PDA

View Full Version : [Tokoh] Sapardi Djoko Damono



etca
23-09-2011, 01:39 PM
http://4.bp.blogspot.com/_SzYQ3ZCGkLE/TSlhgI9WDzI/AAAAAAAAAJU/5qkizXLzIto/s1600/up+p28-a_3.jpg



Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono lahir di Surakarta, 20 Maret 1940, jadi sekarang usianya menginjak umur 71 tahun.
Lelaki yang sudah sepuh namun memiliki perjalanan hidup yang kaya akan sastra puisinya dengan katakatanya yang sederhana namun menjadi populer.

Riwayat hidup1955 : lulus SMPN 2 Surakarta
1958 : lulus SMAN 2 Surakarta
19xx : kuliah di Bahasa Inggris UGM Yogyakarta.
1974 : mengajar Fakultas Sastra (Sekarang Fakultas Ilmu Budaya) UI.
setelah pensiun tetap jadi dekan dan guru besar UI.
pernah menjadi redaktur majalah "Horison", "Basis", dan "Kalam".
1986 : mendapatkan anugerah SEA Write Award (http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=SEA_Write_Award&action=edit&redlink=1).
1983 : menerima Penghargaan Achmad Bakrie (http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Penghargaan_Achmad_Bakrie&action=edit&redlink=1) pada tahun 2003. Ia adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar (http://id.wikipedia.org/wiki/Yayasan_Lontar).
Menikah dengan Wardiningsih dan dikaruniai seorang putra dan seorang putri.

Kumpulan Puisi/Prosa

"Duka-Mu Abadi", Bandung (1969)
"Lelaki Tua dan Laut" (1973; terjemahan karya Ernest Hemingway (http://id.wikipedia.org/wiki/Ernest_Hemingway))
"Mata Pisau" (1974)
"Sepilihan Sajak George Seferis" (1975; terjemahan karya George Seferis (http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=George_Seferis&action=edit&redlink=1))
"Puisi Klasik Cina" (1976; terjemahan)
"Lirik Klasik Parsi" (1977; terjemahan)
"Dongeng-dongeng Asia untuk Anak-anak" (1982, Pustaka Jaya)
"Perahu Kertas" (1983)
"Sihir Hujan" (1984; mendapat penghargaan Puisi Putera II di Malaysia (http://id.wikipedia.org/wiki/Malaysia))
"Water Color Poems" (1986; translated by J.H. McGlynn)
"Suddenly the night: the poetry of Sapardi Djoko Damono" (1988; translated by J.H. McGlynn)
"Afrika yang Resah (1988; terjemahan)
"Mendorong Jack Kuntikunti: Sepilihan Sajak dari Australia" (1991; antologi sajak Australia (http://id.wikipedia.org/wiki/Australia), dikerjakan bersama R:F: Brissenden dan David Broks)
"Hujan Bulan Juni" (1994)
"Black Magic Rain" (translated by Harry G Aveling)
"Arloji" (1998)
"Ayat-ayat Api" (2000)
"Pengarang Telah Mati" (2001; kumpulan cerpen (http://id.wikipedia.org/wiki/Cerpen))
"Mata Jendela" (2002)
"Ada Berita Apa hari ini, Den Sastro?" (2002)
"Membunuh Orang Gila" (2003; kumpulan cerpen)
"Nona Koelit Koetjing: Antologi cerita pendek Indonesia periode awal (1870an - 1910an)" (2005; salah seorang penyusun)
"Mantra Orang Jawa" (2005; puitisasi mantera (http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mantera&action=edit&redlink=1) tradisional Jawa dalam bahasa Indonesia)
"Before Dawn: the poetry of Sapardi Djoko Damono" (2005; translated by J.H. McGlynn)
"Kolam" (2009; kumpulan puisi)
Selain menerjemahkan beberapa karya Kahlil Gibran (http://id.wikipedia.org/wiki/Kahlil_Gibran) dan Jalaluddin Rumi (http://id.wikipedia.org/wiki/Jalaluddin_Rumi) ke dalam bahasa Indonesia,
Sapardi juga menulis ulang beberapa teks klasik, seperti Babad Tanah Jawa dan manuskrip I La Galigo. kobe

Musikalisasi Puisi1987 : Aku Ingin oleh Ags. Arya Dipayana (http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ags._Arya_Dipayana&action=edit&redlink=1) dan Hujan Bulan Juni oleh H. Umar Muslim (http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Umar_Muslim&action=edit&redlink=1).
1991 : Aku Ingin diaransemen ulang oleh Dwiki Dharmawan (http://id.wikipedia.org/wiki/Dwiki_Dharmawan) dan menjadi "Soundtrack Cinta dalam Sepotong Roti (http://id.wikipedia.org/wiki/Cinta_dalam_Sepotong_Roti)" vokal oleh Ratna Octaviani (http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ratna_Octaviani&action=edit&redlink=1).
199x : album "Hujan Bulan Juni" (1990) Duet Reda Gaudiamo (http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Reda_Gaudiamo&action=edit&redlink=1) dan Ari Malibu (Mahasiswi Fakultas Sastra UI)
1996 : album "Hujan Dalam Komposisi"
2006 : album "Gadis Kecil" (2006) diprakarsai oleh duet Dua Ibu, yang terdiri dari Reda Gaudiamo dan Tatyana (http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tatyana&action=edit&redlink=1) dirilis,
2007 : album "Becoming Dew" (2007) dari duet Reda dan Ari Malibu.
2008 : Ananda Sukarlan (http://id.wikipedia.org/wiki/Ananda_Sukarlan) konser kantata (http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kantata&action=edit&redlink=1) "Ars Amatoria" yang berisi interpretasinya atas puisi-puisi SDD serta karya beberapa penyair lain.

Buku

"Sastra Lisan Indonesia" (1983), ditulis bersama Subagio Sastrowardoyo (http://id.wikipedia.org/wiki/Subagio_Sastrowardoyo) dan A. Kasim Achmad. Seri Bunga Rampai Sastra ASEAN.
"Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan"
"Dimensi Mistik dalam Islam" (1986), terjemahan karya Annemarie Schimmel "Mystical Dimension of Islam", salah seorang penulis. Pustaka Firdaus


"Jejak Realisme dalam Sastra Indonesia" (2004), salah seorang penulis.
"Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas" (1978).
"Politik ideologi dan sastra hibrida" (1999).
"Pegangan Penelitian Sastra Bandingan" (2005).
"Babad Tanah Jawi" (2005; penyunting bersama Sonya Sondakh, terjemahan bahasa Indonesia dari versi bahasa Jawa (http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Jawa) karya Yasadipura (http://id.wikipedia.org/wiki/Yasadipura), Balai Pustaka 1939).


diringkas dari wikipedia

etca
23-09-2011, 01:52 PM
Yuk kita ngobrolin karya2 beliau,
bagaimana awal kamu kenalan dengan karya beliau?

Saya sendiri mungkin kalau tidak meng-copy mp3 musikalisasi puisi beliau juga penggiat sastra yang lain,
mungkin tidak akan ngeh dengan nama besar beliau di dunia sastra Indonesia.

Buku kumpulan puisi yang saya miliki dari beliau hanya Hujan Bulan Juni.
Mendengarkan musikalisasi puisi paling pas kalau sedang dalam perjalanan kereta api.
Suasananya pasti bakalan larut dalam rangkaian isi puisi tersebut,
Apalagi katakata yang digunakan oleh beliau adalah katakata sederhana namun kita tak pernah menyangka akan memiliki makna yang begitu dalam.
Bukan karya picisan yang bicara apa adanya. Tidak. Beliau bukan seperti itu.

Sebut saja, ketika jatuh cinta, kebanyakan orang orang menggunakan karya beliau yang



Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada..




atau buat kalian yang sedang putus cinta yang tidak diakhir dengan pertikaian,
namun menjadi senyap karena alam semesta tak memberikan restu.
mungkin bisa mengapresiasikan perasaannya dengan karya puisinya Di Restoran.



Di Restoran

kita berdua saja, duduk
aku memesan ilalang panjang dan bunga rumput
kau entah memesan apa
aku memesan batu, di tengah sungai terjal yang deras

kau entah memesan apa
tapi kita berdua saja, duduk
aku memesan rasa sakit yang tak putus dan nyaring lengkingnya
memesan rasa lapar yang asing itu



sampai saat ini saya masih terkagum, bagaimana dia bisa memberikan apresiasi sebuah rasa sakit perih
dengan diksi di bawah ini :
aku memesan rasa sakit yang tak putus dan nyaring lengkingnya
memesan rasa lapar yang asing itu

etca
23-09-2011, 02:08 PM
ohya tiga tokoh sastra yang saya kagumi adalah
alm Soe Hok Gie (17 Desember 1942),
Goenawan Mohammad (29 Juli 1941),
Sapardi Djoko Damono (20 Maret 1940)

kalau diperhatikan mereka lahir masih di jaman yang sama,
di era yang sama dengan kancah Indonesia pada saat itu.
mengapa karya2 mereka puitisnya masih terkesan gagah tidak mellow ala cengeng?
padahal puisi biasanya identik dengan ala mellow bin cengeng,
*that's why gw lebih suka nulis solilokui ketimbang puisi.
hahahahha bahasa gw ::doh::

nerissa
23-09-2011, 03:02 PM
isi terus ca.....

jangan lupa 'karya selanjutnya'
mengupas titik nol
;)

et dah
23-09-2011, 04:54 PM
kok baca karya beliau ini ngga bisa cuma sekali baca
apa gara-gara gw lemot ya ..
gimana sih biar bisa cepet cernanya ::elaugh::

puisi yang judulnya
Aku Ingin==> aselii juara abiss :D
sampe berkali-kali dibacanya...

caa, kalau buku hujan bulan juni ngga ada yg ebook-nya ya??

etca
23-09-2011, 05:23 PM
isi terus ca.....

jangan lupa 'karya selanjutnya'
mengupas titik nol
;)
loh, gw kan ga ngefans si TS Pinang :))
jadi ga terlalu merhatiin puisi2 dia :P
*maaf Pinang, bukan bermaksud :lololol:

eh ikutan diskusi dunk, biar hidup.
atau kalau baru sekali baca, gpp,
gimana pendapat kalian?



kok baca karya beliau ini ngga bisa cuma sekali baca
apa gara-gara gw lemot ya ..
gimana sih biar bisa cepet cernanya ::elaugh::

puisi yang judulnya
Aku Ingin==> aselii juara abiss :D
sampe berkali-kali dibacanya...

caa, kalau buku hujan bulan juni ngga ada yg ebook-nya ya??

hahahha puisi emang kadang bisa punya banyak arti
tergantung apresiasi masing2. ;)

setahu gw ga ada eBooknya.
jarang tuh puisi ada eBooknya,
kecuali ada satu temen, dulu sebelum dibawa ke percetakan ama pengarangnya dikirim dulu ke gw puluhan puisi ::doh::

kalau cuman pengen tahu isi puisi dalam buku itu, bisa ku postingin, *tinggal gugling n copas2 ;D
tapi kalau melihat adakah hal yang lain di buku itu ya musti discan :D
musti cek dulu nih, bukunya masih di jakarta atau dah dilempar di rumah ortu ;D
kalau masih ada di jakarta n sempat, ntar ku scan deh

kalau sambil dengerin mp3nya lebih ok loh.
eh semalam lupa gw uploadin yah.. gw kesleepingan *maaf ;))

E = mc˛
23-09-2011, 05:33 PM
kalau mau, saya bisa copasin semua isi buku Hujan di Bulan Juni :ninja:

tapi besok-besok ajah yak? lagi ada kerjaan sekarang mah--taelah, sok iye, padahal mah males total :))

Ronggolawe
23-09-2011, 08:42 PM
mengapa karya2 mereka puitisnya masih terkesan gagah tidak mellow ala cengeng?
padahal puisi biasanya identik dengan ala mellow bin cengeng,
itu puisi populer pasca demam AADC, kali Tca :)

etca
24-09-2011, 01:26 PM
kalau mau, saya bisa copasin semua isi buku Hujan di Bulan Juni :ninja:

tapi besok-besok ajah yak? lagi ada kerjaan sekarang mah--taelah, sok iye, padahal mah males total :))
daripada copas napa ga upload langsung ;;)

eh ternyata isi nya 96 Puisi di buku Hujan Bulan Juni, males juga scan :))

catet yah nama bukunya ga pake "di" =))

itu puisi populer pasca demam AADC, kali Tca :)
bisa jadi gitu :)

etca
24-09-2011, 01:30 PM
Seperti apa siy puisinya yang jadi judul buku itu?

Hujan Bulan Juni

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu


manteebb euy?!!
----------------------------------

btw emang puisi susah dipahami seperti saya susah memahami puisi beliau yang berjudul

TELUR, 1

Ada sebutir telur tepat di tengah tempat tidurmu yang putih
rapih. Kau, tentu saja, terkejut ketika pulang malam-
malam dan melihatnya di situ. Barangkali itulah telur
yang kadang hilang kadang nampak di tangan tukang
sulap yang kautonton sore tadi.

Barangkali telur itu sengaja ditaruh di situ oleh anak gadismu
atau istrimu atau ibumu agar bisa tenteram tidurmu di
dalamnya.

(1973)

*maksudnya apa jal? ;D

nerissa
24-09-2011, 01:31 PM
*ijin menyimak

etca
24-09-2011, 01:33 PM
etca :kesal2:nerrisa
ga boleh oneliner cuman posting gajebo kek rumah sebelah yah ;D

E = mc˛
24-09-2011, 01:40 PM
Ca, kalau saya posting dr halaman 1 sampai akhir buku puisinya (HBJ) dimari boleh gak? :ninja:atau mau jadi proyek Eca aja? *ketahuan malesnya :run:

etca
24-09-2011, 01:43 PM
gw ga mau ;D

pegelllllllllll yg update TBA link software buku aja belum dikerjain

et dah
25-09-2011, 05:07 PM
telur itu maksudnya ovarium pere kali :P

Nharura
25-09-2011, 05:38 PM
suka puisi,, dan berani nulis2 puisi atau sajak,, terinspirasi oleh beliau,, jatuh cinta dengan puisinya yang judulnya,, aku ingin,, rasanya dulu itu termasuk salah satu soal UAN SMA;D,, berasa senang aja jawab bahasa indonesia,, udah kelar,, baca lagi puisi beliau,, terus di hayati.. ternyata puisi aku ingin, menggambarkan rasa cinta yang sederhana namun tulus tanpa meminta balasan apapun... keren ih si Bapak ini...^_*,, dulu pernah baca bukunya Hujan bulan Juni di Perpus daerah,, cuman pas nyari di gramed gak ada yang jual.. padahal beliau termasuk tokoh puisi fenomenal selain rendra, putu wijaya... Bahasanya halus...tapi adem baca dan dengarnya:)

et dah
25-09-2011, 05:44 PM
dia tu angkatan chaidir anwar juga bukan ?

E = mc˛
26-09-2011, 03:04 PM
edisi copasan buku Hujan Bulan Juni--akan diapdet sehari 2 halaman (baca: kalo onlen dan gak malas ;D)


http://images.sulwesi.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/SJKYMgoKCoAAAFOohCw1/305.JPG?et=BOqSdbKsVuyYuUm1Rba70g&nmid=0&nmid=108343286

PENGANTAR

Sajak-sajak dalam buku ini saya pilih dari sekian ratus sajak yang saya hasilkan selama 30 tahun, antara 1964 sampai dengan 1994. Sajak saya pertama kali dimuat diruangan kebudayaan sebuah tabloid di Semarang pada tahun 1957, sewaktu saya masih menjadi murid SMA; namun, ini tidak berarti bahwa ratusan sajak yang ditulis selama 1957-1964 tidak saya pertimbangkan untuk buku ini. Sajak-sajak itu untuk dikumpulkan di buku lain, yang suasananya – atau entah apanya – agak berbeda dari buku ini. Ini berarti bahwa ada juga sesuatu yang mengikat sajak-sajak ini menjadi satu buku.

Saya sendiri tidak tahu apakah selama 30 tahun itu ada perubahan stilistik atau tematik dalam puisi saya. Seorang penyair belajar dari banyak pihak: keluarga, penyair lain, kritikus, teman, pembaca, tetangga, masyarakat luas , koran, televisi, dan sebagainya. Pada dasarnya, penyair memang tidak suka diganggu, namun sebenarnya ia suka juga, mungkin secara sembunyi-sembunyi, nguping pendapat pembaca. Itulah merupakan tanda bahwa puisi yang ditulis benar-benar ada.
Sebagian besar sajak dalam buku ini pernah terbit dalam beberapa kumpulan sajak pernah dimuat di koran dan majalah, satu-dua sajak belum pernah dipublikasikan. Hampir dua tahun lamanya saya mempertimbangkan penerbitan buku ini, bukan karena sajak-sajak saya berceceran dan sulit dilacak, tetapi karena saya suka meragukan keuntungan yang mungkin bisa didapat oleh pembaca maupun penerbit buku ini.

Alam hal ini yang terakhir itu sudah selayaknya saya mengucapkan terima kasih kepada Sdr. Pamusuk Eneste dari Penerbit PT Grasindo yang tidak jemu-jemunya meyakinkan saya akan perlunya menerbitkan sepilihan sajak ini. Terima kasih tentu saja saya sampaikan juga kepada siapa pun yang telah memberi dan merupakan ilham bagi sajak-sajak ini; tentang apa lagi puisi kalau tidak tentang mereka, manusia.


Jakarta, Juni 1994

Sapardi Djoko Damono

E = mc˛
26-09-2011, 03:06 PM
PADA SUATU MALAM (Hal.1)

ia pun berjalan ke barat. selamat malam, solo,
katanya sambil menunduk.
seperti didengarnya sendiri suara sepatunya
satu persatu.
barangkali lampu-lampu masih menyala buatku, pikirnya.
kemudian sambil menarik nafas panjang.
ia sendiri saja, sahut-menyahut dengan malam,
sedang dibayangkannya sebuah kapal di tengah lautan
yang memberontak terhadap kesunyian.

sunyi adalah minuman keras. beberapa orang membawa
perempuan,
beberapa orang bergerombol, dan satu-dua orang
menyindir diri sendiri; kadang memang tak ada lelucon lain.
barangkali sejuta mata itu memandang ke arahku, pikirnya;
ia pun berjalan ke barat, merapat ke masa lampau.

selamat malam, gereja. hei, kaukah anak kecil
yang dahulu menangis di depan pintuku itu?
ia ingat kawan-kawannya pada suatu hari natal
dalam gereja itu, dengan pakaian serba baru,
bernyanyi; dan ia di luar pintu. ia pernah ingin sekali
bertemu yesus, tapi ayahnya bilang
yesus itu anak jadah.
ia tak pernah tahu apakah ia pernah sungguh-sungguh
mencintai ayahnya.

E = mc˛
26-09-2011, 03:07 PM
(Hal.2)

barangkali malam ini yesus mencariku, pikirnya.
tapi ia belum pernah berjanji kepada siapa pun
untuk menemui atau ditemui;
ia benci kepada setiap kepercayaan yang dipermainkan.
ia berjalan sendiri di antara orang ramai.
seperti didengarnya seorang anak berdoa; ia tak pernah
diajar doa
ia pun suatu saat ingin meloloskan dirinya ke dalam doa,
tetapi tak pernah mengetahui
awal dan akhir sebuah doa; ia tak pernah tahu kenapa,
barangkali seluruh hidupku adalah sebuah dosa yang panjang,

katanya sendiri; ia merasa seperti tentram
dengan jawabannya sendiri:
hidup adalah doa yang panjang.
pagi tadi ia bertemu seseorang, ia sudah lupa namanya,
lupa wajahnya: berdoa sambil berjalan...
ia ingin berdoa malam ini, tapi tak bisa mengakhiri,
tak bisa menemukan kata penghabisan.

ia selalu merasa sakit dan malu setiap kali berpikir
tentang dosa; ia selalu akan pingsan
kalau berpikir tentang mati dan hidup abadi.
barangkali tuhan seperti kepala sekolah, pikirnya
ketika dulu dia masih di sekolah rendah. Barangkali tuhan
akan mengeluarkan dan menghukum murid yang nakal,
membiarkannya bergelandangan dimakan iblis.
barangkali tuhan sedang mengawasi aku dengan curiga
pikirnya malam ini, mengawasi seorang yang selalu gagal
berdoa.

apakah ia juga pernah berdoa, tanyanya ketika berpapasan
dengan seorang perempuan. perempuan itu setangkai bunga;
apakah ia juga pernah bertemu yesus, atau barangkali
pernah juga dikeluarkan dari sekolahnya dulu.

E = mc˛
26-09-2011, 03:09 PM
selingan, kabar terakhir SDD


http://media.tumblr.com/tumblr_lkb22nrP5d1qbuf5m.jpg

Sapardi Tak Pernah Berhenti
Minggu, 28 Maret 2010 | 03:49 WIB

Ilham Khoiri

Sapardi Djoko Damono, salah satu penyair kuat Indonesia, kini sudah berusia 70 tahun. Dia masih sehat, produktif, dan karya-karyanya terus diapresiasi masyarakat. Bagaimana dia menjaga energi kreatifnya?

Sapardi tampak segar dengan setelan kemeja krem, kaus dalam putih, dan celana gelap, Jumat (26/3) pagi itu. Setelah sarapan pagi, yang hampir selalu dia buat sendiri, lelaki itu memeriksa beberapa buku.

”Ini buku-buku saya yang pernah diterbitkan di luar yang ditarik kembali untuk diterbitkan sendiri,” katanya. Sapardi bercerita sambil duduk santai di ruang tengah rumahnya yang bersahaja di Kompleks Perumahan Dosen Universitas Indonesia di kawasan Cirendeu, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.

Tahun 2009, penyair itu membuat penerbitan Editum. Semua bukunya, baik berupa kumpulan puisi, esai, maupun cerita, ditarik lagi. Setelah melewati editing naskah dan format ulang tampilannya, buku-buku itu kemudian dicetak kembali.

Yang menarik, semua proses itu dikerjakan sendiri oleh Sapardi. Untuk mengedit dan me-layout naskah, dia memanfaatkan program Microsoft World yang disimpan dalam format PDF. Setelah beres, naskah itu dicetak terbatas, sesuai dengan permintaan. Hingga kini, sudah 14 buku yang diterbitkan dengan cara itu.

”Penerbitan ini untuk memenuhi permintaan banyak orang yang masih mencari buku saya. Padahal, beberapa buku lama sudah tak beredar lagi di pasaran,” katanya.

Penerbitan itu hanya salah satu dari kegiatan yang dijalani lelaki yang lahir di Solo, 20 Maret 1940, itu. Hingga masa tuanya, dia masih aktif berkarya: membuat puisi, menulis esai sastra dan budaya, mengarang cerita, menerjemahkan, serta menulis makalah.

Sudah 20-an buku sastranya yang terbit, sebagian besar berupa kumpulan puisi. Setelah DukaMu Abadi (1969), menyusul kemudian beberapa kumpulan puisi lainnya, Mata Pisau (1974), Perahu Kertas (1983), Sihir Hujan (1984), Hujan Bulan Juni (1994), Arloji (1998), Ayat-ayat Api (2000), Mata Jendela (2002), Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro? (2002), dan Kolam (2009).

Dia juga rajin mengajar dan membimbing penelitian di beberapa kampus. Sapardi pernah menjadi Dekan Fakultas Sastra UI sekaligus guru besar. Juga pernah menjadi redaktur majalah Horison, Basis, dan Kalam serta mengisi diskusi dan membacakan puisi.

”Sampai sekarang, saya tetap membaca, menulis, dan bekerja agar tidak pikun,” katanya sambil tersenyum.

Liris

Dengan ketekunan semacam itu, Sapardi melakukan uji coba dan terobosan dalam sastra Indonesia. Tahun 1960-an, karya-karyanya cenderung bernuansa kelam dan murung, seperti tampak dalam DukaMu Abadi. Tahun 1970-an, puisi-puisinya banyak menghadirkan benda-benda keseharian yang hidup dan bisa bicara, seperti manusia. Baca saja kumpulan puisi Akuarium.

Tahun 1980-an, dia banyak membuat acuan tokoh-tokoh mitologi. Tahun 1990-an, dia menggumuli tema-tema sosial dengan kritis dan tajam. Corak ini diwakili puisi-puisi dalam Arloji dan Ayat-ayat Api.

Tahun 2000-an, dia menulis sajak-sajak panjang, seperti dalam Den Sastro. Lalu, pada akhir tahun 2000-an, lelaki bertubuh ringkih ini memaksimalkan permainan perangkat tradisi tulis (seperti titik, koma, titik dua, huruf miring, atau huruf tebal) untuk merekam gumaman atau celetukan yang tak terdengar. Itu terasa pada puisi-puisi dalam Kolam.

”Saya bosan dengan satu corak bahasa, dan ingin terus bereksperimen,” katanya.

Meski begitu, Sapardi telanjur dikenal sebagai penyair dengan puisi-puisi liris. Puisi jenis ini memproses perkembangan pikiran dan perasaan yang subtil. Diksinya tajam, halus, dan rumit, tetapi tak kentara.

Dalam karyanya, benda-benda keseharian (seperti hujan, gerimis, angin, gunung, pohon, senja, kucing, pisau, atau langit) hadir berdenyut hidup. Bahasanya bersahaja, tetapi penuh imaji, jernih, dan dalam. Kualitas seperti itu menjadikan karya-karyanya sangat populer: kerap dikutip, dimainkan dalam musik, film, sandiwara, sinetron, atau dicantumkan dalam kalender, bahkan undangan perkawinan.

Dalam kuliah umum tentang puisi Sapardi di Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat sore, pengamat sastra Nirwan Dewanto mengatakan, puisi-puisi Sapardi mudah digemari karena genap dalam gramatika dan semantik. Puisi-puisinya berada di tengah sebagai titik moderat antara puisi amanat dan puisi gelap, antara puisi pamflet dan puisi eksperimental.

”Itulah puisi yang menengahi konvensi di satu pihak dan avantgardisme yang keras kepala di pihak lain. Puisi yang merawat ambiguitas sekaligus memperkuat hubungan dengan pembaca dan bahasa,” tulis Nirwan dalam makalahnya yang panjang.

Energi

Hingga usia 70 tahun, Sapardi tak berhenti berkreasi. Banyak orang penasaran, bagaimana dia memperoleh dan mengelola energinya? ”Menulis itu seperti petualangan dalam pikiran. Saya terus tertantang untuk menjelajahi hal-hal baru,” katanya.

Ketika sudah mulai menulis, seorang penyair seperti tersedot dalam arena pertarungan. Dia berjibaku untuk menemukan kata, menyusunnya menjadi kalimat, memotong, menghapus, menimbang-nimbang, sampai kemudian membuahkan puisi. Persis seperti tukang yang bergelut mengutak-atik kata.

Pertarungan itu kadang tak mudah. Saat menulis puisi tentang Marsinah (buruh pabrik di Sidoarjo, Jawa Timur, yang tewas dibunuh penguasa), misalnya, Sapardi membutuhkan waktu tiga tahun, dari tahun 1993 sampai 1996. ”Saya sulit mengontrol dan menyusun kata-kata karena rasanya marah sekali.”

Setelah rampung, puisi itu diberi judul Dongeng Marsinah. Ini beberapa petikannya:

”Di hari baik bulan baik,/ Marsinah dijemput di rumah tumpangan/ untuk suatu perhelatan… Dalam perhelatan itu/ kepalanya ditetak,/ selangkangnya diacak-acak,/ dan tubuhnya dibirulebamkan/ dengan besi batangan.. Detik pun tergeletak,/ Marsinah pun abadi. Marsinah itu arloji sejati/ melingkar di pergelangan tangan kita ini.”

et dah
26-09-2011, 03:30 PM
njiss bener-bener keren ini orang..

E = mc˛
27-09-2011, 12:17 PM
(Hal.3)

selamat malam, langit, apa kabar selama ini?
barangkali bintang-bintang masih berkedip buatku, pikirnya
ia pernah membenci langit dahulu,
ketika musim kapal terbang seperti burung
menukik: dan kemudian ledakan-ledakan
(saat itu pulalah terdengar olehnya ibunya berdoa
dan terbawa pula namanya sendiri )
kadang ia ingin ke langit, kadang ia ingin mengembara saja
ke tanah-tanah yang jauh; pada suatu saat yang dingin
ia ingin lekas kawin, membangun tempat tinggal.

ia pernah merasa seperti si pandir menghadapi
angka-angka ... ia pun tak berani memandang dirinya sendiri
ketika pada akhirnya tak ditemukannya kuncinya
pada suatu saat seorang gadis adalah bunga,
tetapi di lain saat menjelma sejumlah angka
yang sulit. ah, ia tak berani berkhayal tentang biara.

ia takut membayangkan dirinya sendiri. ia pun ingin lolos
dari lampu-lampu dan suara-suara malam hari,
dan melepaskan genggamannya dari kenyataan;
tetapi disaksikannya: berjuta orang sedang berdoa,
para pengungsi yang bergerak ke kerajaan tuhan,
orang-orang sakit, orang-orang penjara,
dan barisan panjang orang gila.
ia terkejut dan berhenti,
lonceng kota berguncang seperti sedia kala
rekaman senandung duka nestapa.

seorang perempuan tua tertawa ngeri di depannya, menawarkan
sesuatu.
ia menolaknya.
ia tak tahu kenapa mesti menolaknya.
barangkali karena wajah perempuan itu mengingatkannya
kepada sebuah selokan, penuh dengan cacing;
barangkali karena mulut perempuan itu
menyerupai penyakit lepra; barangkali karena matanya
seperti gula-gula yang dikerumuni beratus semut.
dan ia telah menolaknya, ia bersyukur untuk itu.
kepada siapa gerangan tuhan berpihak, gerutunya.

E = mc˛
27-09-2011, 12:18 PM
(Hal. 4)

ia menyaksikan orang-orang berjalan, seperti dirinya, sendiri;
atau membawa perempuan, atau bergerombol,
wajah-wajah yang belum ia kenal dan sudah ia kenal,
wajah-wajah yang ia lupakan dan ia ingat sepanjang zaman,
wajah-wajah yang ia cinta dan ia kutuk,
semua sama saja.
barangkali mereka mengangguk padaku, pikirnya;
barangkali mereka melambaikan tangan padaku setelah lama
berpisah
atau setelah terlampau sering bertemu. ia berjalan ke barat.

selamat malam. ia mengangguk, entah kepada siapa;
barangkali kepada dirinya sendiri. barangkali hidup adalah
doa yang panjang, dan sunyi adalah minuman keras.
ia merasa tuhan sedang memandangnya dengan curiga;
ia pun bergegas.
barangkali hidup adalah doa yang...
barangkali sunyi adalah...
barangkali tuhan sedang menyaksikannya berjalan ke arah barat.

1964

E = mc˛
27-09-2011, 12:20 PM
"...barangkali hidup adalah doa yang panjang, dan sunyi adalah minuman keras..."

:mikir:

et dah
27-09-2011, 12:31 PM
yang artinya ?? :D

Nharura
27-09-2011, 03:41 PM
Bapak ini... bahasa puisinya manis... romantis gak alay%heh

*gak bosen baca2 puisi2nya>.<

E = mc˛
28-09-2011, 01:34 PM
TENTANG SEORANG PENJAGA KUBUR YANG MATI (Hal.5)


bumi tak pernah membeda-bedakan. seperti ibu yang baik,

diterimanya kembali anak-anaknya yang terkucil dan
membusuk, seperti halnya bangkai binatang; pada
suatu hari seorang raja, atau jenderal, atau pedagang,
atau klerek - sama saja;


dan kalau hari ini si penjaga kubur, tak ada bedanya. ia

seorang tua yang rajin membersihkan rumputan,
menyapu nisa, mengumpulkan bangkai bunga dan
daunan; dan bumi pun akan menerimanya seperti ia
telah menerima seorang laknat, atau pendeta, atau
seorang yang acuh tak acuh kepada bumi, dirinya.


toh akhirnya semua membusuk dan lenyap. yang mati tanpa

genderang, si penjaga kubur ini, pernah berpikir:
apakah balasan bagi jasaku kepada bumi yang telah
kupelihara dengan baik; barabgkali sebuah sorga atau
ampunan bagi dusta-dusta masa mudanya. tapi sorga
belum pernah terkubur dalam tanah.


dan bumi tak pernah menbeda-bedakan, tak pernah

mencinta atau membenci; bumi adalah pelukan yang
dingin, tak pernah menolak atau menanti, tak akan
pernah membuat janji dengan langit.


lelaki tua yang rajin itu mati hari ini; sayang bahwa ia tak

bisa menjaga kuburnya sendiri.


1964

E = mc˛
28-09-2011, 01:35 PM
SAAT SEBELUM BERANGKAT (Hal.6)


mengapa kita masih juga bercakap
hari hampir gelap
menyekap beribu kata di antara karangan bunga
di ruang semakin maya, dunia purnama

sampai tak ada yang sempat bertanya
mengapa musim tiba-tiba reda
kita di mana. Waktu seorang bertahan di sini
di luar para pengiring jenazah menanti.

1967

et dah
28-09-2011, 01:44 PM
beud ... penjaga kubur yg mati judulnya aja sudah tidak biasa ::elaugh::


juara :D

E = mc˛
28-09-2011, 01:47 PM
saya kok merinding yah baca puisi yg ntuh? ::ungg::

et dah
28-09-2011, 01:54 PM
jd inget wawncara seorang penjaga kuburan mewah di eropa sana ( prancis / italy gw lupa) pokonya batu nisannya semua di bikin patung sama pemahat yang terkenal.
sang penjaga makamnya itu pun gajinya tidak sedikit. kalau tinggal di indonesia mungkin bisa beli sedan mewah, rumah , kolam renang ::elaugh::
ketika ditanya oleh bbc "anda ingin dimakamkan dimana?" tanya reporter. Jawabnya enteng banget " saya ingin di kremasi " ::elaugh::



bener ya , siapa pun ngga ada yg kelewat oleh ajal ::skeriii::

nerissa
28-09-2011, 05:49 PM
weis..rame thread ini

mhhh

gudd

aku sih suh donlot yg 'perahu kertas'

Nowitzki
28-09-2011, 09:10 PM
Ada satu puisi yang paling kuinget
pernah kubacakan ketika workshop keaktoran dan gerak bareng Sujiwo Tedjo dulu

TAPI

aku bawakan bunga padamu
tapi kau bilang masih

aku bawakan resahku padamu
tapi kau bilang hanya

aku bawakan darahku padamu
tapi kau bilang cuma

aku bawakan mimpiku padamu
tapi kau bilang meski

aku bawakan dukaku padamu
tapi kau bilang tapi

aku bawakan mayatku padamu
tapi kau bilang hampir

aku bawakan arwahku padamu
tapi kau bilang kalau

tanpa apa aku datang padamu
wah!

Nowitzki
28-09-2011, 09:11 PM
Ah, salah kan gue, itu puisinya Sutardji Calzoum Bahri, bukan Sapardi
dasar dodol ::arg!::

etca
28-09-2011, 09:17 PM
Gpp, anggap aja ada commercial break ::hihi::

et dah
28-09-2011, 09:21 PM
aku tuliskan puisi padamu
tapi kau bilang ada commercial break :D

E = mc˛
29-09-2011, 12:54 PM
BERJALAN DI BELAKANG JENAZAH (Hal.7)

berjalan di belakang jenazah angin pun reda
jam mengerdip
tak terduga betapa lekas
siang menepi, melapangkan jalan dunia

di samping: pohon demi pohon menundukkan kepala
di atas: matahari kita, matahari itu juga
jam mengambang diantaranya
tak terduga begitu kosong waktu menghirupnya

(1967)

E = mc˛
29-09-2011, 12:55 PM
SEHABIS MENGANTAR JENAZAH (Hal. 8)

masih adakah byang akan kautanyakan
tentang hal itu? Hujan pun sudah selesai
sewaktu tertimbun sebuah dunia yang tak habisnya bercakap
di bawah bunga-bunga menua, matahari yang senja

pulanglah dengan payung di tangan, tertutup
anak-anak kembali bermain di jalanan basah
seperti dalam mimpi kuda-kuda meringkik di bukit-bukit jauh
barangkali kita tak perlu tua dalam tanda tanya

masih adakah? Alangkah angkuhnya langit
alangkah angkuhnya pintu yang akan menerima kita
seluruhnya, seluruhnya kecuali kenangan
pada sebuah gua yang akan menjadi sepi tiba-tiba

1967

E = mc˛
29-09-2011, 12:56 PM
dua puisi ini malah bikin murung :P

kata-kata yang bersahaja, namun mengena

E = mc˛
30-09-2011, 02:59 PM
LANSKAP (Hal.9)

sepasang burung, jalur-jalur kawat, langit semakin tua
waktu hari hampir lengkap, menunggu senja
putih, kita putih memandangnya setia
sampai habis semua senja

1967

E = mc˛
30-09-2011, 02:59 PM
HUJAN TURUN SEPANJANG JALAN (Hal. 10)

hujan turun sepanjang jalan
hujan rinai waktu musim berdesik-desik pelan
kembali bernama sunyi
kita pandang: pohon-pohon di luar basah kembali

tak ada yang menolaknya. kita pun mengerti, tiba-tiba
atas pesan yang rahasia
tatkala angin basah tak ada bermuat debu
tatkala tak ada yang merasa diburu-buru

1967

uploader
01-10-2011, 11:50 AM
maaf agak OOT dikit,
tadi sudah saya upload filenya eceran yang dari album musikalisasi Hujan Bulan Juni
kalau yang dulu diposting di library musik kan versi se-albumnya.
buat yang mau donlot dari hape dipersilahkan.
jangan lupa ilangin tanda bintangnya.

MUSIKALISASI PUISI

Sapardi Djoko Damono - Hujan Bulan Juni
Release : TBA l Label : TBA
Vocal : Reda Gaudiamo dan Ari Malibu

Track List :
01. Aku Ingin
02. Hutan
03. Metamorfosis
04. Di Restoran
05. Ketika Kau Tak Ada
06. Hujan Bulan Juni
07. Sehabis Suara Gemuruh
08. Akulah Si Telaga
09. Pada Suatu Pagi Hari
10. Lima Sajak Empat Seuntai
11. Dalam Sakit



Link Download satu album penuh :
http://dl.drop*box.com/u/41803787/MP3/SapardiDjokoDamono.MusikalisasiPuisi.HujanBulanJun i.zip

(http://dl.drop%2Abox.com/u/41803787/MP3/SapardiDjokoDamono.MusikalisasiPuisi.AkanKemanakah Angin.zip)versi eceran
http://www.4*shared.com/audio/6D2ZlNZM/08_-_Akulah_Si_Telaga.html
http://www.4*shared.com/audio/K_3CF39R/07_-_Sehabis_Suara_Gemuruh.html
http://www.4*shared.com/audio/ljpzp58h/06_-_Hujan_Bulan_Juni.html
http://www.4*shared.com/audio/DDSiGWi8/05_-_Ketika_Kau_Tak_Ada.html
http://www.4*shared.com/audio/JUmwEiS7/04_-_Di_Restoran.html
http://www.4*shared.com/audio/JwgBWAnG/03_-_Metamorfosis.html
http://www.4*shared.com/audio/g6ZDegov/02_-_Hutan.html
http://www.4*shared.com/audio/08VKcXVe/01_-_Aku_Ingin.html
http://www.4*shared.com/audio/NGV92aMb/11_-_Dalam_Sakit.html
http://www.4*shared.com/audio/C1dy1PCr/10_-_Lima_Sajak_Empat_Seuntai.html
http://www.4*shared.com/audio/p4U7ECL7/09_-_Pada_Suatu_Pagi_hari.html

et dah
01-10-2011, 12:32 PM
horeee makasi ya :D

E = mc˛
01-10-2011, 12:39 PM
KITA SAKSIKAN (Hal.11)

kita saksikan burung-burung lintas di udara
kita saksikan awan-awan kecil di langit utara
waktu cuaca pun senyap seketika
sudah sejak lama, sejak lamankita tak mengenalnya

di antara hari buruk dan dunia maya
kita pun kembali mengenalnya
kumandang kekal, percakapan tanpa kata-kata
saat-saat yang lama hilang dalam igauan manusia.


1967

E = mc˛
01-10-2011, 12:40 PM
DALAM SAKIT (Hal.12)

waktu lonceng berbunyi
percakapan merendah, kita kembali menanti-nanti
kau berbisik: siapa lagi akan tiba
siapa lagi menjemputmu berangkat berduka

di ruangan ini kita gaib dalam gema. Di luar malam hari
mengendap, kekal dalam rahasia
kita pun setia memulai percakapan kembali
seakan abadi, menanti-nanti lonceng berbunyi

1967

et dah
01-10-2011, 12:43 PM
tahun 60-70 puisinya bernuansa gloomy banget ya ::elaugh::

sering galau kali ini si bapak :D

E = mc˛
01-10-2011, 12:46 PM
karena besok mau jalan-jalan seharian, takut gak bisa onlen--gak punya mobile, cuma motor #apaan sih--maka jatah buat besok sekalian ma hari ini:

SONET: HEI! JANGAN KAUPATAHKAN (Hal.13)

Hei! Jangan kaupatahkan kuntum bunga itu
ia sedang mengembang; bergoyang-goyang dahan-dahannya
yang tua
yang telah mengenal baik, kau tahu,
segala perubahan cuaca.

Bayangkan: akar-akar yang sabar menyusup dan menjalar
hujan pun turun setiap bumi hampir hangus terbakar
dan mekarlah bunga itu perlahan-lahan
dengan gaib, dari rahim Alam.

Jangan; saksikan saja dengan teliti
bagaimana Matahari memulasnya warna-warni, sambil
diam-diam
membunuhnya dengan hati-hati sekali
dalam Kasih-sayang, dalam rindu-dendam Alam;
lihat: ia pun terkulai pelahan-lahan
dengan indah sekali, tanpa satu keluhan.

1967

E = mc˛
01-10-2011, 12:48 PM
tahun 60-an kan Indonesia kelam banget Etty--ingat gerakan G30S?

dan puisi ini mengingatkan saya pada puisi Karangan Bunga-nya Taufik Ismail

ZIARAH (Hal.14-15)

Kita berjingkat lewat
jalan kecil ini
dengan kaki telanjang; kita berziarah
ke kubur orang-orang yang telah melahirkan kita
Jangan sampai terjaga mereka!
Kita tak membawa apa-apa. Kita
tak membawa kemenyan ataupun bunga
kecuali seberkas rencana-rencana kecil
(yang senantiasa tertunda-tunda) untuk
kita sombongkan kepada mereka.
Apakah akan kita jumpai wajah-wajah bengis,
atau tulang-belulang, atau sisa-sisa jasad mereka
di sana? Tidak, mereka hanya kenangan.
Hanya batang-batang cemara yang menusuk langit
yang akar-akarnya pada bumi keras.
Sebenarnya kita belum pernah mengenal mereka;
ibu-bapa kita yang mendongeng
tentang tokoh-tokoh itu, nenek-moyang kita itu
tanpa menyebut-nyebut nama.
Mereka hanyalah mimpi-mimpi kita,
kenangan yang membuat kita merasa
pernah ada.
Kita berziarah; berjingkatlah sesampai
di ujung jalan kecil ini:
sebuah lapangan terbuka
batang-batang cemara
angin.
Tak ada bau kemenyan tak ada bunga-bunga;
mereka telah tidur sejak abad pertama,
semenjak Hari Pertama itu.
Tak ada tulang-belulang tak ada sisa-sisa
jasad mereka
Ibu-bapa kita sungguh bijaksana, terjebak
kita dalam dongengan nina-bobok.
Di tangan kita berkas-berkas rencana,
di atas kepala
sang Surya.

1967


::nangis::

etca
01-10-2011, 02:06 PM
Ini kamu ketik satu2 apa copas sih?

@et dah,
tapi galaunya SDD, GM, ama SHG itu nulisnya kok ga lebai ya
kadang menebak galaunya aja malah bikin jadi galau mikirinnya ;D

etca
01-10-2011, 02:18 PM
tahun 60-an kan Indonesia kelam banget Etty--ingat gerakan G30S?

dan puisi ini mengingatkan saya pada puisi Karangan Bunga-nya Taufik Ismail

ZIARAH (Hal.14-15)

Kita berjingkat lewat
jalan kecil ini
dengan kaki telanjang; kita berziarah
ke kubur orang-orang yang telah melahirkan kita
Jangan sampai terjaga mereka!
Kita tak membawa apa-apa. Kita
tak membawa kemenyan ataupun bunga
kecuali seberkas rencana-rencana kecil
(yang senantiasa tertunda-tunda) untuk
kita sombongkan kepada mereka.
Apakah akan kita jumpai wajah-wajah bengis,
atau tulang-belulang, atau sisa-sisa jasad mereka
di sana? Tidak, mereka hanya kenangan.
Hanya batang-batang cemara yang menusuk langit
yang akar-akarnya pada bumi keras.
Sebenarnya kita belum pernah mengenal mereka;
ibu-bapa kita yang mendongeng
tentang tokoh-tokoh itu, nenek-moyang kita itu
tanpa menyebut-nyebut nama.
Mereka hanyalah mimpi-mimpi kita,
kenangan yang membuat kita merasa
pernah ada.
Kita berziarah; berjingkatlah sesampai
di ujung jalan kecil ini:
sebuah lapangan terbuka
batang-batang cemara
angin.
Tak ada bau kemenyan tak ada bunga-bunga;
mereka telah tidur sejak abad pertama,
semenjak Hari Pertama itu.
Tak ada tulang-belulang tak ada sisa-sisa
jasad mereka
Ibu-bapa kita sungguh bijaksana, terjebak
kita dalam dongengan nina-bobok.
Di tangan kita berkas-berkas rencana,
di atas kepala
sang Surya.

1967


::nangis::

Cerita Gerakan G30S konon GM juga membuat puisi tentang itu,
Saya juga pernah bikin puisi dengan basic cerita ayah untuk ikut sebuah antologi puisi,
Ayah lahir sepantaran usianya dengan GM dan SDD
jadi boleh dibilang waktu peristiwa G30S/PKI mereka berada di masa yang sama. usia yang hanya beda tipis.

Seorang kawan yang pernah baca puisi GM berkata cerita dalam puisiku mirip puisi GM,
hanya saja itu puisiku versi singkatnya. puisi GM lebih panjang lagi.
Sampai sekarang saya belum pernah baca puisi GM yang bertopik mengenai PKI,
kecuali puisi yang dimuat dalam SajakSajak Lengkap Goenawan Mohammad 1961-2001 (karena kebetulan ada bukunya).
Sampai sekarang pun penasaran dengan versinya GM. :)

E = mc˛
01-10-2011, 02:24 PM
@Eca: saya gak serajin itu :-"

Nharura
02-10-2011, 11:49 PM
tahun 60-70 puisinya bernuansa gloomy banget ya ::elaugh::

sering galau kali ini si bapak :D

Beliau gak galau.. kata2 yang sering keluar di puisi beliau indahh... meski kadang terasa menyakitkan,, tapi dibungkus dengan halus, dan indah... hem.. gimana ya menggambarkannya... ::ungg::,, membaca setiap bait puisi beliau,, serasa "ingin mengikuti" setiap langkah baitnya menuju ke tempat tujuan... Perfecto^^

Jadi ingat kisah masa kecil beliau,, krena menghabiskan waktu ujian dengan menulis2 puisi2, akhirnya beliau gak naik kelas... namun beliau gak pernah menyerah untu menulis puisi... sekarng berbuah manis khan..^_* hehe...

Biasanya seseorang disaat mengalami kesulitan,, bisa lebih kreatif dari manusia yang tak merasa sedih,, Jika tak ada rasa sedih,, seorang Supardi djoko damono tak akan menuliskan puisi indah,, hujan bulan juni, dan seorang Glen tak akan menciptakan lagu "january" yang populer tahun 90-an,, begitu juga dengan Nicholas spark,, jika ia tidak mengalami kecelakaan, dan terkurung berbulan-bulan di rumahnya, maka buku a walk to remember yang fenomenal tak akan tercipta,, bahkan seorang JK rowling,, jika tidak mengalami kemiskinan,, dan didera kesulitan hidup,, dia mungkin tak akan bisa membuat dunia,, mencintai Harry Potter..^_*

So.. Puisi2 yang sedih,, bukan berarti Tak baik untuk di nikmati,, Bukankah rasa sedih.. mengajarkan kita,, untuk menghargai kebahagiaan^_^

et dah
03-10-2011, 12:51 AM
Bukankah rasa sedih.. mengajarkan kita,, untuk menghargai kebahagiaan^_^


ie banget nih

E = mc˛
03-10-2011, 01:56 PM
DALAM DOA: II (Hal. 16)


kupandang ke sana: Isyarat-isyarat dalam cahaya
kupandang semesta
ketika Engkau seketika memijar dalam Kata
terbantun menjelma gema. Malam sibuk di luar suara

kemudian daun bertahan pada tangkainya
ketika hujan tiba. Kudengar bumi sediakala
tiada apa pun di antara Kita: dingin
semakin membara sewaktu berhembus angin

(1968)

E = mc˛
03-10-2011, 01:57 PM
DALAM DOA: II (Hal.17)

saat tiada pun tiada
aku berjalan (tiada-
gerakan, serasa
isyarat) Kita pun bertemu

sepasang Tiada
tersuling (tiada-
gerakan, serasa
nikmat): Sepi meninggi

(1968)

E = mc˛
03-10-2011, 01:57 PM
DALAM DOA: III (Hal. 18)

jejak-jejak Bunga selalu: betapa tergoda
kita untuk berburu, terjun
di antara raung warna
sebelum musim meninggalkan daun-daun

akan tersesat di mana kita
(terbujuk jejak-jejak Bunga) nantinya; atau
terjebak juga bayang-bayang Cahaya
dalam nafsu yang kita risau

1968

E = mc˛
03-10-2011, 02:05 PM
ngomong2, puisi tentang Doa yang paling makjleb itu yg Doa'-nya Chairil Anwar... bener2 menyentuh pisan :D


Doa

Tuhanku

Dalam termenung

Aku masih menyebut nama-Mu

Biar susah sungguh

Mengingat Kau penuh seluruh

Caya-Mu panas suci

Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

Aku hilang bentuk

Remuk

Tuhanku

Aku mengembara di negeri asing

Tuhanku

Di Pintu-Mu aku mengetuk

Aku tidak bisa berpaling

et dah
03-10-2011, 04:16 PM
itu yang jadi lirik lagu bimbo bukan mus?

E = mc˛
03-10-2011, 05:04 PM
lagu Bimbo yg mana Etty? lum denger... ::ungg::

et dah
03-10-2011, 05:19 PM
eh salah ding itu mah taufiq ismail ::elaugh::

E = mc˛
06-10-2011, 12:31 PM
maaf, kemarin lupa ;D

KETIKA JARI-JARI BUNGA TERBUKA (Hal. 19)


ketika jari-jari bunga terbuka mendadak terasa: betapa sengit
cinta Kita
cahaya bagai kabut, kabut cahaya; di langit

menyisih awan hari ini; di bumi
meriap sepi yang purba;
ketika kemarau terasa ke bulu-bulu mata, suatu pagi
di sayap kupu-kupu, di sayap warna

swara burung di ranting-ranting cuaca,
bulu-bulu cahaya; betapa parah
cinta Kita
mabuk berjalan, diantara jerit bunga-bunga rekah

1968

E = mc˛
06-10-2011, 12:32 PM
SAJAK PERKAWINAN (Hal.20)

cahaya yang ini, Siapakah?
(kelopak-kelopak malam
berguguran) kaki langit yang kabur
dalam kamar, dalam Persetubuhan

butir demi butir
(Kau dan aku, aku
dan serbuk malam) tergelincir
menyatu

Perkawinan tak di mana pun, tak
kapan pun
kelopak demi kelopak terbuka
malam pun sempurna

1968

E = mc˛
10-10-2011, 01:00 PM
GERIMIS KECIL DI JALAN JAKARTA, MALANG (Hal. 21)

seperti engkau berbicara di ujung jalan
(waktu dingin, sepi grimis tiba-tiba
seperti engkau memanggil-manggil di kelokan itu
untuk kembali berduka)

untuk kembali kepada rindu
panjang dan cemas
seperti engkau yang memberi tanda tanpa lampu-lampu
supaya menyahut, Mu

1968

E = mc˛
10-10-2011, 01:01 PM
KUPANDANG KELAM YANG MERAPAT KE SISI KITA (Hal. 22)

kupandang kelam yang merapat ke sisi kita;
siapa itu disebelah sana, tanyamu tiba-tiba
(malam berkabut seketika); barangkali menjemputku
barangkali berkabar penghujan itu

kita terdiam saja di pintu; menunggu
atau ditunggu, tanpa janji terlebih dahulu;
kenalkah ia padamu, desakmu (kemudian sepi
terbata-bata menghardik berulang kali)

bayang-bayangnya pun hadir sampai di sini; jangan
ucapkan selamat malam; undurlah perlahan
(pastilah sudah gugur hujan
di hulu sungai itu); itulah Saat itu, bisikku

kukecup ujung jarimu; kaupun menatapku:
bunuhlah ia, suamiku (kutatap kelam itu
bayang-bayang yang hampir lengkap mencapaiku
lalu kukatakan: mengapa Kau tegak di situ)

1968

et dah
10-10-2011, 03:43 PM
^^ ini ttg ajal lg ya ... hampir semua halaman melo2 nih puisinya

wah udah hal 22 lg.. :D

E = mc˛
18-10-2011, 02:44 PM
karena saya suka kelupaan buat ngecek tret ini, maka ebook buku Hujan Bulan Juni saya aplotkan di tret ebook release Kopi Maya yah di tret sebelah ;D--maaf atas ketidaknyamanannya ::maap::

etca
18-10-2011, 02:47 PM
karena saya suka kelupaan buat ngecek tret ini, maka ebook buku Hujan Bulan Juni saya aplotkan di tret ebook release Kopi Maya yah di tret sebelah ;D--maaf atas ketidaknyamanannya ::maap::

::ngakak2::::ngakak2::::ngakak2::::ngakak2::
akhirnya nyerah juga...

*padahal sudah excited nge-tes sampai sejauh mana ketabahan dan kesabaran pak rumus memposting halaman buku Hujan Bulan Juni
Olalalala huehuheuuehuheu...

E = mc˛
18-10-2011, 02:52 PM
suka kelupaan Ca. skrg onlennya gak bisa standby terus kek dulu2 (kalo onlen lebih prioritas buat yg laen ::hihi::)

etca
21-10-2011, 09:00 PM
karena mau nge-twit seorang kawan,
jadi baca di twitnya Helvy Tiana Rosa
ada info ttg SDD :
RT @yanuarizka: Seminar G-Sastrasia 2011 Senin, 24 okt pkl 9-16, aula Perpus UNJ with Sapardi Djoko Damono @helvy @limbahilmu,

Alethia
01-03-2012, 05:45 PM
AKULAH SI TELAGA


Oleh :
Sapardi Djoko Damono


akulah si telaga: berlayarlah di atasnya;
berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan bunga-bunga padma;
berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;
sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja
-- perahumu biar aku yang menjaganya


Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.

---------- Post added at 04:43 PM ---------- Previous post was at 04:40 PM ----------

ANGIN, 2
Oleh :
Sapardi Djoko Damono

Angin pagi menerbangkan sisa-sisa unggun api yang terbakar semalaman.
Seekor ular lewat, menghindar.
Lelaki itu masih tidur.
Ia bermimpi bahwa perigi tua yang tertutup ilalang panjang
di pekarangan belakang rumah itu tiba-tiba berair kembali.

Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.


---------- Post added at 04:45 PM ---------- Previous post was at 04:43 PM ----------


CERMIN, 1
Oleh :
Sapardi Djoko Damono

cermin tak pernah berteriak;
ia pun tak pernah meraung, tersedan, atau terhisak,
meski apa pun jadi terbalik di dalamnya;
barangkali ia hanya bisa bertanya:
mengapa kau seperti kehabisan suara?

Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.

nagita
25-05-2012, 10:24 PM
Sukaaaaaaa sekali dengan hasil karya beliau... Kagum!

etca
13-11-2012, 09:16 AM
kuhentikan hujan ,kini matahari
merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan

ada yang berdenyut
dalam diriku
menembus tanah basah
dendam yang dihamilkan hujan
dan cahaya matahari

tak bisa kutolak matahari
memaksaku menciptakan bunga-bunga


copas dari status FBna pagi ini.. love it!

Alethia
01-02-2013, 03:47 PM
PERISTIWA PAGI TADI
kepada GM
Oleh :
Sapardi Djoko Damono

Pagi tadi seorang sopir oplet bercerita kepada pesuruh kantor tentang lelaki yang terlanggar motor waktu menyeberang.

Siang tadi pesuruh kantor bercerita kepada tukang warung tentang sahabatmu yang terlanggar motor waktu menyeberang, membentur aspal, Ialu beramai-ramai diangkat ke tepi jalan.

Sore tadi tukang warung bercerita kepadamu tentang aku yang terlanggar motor waktu menyeberang, membentur aspal, lalu diangkat beramai-ramai ke tepi jalan dan menunggu setengah jam sebelum dijemput ambulans dan meninggal sesampai di rumah sakit.

Malam ini kau ingin sekali bercerita padaku tentang peristiwa itu.


Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.

--
sad

Maeswara
10-05-2013, 12:10 AM
Salah satu pujangga terbaik yang dimiliki Indonesia

etca
07-12-2013, 04:04 PM
Tentang Tuhan

Pada pagi hari Tuhan tidak pernah seperti terkejut dan bersabda, "Hari baru lagi !"; Ia senantiasa berkeliling merawat segenap ciptaan-Nya dengan sangat cermat dan hati-hati tanpa memperhitungkan hari

Ia, seperti yang pernah kaukatakan, tidak seperti kita sama sekali

Tuhan merawat segala yang kita kenal dan juga yang tidak kita kenal dan juga yang tidak akan pernah bisa kita kenal

sumber : akun FB beliau 07.12.2013

etca
21-01-2018, 11:32 PM
Pagi dikaruniai begitu banyak pintu dan kita
dipersilakan masuk melewatinya kapan saja.
Malam diberkahi begitu banyak gerbang dan kita
digoda untuk membukanya dan keluar agar bisa ke Sana.
Tidak diperlukan ketukan.
Tidak diperlukan kunci.
:
Sungguh, tidak diperlukan selamat datang atau selamat tinggal.

Pintu
Sapardi Djoko Damono


Dikutip dari sampul belakang buku "kolam"
karya Sapardi Djoko Damono

noodles maniac
30-07-2020, 04:52 PM
Beliau wafat beberapa waktu lalu ya.
Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un
Turut berduka cita atas perginya salah satu legenda sastra nusantara