PDA

View Full Version : [Buddha] Situs Katolik: Lupakan reputasi non-violence, Buddha radikal juga mematikan



HenHen
27-03-2016, 10:59 AM
Fundamentalisme dalam agama Buddha, kadang-kadang dengan hasil yang mematikan, terlihat meningkat di tiga negara Asia ini, Myanmar, Sri Lanka dan Thailand — di mana aliran Theravada menjadi mayoritas dan biksu berada di balik tekanan Buddha garis keras yang terus meningkat.

Buddha garis keras muncul di Myanmar yang multi-etnis dan agama. Ironisnya, hal ini terjadi ketika kebebasan berbicara dan berekspresi mendapatkan tempatnya, yang sudah bertumbuh di negara sejak para jenderal mengganti seragam militer mereka dengan pakaian bisnis, baju berwarna putih dan pakaian tradisional longyis sejak proses reformasi dimulai tahun 2010.


Di wilayah negara dengan mayoritas Buddha, sentimen anti-Muslim telah lama menimbulkan konflik, terutama di Negara Bagian Rakhine, Myanmar bagian barat. Kekerasan yang terjadi tahun 2012 menyebabkan 200 tewas dan memaksa ribuan orang – kebanyakan Muslim Rohingya- meninggalkan rumah-rumah mereka. Diperkirakan 150,000 orang di negara bagian itu terperangkap di kamp-kamp sementara, membelenggu hak-hak mereka untuk memilih atau meninggalkan konsentrasi itu.


Senimen anti-Muslim, terutama dinyalakan oleh gerakan radikal yang dikenal sebagai Ma Ba Tha, yang diperkirakan beranggotakan setengah dari 400.000 biksu Myanmar, berkembang ke seluruh negeri dan menimbulkan kekerasan di Meikhtila, di bagian tengah, ke Lashio di Negara Bagian Shan dekat perbatasan Tiongkok, serta Mandalay yang merupakan kota terbesar kedua.


Ma Ba Tha, atau Komite untuk Perlindungan Suku dan Agama, menanamkan kekuasan mereka sehingga bisa berhasil melobi untuk undang-undang agama dan ras yang lebih ketat – ditandantangi pada Agustus – yang ditujukan kepada kelompok Muslim, meskipun pengikut Islam hanya 4 persen dari populasi Myanmar.


Undang-Undang yang menimbulkan kritikan internasional, termasuk rancangan tentang jarak kelahiran wajib bagi perempuan; hukum perkawinan yang mewajibkan perempuan Buddha mendaftarkan pernikahan mereka terlebih dahulu jika calon suaminya bukan Buddha; hukum yang mengatur pindah agama; dan hukum anti monogami yang akan menghukum orang-orang yang memiliki banyak pasangan.


U Parmaukkha, seorang anggota senior Ma Ba Tha menyambut baik kemenangan mutlak dari partai oposisi Myanmar, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), dalam pemilu 8 November lalu. Dia berharap pemimpin partai Aung San Suu Kyi itu akan memimpin negara itu sesuai dengan kehendak politik dan nasionalisme, namun dia juga memberikan peringatan.


“Kami berharap pemerintah yang dipimpin NLD tidak akan menghapus undang-undangan ras dan agama yang ditetapkan Presiden Thein Sein,” kata Parmaukkha kepada ucanews.com. Presiden Sein saat ini masih akan menjabat hingga Maret 2016. “UU itu dibutuhkan untuk melindungi agama Buddha.”

Biksu itu mempertahankan UU kontroversial tersebut dan menegaskan bahwa UU tersebut tidak bertujuan untuk menindas kelompok minoritas, melainkan melindungi perempuan Buddha.


“Saya kira pemerintahan yang dikuasai NLD tidak akan memprioritaskan penghapusan UU tersebut karena masih ada banyak hal yang lebih penting untuk ditangani seperti kemiskinan, pengangguran, kesehatan dan pendidikan,” kata Parmaukkha. “Jika NLD melakukan sesuatu terhadap UU agama, besar kemungkinan publik akan langsung menanggapainya.”

Biksu itu juga mengatakan prihatin dengan negara-negara lain seperti Banglades, Pakistan, Malaysia dan Indonesia yang sudah menjadi negara dengan mayoritas Muslim. Ini yang menjadi alasan utama Ma Ba Tha untuk membenarkan ucapan dan tindakannya. Sementara itu Muslim hanya mewakili 4 persen penduduk Myanmar, 9,67 persen di Sri Lanka dan 6 persen di Thailand.


Uskup Agung Yangon Kardinal Charles Maung Bo, dengan tegas mengecam undang-undang agama dan mengatakan bahwa orang-orang yang menebar kebencian mengancam ajaran Buddha di Myanmar yang penuh cinta kasih.


Masalah sama di Thailand

Di Thailand, konflik antara pemberontak Muslim Melayu dengan penduduk setempat yang beragama Buddha, yang muncul di sepanjang perbatasan Malaysia tahun 2004 di mana lebih dari 5.000 orang tewas, juga telah mendukung meningkatnya kelompok garis keras Buddha di “negeri murah senyum” itu.


Pornchai Pinyapong, presiden World Fellowship of Buddhist Youth di Bangkok, merupakan salah satu dari puluhan orang Thailand yang menghadiri konferensi di Myanmar pada Juni untuk mendukung Ma Ba Tha, mengungkapkan keterkaitan antara kelompok radikal di tiga negara tersebut.


Seperti yang diberitakan AFP, dia mengatakan bahwa kedua negara mengalami “masalah” yang sama dengan Islam yang perlu ditangani untuk melindungi agama Buddha.


“Ketika kami melihat negara bagian Rakhine di Myanmar, masalah yang sama juga ada di bagian selatan Thailand,” katanya soal konflik di Thailand selatan itu.
Sebagaimana di Myanmar, ada juga kelompok biksu di Thailand yang mendesak agar agama Buddha ditetapkan sebagai agama di kedua negara itu.

Di Sri Lanka, kelompok fundamentalis Bodu Bala Sena didukung oleh regim Mahinda Rajapaksa sebelumnya untuk menciptakan diskriminasi agama dan suku.


Akan tetapi Rajapaksa kalah telak dalam pemilihan presiden pada Januari. Ini kemudian memberi harapan bagi orang-orang Sri Lanka.


“Setelah regim Rajapaksa tumbang, mereka tidak bisa hidup sekarang,” kata Wickramabahu Karunaratne, sekretaris jenderal Partai Nava Sama Samaja, atau Partai Kesetaraan Sosial Baru.


“Saya kira serangan-serangan seperti ini tidak lagi menjadi ancaman di Sri Lanka. Ada beberapa tanda ekrimisme agama di Sri Lanka setelah pemilihan pemerintahan baru,” kata Karunaratne kepada ucannews.com.


Dalam pesan dukacita setelah serangan teror pada 13 November di Paris, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan Sri Lanka dengan tegas mengecam terorisme, apapun bentuknya. Ini menunjukkan perubahan signifikan dari pendahulunya yang didukung kelompok fundamentalis.


“Serangan seperti ini menunjukkan perlunya upaya global untuk menghancurkan terorisme dan ekstrimisme,” katanya.


Masalah yang dihadapi kedua negara ini adalah ketika kelompok radikal mendapakan kue politik mereka akan menargetkan kelompok minoritas Muslim.


Ketika fundamentalisme menyebabkan orang dan komunitas-komunitas terpinggirkan, seperti yang sudah terlihat di Myanmar, kemudian terciptalah lahan subur bagi ISIS untuk merekrut warga untuk melanjutkan rencana pembunuhan di seluruh Asia.


Kelompok Buddha radikal harus hati-hati karena apa yang mereka tanam bukan untuk kepentingan sesama warga negara.

Sumber: indonesia.ucanews.com/2015/11/24/lupakan-reputasi-non-violence-buddha-radikal-juga-mematikan/