kunderemp
13-01-2015, 03:05 PM
Gara-gara Tempo minggu lalu jadi penasaran.
Katanya sih, band ini tadinya anak-anak Punk terus mencoba musik lokal.
Tapi tahun lalu, band ini membubarkan diri.
Ini kutipan liputan tahun lalu (Januari 2014)
------------------------------------------------------------------------------------------------
Boleh dibilang, Semakbelukar merupakan grup musik paling “brengsek” pada 2013. Band ini bubar justru ketika mereka mulai menuai perhatian. Mulai banyak tawaran manggung di mana-mana.
Ya, saat mulai diperhitungkan di ranah indie dalam negeri, dengan lagak “peduli setan”, mereka membubarkan diri. “Saya sudah lelah. Sudah cukuplah,” kata David Hersya, vokalis Semakbelukar, saat ditanya soal alasan mereka membubarkan diri.
Pada awal Desember 2013—saat menggelar pentas di Kineruku, Bandung—David Hersya (mandolin, vokal), Ricky Zulman (akordeon), Mahesa Agung (gong mini), Angger Nugroho (jimbana), serta Ariansyah Long (gendang) menghancurkan alat musik yang mereka pegang dengan linggis dan palu. Semakbelukar menutup pertunjukan itu dengan rebana sobek, akordoen terbelah, gong pecah, dan mandolin bolong.
Padahal pentas itu merupakan bagian dari peluncuran album terbaru mereka dan penampilan perdana di Kota Kembang. “Menghancurkan alat itu suatu pernyataan, Semakbelukar sudah selesai dan kami tidak akan reuni lagi,” ujar David tentang aksi mereka itu.
Semakbelukar memilih membubarkan diri setelah meluncurkan album perdana yang bertajuk nama mereka sendiri, Semakbelukar. Ya, grup musik ini bubar justru ketika mereka kian mencuri perhatian jagat musik, terutama ranah indie di Tanah Air.
........
.......
Dari contoh itu, boleh dibilang Semakbelukar tampak sangat serius dalam proses pembuatan liriknya. Ini lirik bukan sembarang lirik. Kata-kata dipilih dengan telaten dan sabar. “Butuh waktu sebulan untuk menyelesaikan Seloka Beruk,” kata David tentang lirik lagu yang sarat kritik sosial itu.
Selain lirik, musik Melayu yang mereka usung sangat menarik. Apalagi bila melihat latar belakang para personel Semakbelukar. Sebelum berlabuh di alunan nada Melayu, sebagian besar personel Semakbelukar merupakan punker underground Palembang. David memiliki band punk rock, Ricky punya band industrial, dan Mahesa bermain di kelompok musik beraliran grunge.
Pada suatu titik, David jengah atas distorsi dan gaya hidup anak punk. Ia merasa ranah punk di Palembang terlampau banal. Lagu-lagunya meneriakkan kritik sosial, tapi hidupnya jauh dari permasalahan yang mereka bicarakan dalam lagu.
Mulailah David membuat sebuah perlawanan: mengeksplorasi musik Melayu. Gitar listrik ditanggalkan, diganti mandolin. Drum disingkirkan, diganti gendang. Yang lucu, ada gong mini setiap kali mereka bermain. Alat ini lebih jamak ditemukan pada gagang gerobak tukang es lilin ketimbang di panggung-panggung musik indie. “Awalnya Semakbelukar dibikin sebagai perlawanan. Tapi lama-lama untuk senang-senang saja, tak begitu peduli lagi dengan perlawanan,” ujarnya.
Hal lain yang juga menarik dari Semakbelukar: sikap acuh tak acuh. Ketidakpedulian Semakbelukar terhadap reaksi publik atas karya mereka justru menjadi sesuatu yang dipandang baik. Ada ketulusan yang tersurat dari sikap itu. Bahwasanya grup ini tak mencari ketenaran, tak mengejar keuntungan, tak peduli kata orang, hanya ingin bersenang-senang, titik.
Setelah merilis single beberapa kali dan mengeluarkan album EP pada Oktober 2013, Semakbelukar memilih bubar. David mengaku kaget atas apresiasi musik yang mereka usung. Banyak media pengulas musik menempatkan Semakbelukar sebagai salah satu album terbaik 2013. Namun, bagi David, keputusan sudah bulat. “Saya sudah berhenti total. Tidak akan balik lagi bermusik. Sekarang urus menafkahi keluarga saja,” ucapnya.
http://www.tempo.co/read/news/2014/01/16/112545600/Semakbelukar-Mengusung-Musik-dan-Lirik-Melayu
Katanya sih, band ini tadinya anak-anak Punk terus mencoba musik lokal.
Tapi tahun lalu, band ini membubarkan diri.
Ini kutipan liputan tahun lalu (Januari 2014)
------------------------------------------------------------------------------------------------
Boleh dibilang, Semakbelukar merupakan grup musik paling “brengsek” pada 2013. Band ini bubar justru ketika mereka mulai menuai perhatian. Mulai banyak tawaran manggung di mana-mana.
Ya, saat mulai diperhitungkan di ranah indie dalam negeri, dengan lagak “peduli setan”, mereka membubarkan diri. “Saya sudah lelah. Sudah cukuplah,” kata David Hersya, vokalis Semakbelukar, saat ditanya soal alasan mereka membubarkan diri.
Pada awal Desember 2013—saat menggelar pentas di Kineruku, Bandung—David Hersya (mandolin, vokal), Ricky Zulman (akordeon), Mahesa Agung (gong mini), Angger Nugroho (jimbana), serta Ariansyah Long (gendang) menghancurkan alat musik yang mereka pegang dengan linggis dan palu. Semakbelukar menutup pertunjukan itu dengan rebana sobek, akordoen terbelah, gong pecah, dan mandolin bolong.
Padahal pentas itu merupakan bagian dari peluncuran album terbaru mereka dan penampilan perdana di Kota Kembang. “Menghancurkan alat itu suatu pernyataan, Semakbelukar sudah selesai dan kami tidak akan reuni lagi,” ujar David tentang aksi mereka itu.
Semakbelukar memilih membubarkan diri setelah meluncurkan album perdana yang bertajuk nama mereka sendiri, Semakbelukar. Ya, grup musik ini bubar justru ketika mereka kian mencuri perhatian jagat musik, terutama ranah indie di Tanah Air.
........
.......
Dari contoh itu, boleh dibilang Semakbelukar tampak sangat serius dalam proses pembuatan liriknya. Ini lirik bukan sembarang lirik. Kata-kata dipilih dengan telaten dan sabar. “Butuh waktu sebulan untuk menyelesaikan Seloka Beruk,” kata David tentang lirik lagu yang sarat kritik sosial itu.
Selain lirik, musik Melayu yang mereka usung sangat menarik. Apalagi bila melihat latar belakang para personel Semakbelukar. Sebelum berlabuh di alunan nada Melayu, sebagian besar personel Semakbelukar merupakan punker underground Palembang. David memiliki band punk rock, Ricky punya band industrial, dan Mahesa bermain di kelompok musik beraliran grunge.
Pada suatu titik, David jengah atas distorsi dan gaya hidup anak punk. Ia merasa ranah punk di Palembang terlampau banal. Lagu-lagunya meneriakkan kritik sosial, tapi hidupnya jauh dari permasalahan yang mereka bicarakan dalam lagu.
Mulailah David membuat sebuah perlawanan: mengeksplorasi musik Melayu. Gitar listrik ditanggalkan, diganti mandolin. Drum disingkirkan, diganti gendang. Yang lucu, ada gong mini setiap kali mereka bermain. Alat ini lebih jamak ditemukan pada gagang gerobak tukang es lilin ketimbang di panggung-panggung musik indie. “Awalnya Semakbelukar dibikin sebagai perlawanan. Tapi lama-lama untuk senang-senang saja, tak begitu peduli lagi dengan perlawanan,” ujarnya.
Hal lain yang juga menarik dari Semakbelukar: sikap acuh tak acuh. Ketidakpedulian Semakbelukar terhadap reaksi publik atas karya mereka justru menjadi sesuatu yang dipandang baik. Ada ketulusan yang tersurat dari sikap itu. Bahwasanya grup ini tak mencari ketenaran, tak mengejar keuntungan, tak peduli kata orang, hanya ingin bersenang-senang, titik.
Setelah merilis single beberapa kali dan mengeluarkan album EP pada Oktober 2013, Semakbelukar memilih bubar. David mengaku kaget atas apresiasi musik yang mereka usung. Banyak media pengulas musik menempatkan Semakbelukar sebagai salah satu album terbaik 2013. Namun, bagi David, keputusan sudah bulat. “Saya sudah berhenti total. Tidak akan balik lagi bermusik. Sekarang urus menafkahi keluarga saja,” ucapnya.
http://www.tempo.co/read/news/2014/01/16/112545600/Semakbelukar-Mengusung-Musik-dan-Lirik-Melayu