena rata2 di bawah 10 tahun banyak konflik dan sering pada ambil jalan pintas::doh::

Saya kira ukhti punya masalah, kalo secara umum, saya tidak tahu karena saya tidak mengalami hal tsb. Sepanjang saya menjalani kehidupan rumah tangga saya, tidak ada masalah besar yang membuat kami berfikir pendek semisal cerai.

Kalau pengen nikah lagi mah, itu naluri laki-laki ::hihi::


eh om Asum istrinya berapa?::ungg::
Ya baru satuuu ... dan saya sayang banget dengan yang satu itu :hug4:

BundaNa
05-04-2012, 07:24 AM
kog indikasinya pengen b'polijami? ::hihi::

ya om, kamsudnya om asum di 5 tahun p'tama apa aja yg terjadi di perkawinan

Asum
05-04-2012, 09:09 AM
kog indikasinya pengen b'polijami? ::hihi::

Maksud saya, jika suami pengen poligami bukan merupakan indokasi hilangnya cinta/Kasih sayang. Mungkin itu naluri atau karena mengamalkan sunnah ::hihi::


ya om, kamsudnya om asum di 5 tahun p'tama apa aja yg terjadi di perkawinan
Masalah2 biasalah, semisal tidur ngorok, mencet pasta gigi gal rapih, suka overtime maen game/internet, dll.

Saya pikir Hal tsb bukan perkara urgent yg dpt mengancam keutuhan Rumah tangga, selama keduanya bisa saling mengerti, memahami dan mau mengalah demi kebaikan.

etca
05-04-2012, 09:32 AM
^
ow gitu tho... so masa pacaran tak menjamin masa pernikahan akan langgeng ya??
saya sendiri dari masa nadzor ke kithbah cuman kurang lebih 3 bulan, dari khitbah ke nikah cuman seminggu..

kithbah apa?
nadzor apa? ::ungg::

cha_n
05-04-2012, 10:24 AM
khitbah itu semacam tunangan.
nadzor itu secara bahasa memandang/melihat. di sini lebih ke arah ketemu

aya_muaya
07-04-2012, 07:57 PM
perkawinan ane jalan di angka 4, selama ini sih ngerasa berat sebelah, ane yang selalu me- tapi gak pernah mendapat balasan yang sama... Ok, entah mengapa kalau disuruh ikhlas, gak mengharap balasan, tulus, kok omongkosong. Kalau dalam rumah tangga sih ya harus saling, saling toleransi, saling mengerti, mau saling menyamankan pasangan, bukannya mau enak sendiri atau cuek gak mau tau..

Intinya, perkawinan bakal langgeng kalau keduanya saling... Bukan salah satu saja.. Sama sama mengerti perannya dan saling bekerja sama...

*ngimpi ngimpi... Ufh...

Dadap serep
07-04-2012, 09:06 PM
Perubahan adalah suatu keniscayaan , disadari atau tidak. Bahkan bagi pasangan yg tidak dianugerahi momongan sekalipun , meskipun tetep berdua tapi pisik dan pengalaman jelas berubah.

Sebetulnya sederhana saja , semua bertumpu pada masalah "problem solving" , pada kemampuan pasangan menyelesaikan masalah.
Sering tidak disadari bahwa "masalah itu" didalamnya pasti mengandung subyectivitas !
Kalau kita tidak menyadari ini maka yg terjadi alih alih kita menyelesaikan masalah , tetapi kita justru adu argumen , bertengkar mempertahankan pendapat masing masing "tentang " masalah itu , bukan pada bgmn "solve the problem" nya!
Kadang untuk mendapatkan "maslahnya apa/yg mana " yg sebenarnya , bukan hal yg gampang.
Rasanya kesabaran dan saling mau mendengar itu hal yg sangat diperlukan.
Oh ya , satu hal yg penting ,..... bila "dead lock" , jangan segan untuk "time out/jeda iklan" dulu , jangan paksakan untuk menyelesaikan apalagi dg "power" dan intimidasi/ngambeg bin marah !

He he he he , dari berbagai cara yg sehat , jeda iklan yg paling ampuh adalah di ranjang ::hihi:: percayalah!!

BundaNa
07-04-2012, 09:37 PM
om kalo udah di time out ranjang lebih dr setaun n masalahnya ga tuntas, gimane?

Dadap serep
08-04-2012, 08:23 AM
om kalo udah di time out ranjang lebih dr setaun n masalahnya ga tuntas, gimane?
Kembali lagi jangan jangan kitanya kagak "sepakat" sebetulnya apa masalahnya itu.
Yg ada adalah "menurut pendapat ku dan menurut pendapat nya".
Atau kadang kadang masalahnya sangat sederhana tetapi memang kagak bisa diselesaikan.
Contoh pada diri saya sendiri , pasangan cenderung dalam selera makan maunya pedas n asem , sayanya kagak suka pedas dan cenderung seneng yg manis.
Maka pada masalah sejenis ini --unsolved problem-- ya sudah , jangan paksakan untuk menyamakan selera , klo pesan ato buat gado gado satu tanpa cabe , baru buat lagi pakai cabe 5 !
Dalam hal ini para suami harus sadar sesadar sadarnya bahw "kaum ibulah" pembentuk selera anak anak kita , toh selera kita juga dibentuk oleh ibu kita.

Demikian juga sebetulnya --beberapa dan kadang seabreg-- kita diahadapkan pada masalah "selera" , hal hal yg terbentuk ketika kita belum jadi pasangan ! sesuatu yg ada pada diri kita karena bahkan sejak bayi ketika kita belum bisa bilang tidak , tertanam pada diri kita bukan melalui pemahaman akal tetapi melalui kebiasaan , learning by doing ! Hal hal yg begini sangat susah berubah.
Maka setiap pasangan harus menyadari hal hal yg demiukian bukanlah suatu area "subyect to be discussed".
Hal hal demikian sebaiknya diposisikan sbgai perbendaharaan keluarga , property yg dijaga dan dihormati bersama.
Nah celakanya kalau ada salah satu pasangan yg merasa bahwa "perbendaraan keluarga" ini kok naga naganya "diisi" sebagian beusar dari pasangannya lha enakan dia dong , "punya gue" ditaruk dimana ?
Kalau perasaan itu mulai menggelitik "ego" kita , coba sedikit keluar dari ke akuan kita , dengan bertanya , jangan jangan pasanganku juga merasa demikian, toh kita tidak saling tahu apa saja perbendaharaan yg secara tidak sadar dia bawa dari kehidupan pra perkawinan ?
Maka kuncinya adalah "dialog dialog dan dialog" , dan sekali lagi , diplomasi ranjang adalah media pasutri yg ampuh dan halal ! sekali gus sehat !:luck:

BundaNa
08-04-2012, 03:29 PM
om, seandainya suami kita lebih mendengarkan ibunya dibanding kita sebagai istrinya, sampe baju pun lebih suka ditata ibunya dibanding istrinya, juga makanan maunya dimasakkan ibunya. Dan ibunya pun intervensi padahal kita sebagai istri beberapa kali mengajukan keberatan atas situasi itu. tapi bertahun2 tidak didengarkan baik oleh suami maupun ibu mertua.

gimana ya om?

*jadi konsultan gratisan sementara ya om::hihi::

cha_n
08-04-2012, 03:47 PM
asik ada konsultan yang adem ayem tentrem :D

Dadap serep
08-04-2012, 06:56 PM
om, seandainya suami kita lebih mendengarkan ibunya dibanding kita sebagai istrinya, sampe baju pun lebih suka ditata ibunya dibanding istrinya, juga makanan maunya dimasakkan ibunya. Dan ibunya pun intervensi padahal kita sebagai istri beberapa kali mengajukan keberatan atas situasi itu. tapi bertahun2 tidak didengarkan baik oleh suami maupun ibu mertua.

gimana ya om?

*jadi konsultan gratisan sementara ya om::hihi::

Whelhadalahhhh,......................... lha kok kriwikan jadi grojogan !
Itulah seperti yg saya bilang Bun. rupanya perbendahraan kluarga anda lebih banyak diisi sama pasangan ya dan "pengisian" ini bukan sekedar hanya refensi atau "selera" masa lalu yg masih terbawa , tetapi rupanya selalu di update ya !
Tolong di telaah --saya belum berani bilang ini intervensi mertua-- apakah "bantuan" dari ibu mertua ini dirasa sebagai gangguan lebih karena anda merasa "haq" anda sebagai istri untuk "mengatur" suami merasa "tereleminir" oleh tindakn sang ibu mertua ? Atau jangan jangan justru itu meringankan "beban" anda. Bukankan kadang kadang seorang ibu rumah tangga seing pusing atau sering menghadapi maslah masak apa hari ini yaaaa , agar anaknya mertua dan anak sendiri mau makan dengan berselera ? Bukakankah dengan tingginya atensi atau rajinnya sang ibu mertu "ngebantu" energi anda bisa dialihkan ke hal lain. Demikian juga soal selera pakaian , jangan terlalu risau , lha dia kan memang sekian puluh tahun dijejali dengan selera ortunya , ya extend beberapa thn lagi ndak apa apa lah. Kesempatan anda mratiin wardrobe anda dengan full selera anda !
Coba berpikir bahwa ini adalah bukan sebuah masalah atau bukan suatu masalah yg perlu dipermasalahkan !
Ingat Bun , anda sendiri juga punya posisi yg sama thdp putra anda lho , seperti saya bilang kaum bapak harus sadar pembentuk"selera" anak adalah sang biang !.

Satu hal lagi Bund. Apakah anda tidak berpikir bahwa jangan jangan sang ibu itu sedang dalam masa yg "galau". Anda bisa bayangkan berapa besar pengorbanan yg sudah sekian lama dia curahkan untuk memelihara dengan segala pahit getirnya putra laki lakinya , yg mungkin saja merupakan kebanggaannya sebagai ibu sekaligus wanita . Kemudian ada wanita lain --anda-- sebagai "pendatang baru" terima jadi begitu saja ! Sementara "laki laki lain" --sang suami-- , mulai juga kurang memberikan attensi yg memadai secara alami. Mungkin kalau anda bisa melihat sisi ini , jangan jangan anda jatuh took pity on her Bun !
Mungkin dengan melihat berbagai sisi tadi napa justru nggak sama sama berusaha membahagiakan laki laki yg sama sama kalian cintai --yaitu sang suami -- dengan tidak terlalu menjadikan hal tadi "masalah" !
Jangan jangan suami anda sendiri sebetulnya juga kurang happy dengan situasi ini. Dia dalam posisi yg terjepit antara dua wanita yg sama sama dia sangat cintai !

Bisa di evaluasi pakai "pillow talkkkkkkkk" wanita kan jagonya ngebongkar yg ada dalam "perut suami" !
Wayaooooooo,......................

BundaNa
08-04-2012, 07:27 PM
sekali lagi om dadap, itu bukan masalah gw -_- ampun deh, yg punya masalah semoga baca ini ::hihi::

cha_n
08-04-2012, 09:52 PM
om dadap s. emang mantap...

coba bundana, dipaparkan lagi masalahnya apa
*kabur... takut digetok bundana*

BundaNa
08-04-2012, 10:09 PM
ntar deh chan, gw copas aja dr sumbernya ::hihi::

aya_muaya
08-04-2012, 11:16 PM
um dadap kok ane gak ngerti ya...
Kalau sebab awalnya di ranjang, terus gemana nyeleseinnya jika gak cerai coba?

BundaNa
08-04-2012, 11:30 PM
iya tuh om dadap, gimana tuh? kalo masalahnya ranjang, gimane? *moderator mode on

cha_n
09-04-2012, 12:15 AM
masalah ranjang konsultasinya ke on clinic atau ke dr. boyke kali ya? :D

BundaNa
09-04-2012, 12:30 AM
sapa tau om dadap lebih tokcer, chan ;D

gogon
09-04-2012, 11:35 AM
jadi, masalahnya.. si suami itu "anak mama" , atau semata masalah ranjang nih? ;D

Ronggolawe
09-04-2012, 11:44 AM
barangkali masih minta nasehat mama waktu sudah
di ranjang

::hihi::::hihi::::hihi::::hihi::::hihi::

cha_n
09-04-2012, 11:51 AM
::hihi::
setahu aku kalau emang masalahnya 100% urusan ranjang, bener2 impoten atau sejenisnya, amat sangat dibolehkan cerai, kalau salah satunya memang ga ridho, karena bagaimanapun itu urusan nafkah batin.
cmiiw

tapi itu udah ada anak, masa iya impoten sih

BundaNa
09-04-2012, 11:56 AM
waduh, bergeser ke ranjang...::hihi::

ya masalah awalnya mungkin ranjang, cuma sekedar memenuhi kewajiban, ga ada kemesraan...lama2 jadi merembet kemana2, urusan ibu yg dominan lah, terlalu pasif lah...

*sejujurnya kalau ini suami gwe, udah lama kali gwe konsul ke konsultan pernikahan::nangis::

cha_n
09-04-2012, 12:04 PM
oo kalau itu sih bukan karena penyakit dong.
ini masalah psikis ya?
berarti bener nih, musti ke konsultan, ke dr boyke atau naek L tobing gitu, seksolog kalau ga salah istilahnya

sama kayak bundana, kalau aku sih rugi amat melewatkan "permainan halal" begini, kalau emang udah sampe begitu mending cepet2 konsultasi

Agitho_Ryuki
09-04-2012, 12:07 PM
::ungg::::ungg::
masalah utamanya apa seh ini???

BundaNa
09-04-2012, 12:14 PM
dibaca lagi ya, om -_-

alfaromeo
19-04-2012, 09:45 PM
kopiers...sama sekali tidak pernah bermaksud untuk mengadili siapapun di sini...


saya cuma kita, apalagi yang udah merit, mungkin mau sharing susahnya di awal pernikahan terutama 5 tahun pertama.

Untuk menyatukan visi, misi perkawinan

Masalah anak2 balita

Masalah ortu dan mertua

Juga sifat2 kedua belah pihak yang ternyata butuh usaha ekstra untuk bisa saling mengerti, memahami dan berubah untuk keberhasilan rumah tangga

sharing dunk pliss



saya merasakan sendiri...ya 3 tahun pertama emang masa2 pacaran buat saya dan suami, karena saat itu saya belum hamil. Isinya cuma, bangun tidur, sholat bareng, sibuk bareng buat sama2 berangkat kerja, abis itu maksi bareng, pulang bareng, nyari makan malem bareng, nonton, ke mall...ya kayak gitu deh

kerasanya justru saat mulai ada Naomi. Skala2 prioritas kita mulai bergeser, dan benturan2 mulai kerasa...bukan berarti setelah 9 tahun ini perkawinan kami aman, setidaknya kami sudah sama2 tau sifat masing2 yang susah diperbaiki dan butuh permakluman yang luar biasa::oops::

Saya ga pernah utak atik lagi masalah hubby yang maen bilyard atau nonton bola ampe nganggurin saya::oops:: anggep aja refreshing buat belio yang ga liat tipi selama 2 bulan dah::hihi::

suami juga juga udah ga utak ati::hihi::k kalau saya mendadak autis ngeKM::ngakak2::

ya kayak2 gitu deh...sharing dunk ya

5 tahun pertama ?
Maaf, saya belum ngalamin. Saya coba tulis saja, pengalaman orang2 yg udah ber rumah tangga. ::maap::

1. jangan terlalu banyak menuntut.
Istri menuntut suami, agar si suami berbuat kayak begini-begini begini menurut ajaran Islam
Suami menuntut istri, agar si istri berbuat kayak begini-begini begini menurut ajaran Islam
Sifat menuntut ini, akan berujung saling mencari kekurangan pasangannya. Ini berakibat, keluarga sering cek cok, sering marah, sering cari salahnya, dan sejenisnya.
Alangkah baiknya, jika sifat saling menuntut tersebut, diganti dengan lain...
Jika si suami melaksanakan kewajiban sebagai suami sebaik-baiknya, maka bakal ada hak istri yang akan terpenuhi
Jika si istri melaksanakan kewajiban sebagai istri sebaik-baiknya, maka bakal ada hak suami yang akan terpenuhi
Jaadi, masing-masing berusaha melaksanakan kewajibannya, sesuai syariat Islam.
Bukan sebaliknya, masing2 berusaha menuntut hak nya dari pasangannya.

2. Jika ada masalah, selesaikan berdua; jangan membawa orang luar utk melibatkan diri
Jika ada masalah, rundingkan berdua saja. Jangan membawa pihak luar melibatkan diri dalam masalah keluarga.
Bisa jadi, masalah belum terselesaikan. Tapi, ke ridha an kedua belah pihak atas jawaban masalah tersebut, bisa jadi itu udah merupakan penyelesaian.

Terkadang, pasangan kita kurang setuju dengan cara kita menyelesaikan masalah. Karena, mungkin dia punya penyelesaian lebih baik.
Kemudian, kembalikan lagi ke poin 1. Penyelesaian ini, masuk ke ranah suami atau istri ?
Kalau masuk ke ranah suami, biarkan suami menyelesaikan masalah tsb.
kalau masuk ke ranah istri, biarkan istri menyelesaikan masalah tersebut.

3. Jangan dendam
Jika ada kesalahan pasangan kita....
jangan dihitung2 terus....
hari ini lu salah sekian kali. Udah saya beritahu berkali2.
Besuk lagi, udah diingetin bolak balik. masih aja keliru. Di total salahnya...
hari berikutnya pun, dihitung lagi salahnya...

Usahakan,
malam hari sebagai penutup kesalahan di hari itu, dan esok hari utk membuka lembaran baru.

4. kalau udah menikah, usahakan tinggal di rumah sendiri
usahakan tinggal di rumah yg bebas dari ranah otu, dan bebas pula dari ranah mertua.
UMUMNYA manusia, gak betah dan gak krasan untuk tinggal berdekatan dgn mertua.
bagi menantu, mertua adalah orang lain karna gak ada hubungan darah sedikitpun dgn menantu.
bagi mertua, menantu adalah orang lain pula, karna gak ada hubungan darah sedikitpun dgn nya.

menantu yg tingggal di ranah mertua, berasa gak tinggal di rumah sendiri. merasa gak bebas.
Tidur molor di rumah
tidur sampe setelah shubuh di rumah
mau ote-ote di rumah
mau mbunyiin tape keras2 di rumah
mau makan banyak di rumah
mau jajan ke luar
mau rekreasi
mau mandi bareng
mau mbuat kolam renang di dalam kamar
dan lain2,
bakal gak merasa kebebasan jika tinggal di mertua.

walaupun secara lahir, selalu dibilang...
Diangggap kayak anak sendiri
diperlakukan sama.

5. Urusan keuangan
Ini sangat sensitif.
Usahakan saling terbuka.
apalagi kalau pendapatan masih pas pas an, di awal2 rumah tangga.
Masalah ribet, jika pihak istri juga bekerja dan keduanya bekerja.
Masalah ini mudah, jika dianggap mudah.
Masalah ini ribet, jika muncul ego masing2.
Misal, ketika lum punya rumah, maka mereka berdua ingin punya rumah dgn nyicil. Dari, hasil kerja berdua.
tapi, ketika cicilan udah jalan... Tahu2, pihak istri `seolah-olah memboikot`.
WHY ? pihak istri membawa dalil agama, bahwa suami berkewajiban memberikan tempat tinggal bagi keluarga; itu bukan kewajiban istri.
Mungkin, kebetulan saat itu ortu pihak istri perlu bantuan finansial, dan karena udah tua dan udah pensiun. Sehingga, hasil kerja istri yang merupakan hak istri, akan diberikan kepada ortunya istri.

6. Urusan ranjang
maaf, saya gak tahu.
Di rumah ku, ada 15 an ranjang lebih untuk anak2 kos.
anda bicara tentang ranjang yang mana :iamdead:

7. urusan pekerjaan
pada umumnya, laki2 atau suami, merasa sebagai kepala rumah tangga. ada yg
Jadi, gak usah kaget jika kesamaan gender itu bisa menyinggung suami.
Misalkan saja: jika kerja istri lebih mapan dari kerja suami
jika kerja istri bergaji lebih banyak dari suami

Temen ku ada yg dosen swasta, dan suaminya dosen negeri.
si suami belum s3, dan kayaknya selalu `gagal` utk mendapatkan kesempatan belajar s3.
Pernah si istri berkehendak utk belajar s3, mendahuluin suami nya. Mendapatkan beasiswa s3 dari yayasan yg swasta, atau dari dikti.
si istri kena marah besar dari suaminya. Katanya, dia gak dibolehin belajar s3 oleh suaminya.

Kayaknya, gitu dulu karangan bebas dari saya...

BundaNa
19-04-2012, 11:00 PM
yg poin 6 masak gitu aja, om? ::hihi::
eniwei, tengs atas masukannya. pasti berguna buat kopiers ;))

cha_n
19-04-2012, 11:11 PM
om alfa merendah nih, itu mah pengalaman sendiri ::hihi::

yayaya.... itu pengalaman sama persis yang dialami ortu saya
semisal soal sekolah lagi, jadi waktu mamaku mau ambil s2, dimarahin, bukan ama papa sih, tapi ama kakek dari pihak papa, karena katanya itu ngelangkahin suami, istri yang mau hebat sendiri ::grrr:: akhirnya ngusahain papaku duluan s2, udah 2 tahun baru ambil s2, walo ujung2nya wisudanya malah bareng ::ngakak2::

nurdin
20-04-2012, 04:26 PM
5 tahun pertama masih indah2nya kok.

Yg berat itu setelah 12 tahunan (paling tidak buat saya), karena karir masing2 mulai menuntut konsekuensi (sering keluar kota, jarang ngumpul, mutasi ke kota lain, sering lembur, amanah profesi menuntut prioritas waktu dan perhatian yg lebih dari sebelum-sebelumnya, pulang ke rumah dalam keadaan capek fisik dan pikiran tetapi di rumah juga telah menanti banyak amanah2 sebagai orang tua) padahal anak2 semakin membutuhkan perhatian lebih dari masa2 bayinya, sementara kondisi orang tua semakin menua dan fisiknya melemah sehingga juga tidak bisa terlalu diganggu untuk ikut membantu mengawasi cucu-cucunya yg mulai beranjak ABG.


Saya sendiri sampai sekarang masih bingung mencari solusi yg mantap.

Tapi yg paling penting adalah menjaga kestabilan mental dan emosi agar, paling tidak, tidak terjerumus ke dalam keputusan2 yg membuat keadaan semakin runyam.

BundaNa
23-04-2012, 11:48 AM
pernah dikasih tips, didik anak dengan disiplin di 6 tahun pertama, setelah itu lepaskan, karena dia sudah terbiasa

tsu
23-04-2012, 01:36 PM
saia juga baru 2,5 tahun sih ;D

yang penting understanding Bun, klo saling mengerti dan percaya, semua bisa dilalui
#soknasehatin

Alip
13-05-2012, 07:36 PM
Sebelumnya saya nggak percaya bahwa manusia modern segitu sibuknya sehingga nggak sempat nge-net, tapi ternyata malah kejadian sendiri...
akhirnya setelah beberapa bulan absen, baru sekarang bisa mampir sedikit di sini...

Saya pilih utasan ini ntuk mampir sebentar ya, karena ternyata ada japri dari BundaNa minta saya mampir... duh, jadi nggak enak hati::nangis::... lama gak buka kopimaya...


***

Saya paham bahwa yang saya tulis di sini tidak akan memecahkan masalah yang sedang dialami oleh siapapun kenalannya Bunda, tapi moga-moga bisa dipakai untuk bahan timbang menimbang. Jadi alih-alih ngajari (nyampuri urusan), saya cuma sharing pola pikiran berumah tangga saja ya?

Kalau bicara soal masalah rumah tangga, saya biasanya membagi masalah-masalah itu menjadi tiga kategori, makin ke bawah makin kritis;


Masalah tata laksana, yaitu masalah teknis wal taktis yang memang bagian dari kehidupan sehari-hari. Misalnya, uang belanja kurang, genteng rumah bocor, selokan mampet, dan sejenisnya.
Masalah tata rasa, yaitu masalah yang sifatnya emosional, yang juga menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, misalnya istri pingin dijemput, suami ingin dipijiti, istri pingin curhat, suami pingin ditemenin bobok, dan semacamnya.
Masalah tata sembada, ini adalah masalah yang sifatnya mendasar, misalnya perencanaan keuangan jangka panjang, kesepakatan moral keluarga, pandangan agama keluarga, pencapaian cita-cita suami/istri/anak-anak, dan hal-hal prinsip lainnya.


Masalah pasti datang dalam kehidupan rumah tangga, dan justru diharapkan dua kepala bisa lebih baik mengatasinya ketimbang cuma satu. Hanya saja, masalah yang nomor dua dan tiga perlu ada satu syarat khusus, yaitu komunikasi dan saling percaya. Karena di kedua kategori itu, yang jadi masalah adalah manusianya, bukan hal-hal teknis.

Memang disebut ada masa-masa kritis tertentu yang membuat pernikahan jadi rentan, tapi saya sih tidak percaya pada hal ini. Saya sih cuma percaya bahwa tidak ada masalah antar-manusia yang tidak bisa dipecahkan oleh komunikasi yang didasari atas saling percaya, dan ini bukan cuma berlaku di rumah tangga, tapi di semua hubungan antar manusia.

Jika ada masalah yang akhirnya membuat pernikahan jadi kritis, saya cenderung percaya bahwa ini berakar dari kurangnya komunikasi dan rasa percaya. Katakanlah ada satu hal kecil seperti istri yang lama nggak dicium suami padahal si istri kepinginnya sih dapat sun pipi minimal dua kali sehari ... karena istrinya nggak berani ngomong dan suaminya memang nggak pinter ciuman, jadilah jatah ciuman nggak pernah didapat si istri sampai enam belas tahun... pada suatu saat hal ini meledak, dan jadilah rumah tangga ini jatuh dalam krisis... (meledaknya pun kadang karena masalah sepele, misalnya si istri kakinya pegel dan si suami nggak mau mijiti karena di TV sedang ada bola antar RT, maka menyemburlah semua daftar kesalahan suami dari sejak pertama kali mereka ketemu sampai kemarin dia lupa beli obat nyamuk di warung sebelah - dan tentu jatah ciuman yang deposito enam belas tahun).


***

Jadi ada yang disebut masalah, dan ada kemampuan si pasangan untuk memecahkan masalah. Adapun kalau soal masalah, catatan saya cuma begini saja;


masalah (dan ini bukan cuma di rumah tangga) biasanya cuma sederhana, faktor emosi menjadikannya berat. Coba lihat masalah itu kalau tanpa emosi, apa pemecahannya?
Pecahkan masalah secara sendiri-sendiri. Jangan campur aduk. Bikin daftar yang logis, divide et impera.
Kompaklah dulu. Gandengan tangan dulu. Suami istri ada di pihak yang sama, dan berkepentingan untuk memecahkan masalah itu untuk kepentingan bersama.
Kalau melibatkan pihak lain yang lebih luas (misalnya mertua). Suami istri perlu sepakat dulu soal posisi mereka, kemudian baru mencoba membangun komunikasi dengan pihak lain.


Tapi kalau pasangan memang belum punya kemampuan untuk bersinergi, maka masalah teknis seperti got mampet saja bisa berujung ke perceraian.



***

Membangun kemampuan suami-istri dalam memecahkan masalah;

Bersegeralah mencintai pasangan kita masing-masing dan menjadikan dia nomor satu. Saya punya satu aksioma yang sampai sekarang saya pegang teguh, yaitu bahwa: berhubungan dengan manusia, tidak ada yang namanya efisiensi. Kita dituntut untuk mampu menghadapi masalah emosional yang sama berulangkali, dan punya tenaga ekstra untuk bolak-balik digempur oleh masalah perasaan yang kita pikir sudah selesai dan terkubur lama.

Lihat bagaimana kita harus bolak-balik mengingatkan anak kita tentang hal yang itu-itu juga, bertengkar dengan istri tentang hal yang itu ke situ lagi? Kalau kita masih jatuh pada kalimat “aku gak mau bahas ini lagi!!”, “bukannya dulu kita udah selesai soal ini?”, “kamu itu maunya apa siiiii???”, itu tandanya kita belum sanggup untuk menjadi belahan jiwa bagi pasangan kita.

Cintai pasangan kita dan jadikan dia nomor satu; saya punya beberapa daftar waspada yang saya susun secara susah payah berdasarkan pengalaman dimarahin sama istri:


jika suatu ketika saya sadar bahwa istri sudah lama tidak mengeluh atau curhat, maka saya harus segera datang ke dia, meski tidak ada yang aneh pada perilakunya.... Karena bisa jadi dia mulai memendam sesuatu. Kadang repotnya istri yang baik adalah dia berusaha menjaga perasaan suaminya, atau tidak ingin membuat suaminya banyak pikiran dengan urusan sepele. BIG NO. Saya ingin dia bicara. Padamkan api sebelum besar.
Kalau rasanya sudah lama nggak ngobrol berdua, hati ke hati (dan kadang melalui dompet), maka harus segera ada acara kencan. Kadang kami berdua tidak sadar sedang ada masalah mengintai, yang baru kami sadari ketika sedang ngobrol ngalor ngidul berduaan.
Kalau rasanya porsi bicara saya lebih banyak dari porsinya dia... baik dalam sebuah pembicaraan atau dalam jangka waktu tertentu, berarti saatnya saya tutup mulut dan buka telinga. Untungnya dalam hal ini istri saya cukup ekspresif , jadi seringkali dia yang memberitahu bahwa dia ingin bicara dan saya harus diam (menggunakan cara yang saya sukai, yaitu dia cium bibir saya ketika saya sedang sibuk ndobos, artinya: "diem lu, gw mau ngomong").
Kalau dia yang sedang bicara, saya cuma boleh tanya dan mengutarakan ulang kalimatnya, bukan ngasih solusi. Biasanya dia cuma senyum sekilas, yang langsung saya pahami seperti di atas, "hey, aku belum selesai ngomong".
dan yang paling utama... saya percaya dia juga melakukan hal yang sama, bahwa saya adalah nomor satu di hatinya. Jadi apapun yang dia lakukan, pasti untuk kebaikan saya.


Dia juga punya daftar waspada sejenis yang kurang saya pahami secara alam pikiran perempuan memang di atas kemampuan pemahaman saya, tapi terbukti efektif. Banyak masalah saya yang dia selesaikan tanpa saya perlu cerita (karena secara tidak sadar saya pasti pernah cerita sedikit dan dia luar biasa waspada pada semua perilaku saya).

Misalnya, beberapa bulan ini saya ditendang kantor keluar kota dan keluar negeri dan baru pulang Sabtu kemarin (makanya nggak sempat mampir di KM).
Dulu sekali saya cuma pernah ngasih sedikit petunjuk ke dia bahwa kemungkinan saya akan terlibat proyek di beberapa unit di luar negri, tapi belum ada kepastian. Nah, ketika kepastian itu datang dan saya laporan ke dia, ternyata dia sudah siapkan segala perangkat saya untuk berangkat, seperti koper baru, pisau cukur baru (yang lama udah tumpul), dan beberapa perangkat baru lain menggantikan travelling gear saya yang sudah usang. Dia-pun sudah wanti-wanti ke keluarga untuk bantu urus anak-anak di rumah, atur jemputan untuk si kakak (karena saya nggak bisa nganter untuk sementara waktu) dan lain-lain. Pokoknya saya bisa jalan dengan tenang.

"Kalau aku ketemu cewek di sana?"
"Pastikan dia pinter dan cakep!"


***

Jadi bagi kami, semua adalah komunikasi dan saling percaya. Selebihnya cuma teknis kecil (ya iyalah, masak pernikahan bisa jatuh dalam krisis cuma karena saya ketemu cewek cantik single yang jadi direktur finance di unit kami di Ukraina dan kayaknya dia suka sama saya? upsss...::elaugh::). Kalau suami dan istri sudah jadi pasangan yang menyatu, maka segala masalah cuma seperti soal pilihan berganda. Sudah jelas pertanyaannya apa, pilihan jawabannya apa, dan konsekuensinya apa.

Kami juga pernah mengalami apa yang disebut orang lain sebagai masalah besar dalam keluarga, misalnya kehadiran anak-anak (yang membuat istri harus meninggalkan karirnya), campur tangan mertua (ayah dan anak laki-lakinya ini sama arogan dan keras kepala), perempuan lain (kira-kira dua kali setahun), laki-laki lain (mmm... ternyata kurang dari tiga tahun sekali... payah nih), dan lain-lain.

Bahkan saat ini-pun kami sedang menghadapi tantangan besar, karena saya sedang dihadapkan pada pilihan karir yang sulit. Yang manapun yang saya pilih, akan berdampak besar pada keluarga kami (contohnya sekian lama ini saya gak sempet nge-net hiks) dan sampai saat ini saya belum bisa mengambil keputusan.
Masalah itu adalah teman kita yang selalu bertamu... tapi seperti kata orang Jawa, mung mampir ngombe...

Kalau suami istri memang belum membangun kebersamaan untuk bisa memecahkan masalah, sebaiknya mulailah dari sekarang, masih akan banyak lagi masalah yang datang selama kita hidup bersama.

***

Jadi kalau jawaban sapu jagadnya adalah komunikasi dan saling percaya, bagaimana cara sampai ke sana?
Jujur saya nggak tau.

Dalam kasus kami, semua kejadian begitu saja. Masa pacaran kami memang lumayan lama, sekitar enam tahun, dan sepanjang periode itu kami belajar untuk saling bantu (namanya sesama mahasiswa kere di perantauan). Mungkin dari situ kami belajar untuk selalu mendahulukan dan memeriksa kesejahteraan pasangan sebelum kepentingan kami masing-masing.

Kami juga belajar untuk gak jaga image seperti umumnya orang pacaran (thank's to bukunya Erich Fromm the Art of Love), karena dengan begitu kami bisa mengetahui siapa pasangan kami masing-masing, bukan sekedar dapet topengnya aja.

Kami juga belajar untuk mengerahkan tenaga dan kesabaran untuk bisa menerima perbedaan diantara kami, menerima bahwa kami akan berulangkali kena masalah yang sama...

Bertengkar? O selalu... tapi tinggal tunggu siapa yang minta maaf duluan (bisa dilihat dari siapa yang nyium duluan).


***

Lah, jadi pamer... duh, sorry ya? Maklum, sudah tiga bulan pisah dari istri...::cabul::
Nah, saya pamit lagi dulu ya? Ini belum selesai bongkar koper... sampai ketemu tiga bulan ke depan...::bye::

BundaNa
13-05-2012, 08:34 PM
buset, mampir sekalian pamit lagi ;)) thx om alip, semoga sharing om alip b'guna buat semua yg baca :)

ndugu
13-05-2012, 10:42 PM
Om alip, kamu bisa di-clone ngga?
:cengir:

komporminyak
13-05-2012, 10:43 PM
^
^
mau minta clone yang mudaan yah...
*gw juga mau ngedaptar nih gu ::hihi::

cha_n
14-05-2012, 12:10 AM
Ihhh um alip... Kangen ... kok udah langsung pamit lagi..
Saran dan sharing nya keren banget. Jadi terinspirasi :D

BundaNa
14-05-2012, 12:20 AM
tanya um alip, sapa tau blio nyebar2in ilmunya ke temen cowoknya yg bujang ;)

cha_n
14-05-2012, 12:28 AM
@ndugu n kokom
Perlu diketahui um alip bisa sampai mencapai level kedewasaan dan kebijaksanaan seperti itu salah satunya dan terutama karena dia sudah menikah.
Jadi kalau mau dapat laki2 yang sudah matang begitu pilihannya
1. Menikah dengan laki2 yang sudah pernah menikah dan pernikahannya bahagia
2. Didiklah laki2 yang kita nikahi dengan kesabaran plus segala tips yang sudah ditulis um alip, semisal perlu komunikasi yang efektif dan rasa saling percaya

BundaNa
14-05-2012, 01:04 AM
itu tips yg no. 1 nyuruh poligami ato nikah sama duda? ::hihi::

cha_n
14-05-2012, 01:29 AM
Terserah. Pilihan ke masing2 individu

Nowitzki
14-05-2012, 05:17 PM
wuaaaaa.. So sweet saran2nya
Ini lagi asik baca sama hubby
Dan kami berdua sepakat
Beberapa poin emang bener
Kayaknya bisa berguna buat kami berdua
Tengkyu ya um,

---------- Post added at 04:17 PM ---------- Previous post was at 04:04 PM ----------

wuaaaaa.. So sweet saran2nya
Ini lagi asik baca sama hubby
Dan kami berdua sepakat
Beberapa poin emang bener
Kayaknya bisa berguna buat kami berdua
Tengkyu ya um,

ndoz
28-05-2012, 10:15 PM
Dulu pas di KG masi bujang..malas bgt buka trit ginian ::doh::

Setelah merit...gw baca" post di sini emang ada benarnya. Pernikahan gw sebenernya ga perfect" bgt.
Sbg layaknya manusia gw n istri jg pasti ada kekurangan. Cuman yg cukup fatal adalah. GW n istri tinggal serumah dg ortu gw. Secara gw anak terakhir, rumah yg sekarang besar. And menurut ortu gw, sayang buang" duit utk beli rumah lg + isi perabot ***** bengeknya. Walau sebenernya scr finansial bisa sih beli rumah lg.
Gw cmn bisa sabar" in istri aja. Lagian ortu gw paling dpt bonus utk nemenin gw ga panjang" amat(ini yg omong bokap gw sendiri) ::grrr:: Paling maks 10 thn lah.....jika ortu gw "gugur" , rumah besar ini terlalu besar utk gw istri + anak kami yg baru 1 (rencana mau punya 3) :ngopi:


Yg buat istri gw stress, trus dia mau punya anak 1 aja....huff~
Tp dijalanin aja deh.....pernikahan pasti pasang surut....

Prima
28-06-2012, 02:53 PM
seru juga nyimaknya.... buat bekel kehidupan... :)