PDA

View Full Version : Pendidikan Matematika SD



Agitho_Ryuki
21-09-2014, 05:44 PM
Akun facebook
Masakan Praktis Rumahan
Menulis:
Moms, jika ini benar terjadi di negeri ini,
sungguh menyedihkan. Semoga kualitas
pendidikan di Indonesia dapat meningkat.
https://fbcdn-photos-d-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xfp1/v/t1.0-0/q85/p600x600/10603806_706562426092949_7170321873362655339_n.jpg ?oh=f058fcc0ed766daa4d825464576134e1&oe=548908D2&__gda__=1422522235_baee69daccd576456d6209494c2854a 6

link
https://m.facebook.com/MasakanPraktisRumahan/photos/a.390687221013806.91618.390666241015904/706562426092949/?type=1&refid=52&__tn__=E

Bi4rain
21-09-2014, 07:51 PM
ajak bicara sama gurunya dong, masa difoto lalu diunggah? bisa2 malah mancing yang enggak-enggak.

ini lagi belajar pengelompokkan atau hasil penjumlahan?
klo 4+4+4+4+4+4 = 24 ya benar
klo pengelompokkan, kalimat yang benarnya sih 6x4 (ada 6 kelompok bilangan 4)
yakin gw pasti ada yg bisa ngejelasin, tapi kesannya agak2 gimana ya....
bagusnya sih bicara, trus klo misalnya kurang yakin apa yg mau dicapai dari pelajaran tsb (pemahaman kelompok bilangan) atau hasil penjumlahan, bisa juga rujuk buku teks-nya.

btw, itu dibawah bukunya ada tulisan(?)
mungkin guru ybs menjelaskan secara tertulis juga?

ndableg
22-09-2014, 02:54 AM
4+4+4+4+4+4 = 6 kali 4
4+4+4+4+4+4 = 4 nya 6 kali

Yg salah bahasa indonesia..

thin.king
22-09-2014, 08:47 AM
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Perkalian

Agitho_Ryuki
22-09-2014, 10:16 AM
jadi yang tersesat kakanya habibi kan?

234
22-09-2014, 10:25 AM
Gurunya terlalu kaku kalo menurutku. Mestinya ndak dikasih nol (mutlak salah) tapi bisa dikasih nilai setengah plus catatan. Itu hanya persoalan (kesepakatan) notasi aja, jgn sampai malah menghambat "kreatifitas berpikir dan imajinatif" si anak.

Tapi kalo lebih dicermati lagi soal diatas saya kok melihat kemungkinan lain yak? :mrgreen:

Kemungkinan kedua: (Kakaknya) Habibi dan ibu guru sama2 mbulet.

A. 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 4 x 6 = 24
B. 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 6 x 4 = 24

Dua2nya tetap aneh menurutku. Dari urutannya, itu soal operasi penjumlahan. Lalu buat apa pakai "disederhanakan" dgn perkalian segala? Mestinya langsung aja "4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 24". Simpel.

Kemungkinan ketiga (hasil terawangan ngawur): Kakaknya Habibi "belagu", pengin nunjukin ke bu guru bahwa Habibi udah tahu operasi perkalian. Ibu guru yg merasa belum pernah mengajarkan ttg perkalian ke Habibi pun "kesel" krn jadi berpikir bahwa PR tsb ndak mungkin dikerjakan sendiri oleh Habibi, yo wis sekalian aja di-cari2 kesalahannya buat "ngerjain" si kakak. :mrgreen: Atau, malah bisa jadi itu (yg jawab PR dan bikin catatan dibawah soal tsb) adalah ortu Habibi, cuman pinjem tangan kakak Habibi aja spy ndak malu. ;D Bentuk kalimat yg digunakan dlm catatan dibawah soal adalah bentuk kalimat "orang dewasa", jadi menurutku janggal itu inisiatif kakaknya Habibi, lebih mungkin itu inisiatif sekaligus bentuk uneg2 dari ortu Habibi.

***
Ketiga kemungkinan diatas memiliki muara yg sama, yaitu yg paling dirugikan adalah si anak (Habibi). Itu udah bentuk "eksploitasi anak" yg berlebihan yg dilakukan oleh orang dewasa (guru/ortu/kakak). Bisa bikin anak trauma dan stress, matematika menjadi sesuatu yg menakutkan bagi si anak. IMHO.

:ngopi:

ndableg
22-09-2014, 04:34 PM
Menurut gw sih gurunya yang bener, hanya saja guru mustinya menjelaskan dibawah.
4 kali 6 dilihat dari segi bahasa berbeda dgn 6 kali 4. Habibi mungkin kebanyakan disuruh menghafal daripada mengerti perkalian. 4x6 dan 6x4 memang hasilnya sama, tapi prosesnya beda. 6x4, 4 nya ada 6 kali, 4x6, 6nya ada 4 kali.

Tentu levelnya jawaban 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 24 di bawah level jawaban 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 6 x 4 = 24.
Yg pertama hanya disuruh menghitung satu persatu, yang kedua diajarkan utk lebih cerdik dan mengerti esensi perkalian.

Kesalahan si guru, tidak menjelaskan kesalahan. Kesalahan si habibi adalah 8, dan kesalahan ibunya adalah ceroboh dan emosional.

Agitho_Ryuki
22-09-2014, 04:41 PM
Anehnya di facebook tersebut banyak juga yang menyalahkan gurunya karena tidak paham perkalian kalo 6 x 4 = 4 x 6...
::elaugh::

ndableg
22-09-2014, 04:47 PM
Kalo jaman dulu di eropa ada penyihir2 dibakar, kalo sekarang penyihir dibully lewat sosmed.

234
22-09-2014, 05:54 PM
Ooo...ternyata sampe jadi berita cukup heboh tho. Barusan baca ternyata kakaknya Habibi udah besar (mahasiswa), berarti terawangan saya sebelumnya (kemungkinan ketiga) memang ngawur. ;D

Anyway...

Kalo menurutku, scr common sense, bentuk urutan soalnya adalah operasi penjumlahan bukan perkalian.

4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = ?

Maka jawabnya adalah (langsung) "4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 24" tanpa pake embel2 perkalian "4x6" maupun "6x4". Ingat bahwa operasi penjumlahan itu "lebih sederhana" daripada operasi perkalian, jadi ndak perlu penyederhanaan lagi.

Lain kalo soalnya adalah "4 x 6 = ?", tentu jawabannya adalah "4 x 6 = 6 + 6 + 6 + 6 = 24". Atau "6 x 4 = ?", tentu jawabnya "6 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 24".

So, kalo memang itu soal "operasi perkalian" berarti memang gurunya yang benar, (kakaknya) Habibi salah. Tapi tetap aja menurutku itu cara mengajar (guru) yang kaku seperti saya bilang sebelumnya (kemungkinan pertama). Ini dari asumsi jawaban tsb dibuat oleh anak kelas 2 SD (Habibi). Tapi kalo dari kacamata orang dewasa (kakaknya Habibi yg udah di bangku kuliah) memang kakaknya Habibi aja yg ndak mudeng tapi ngeyelan.

Tapi kalo seandainya itu soal "operasi penjumlahan" berarti dua2nya memang lebay alias mbulet (kemungkinan kedua).

BTW anak kelas 2 SD materinya udah masuk ke "operasi perkalian" belum sih? Ntar deh tak cek ke anakku soale saya udah lupa persisnya. :mrgreen:

GiKu
22-09-2014, 06:15 PM
^
kok bisa yakin kalo cara mengajara si guru yg kaku, Om ?

biasanya kan ada contoh soal dan latihan harian
trus ada PR dan ulangan harian

freak_and_geek
22-09-2014, 06:22 PM
masalah sepele gini aja ampe masuk sosmed::arg!::::arg!::::arg!::....
gurunya salah tapi yang upload ke sosmed juga lebay...

GiKu
22-09-2014, 06:36 PM
dari link yg dikasih thin.king ( http://id.m.wikipedia.org/wiki/Perkalian )

sepertinya gurunya gak salah
kalau logikanya diterapkan dalam kehidupan nyata juga benar

234
22-09-2014, 07:00 PM
^
kok bisa yakin kalo cara mengajara si guru yg kaku, Om ?

biasanya kan ada contoh soal dan latihan harian
trus ada PR dan ulangan harian
Kan udah tak kasih alasannya di tulisan pertama...:

Gurunya terlalu kaku kalo menurutku. Mestinya ndak dikasih nol (mutlak salah) tapi bisa dikasih nilai setengah plus catatan. Itu hanya persoalan (kesepakatan) notasi aja, jgn sampai malah menghambat "kreatifitas berpikir dan imajinatif" si anak.
Dan mesti jelas dulu tugas si murid tsb untuk menjawab soal seperti apa, apakah "4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = ?" atau "4 x 6 = ?" ataukah "6 x 4 = ?".

Beda bentuk soal tentu akan berbeda pula bentuk/cara penyelesaiannya, meskipun hasil akhirnya (bisa) sama. Dan yup, mesti juga di cross-check dgn "contoh soal" dan "latihan harian"-nya (kalo ada) seperti apa.

:ngopi:

---------- Post Merged at 06:00 PM ----------

BTW kalo pas mengajari anak mengerjakan PR saya selalu minta ke anak untuk menunjukkan buku panduan (text book) nya, bukan asal membantu menjawab. Ini supaya ndak membingungkan si anak itu sendiri, beda di sekolah beda di rumah. Jadi dalam hal ini kakaknya Habibi memang ceroboh main sikat aja pake caranya sendiri, apalagi pake protes ngeyel dan lebih runyam lagi sampe disebarkan via sosmed. Ini bukan se-mata2 persoalan mana benar mana salah menurutku, tapi demi untuk tumbuh kembang si anak itu sendiri kedepannya.

:ngopi:

Bi4rain
22-09-2014, 07:56 PM
ini yang gw maksud dengan memancing yang enggak-enggak. klo didiskusikan saja untuk mendapat penjelasan dan solusi kan bagus toh...klo di sosmed yang ada mengajak orang untuk buru2 me'nuding' satu pihak entah itu gurunya atau uploadernya.
cintailah kedamaian ::oops::


btw, I couldn't agree more with om 234
Mestinya ndak dikasih nol (mutlak salah) tapi bisa dikasih nilai setengah plus catatan. Itu hanya persoalan (kesepakatan) notasi aja, jgn sampai malah menghambat "kreatifitas berpikir dan imajinatif" si anak.

Ronggolawe
23-09-2014, 08:32 AM
http://www.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fchirpstory.com%2Fli%2F231173&h=zAQG6v8Rr



Jika 12 ÷ 4 itu artinya apa? Partisi, yakni ada 12 kelereng dibagikan ke 4 anak, msg2 dpt brp butir. Atau Pengurangan Berulang.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 01:51:02 AM UTC
Pengurangan Berulang, yakni ada 12 kelereng jika tiap anak dpt 4 butir, ada brp anak yg dapat diberi.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 01:53:31 AM UTC
Dua pengertian Pembagian ini sama2 benar. Tak ada yg salah. Hanya satu pengertian kadang lebih cocok dlm konteks tertentu.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 01:54:53 AM UTC
Misalnya, 125 ÷ 5 tentunya lbh cocok diartikan sbg Partisi. Sedang 125 ÷ 25 tentunya lbh cocok Pengurangan Berulang.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 01:56:38 AM UTC
Di Indonesia, DUA pengertian Pembagian itu dpt diterima. TETAPI tidak demikian dg Perkalian. Kita tak mau menerima DUA pengertian Perkalian.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 01:58:21 AM UTC
Mungkin kita terbiasa dg PENGERTIAN yg harus selalu TUNGGAL, dan ditetapkan oleh Penguasa. Kita merasa tak berdaya menentukan sendiri.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:00:19 AM UTC
Simetri dg Pembagian tadi, Perkalian pun dapat diartikan dg DUA cara tersebut. Ini TIDAK mengatakan KEDUANYA SAMA.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:02:49 AM UTC
3 × 4 diartikan 4+4+4 itu betul. Sedang 3 × 4 diartikan 3+3+3+3 jg betul. Tergantung kita memaknainya bagaimana.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:06:13 AM UTC
Juga tergantung bahasa. Di bahasa Jawa, "telu ping papat" artinya 3+3+3+3.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:08:00 AM UTC
Tetapi di buku2 Singapura misalnya 3×4 diartikan "three groups of four" atau "tiga buah empatan"
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:09:02 AM UTC
Nah, cara bertanya guru kebanyakan di Indonesia mungkin yg salah. Juga cara mengoreksinya yang salah.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:13:57 AM UTC
Kita hrs paham cara memeriksa pemahaman perkalian. Kalau sekedar tanya 3×4 = .... ya tentu anak kita boleh menjawab sesuai pengertiannya.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:16:06 AM UTC
Pertanyaan sekedar 3×4 = ... HRS DIBENARKAN jawaban 3+3+3+3 atau 4+4+4. Salah gurunya tak beritahu dlm instruksinya yg mana yg diminta.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:18:08 AM UTC
Pertanyaan guru seharusnya begini "Jika 2×3 = 3 +3, tentukan 3×4". Jika dg pertanyaan ini anak jawabnya 3+3+3+3, barulah SALAHKAN.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:19:27 AM UTC
Matematika itu lebih sebagai Kata Kerja, ketimbang Kata Benda. Pengetahuan sangat sedikit, ketimbang Keterampilan.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:20:44 AM UTC
Mungkin ada yg berargumen, kalau pertanyaannya begitu anak ya bisa. Ya, memang anak supaya bisa! :) Kalau mau menjebak, bukan di Matematika.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:21:34 AM UTC
Menguji SKILL dalam Matematika lebih utama ketimbang menguji KNOWLEDGE.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:22:45 AM UTC
Hal yang lebih menakutkan adalah PENDOGMAAN MATEMATIKA di kita.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:24:38 AM UTC
Di Matematika tak ada KEBENARAN, yg ada hanyalah KESAHIHAN. Jika pernalarannya sahih, maka kita terima, walaupun kesimpulannya mungkin aneh.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:25:17 AM UTC
Di Matematika, Guru bukan sumber Kebenaran.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:26:41 AM UTC
Apalagi ada yg usul Kebenaran Matematika harus ditanyakan ke Mendikbud. :) Ini semakin absurd.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:28:12 AM UTC
Ini menyangkut budaya atau sikap kita yg tak nyaman dengan Kebenaran Jamak. Juga tak berani bernalar mandiri.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:30:56 AM UTC
Mengubah sikap guru matematika yg luwes bernalar merupakan tantangan bg institusi penyiapan guru kita, LPTK.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:31:58 AM UTC
Pembenahan sikap, budaya, dan cara berpikir calon guru matematika ini serius. Ini menyangkut hakikat Bermatematika.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:34:04 AM UTC
Perhatikan bgmn guru matematika kita kebanyakan mengajar hr ini. Datang, "Ini Dalil Pitagoras. Ini contoh soalnya. Ini latihan soalnya."

Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:35:12 AM UTC
Dampaknya, bagaimana anak kita memandang Matematika? Bagaimana anak kita memahami Bermatematika?
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:37:56 AM UTC
Kita sebagai guru, harus mengurangi kata SALAH keluar dr mulut kita. Murid kita yg hrs menyadari sndr jika dia salah.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:38:50 AM UTC
Dari mulut kita guru cukup pertanyaan yg menggiring murid kita sadar bhw pekerjaan sebelumnya salah. Senjata guru hanya mendengar & bertanya
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:41:23 AM UTC
Dari isu Perkalian 3×4 ini, kita daoat baca tentang budaya masyarakat kita. Dan, tak sehat. Pendidikan jg tak paham sumber ketaksehatannya.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:43:16 AM UTC
Tak nyaman betbeda pendapat, tak mampu menghargai pendapat org lain yg berbeda, haus kekuasaan pemerintah utk mengatur berpikir, dsb.
Iwan Pranoto @iwanpranoto 22/Sep/2014 02:45:18 AM UTC
Ini semua perlu dibereskan segera. Apakah Pemerintahan mendatang paham seriusnya budaya betnalar ini? Entah!

GiKu
23-09-2014, 10:22 AM
Barusan baca ternyata kakaknya Habibi udah besar (mahasiswa), berarti terawangan saya sebelumnya (kemungkinan ketiga) memang ngawur. ;D


kakaknya habibi udah mahasiswa tapi tulisan tangannya kok begitu
::hihi::

ndableg
24-09-2014, 12:25 AM
Jelek ya? Kayaknya gw lebih jelek dari itu.

GiKu
24-09-2014, 10:10 AM
^
youli kakaknya habibi juga ?
::ungg::

kupo
24-09-2014, 10:28 AM
kalo ga salah ngikut kurikulum baru thn 2013, aturannya memang harus seperti itu, ga boleh di bolak balik... ada hubungannya sama digabungnya berapa mata pelajaran jadi pelajaran tematik...

porcupine
24-09-2014, 10:47 AM
jadi selama ini gw salah ::arg!::::arg!::

gw selalu ngira 3x4 itu 3+3+3+3 ;D

Agitho_Ryuki
24-09-2014, 11:40 AM
lagipula memang sudah kesepakatan bahwa notasi "3 x 4" itu sama dengan 4 + 4 + 4, jadi memang harus konsisten seperti itu.

234
24-09-2014, 01:33 PM
Yup, namanya "aturan, kesepakatan, notasi baku, dll" memang harus konsisten diterapkan, apalagi dlm sebuah "lembaga resmi" (sekolah).

Sayangnya, kata "konsisten" itu sendiri (bisa) berkonotasi "kaku". Itu udah otomatis, memang begitulah nature nya.

Tapi, IMHO, persoalan konvensi/kesepakatan/notasi bentuk perkalian itu ndak usah terlalu kaku diterapkan untuk anak tingkat SD. Lain kalo udah tingkat lanjut. Untuk anak SD cukup diperkenalkan aja tapi penerapannya ndak usah terlalu saklek. Matematika ndak usah dibikin susah, disesuaikan aja dgn kebiasaan dan realita yg dihadapi oleh anak se-hari2 pada usianya masing2.

Misalnya nih...

Bungsuku yg kelas 3 SD udah sangat hapal dgn "perkalian uang",...dua buah gocengan ya jumlahnya cemban, gocengan ada empat ya nomban, cepek kali lima ya gopek, noceng lima lembar ya cemban, dst...dsb. Anakku paling cepet ngitungnya kalo soal begituan. :mrgreen:

Lha mosok saya ngajarinya harus kaku kalo "ada lima uang nocengan" itu nulisnya harus "lima kali noceng" ndak boleh "noceng kali lima"? Masak sama anak SD saya harus saklek bilang bahwa "5 x 2000 itu tidak sama dengan 2000 x 5"? Lha trus gimana saya harus memperkenalkan ttg, misalnya, "substitusi perkalian" pada seorang anak kecil? Apa ndak malah bikin bingung si anak? Dst...dsb.

Matematika kok jadinya mbalah (dibikin) njelimet yak? Pantesan aja anak2 sekolah banyak yg takut sama pelajaran matematika.

Disinilah menurutku peran "guru/pembimbing di rumah", entah ortu entah kakak, mesti bisa mengimbangi dgn pola asuh/ajar yg lebih luwes. Ini menurutku akan banyak membantu dlm menumbuhkembangkan minat anak thd matematika sejak dini. Tapi bukan berarti pelajaran lainnya ndak penting lho. Semuanya penting kok. :)

:ngopi:

---------- Post Merged at 12:33 PM ----------

BTW...

Menurutku, CMIIW, anak sekolah sekarang (SD-SMP-SMA) itu scr umum justru lemah di hitungan aritmatika. Padahal persoalan riil se-hari2 itulah yang paling dibutuhkan, bukan kalkulus, aljabar, geometri, dst...dsb. Dan semua cabang2 ilmu matematika itu dasarnya ya aritmatika, termasuk juga dgn "logika (matematika)". Anak sekolah sekarang kebanyakan "jago di rumus" tapi "lemah di logika (matematika)". Bukan berarti hapal rumus itu ndak penting lho, tapi menurutku dua2nya (rumus maupun logika) harus seimbang sama2 ditumbuhkembangkan ke anak.

Tapi itu juga ada dampak "positif" kok, terutama bagi orang2 yg jeli punya otak bisnis. Kursus Kumon, Jarimatika, dll jadinya sangat laku dan menjamur. ;D

Kalo saya sih daripada masukin anak ke kursus2 semacam itu mendingan duitnya saya pakai buat ngajarin anak soal hitung2an,...goceng beli cendol kembaliannya berapa, noceng kalo beli permen dapet berapa, dst. Dgn modal ndak nyampe cetiauw saya jamin si anak udah "jago kumon". ;D

Itu semua IMHO lho, soale saya juga ndak mudeng2 amat dgn ilmu matematika, maklum dulu belajar matematika cuma sampe tingkat SMA. Itupun baru "mulai diajarkan" di SMP soale dulu waktu SD saya cuma dapat Pelajaran Berhitung. :mrgreen:

:ngopi:

ndableg
25-09-2014, 02:43 AM
Lha mosok saya ngajarinya harus kaku kalo "ada lima uang nocengan" itu nulisnya harus "lima kali noceng" ndak boleh "noceng kali lima"? Masak sama anak SD saya harus saklek bilang bahwa "5 x 2000 itu tidak sama dengan 2000 x 5"?

Masalahnya bukan pada matematika, tapi pada bahasa. Mengajarkan 2000 x 5 itu dasarnya hapalan, karena kalo dalam bahasa yg benar 5 kali 2000 atau uang 2000 (ada) 5 kali, atau 2000 dikalikan 5. Bukannya kita bilang "ada 5 lembar uang 2000an"? Tapi bisa juga menjadi "ada uang 2000 5 lembar", bukan "ada uang 2000 lembar 5".

3 times 5 memang sama dengan 5 times 3, tapi beda proses.

Oh ya denger2 dengan kurikulumnya revolusi mental, perkalian bakal dikurangi bebannya.

234
25-09-2014, 10:26 AM
Bahasa memang masih "serumpun" dgn bidang matematika, eksakta dan logika. Maksud saya, sama2 "adanya di otak kiri".

Celakanya, "otak kiri" itu memang kaku, saklek dan ndak kreatif. Kreatifitas itu adanya di "otak kanan".

Di tret lama saya pernah singgung bahwa sistem pendidikan dasar kita, khususnya tingkat SD-SMP, cengerung terlalu mengeksploitasi kemampuan otak kiri. Salah satu indikasinya adalah mapel yg diujikan dlm UN adalah hanya bidang Bahasa (IND dan ENG) dan eksakta (Matematika dan IPA).

"Pemisahannya" baru dilakukan di tingkat atas, baik dlm bentuk sekolah umum (SMA) dgn kejuruan (SMK) maupun penjurusan di kedua bentuk tsb. SMA lebih mengarah ke "knowledge" sedangkan SMK lebih untuk mengasah "skills", dgn jurusannya masing2.

Nah kalo dikaitkan dgn kurikulum, mestinya sistem kurikulum itu didalamnya harus bisa memadukan dan mengkoordinasikan antara otak kiri dgn otak kanan secara optimal, ndak menimbulkan ketimpangan2. Bahkan kalo perlu dan memungkinkan, aspek skills pun bobotnya perlu ditambah di tingkat dasar (SD-SMP). Mestinya itu bisa dilakukan. Salah satu indikasinya, saya inget Jokowi pernah bilang untuk lebih banyak menyisipkan, ini salah satu misal aja, aspek "budi pekerti" di setiap mata pelajaran termasuk pelajaran eksakta. Mungkin ada aspek2 lain (selain budi pekerti) yg bisa disisipkan di setiap mata pelajaran.

Entah bagaimana caranya, entah seperti apa bentuknya, bahkan entah itu memang benar bisa atau tidak, sepenuhnya saya serahkan pada pihak yg paling berkompeten yaitu Dinas Pendidikan beserta jajarannya maupun praktisi2 di dunia pendidikan yg mestinya memang pakar di bidang tsb.

Mungkin tidak selalu harus mengubah kurikulum (tiap) mata pelajaran itu sendiri, soale ini malah rawan diselewengkan dijadikan "proyek". Bisa saja cukup melalu "pembekalan" ke tenaga2 pengajarnya. No offense thd para guru lho. Mudah2an aja janji pemerintah (ini udah dari pemerintah yg dulu2) untuk meningkatkan kesejahteraan guru bisa terealisasi shg para guru pun bisa lebih concern dlm mengajar. Btw denger2 masalah Kurikulum 2013 kemarin pun banyak guru yg mengeluh soal pembekalan ini yg menurut mereka terlalu mepet dan minim. Jadi ya wajar aja kalo para guru pun jadi "gamang" dan jadi ndak bisa maksimal mengajarnya.

:ngopi:

Agitho_Ryuki
25-09-2014, 07:19 PM
konsep dan prinsip matematika itu harus konsisten, kreatifitas dalam pendidikan matematika dilatih dan dikembangkan pada saat beraktifitas matematika yaitu problem solving bukan saat proses pemahaman konsep dan prinsip. Akan berakibat tidak baik jika step pemb. matematika lsg diloncati. Misal pokoknya a+b = b+a tanpa ada proses kesana
atau pokoknya keliling lingkaran itu rumusnya 3.14 x diameter tanpa proses menuju rumus tsb.

ga_genah
03-10-2014, 12:18 AM
matematik memang kaku
kalo tidak kaku, bukan matematik namanya...

234
04-10-2014, 03:25 PM
Jawablah dua soal pilihan ganda berikut ini secara "kaku, konsisten dan konsekuen"...

I. 4 + 4 + 4 + 4+ 4 + 4 = ?
A. 4 x 6
B. 6 x 4

II. 4 x 4 x 4 x 4 x 4 x 4 = ?
A. 4 ^ 6
B. 6 ^ 4

BTW, kalo dilihat dari sisi "logika", hal tsb (konsep perkalian dan konsep pangkat) ndak efisien krn butuh dua "premis" (aturan) padahal kedua premis tsb bisa disamakan (dijadikan satu),...dus akan jadi lebih efisien. :mrgreen:

*Persis tadi pagi anak keduaku (kelas 5 SD) cerita di sekolah sekarang lagi belajar ttg "operasi pangkat". :)

:ngopi:

PERMANDYAN
28-12-2014, 11:18 PM
djadi djika 6 X 4, berarti 4 nja ditambah sebanjak 6 kali
lantas mengapa
6 : 4, tidak mendjadi 4 nja dibagi mendjadi 6 bagian....(?)