PDA

View Full Version : [diskusi & sharing]Double income...?



Alip
23-03-2014, 09:02 AM
Hasil ngobrol dengan beberapa orang...

benarkah bahwa keluarga yang hidup di kota seperti Jakarta sulit untuk bisa memenuhi kebutuhan standar yang berkualitas, seperti rumah, kendaraan dan pendidikan anak-anak, tanpa memiliki penghasilan ganda, alias suami istri harus bekerja?

eve
23-03-2014, 12:07 PM
Tergantung standarnya dan gaji suami keanya um...

Misal standarnya rumah di perumahan blablabla, mobil xxx, sekolah anak2 di al azhar (misal), dan gaji suami hanya 10jt, mungkin harus double penghasilan... IMO...

Sebenernya lebih fokus ke lingkungan. Kalau lingkungan high cost ya bakal gak cukup. istri kan tertekan kalau ngobrol ama tetangga yang pamer punya barang A, sekolah di A, bla bla bla.... Maybe ya....

Soalnya saya gak ngalamin sih...

cha_n
23-03-2014, 05:51 PM
tergantung penghasilan suami dan gaya hidup.
kalau mau ngirit penghasilan 5jt juga cukup bahkan bisa nabung.
tp kalo mau high class, berapapun penghasilan ga bakal.cukup.

dan definisi "standar hidup berkualitas" ini tiap orang bisa sangat beda.
buatku kalo sakit ke puskemas yang gratisan aja cukup, eh kemaren asisten rumah tanggaku cerita abis ke dokter swasta biayanya sekian ratus ribu, soalnya ga mau ke puskemas dengan berbagai alasannya
*cuma bisa melongo*
ngobrol juga soal sekolah anak, sama juga. ada sekolah negeri, beberapa orang anggap ga berkualitas, ada yang anggap bagus2 aja
mention om Ronggolawe

tuscany
23-03-2014, 10:25 PM
double income kalo spendingnya triple tetap nggak ngejar ::hihi::

neofio
23-03-2014, 10:35 PM
saya jd inget kejadian di kompleks rumah gw, ntah ini gosip atau fakta ::hihi::

ada pasangan suami-istri yg cerai, katanya gara2 si istri yg income nya lebih besar dari suami, sementara suami hanya kerja serabutan (freelance)
kasihan yg jadi korban anaknya yg masih TK, kebetulan suka main sama keponakan saya

Ronggolawe
23-03-2014, 11:48 PM
malah dimention-mention :)

kalau kebutuhan keluarga gw sih, yang sederhana
saja, yang penting ngga malu-maluin...

Toh, asal mau ngurus, sekolah sudah "gratis", dan
berobat pun "gratis",

kalau gw sendiri sih, alhamdulillah masih bisa mem
biayai keluarga, meski mepet-mepet masih bisalah
menabung sedikit buat masa depan anak.

mbok jamu
24-03-2014, 05:20 AM
double income kalo spendingnya triple tetap nggak ngejar ::hihi::

Well said, mba Tus

DINKs seperti mbok dan hubby kalau mboros ya tetap sulit.

Mbok punya kakak yang hidup di Jakarta, single income dengan dua anak. Kelihatannya hidupnya ndak sulit karena tahu prioritasnya apa yaitu pendidikan anak-anaknya. Walaupun berkecukupan dengan rumah dan 2 mobil, mereka hidup sederhana untuk ukuran orang Jakarta. Ibunya ndak belanja keluar negri, bapaknya ndak pakai mobil mewah, anak-anaknya ndak nongkrong di mall. Alhamdulillah, aman sentosa. Hidup sesuai dengan pendapatannya.

eve
24-03-2014, 10:15 AM
Wow... Buat standar gw mbok, rumah dengan dua mobil itu sudah wow banget...

-intermezzo-

Porcelain Doll
24-03-2014, 11:08 AM
buat punya rumah dan mobil di jakarta, kayanya kalo yg penghasilannya cuma (misal) 5 juta perbulan single income, harus ambil kreditan
atau rumahnya ngontrak sementara
dan dengan catatan sekolah ga swasta yg mahal dan gaya hidup sederhana

kalo maunya tiap minggu pelesiran belanja makan nonton di mall...ya mana cukup single income

cherryerichan
24-03-2014, 11:10 AM
dulu waktu tinggal di jakarta gaji seadanya idup idup aja kok. dengan catatan jangan ke mal. cukup belanja ke pasar. kalopun mo beli baju ya ke itc. g usah makan restoran. cukup kaki lima. akhirnya sampe sekarang sih jadi kebiasaan. malah dulu suami pernah loh nabung pas buat kawin, sisa tabungan yg dipake idup sebulan g lebih dari 300 ribu didalemnya udah termasuk transport lagi,masih idup juga. intinya sih kalo kemauan ada ya bisa aja lah diatur mo hidup seperti apa.
yg susah, kalo apa apa dikit malu sama tetangga. makan tahu..malu ama tetangga. makan tempe,malu juga. makan kangkung ..langsung seteress..apalagi kalo beli baju obralan,diomongin tetangga, g tahan.ujung ujungnya nyari tali dah buat gantung diri. wkwkwk.

Porcelain Doll
24-03-2014, 11:29 AM
loh ibu2 bukannya seneng sama sesuatu yg menyangkut obralan ::hihi::
itu juga alasannya kenapa obralan selalu rame

ndugu
24-03-2014, 12:02 PM
subjektif nih, soalnya 'standar' tiap orang beda2 ::elaugh::

yang pasti, mo pake standar apa pun, yang penting pengeluaran ngga melebihi pendapatan aja

cherryerichan
24-03-2014, 01:20 PM
@popo iya po. tapi kalo pergaulannya dikampung. kalo pergaulannya kelas elit mana mau ngaku pake baju obral. kalo aku sih, baju gratisan aja doyan (wkwkw )

et dah
24-03-2014, 01:40 PM
relatif...tergantung berapa total penghasilannya dan pengeluarannya..

mbok jamu
24-03-2014, 04:50 PM
Wow... Buat standar gw mbok, rumah dengan dua mobil itu sudah wow banget...

-intermezzo-

Untuk standar Jakarta, rumah dengan dua mobil itu ndak wow karena rata-rata keluarga yang punya dua anak sudah punya rumah sendiri, bapak nyetir ke kantor, ibu nyetirin anak ke sekolah. Income rata-rata 15jt per bulan.

yanwok
24-03-2014, 06:09 PM
Gaji: Rp. 5.000.000,-

Bapak
------
Makan : 20.000 x 30 x 3 : 1.800.000
Transport : 500.000
Service Motor: 100.000
Baju: 200.000

Ibu
---
Makan: 20.000 x 30 x 3 : 1.800.000
Baju: 200.000

Total: 4.600.000
Pengeluaran lain-lain: 500.000
Gaji: 10.000.000
Sisa: 4.900.000

12 Bulan x 4.900.000 : 58.800.000
(Asumsi tinggal di pondok mertua indah yah 1 tahun, baru cari kontrakan....)

Asal memang mau hidup sederhana, SEPERTInya bisa deh... (kurang pengalaman juga)...

Like all my friends said,
"Jangan beli mobil sebelum kebeli rumah"
"Hidup sederhana 5 tahun, kayaknya bakal cukup untuk punya anak"

Ini saya tulis, teringat teman saya yang suami-istri biasa makan "sederhana", hidup apa adanya.. Kalau dapet calon istri yang tiap minggu makan di Kitchenette, Sushi Tei, Union, Pisa Cafe, Ocha & Belle, nah itu yang repot....

Asumsinya si banyak:
1. Pake motor
2. Suami anter istri baru ke tempat kerja
3. Makan sederhana
4. Beli baju / tas / celana ga bisa ngikutin trend

But that's consequences.. Karena memang gaji kita cuma segitu... Hahahaha...

Analisa sotoy yanwok
:ngopi:

---------- Post Merged at 05:08 PM ----------


Untuk standar Jakarta, rumah dengan dua mobil itu ndak wow karena rata-rata keluarga yang punya dua anak sudah punya rumah sendiri, bapak nyetir ke kantor, ibu nyetirin anak ke sekolah. Income rata-rata 15jt per bulan.

Ndak wow, tapi itu memang idealnya...
Kalau wow tuh pake supir, mobil mercy tipe terbaru, pembantu 3, suster 2, rumah di pondok indah...

#maybe

---------- Post Merged at 05:09 PM ----------


Hasil ngobrol dengan beberapa orang...

benarkah bahwa keluarga yang hidup di kota seperti Jakarta sulit untuk bisa memenuhi kebutuhan standar yang berkualitas, seperti rumah, kendaraan dan pendidikan anak-anak, tanpa memiliki penghasilan ganda, alias suami istri harus bekerja?

Sulit iya, Impossible engga...

#sokJadiMotivator

cha_n
24-03-2014, 09:24 PM
ya intinya seperti yang dibilang tuscany.
bahkan yang penghasilan 2jt sekeluarga (dengan anak satu istri ga kerja) aja ada bisa hidup juga.

eve
24-03-2014, 09:40 PM
#ndepis di pojokan... Berarti standar hidup gw rendah ya....

Jadi standarnya itu hidup berkecukupan itu rumah dengan dua mobil.... Hmmmm.....


Jadi gw termasuk fakir miskin dunk ya... Gak mampu hidup berkecukupan...

et dah
24-03-2014, 09:47 PM
kalau gw bill gates kgak perlu keknya
sayang bukan ::doh:: ;D

mbok jamu
25-03-2014, 07:34 PM
#ndepis di pojokan... Berarti standar hidup gw rendah ya....

Jadi standarnya itu hidup berkecukupan itu rumah dengan dua mobil.... Hmmmm.....


Jadi gw termasuk fakir miskin dunk ya... Gak mampu hidup berkecukupan...

Tiap daerah/provinsi di Indonesia ada standar masing-masing. Kalau dibandingkan dengan Jakarta, standar daerah Eve kelihatannya rendah tapi bukan berarti berarti standar hidup orang-orang daerah Eve lebih rendah.

Contohnya, mertua mbok yang hidup di daerah luar Glasgow. Kalau dilihat dari yang mereka miliki, standar yang tinggal di Glasgow atau London terlihat lebih berkualitas. Benarkah? I don't think so. Karena menurut standar simbok, kehidupan mertua di luar kota, di tengah-tengah pertanian mereka, jauh lebih berkualitas dibandingkan dengan orang-orang tua yang pensiun di kota karena mertua hidup dengan makanan dan menghirup udara yang jauh lebih segar daripada orang-orang kota.

Mertua bilang, hidup mereka lebih dari berkecukupan, lebih tenang, ndak stress seperti orang-orang kota.

Bicara soal kualitas memang subjektif banget, berkualitas menurut standar siapa?

eve
25-03-2014, 09:15 PM
Yes mbok... Saya kira juga gitu.. Tapi kalau sesuai judul threadnya, berarti memang jakarta kudu double income ya untuk mendapatkan standar hidup yang "berkecukupan" di jakarta...

ga_genah
25-03-2014, 10:17 PM
Like all my friends said,
"Jangan beli mobil sebelum kebeli rumah"

like this ::up::

tp masalahnya, biasanya cuman bisa beli mobil yg harganya turun terus
sedangkan rumah ga kebeli kerena harga rumah naek terus ::arg!::

Alip
26-03-2014, 09:18 AM
Terima kasih atas tanggapannya... maap baru muncul... habis dipaksa nonton motogp padahal bukan penggemar... ::doh::

Nah, para teman-teman itu hidup berkecukupan tapi mereka punya sudut pandang sendiri soal pengelolaan keuangan karena menurut mereka kehidupan berkeuangan itu haruslah direntang (stretched) sampai mati... jadi bukan sekedar memenuhi kebutuhan hidup, tapi juga memenuhi kebutuhan selama hidup. Faktor yang perlu diperhitungkan antara lain:


Pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan sandang papan kendaraan, termasuk biaya perawatan, pengembangan (nambah kamar, renovasi), penggantian (ganti motor/mobil yang sudah terlalu tua) ke depannya
Uang sekolah anak sampai lulus S1, dengan asumsi si anak akan masuk universitas swasta dan tidak mendapat beasiswa (kalau dapat beasiswa penuh itu bonus, tapi bikin asumsi ya harus konservatif). Dihitung menggunakan perkiraan biaya kuliah ketika si anak kelak berumur 18 tahun (inflasi dkk.)
Biaya kesehatan ketika nanti tua dan tidak terlalu produktif lagi
Tabungan yang cukup untuk hidup sederhana pasca pensiun tanpa membebani anak-anak, dengan perkiraan harapan hidup sampai 75 tahun

Kesimpulannya, meski sekarang cukup atau bisa dicukupkan, mereka merasa perlu banget double income untuk akumulasi uang guna mengantisipasi perkembangan kebutuhan-kebutuhan di masa depan... begitu cara mereka berpikir...

Minggu lalu saya ngobrol sama dua teman, satu tinggal di Missouri dan satu lagi di California, yang masing-masing umurnya sudah 60 tahun dan masih aktif di kantor. Alasannya, "I cannot afford to retire yet!!! Our economy is so jumbled that senior citizen like us must still work to survive".

Memang sih, kasus dua orang itu melibatkan banyak faktor eksternal ekonomi makro yang saya harap tidak akan terjadi di Indonesia (fingers crossed, I'm bit skeptical)... tapi lumayan membuka cara pandang baru.

mbok jamu
26-03-2014, 11:13 AM
Yes mbok... Saya kira juga gitu.. Tapi kalau sesuai judul threadnya, berarti memang jakarta kudu double income ya untuk mendapatkan standar hidup yang "berkecukupan" di jakarta...

Ya ndak perlu double kalau one income (income suami, misalnya) bisa membuat satu keluarga hidup berkecukupan.

Alethia
26-03-2014, 11:24 AM
mau penghasilan suami 100 jt pun, istri mnrtku harus tetap menghasilkan uang sendiri, entah itu kerja kantor atau usaha kecil2an...namanya hidup, ga ada yang tau, ga selamanya sehat dan kuat dan setia, masing2 harus bisa mandiri.

mbok jamu
26-03-2014, 11:28 AM
Terima kasih atas tanggapannya... maap baru muncul... habis dipaksa nonton motogp padahal bukan penggemar... ::doh::

Nah, para teman-teman itu hidup berkecukupan tapi mereka punya sudut pandang sendiri soal pengelolaan keuangan karena menurut mereka kehidupan berkeuangan itu haruslah direntang (stretched) sampai mati... jadi bukan sekedar memenuhi kebutuhan hidup, tapi juga memenuhi kebutuhan selama hidup. Faktor yang perlu diperhitungkan antara lain:


Pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan sandang papan kendaraan, termasuk biaya perawatan, pengembangan (nambah kamar, renovasi), penggantian (ganti motor/mobil yang sudah terlalu tua) ke depannya
Uang sekolah anak sampai lulus S1, dengan asumsi si anak akan masuk universitas swasta dan tidak mendapat beasiswa (kalau dapat beasiswa penuh itu bonus, tapi bikin asumsi ya harus konservatif). Dihitung menggunakan perkiraan biaya kuliah ketika si anak kelak berumur 18 tahun (inflasi dkk.)
Biaya kesehatan ketika nanti tua dan tidak terlalu produktif lagi
Tabungan yang cukup untuk hidup sederhana pasca pensiun tanpa membebani anak-anak, dengan perkiraan harapan hidup sampai 75 tahun

Kesimpulannya, meski sekarang cukup atau bisa dicukupkan, mereka merasa perlu banget double income untuk akumulasi uang guna mengantisipasi perkembangan kebutuhan-kebutuhan di masa depan... begitu cara mereka berpikir...

Minggu lalu saya ngobrol sama dua teman, satu tinggal di Missouri dan satu lagi di California, yang masing-masing umurnya sudah 60 tahun dan masih aktif di kantor. Alasannya, "I cannot afford to retire yet!!! Our economy is so jumbled that senior citizen like us must still work to survive".

Memang sih, kasus dua orang itu melibatkan banyak faktor eksternal ekonomi makro yang saya harap tidak akan terjadi di Indonesia (fingers crossed, I'm bit skeptical)... tapi lumayan membuka cara pandang baru.

Orang-orang itu suka membuat hidupnya mahal ya, nambah kamar, apaan.. memangnya mau bikin kos-kosan. Renovasi, bah.. who gives a s*** what their house look like anyway.

Ganti motor/mobil? Bukannya pensiunan paling enak naik public transport, murah meriah.

Uang sekolah anak sampai S1, duh.. simbok saja jelek-jelek begini bisa nyari duit sendiri sejak SMA. Ortu ndak pernah pusing mikirin uang kuliahku.

No wonder. Cara mereka berpikir dan hidup membuat 2nd income itu jadi perlu banget.

Alip
26-03-2014, 12:52 PM
I am afraid normal people and/or parents give s*** to those things, Mbok...

Mereka biasanya memulai sebagai anak muda tanpa modal apa-apa, cuma niat kerja keras dan mungkin selembar ijazah. Lalu pelan-pelan sesudah beberapa saat numpang di Pondok Mertua Indah mereka mulai sanggup mencicil rumah tipe 27 yang kamar tidur, dapur, dan ruang tamu sulit dibedakan, karena sanggupnya memang itu... berkendaraan cuma sepeda atau bis kota.

Lalu anak-anak lahir dan membesar, maka pada saatnya rumah itu perlu ditambahi tempat untuk bisa menampung remaja yang mulai butuh tempat sendiri. Selain itu, rumah murah tipe 27 biasanya sudah mulai keropos setelah sepuluh tahun dan butuh renovasi major. Bukan masalah kata tetangga, tapi memang tidak sehat tinggal di rumah yang atapnya sudah separuh roboh...

Sebagai parents, mereka biasanya punya dorongan kuat untuk menyiapkan yang terbaik bagi anak-anak, dan gambaran yang paling sederhana adalah menyekolahkan mereka ke jenjang yang wajar... umumnya S1... atau D3 dan sekolah kejuruan. I may be wrong, but I think it is very natural...
::maap::

Ronggolawe
26-03-2014, 01:18 PM
contoh Mbah Alip itu kok kaya SOP Sales Asuransi. :)

Alip
26-03-2014, 03:29 PM
ato SOP sales financial planning sbangsa Safir Senduk dkk ... :luck:

danalingga
26-03-2014, 04:39 PM
Yang bagian merencanakan hari tua itu saya setuju. Saya ngeliat beberapa orang
yang masa tuanya terlunta-lunta karena tidak merencanakannya. Padahal pas masa mudanya sih,
uangnya cukup berlimpah.

Ronggolawe
26-03-2014, 05:04 PM
ato SOP sales financial planning sbangsa Safir Senduk dkk ... :luck:
Sales Asuransi banyak juga yang mengambil serti
fikasi Registered Financial Planner :)

234
26-03-2014, 05:16 PM
Sekedar sharing pengalaman aja... :)

Kalo menurutku double income itu perlu, tapi maksud saya disini bukan hanya suami-istri sama2 punya income melainkan perlunya bagi sebuah keluarga untuk memiliki lebih dari satu "kran" sumber pendapatan, kalo perlu bukan hanya dobel tapi tripel, kwartet, dst, entah itu sbg pekerja/karyawan maupun wirausaha.

Saya pernah ngalamin kok, setelah sekian lama merasa nyaman dan cukup dgn satu kran penghasilan tiba2 jedhuarrr... krannya mampet ndak kluar airnya lagi. ::doh::

Enam bulan luntang-lantung ndak ada penghasilan, kebetulan saya memang udah putuskan ndak pengin kerja terlalu banyak diatur orang lagi dan pengin freelance aja, itu lumayan bikin sport jantung lho.

Alhamdulillah sih sekarang dah mulai agak normal lagi dan bojoku pun sekarang juga ikutan kerja meskipun paruh waktu. Beruntung anak2 udah mulai bisa di-tinggal2 di rumah, asal ndak keseringan aja, sekalian itung2 mengajarkan sikap kemandirian buat anak. *apaboleh buat sebenarnya kadang berasa "ndak tega" juga ke anak tapi berhubung memang terpaksa krn kepepet ya ambil aja sisi positifnya hehe...*

Dan saya beneran kapok kejadian spt itu jgn sampe terulang lagi. :mrgreen:

:ngopi:

Alethia
26-03-2014, 05:32 PM
Kalo gw sich kayaknya malu kalo seribu rupiahpun hrs tadah tangan ama suami.
Itu si gw..

Ronggolawe
26-03-2014, 06:01 PM
yang gw bingung, salah satu kalimat andalan dari
para financial planner adalah, "anda harus berusa
ha agar nanti setelah pensiun "pasive income" an
da harus tetap mampu memenuhi kebutuhan gaya
hidup anda seperti sebelum pensiun.

lha?
kalau usia 40-50 masih gemar kongkow-kongkow
di dunia malam, yang dalam semalam katakanlah
habis 5-10jt, masa iya setelah usia 70th masih ge
mar begitu?

kok kayanya gaya hidup yang hendak dipenuhi le
bih ke gaya hidup hedonis.
==

kalau gw ngga salah sih, waktu itu contohnya se
orang karyawan perpenghasilan 30jt setiap bulan,
berusia 40thn, ingin pensiun di usia 50th, terus di
suruh gimana caranya agar dalam 10th bisa punya
tabungan deposito 18Milyar?

lha, itu financial calculator yang dipakai buatan sa
pa sih? Itu gaji kalau 30jt x 120bulan cuma ketemu
angka 3,6M kok :)

mak babe gw pensiun sudah 7thn ini, deposito
nya ngga nyampe 500jt di awal pensiun, sampai
sekarang ngga kurang, malah nambah saja, pada
hal kerjanya cuma dari cucu ke cucu :)

porcupine
26-03-2014, 06:21 PM
like this ::up::

tp masalahnya, biasanya cuman bisa beli mobil yg harganya turun terus
sedangkan rumah ga kebeli kerena harga rumah naek terus ::arg!::

aihhhhhh padahal sudah punya rumah ::hihi::

gw kebalikan nya ::nangis::::nangis::

ndugu
27-03-2014, 02:55 AM
yang gw bingung, salah satu kalimat andalan dari
para financial planner adalah, "anda harus berusa
ha agar nanti setelah pensiun "pasive income" an
da harus tetap mampu memenuhi kebutuhan gaya
hidup anda seperti sebelum pensiun.

lha?
kalau usia 40-50 masih gemar kongkow-kongkow
di dunia malam, yang dalam semalam katakanlah
habis 5-10jt, masa iya setelah usia 70th masih ge
mar begitu?

kok kayanya gaya hidup yang hendak dipenuhi le
bih ke gaya hidup hedonis.

menurutku, jangan terlalu kaku memahami kalimat itu ::elaugh::

mengenai komentar "mampu memenuhi kebutuhan gaya hidup seperti sebelum pensiun", itu saya sering denger juga, tapi pengertianku sih ngga berarti kongkow2 di dunia malem, bar, pub, diskotik, dsb ::elaugh::

gaya hidup bisa aja berarti mempunyai 5 pembantu ngurus urusan rumah tangga, tiap hari rutin beli segelas minuman dari starbucks, tiap malem makan di restoran, kemana2 naek mobil dengan sopir, tiap taon liburan cuti keluar negri, dll.

orang yang sudah terbiasa dengan gaya hidup mewah seperti itu, biasanya akan 'terlena' dan menganggap itu lah standar gaya hidup normalnya. dan umumnya tidak mudah untuk 'menurunkan' standard of living. that's just human nature. bukannya tidak mungkin ya, it just requires certain change of mindset aja.

when s.hit hits the fan, ntah diphk kek, kecelakaan yang membuatnya lumpuh dan tidak mampu mempunyai income seperti sebelumnya, dll, then what? apa masih mau tetep menjalankan gaya hidup seperti itu? menurutku apa yang dikatakan oleh financial planner itu cuman advis konservatif. selama orang sangat menyadari akan financial statusnya, dan bisa mengadjust gaya hidupnya sesuai pendapatan dan tabungannya (easier said than done), maka menurutku sih aman2 aja.


mau penghasilan suami 100 jt pun, istri mnrtku harus tetap menghasilkan uang sendiri, entah itu kerja kantor atau usaha kecil2an...namanya hidup, ga ada yang tau, ga selamanya sehat dan kuat dan setia, masing2 harus bisa mandiri.


Kalo gw sich kayaknya malu kalo seribu rupiahpun hrs tadah tangan ama suami.
Itu si gw..

::up::::up::::up::::up::
i like this :mrgreen:

mbok jamu
27-03-2014, 05:24 AM
I am afraid normal people and/or parents give s*** to those things, Mbok...

Mereka biasanya memulai sebagai anak muda tanpa modal apa-apa, cuma niat kerja keras dan mungkin selembar ijazah. Lalu pelan-pelan sesudah beberapa saat numpang di Pondok Mertua Indah mereka mulai sanggup mencicil rumah tipe 27 yang kamar tidur, dapur, dan ruang tamu sulit dibedakan, karena sanggupnya memang itu... berkendaraan cuma sepeda atau bis kota.

Lalu anak-anak lahir dan membesar, maka pada saatnya rumah itu perlu ditambahi tempat untuk bisa menampung remaja yang mulai butuh tempat sendiri. Selain itu, rumah murah tipe 27 biasanya sudah mulai keropos setelah sepuluh tahun dan butuh renovasi major. Bukan masalah kata tetangga, tapi memang tidak sehat tinggal di rumah yang atapnya sudah separuh roboh...

Sebagai parents, mereka biasanya punya dorongan kuat untuk menyiapkan yang terbaik bagi anak-anak, dan gambaran yang paling sederhana adalah menyekolahkan mereka ke jenjang yang wajar... umumnya S1... atau D3 dan sekolah kejuruan. I may be wrong, but I think it is very natural...
::maap::

Dari nenek moyang, ortu sampai simbok punya prinsip work your @ss off to have something bukan have something then work your @ss off. Ndak ada istilah numpang di rumah mertua, kalau belum mampu ya jangan kawin dulu. Cari modal dulu, walaupun nantinya hanya bisa tinggal di gubug, baru kawin. Ndak mbrojol langsung punya anak kalau memang belum mampu, mau dikasih makan apa. Setelah anak-anak lahir dan membesar, they gotta accept the fact that the parents didn't have much and they didn't have anything so they had to work their @ss off to have something including school degrees D3 or S1.

It's not about normal or not normal, it's about principle. Prinsip yang membuat mereka dan keturunan mereka bisa berkecukupan menurut standar siapapun. Ndak takut dengan hari tua, lha iya kalau panjang umur. Ndak takut tua terlunta-lunta karena ya prinsip itu tadi, hidup dengan yang sudah mereka punya dengan berapapun income yang ada, single is okay, double is a bonus. Ndak stress merencanakan ini itu untuk hari tua, ndak stress menggali lubang yang harus mereka tutup sendiri di hari tua mereka nanti. Masih kerja di umur 60 bukan karena they can't afford to retire tapi karena mereka ndak mau cepat pikun. :luck:

jojox
27-03-2014, 06:12 AM
Persepsi gw double income itu :
1. Gaji bulanan; Terbatas sesuai standar kompetensi dan performa individu yg dihargain employer. Ini variable cukup masuk akal disesuaikan dg kondisi perekonomian dan investasi edukasi. JKT UMR 2,4jt ya realistis secara ekonomi, demikian juga 8-9/hr US $ di Midwest. 1,2 jt di Jogja, juga sgt lumrah secara ekonomi. TETAPI, Secara kesejahteraan sosial dan gaya hidup, psikologis? Jangan tanya. Komen ini bukan utk menjustifikasi gaya hidup dan camilan jajanan loe-loe pade.
2. Honorer: inilah sang multiplying factor itu. Tidak terbatas. Entah gimana, sabetan nominal kudu ADA lewat usaha sampingan, konsultasi, investasi, deposito, jual sayur di Toko Ba6us kek. Egal,whatever, side earnings: wajib hukumnya. Kenapa? karena ini bisa jadi cushion keuangan. Buat payung kl krisis. Proyek restorasi rumah, mobil, pendidikan etc. sumber2 honorarium inilah pelega dahaga sebenarnya. Rejeki barokah Alloh SWT sesungguhnya..::maap:: Count ur blessing here. Yang di Atas udah nentuin besaran rejeki berdasar iman dan perbuatannya. Buat yg uneducated, tenang, berdoa dan usaha aja pasti juga terpelihara. Buat yang Atheis-agnostik, ketahuilah itu adalah kiriman..mas Jojox.::bye:: #ifartmoney

Alip
27-03-2014, 01:07 PM
mbok jamu
I understand your principle, Mbok... tapi tentunya saya tidak pada posisi untuk menentukan bagi orang-orang di kampung sinih tentang bagaimana seharusnya sebuah natural cycle of human life. Paradigma yang ada adalah given, yang di dalamnya ada faktor budaya, agama (dengan berbagai interpretasinya), pandangan hidup, dan macam-macam lagi.

Yang saya maksud dari diskusi ini adalah bagaimana tuntutan dari kondisi perekonomian yang sedang kita hadapi. Misalnya;

Digambarkan oleh Kakang Tumenggung Ronggolawe kisah kondisi sosial ekonomi kampung di sini beberapa waktu lalu, yaitu ketika seorang Tumenggung Sepuh memutuskan untuk purna bakti, beliau masih bisa hidup berkecukupan tanpa banyak pusing soal perencanaan. Barangkali karena sedikit tabungan beliau tidak tergerus oleh inflasi, atau struktur budaya yang masih mewajibkan (secara moral) para senapati muda untuk menyokong kehidupan sang Tumenggung Sepuh yang Madeg Pandito.

Apakah generasi yang sekarang masih bisa berharap seperti itu? Melihat pertumbuhan nilai properti, ketersediaan lapangan kerja, kemungkinan jenjang karir yang ditawarkan (pertumbuhan pendapatan), perubahan demografi, dan pertumbuhan biaya pendidikan? Apakah kita masih bisa berharap saat pensiun nanti kondisi perekonomian masih sama dengan ketika Tumenggung Sepuh Purna Bakti? Apakah kita harus menyiapkan hal yang berbeda? Apakah pada akhirnya pendidikan dan kesejahteraan yang menyertainya hanya bisa dinikmati sedikit orang sedangkan selebihnya harus hidup selibat karena lapangan pekerjaan yang tersedia tidak akan cukup untuk menghidupi seorang istri dan anak-anak (seperti prinsip siMbok)?


***

Ketika ngobrol dengan dua teman itu, mereka bertanya apakah kami suami istri meninggalkan anak-anak di rumah, yang saya jawab bahwa dalam kasus kami sih tidak, istri saya bekerja sebagai freelance yang punya cukup waktu untuk anak-anak dan penghasilan saya sendiri cukup untuk kebutuhan kami sekeluarga. Tapi saya bisa melihat bahwa sebagian kecil dari generasi saya sudah mulai harus mengandalkan double income untuk memenuhi proyeksi kebutuhan-kebutuhan ke depan.

Mereka lalu bilang bahwa di kampung mereka, kebutuhan atas double income sudah terjadi sejak mereka anak-anak. Jadi generasi saya sekarang ini mulai memasuki kondisi seperti generasi orang tua mereka dulu. Mereka menyebutkan banyak pergeseran sosial di kampung sana, yang samar-samar mulai bisa saya kenali gejalanya di kampung sini.

Jadi saya ingin tahu dari pandangan teman-teman semua, apakah kita mulai memasuki tatanan kesejahteraan yang menuntut kita untuk berusaha lebih ekstra sekedar untuk memenuhi kebutuhan yang sama?

Saat ini di Jakarta memang kita bisa hidup sederhana tapi bahagia dengan pendapatan sekitar lima juta per bulan, dengan berbagai cara survival yang memang khas kehebatan orang Indonesia... tapi apakah teman-teman melihat bahwa hal ini akan konstan ke depannya, atau ada gejala-gejala yang tampaknya akan menuntut kita untuk lebih kreatif?

Ronggolawe
27-03-2014, 02:21 PM
tentu saja bakal aman... matematika financial planner itu kebanyakan cuma pemenuhan gaya hidup yang berkelanjutan...

sedang di keluarga gw, pensiun ya Madheg Pandito, pulang kampung untuk pengayaan spiritual bakal Pulang Kampung nanti... jadi kebutuhan hidup ikut menurun :

Tinggal nanti kita mau mengambil jalan hidup yang mana :)

danalingga
27-03-2014, 02:38 PM
^ Apakah ortu dah pernah sakit yang butuh biaya banyak? Atau dah punya asuransi?

Kalo sekedar untuk hidup nyaman dengan uang yang mendekati 500 jt sih emang cukup.
Bahkan lebih dari cukup.
Apalagi anak-anaknya pada sukses dan tidak lupa nyetor. :D

Tapi kalo pensiun tanpa bekal tabungan, apa bisa pensiun dengan enak? Apalagi kalo jatuh sakit.

tuscany
27-03-2014, 03:11 PM
semua2 sih perlu direncanakan. nggak perlu detil tapi minimal ada garis besarnya. demikian juga dengan keuangan di masa depan. bukankah kita semua sepakat peribahasa sedia payung sebelum hujan?

soal double income, saya termasuk produk keluarga double income. kedua ortu kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup anak2nya, adik2nya (banyak) serta orang tuanya. kedua nenek saya juga kerja sejak muda, di ladang dan jadi guru ngaji. oleh karena itu dalam mindset kami semua kerja itu perlu buat siapa saja.

imho, punya penghasilan itu penting sebagai bagian dari aktualisasi dan kemandirian diri, mau double ato pun single.

second_life
27-03-2014, 03:24 PM
^ percaya deh, ada juga yg mindsetnya 'nanti juga ada jalannya'....
*curcol; keluh.... ::grrr::


btw, cuman iseng aja....
kok kayaknya di sini g bacanya melulu 'kalau gaji suami mencukupi.........'. tidak adakah di sini yg stay at home dad? ;D
atau semuany mengikuti 'kaidah' yg berlaku di masyarakat kita, bahwa lelaki mesti kerja, dan istrinya suka2 dia?
*kemakan iklan yg rata2 menggambarkan istri = irt; suami = pekerja kantoran ;D

Ronggolawe
27-03-2014, 05:57 PM
^ Apakah ortu dah pernah sakit yang butuh biaya banyak? Atau dah punya asuransi?

Kalo sekedar untuk hidup nyaman dengan uang yang mendekati 500 jt sih emang cukup.
Bahkan lebih dari cukup.
Apalagi anak-anaknya pada sukses dan tidak lupa nyetor. :D

Tapi kalo pensiun tanpa bekal tabungan, apa bisa pensiun dengan enak? Apalagi kalo jatuh sakit.

kalau madheg Panditho artinya hidup sudah dipasrahkan
soal sakit berat, seperti gw bilang, asal mau ngurus
ngga ada yang berat.

kecuali memang SOP nya Sales Asuransi... :)

danalingga
27-03-2014, 06:09 PM
^ Nggak bilang sakit berat sih, tapi sakit yang butuh biaya banyak.
Soale nggak semua obat atau perawatan ditanggung jamkes.
Banyak yang mau ngurus jamkes kok, tapi mo cuci darah aja cuma bisa 2 kali,
selebihnya dipersulit. :D

Tapi ya kalo punya duit mendekati 500jt atau nggak mau diobati sih lain cerita.

Porcelain Doll
27-03-2014, 07:04 PM
^ percaya deh, ada juga yg mindsetnya 'nanti juga ada jalannya'....
*curcol; keluh.... ::grrr::


btw, cuman iseng aja....
kok kayaknya di sini g bacanya melulu 'kalau gaji suami mencukupi.........'. tidak adakah di sini yg stay at home dad? ;D
atau semuany mengikuti 'kaidah' yg berlaku di masyarakat kita, bahwa lelaki mesti kerja, dan istrinya suka2 dia?
*kemakan iklan yg rata2 menggambarkan istri = irt; suami = pekerja kantoran ;D

stay at home dad maksudnya murni bapak rumah tangga atau kerja di rumah?
gpp sih kalo misalnya gaji istri mencukupi dan suaminya ngerti tugasnya buat ngurus RT
kalo di rumah cuma ongkang-ongkang kaki dan ga ngerjain apa2...::grrr::

jojox
27-03-2014, 09:17 PM
Alip,ronggolawe, basanya terlalu santun. gak paham gw. ::maap::

Tp gw bisa stuju, bahwasanya kita sekarang kerja 2 kali lebih keras, hanya untuk mencukupi kebutuhan yang 1 kali sama, pada jaman yang berbeda. Gw ngerasa itu dri pola belanja tersier gw. Fenomena apakah ini ? Dunno.
Skarang umum kita liat, kita pu gaji 5-10 jt, nabung bareng bini berani beli Avanza kyk beli kacang goreng.
Nanti, 5 th lagi, gaji 20jt+ malah cuman maen sepeda MTB. Gowes krena macet dan overpopulated.
Sisa duit buat belanja investasi, properti di kampung, portfolio, pendidikan, asuransi jiwa, etc.

Ronggolawe
27-03-2014, 09:43 PM
^ Nggak bilang sakit berat sih, tapi sakit yang butuh biaya banyak.
Soale nggak semua obat atau perawatan ditanggung jamkes.
Banyak yang mau ngurus jamkes kok, tapi mo cuci darah aja cuma bisa 2 kali,
selebihnya dipersulit. :D

Tapi ya kalo punya duit mendekati 500jt atau nggak mau diobati sih lain cerita.
hehehe...

:)

RAP
27-03-2014, 11:41 PM
Hasil ngobrol dengan beberapa orang...

benarkah bahwa keluarga yang hidup di kota seperti Jakarta sulit untuk bisa memenuhi kebutuhan standar yang berkualitas, seperti rumah, kendaraan dan pendidikan anak-anak, tanpa memiliki penghasilan ganda, alias suami istri harus bekerja?

Menurutku tergantung saat dia menikah diusia berapa , jenis pekerjaan apa yang ditekuni. Dan standard hidup yang mereka sepakati.

Pengalaman pribadi, aku menikah muda, cuma karyawan, dan ngak punya modal usaha, asli hidup tanpa ditopang orang tua.
Makanya kami berdua sama2 bekerja. Aku di marketing untuk memenuhi kantong, sementara suami berkarier dari bawah.
Kami menargetkan bahwa memang aku pencetak uang untuk memenuhi kebutuhan, dp rumah, pembelian mobil dan jalan2.
Sementara suami memenuhi angsuran rumah, biaya rumah tangga dan pendidikan anak2. Setelah target terpenuhi aku mulai freelance jadi tetap bisa mengasuh anak.
Mulai 2008 aku berhenti total bekerja karena ada masalah dgn kehamilan.
Dan memang sdh saatnya juga sih karena pendapatan suami sdh bisa memenuhi kebutuhan.
Saat ini baru memulai lagi usaha, sbg consultant. Bukan karena incomenya, tapi krn setelah sekian lama hilang dr dunia kerja aku jadi bolot::hihi::

Jadi om Alip pertanyaan om Alip, bisa benar dan bisa salah
Tergantung dari diri orang itu, gaya hidup, standard hidup dan tujuan hidup keluarga yg akan dibentuk

danalingga
28-03-2014, 07:01 AM
Bisa jadi memang benar bahwa biaya untuk memenuhi kebutuhan mendasar terus meningkat
hingga pada akhirnya untuk sekedar hidup layak, dibutuhkan doble income.

Contoh nyata mungkin yang terjadi di Jepang. Setahuku banyak kaum (lumayan) mudanya
memilih tidak punya anak atau malah memilih tidak menikah karena biaya hidup yang begitu tinggi.
Mereka berpendapat bahwa gajinya hanya cukup untuk membiayai dirinya sendiri -- itupun dirasa pas-pasan saja.

Kedepannya mngkin bisa terjadi hal tersebut di Indonesia jika biaya hidup terus meningkat.

Agitho_Ryuki
28-03-2014, 10:09 AM
stay at home dad maksudnya murni bapak rumah tangga atau kerja di rumah?
gpp sih kalo misalnya gaji istri mencukupi dan suaminya ngerti tugasnya buat ngurus RT
kalo di rumah cuma ongkang-ongkang kaki dan ga ngerjain apa2...::grrr::

Nope... Tidak sedikit ketika bertengkar sang istri lalu bilang "kamu itu laki-laki tapi tidak menghidupi!! blah blah blah....", setidaknya semua yang aku kenal begitu ketika si suami tidak berpenghasilan, atau jika penghasilan suami lebih kecil sang istri bilang "tanpa kamu aku juga bisa menghidupi diriku sendiri", begitu ketika bertengkar. Sangat jarang atau mungkin aku belum pernah ketemu ketika bertengkar hebat sang istri berpikir secara teoritis yang bijak seperti itu...

ndugu
28-03-2014, 10:26 AM
Nope... Tidak sedikit ketika bertengkar sang istri lalu bilang "kamu itu laki-laki tapi tidak menghidupi!! blah blah blah....", setidaknya semua yang aku kenal begitu ketika si suami tidak berpenghasilan, atau jika penghasilan suami lebih kecil sang istri bilang "tanpa kamu aku juga bisa menghidupi diriku sendiri", begitu ketika bertengkar. Sangat jarang atau mungkin aku belum pernah ketemu ketika bertengkar hebat sang istri berpikir secara teoritis yang bijak seperti itu...
itu yang terjadi kalo seandainya sala satu pasangan masih mempunyai ekspektansi akan peran ini itu
umumnya cowo maupun cewe masih mempunyai ekspektansi bahwa yang cowo harus menafkahi

buat yang mau mempraktekkan stay at home dad gitu, si istri maupun suami perlu mempunyai pandangan yang sama akan arrangement itu. kalo si istri masih pake menuntut dihidupi, ato si suami mempunyai ekspektansi menghidupi ato ga bisa melepaskan ego, ya, arrangement itu ngga akan bisa bertahan.

btw, saya ada om dan tante di mana si tante yang menghasilkan duit pada saat suami ga bekerja untuk sekian waktu ya. pada saat memang ada kondisi yang membuat si suami tidak bisa bekerja, dan mereka juga mempunyai goal lebih gede laen sebagai entiti keluarga, dan memahami akan sikon masing2, dan mempunyai pandangan yang sama.

ada juga om tante laen yang si om sakit bertahun2 ga bisa bekerja (sekarang sudah meninggal karena penyakitnya), dan si istri yang menghidupi keluarga. si istri tidak begitu aja mencampakkan si suami mentang2 udah ga bisa menafkahi.

ekspektansi yang terlalu kaku ini menurutku kadang berbahaya. tidak setiap orang akan sehat walafiat seumur hidup. suami istri harus bisa fleksibel dan saling mendukung, through good and bad times.

second_life
28-03-2014, 02:05 PM
stay at home dad maksudnya murni bapak rumah tangga atau kerja di rumah?

dalam konteks pertanyaan ku sih, yg murni bapak rumah tangga.

yah, g juga ada tau sih 2 keluarga yg begini modelnya. istri kerja, suami di rumah, 'ternak-teri (anter anak - anter istri)'.
satu dari pihak keluarga nyokap, satu dari bokap.
bagus kalau memang saling mengerti tugas & tanggung jawab masing2. tapi sayangny yg dari pihak nyokap ini, lakinya rada2.
sekeluarga sampai 'menyelidiki', dan akhirnya menyimpulkan dia emang males. pengenny kerja ringan, gaji gede. selain itu juga ga bole d kasi pembantu di rumah (maid unt urusan RT mah biasany org ga mau make co, mesti deh ce), soalny suka jelalatan.
hadeh.......
*eh, ini kasus lain lagi ya. maap, jadi OT.


tapi sesungguhnya g jarang menemukan co/ce yg bisa terima kenyataan kalau gaji/pendapatan istri lebih tinggi dari co nya.
kebanyakan pasti ada singgung2 soal gaji begitu berantem, atau kalau ga, berantem gara2 gaji :(
apakah jd kesimpulannya, kalau gaji istri lebih gede drpd suami, lebih baik double income saja? ::hihi::

Ronggolawe
28-03-2014, 02:12 PM
kalau berdasarkan pajak, penghasilan gw selalu
dibawah PTKP, sedang isteri selalu bayar pajak

alhamdulillah ngga pernah ada masalah karena
perbedaan penghasilan :)

Porcelain Doll
28-03-2014, 03:33 PM
dalam konteks pertanyaan ku sih, yg murni bapak rumah tangga.

yah, g juga ada tau sih 2 keluarga yg begini modelnya. istri kerja, suami di rumah, 'ternak-teri (anter anak - anter istri)'.
satu dari pihak keluarga nyokap, satu dari bokap.
bagus kalau memang saling mengerti tugas & tanggung jawab masing2. tapi sayangny yg dari pihak nyokap ini, lakinya rada2.
sekeluarga sampai 'menyelidiki', dan akhirnya menyimpulkan dia emang males. pengenny kerja ringan, gaji gede. selain itu juga ga bole d kasi pembantu di rumah (maid unt urusan RT mah biasany org ga mau make co, mesti deh ce), soalny suka jelalatan.
hadeh.......
*eh, ini kasus lain lagi ya. maap, jadi OT.


tapi sesungguhnya g jarang menemukan co/ce yg bisa terima kenyataan kalau gaji/pendapatan istri lebih tinggi dari co nya.
kebanyakan pasti ada singgung2 soal gaji begitu berantem, atau kalau ga, berantem gara2 gaji :(
apakah jd kesimpulannya, kalau gaji istri lebih gede drpd suami, lebih baik double income saja? ::hihi::

contoh yg beginian ada banget kok di deket g
jadi om-ku kerja freelance gitu, kadang dapet kerja, kadang enggak ya di rumah ngurus RT dan anak2
jadi tanteku yg kerja permanen dan menghidupi rumah

rukun2 aja dan ga ribut kok :D
intinya sih emang di pengertian keduanya ajalah
dan suami juga ngerti harus ngurus rumah sebagai ganti istri yg berperan sebagai pencari nafkah
jangan udah ga kerja di luar, ga mau ngurus rumah pula
kasian istri yg kerjanya jadi dobel...kalo gini apa gunanya berumah tangga coba ;D
mending single deh ga repot ngurus tambahan anak 1 lagi ::hihi::

cha_n
28-03-2014, 04:38 PM
contoh yg beginian ada banget kok di deket g
jadi om-ku kerja freelance gitu, kadang dapet kerja, kadang enggak ya di rumah ngurus RT dan anak2
jadi tanteku yg kerja permanen dan menghidupi rumah

rukun2 aja dan ga ribut kok :D
intinya sih emang di pengertian keduanya ajalah
dan suami juga ngerti harus ngurus rumah sebagai ganti istri yg berperan sebagai pencari nafkah
jangan udah ga kerja di luar, ga mau ngurus rumah pula
kasian istri yg kerjanya jadi dobel...kalo gini apa gunanya berumah tangga coba ;D
mending single deh ga repot ngurus tambahan anak 1 lagi ::hihi::

sama ama RT-ku.
:)
ya pinter2nya aja suami istri ngelola.

hajime_saitoh
29-03-2014, 12:03 AM
^ Apakah ortu dah pernah sakit yang butuh biaya banyak? Atau dah punya asuransi?

Kalo sekedar untuk hidup nyaman dengan uang yang mendekati 500 jt sih emang cukup.
Bahkan lebih dari cukup.
Apalagi anak-anaknya pada sukses dan tidak lupa nyetor. :D

Tapi kalo pensiun tanpa bekal tabungan, apa bisa pensiun dengan enak? Apalagi kalo jatuh sakit.

jadi PNS aja ntar kalo peraturan pensiun 1 M sudah disahkan khan enak.....::hihi::

mbok jamu
29-03-2014, 12:16 AM
@mbok jamu
I understand your principle, Mbok... tapi tentunya saya tidak pada posisi untuk menentukan bagi orang-orang di kampung sinih tentang bagaimana seharusnya sebuah natural cycle of human life. Paradigma yang ada adalah given, yang di dalamnya ada faktor budaya, agama (dengan berbagai interpretasinya), pandangan hidup, dan macam-macam lagi.


Yang saya maksud dari diskusi ini adalah bagaimana tuntutan dari kondisi perekonomian yang sedang kita hadapi. Misalnya;


Digambarkan oleh Kakang Tumenggung Ronggolawe kisah kondisi sosial ekonomi kampung di sini beberapa waktu lalu, yaitu ketika seorang Tumenggung Sepuh memutuskan untuk purna bakti, beliau masih bisa hidup berkecukupan tanpa banyak pusing soal perencanaan. Barangkali karena sedikit tabungan beliau tidak tergerus oleh inflasi, atau struktur budaya yang masih mewajibkan (secara moral) para senapati muda untuk menyokong kehidupan sang Tumenggung Sepuh yang Madeg Pandito.


Apakah generasi yang sekarang masih bisa berharap seperti itu? Melihat pertumbuhan nilai properti, ketersediaan lapangan kerja, kemungkinan jenjang karir yang ditawarkan (pertumbuhan pendapatan), perubahan demografi, dan pertumbuhan biaya pendidikan? Apakah kita masih bisa berharap saat pensiun nanti kondisi perekonomian masih sama dengan ketika Tumenggung Sepuh Purna Bakti? Apakah kita harus menyiapkan hal yang berbeda? Apakah pada akhirnya pendidikan dan kesejahteraan yang menyertainya hanya bisa dinikmati sedikit orang sedangkan selebihnya harus hidup selibat karena lapangan pekerjaan yang tersedia tidak akan cukup untuk menghidupi seorang istri dan anak-anak (seperti prinsip siMbok)?



Lha ya realistis saja, Pakde, kalau di usia produktif megap-megap apalagi nanti ketika sudah pensiun. Berarti harus ada yang disesuaikan dan itu tergantung pada prinsip masing-masing individu, paradigma yang membentuk pola pikir individu tadi toh?


Kakak simbok mungkin ndak tahu apakah dengan single income tabungannya nanti akan mencukupi di hari tua tapi untuk bekerja sampai meninggalkan anak-anak pada babysitter juga dia ndak tega. Pertimbangannya adalah lebih baik mereka berdua nanti hidup seadanya daripada sekarang anak-anaknya ndak terawat dengan baik. They made their choice dan pilihan itu bukan berarti mereka ndak memikirkan saat pensiun nanti.


Orang hidup selibat? Mungkin pada akhirnya menjadi salah satu pilihan which is not so bad karena setidaknya mereka bertanggungjawab ndak mewariskan kemiskinan kepada generasi yang selanjutnya, the biggest crime of all.


Ketika hidup di kota besar seperti Jakarta misalnya, otomatis harus menaikkan standar mereka sementara kemampuan itu belum ada. Gaya hidup menjadi tuntutan ekonomi, sehingga harus kerja ekstra, harus double income, dan akhirnya hanya gali lubang tutup lubang. Segala kredit cicilan laku, 2nd income akhirnya untuk mengembalikan pinjaman. Single dan double income jadi beda-beda tipis.

Alip
29-03-2014, 10:46 AM
Totally agree with you, Mbok... and that exactly is my question. Asumsinya manusia itu rasional dan akan menyesuaikan pola konsumsi mereka dengan kondisi ekonomi di kampung masing-masing, maka sudah seperti apakah kondisi ekonomi tersebut? Apakah masih hidup di kampung yang makanan tinggal petik di pohon sehingga tiap bayi yang lahir dijamin akan berkecukupan sampai tua, atau sudah di kampung yang 80% populasinya hanya sanggup memenuhi kebutuhan sehari-hari hingga tidak bisa menabung dan harus selibat? Seperti kata Danalingga tuh, ada negara yang sudah sampai tahap itu...

Saya sendiri masih optimis dengan kampung saya saat ini, tapi tampaknya anak-anak harus menempuh jalan berbeda dari kami bila ingin hidup lebih baik. Saat mereka masuk usia produktif nanti, dugaan saya negara yang salah asuh ini tidak akan sanggup lagi menyediakan kesempatan produksi yang bisa dinikmati banyak orang. Sebagian kecil masyarakat akan menguasai sebagian besar kekayaan dan produksi, sementara sebagian besar lainnya harus berjuang keras untuk sekedar sustainable.

Maybe just my skepticism...

---------- Post Merged at 09:46 AM ----------


kalau madheg Panditho artinya hidup sudah dipasrahkan
soal sakit berat, seperti gw bilang, asal mau ngurus
ngga ada yang berat.

kecuali memang SOP nya Sales Asuransi... :)
Sebenarnya Tumenggung Sepuh memiliki asset lebih banyak dari 500 juta. Beliau memiliki rumah, tanah, dan sawah di kampung halaman yang bisa menghidupi beliau (kalau dirupiahkan bisa milyaran) dan sekian banyak senapati yang masih produktif yang akan ikut menyokong (juga asset yang bisa diakuntansikan)...

Jika nanti Ki Tumenggung Anom Ronggolawe akan Purna Bakti, apakah asset yang sama masih akan tersedia?

Bukan jualan asuransi... :luck:, waktu ambil Manajemen Keuangan II dulu, dapet juga soal Personal Financial Management, walopun tanpa sertifikasi ::hihi::

Ronggolawe
29-03-2014, 12:57 PM
kekeke.... kebetulan dikampung memang banyak pusako tuo :)

ga_genah
30-03-2014, 11:35 AM
aihhhhhh padahal sudah punya rumah ::hihi::

gw kebalikan nya ::nangis::::nangis::

aaahhhh maca cih.... ::hihi::
nanti saya maen2 ke bangli ya um... ::hohoho::


jadi PNS aja ntar kalo peraturan pensiun 1 M sudah disahkan khan enak.....::hihi::

entar lagi 1 M itu tinggal 1 jt lho....




dari diskusi di atas, sptnya single income untuk diri sendiri lebih baik ::ngakak2::

hajime_saitoh
04-04-2014, 09:17 PM
aaahhhh maca cih.... ::hihi::
nanti saya maen2 ke bangli ya um... ::hohoho::



entar lagi 1 M itu tinggal 1 jt lho....




dari diskusi di atas, sptnya single income untuk diri sendiri lebih baik ::ngakak2::

hah?? jadi satu juta?? what teh maksud?? RUUnya gagal disahkan ya?? wah batal deh jadi milyuner kalo pensiun::hihi::

MoonCying
04-04-2014, 11:30 PM
Jadi satu juta ... .

Mungkin maksudnya saat uu itu nantinya (entah berapa puluh tahun lagi) disahkan.

Daya beli 1 M pada saat itu, karena inflasi & lain hal,

Sama aja dg nilai riil 1juta hari ini. ::hihi::



_________________

biar ndak oot ikutan nyumbang obrolan ttg double income ahh.

Berdasar pengalaman pribadi.

Gaji bersih yg diterima PNS status bujangan.
Gol. ruang per april 2014 IIc, MKG 8 tahun.
=2juta rupiah.
Ntar klo nikah tambah 10%
jadi penerimaan bersih 2.200.000

beberapa bulan lalu diajak ibu untuk "sedikit" nguruni untuk biaya beli tanah & renovasi bangunan yg ada di tanah tsb.

Ngajukan utang di bank Rp 50juta, jangka waktu 5 tahun, potongan utang tsb tiap bulan 1.200.000

Jadi klo misalkan aq udah nikah hari ini,
gaji bersih yg diterima hanyalah 1.000.000

__________________________

Tanpa dukungan / tambahan dana dari ortu kedua belah pihak,
q rasa double income mutlak perlu.


Tapi klo udah dibeliin rumah atau kendaraan yg memadai oleh ortu tanpa ada "gaji yg dipotong" yaa mungkin bisa tdk usah double income.


__________________________

Selera & modal masing-masing orang berbeda.


Klo blum punya anak, mau double income kurasa no problemo.

Lha klo udah lair anak .... .
mau double income, yg jagain si adik bayi siapa dong.
lalu klo si adik bayi udah saatnya "di didik" / di ajak becanda ... .

kayaknya dari baca-baca status temen q yg wanita karier, ninggalin si kecil adalah beban berat.
Yg ampir-ampir membuat si ibu resign aja dari kerjaannya.

tsu
05-04-2014, 06:12 AM
aaaah.... PNS mah jangan dijadiin patokan, mereka ini makhluk sakti mandraguna, banyak PNS gaji golongan III aja bisa punya rumah, mobil, dll

..... ini PNS jujur loh yah, bukan yang aneh2, mereka memang jago memuter keuangan yang (dianggap sebagian orang) pas pasan :D

*yg tiap hari berurusan ama PNS*

anw, IMHO standar hidup layak saya adalah, klo saya sudah punya rumah sendiri, atas nama sendiri, beli pake duit2 sendiri, yg lain ? pelan2 aja :D
Alhamdulilah gaji sekarang cukup buat support 2 manusia dan 17 ekor kucing ;D;D;D

saran saya memang, untuk properti HARUS dipaksakan beli, KPR murah harus dimanfaatkan, justru yang sebangsa mobil, gadget, jam tangan de el el itu bisa menunggu, tapi properti ? wajib hukum nya punya IMHO
soalnya kita semakin susah untuk menabung, jadi properti itulah investasi kita

alangkah sangat menyedihkan klo diluar kita pakai mobil keren, gadget bagus tapi tidak punya rumah sendiri....... T__T

hajime_saitoh
05-04-2014, 11:17 AM
Ahh Tsu terlalu memuji saya jadi malu:">:"> saya gak sakti2 amat kok belum juga bisa ngeluarin KAMEHAMEHA>......

saya pribadi sih setuju2 aja sama double income.. tapi kembali lg ke individunya kalo boros ya mau double, triple dll ya tetep gak aka cukup.... saya sendiri ya Alhamdulillah PNS skrg lg bangun rumah sendiri jadi gak pake KPR jadi tau deh harga2 bahan bangunan dan mengerti betapa mahalnya membuat sebuah rumah idaman.......

Agitho_Ryuki
05-04-2014, 09:01 PM
Kunci PNS adalah "harus punya hutang"

tsu
08-04-2014, 11:39 PM
hajime_saitoh , saran saya, supaya tidak merepotkan, kan ada KPR untuk rehab/ bangun rumah, naaaah bisa dipakai tuh :D
karena pengalaman saya, bangun rumah itu harus ada dana cadangan minimal 100% dari dana rencana, jadi klo rencana mo bangun rumah seharga 50juta, harus ada dana cadangan 50 juta juga, karena dijamin..... bujet akan membengkak ;D;D *pengalaman*
Agitho_Ryuki , bukan wajib hutang, tapi pandai2 mengelola income dan outcome, dan itu termasuk hutang dan kredit ;D;D

hajime_saitoh
09-04-2014, 02:06 AM
bukannya KPR tu kalo yang untuk beli rumah jadi doank

tsu
09-04-2014, 12:50 PM
ada buat rehab ama bangun rumah kok, cuman yah nama kredit nya berbeda untuk setiap bank ;D;D

IMHO, untuk properti, klo akses dan fasilitas untuk perbankan terbuka, lebih baik digunakan

aaaah OOT yah -__- sori2

cha_n
09-04-2014, 01:40 PM
gaji golongan 3 kayak saya beli rumah? kalo di daerah sini mah ga mungkin deh walo pake kredit. kecuali di daerah yang udah pelosok banget.

hajime_saitoh
09-04-2014, 06:15 PM
bu Chan dimana??? kalo di Mataram di tempat saya sih gaji golongan 3 cukup buat ambil KPR BTN.... yang 15 sampe 20 tahun kok.......

---------- Post Merged at 05:15 PM ----------

kita sama kok bu chan.. sama2 golongan 3.... mungkin biaya hidup di twmpat saya lebih murah dibanding tempatnya Chan....

cha_n
09-04-2014, 08:17 PM
saya di daerah tangsel. rumah di daerah sini sudah mahal2, tipe 40/72 aja bisa 800jt. gaji pns mana bisa.
buat dp nya aja minimal 30%. susah lah.
kalau cari rumah harga 200jt yang model komplek jauhhhh banget di pelosok. naik kereta ke kantor waktu tempuh bisa 2 jam. jangan tanya kalau pakai mobil pribadi.
kami akhirnya beli yang daerah perkampungan, cuma ya gitu, lingkungannya ga tertata.

kalau kami sih double income itu bonus. pilihan saya bekerja (didukung penuh suami) bukan cuma soal incomenya. tapi bukan itu ya yang kita bahas di sini hehehe...

hajime_saitoh
09-04-2014, 09:43 PM
weks.... 800 jeti disini.. yang type 40/90 biassanya harganya 200an jeti.... gile mahal amat ya harga rumah di tangerang........ untung ane dikasih tinggal di kota Mataram maju, relijius dan berbudaya. :ngopi:

cha_n
09-04-2014, 11:10 PM
kalau yang di bintaro jaya atau bsd lebih wow lagi harganya... makin ga masuk akal deh..

porcupine
10-04-2014, 08:45 AM
di Bali lebih parah ::arg!::

tipe 60/100 di daerah pinggiran denpasar sudah 900 jutaan ::nangis::::nangis::

beruntungnya ga_genah dapet rumah murah ::ungg::

Agitho_Ryuki
10-04-2014, 09:22 AM
Wes... Pindah jogja wae lah.....
60/110 dibawah 500 juta...
::hohoho::::hohoho::::hohoho::
kalo mau di bantul lebih murah lagi
55/105 250 juta............

porcupine
10-04-2014, 09:53 AM
^ yoi, kemaren sempat tanya tanya harga perumahan di Jogja ::cabul::

di Bantul pada jatuh harga rumahnya sejak gempa bumi...

gw jadi tertarik juga :D

danalingga
10-04-2014, 12:01 PM
Rumah memang barang mewah. ::hihi::

Ronggolawe
10-04-2014, 06:03 PM
saya di daerah tangsel. rumah di daerah sini sudah mahal2, tipe 40/72 aja bisa 800jt. gaji pns mana bisa.
buat dp nya aja minimal 30%. susah lah.
kalau cari rumah harga 200jt yang model komplek jauhhhh banget di pelosok. naik kereta ke kantor waktu tempuh bisa 2 jam. jangan tanya kalau pakai mobil pribadi.
kami akhirnya beli yang daerah perkampungan, cuma ya gitu, lingkungannya ga tertata.

kalau kami sih double income itu bonus. pilihan saya bekerja (didukung penuh suami) bukan cuma soal incomenya. tapi bukan itu ya yang kita bahas di sini hehehe...
yup..
Rumah yang gw tempati dibeli mencicil, dengan total
bayaran 50jt, sementara NJOP nya saat itu sudah 80
jt dan sesudah itu kejadian lagi beli rumah 125jt, saat
NJOP nya 185jt

sepengamatan gw, komplek perumahan di Jakarta dan
sekitar saat ini sudah over-valued secara substansi,
faktor gengsi wilayah sudah sangat dominan, dibanding
kan faktor ekonomis nya

ga_genah
11-04-2014, 10:12 PM
di Bali lebih parah ::arg!::

tipe 60/100 di daerah pinggiran denpasar sudah 900 jutaan ::nangis::::nangis::

beruntungnya ga_genah dapet rumah murah ::ungg::


um porcupine lebih beruntung lagi, dapat rumah tengah kota dng harga murah ::hihi::

sepakat dengan tsu, coba abaikan dulu yg lain. entah itu single atao double income, selama bisa dikelola, sepertinya cukup utk bisa memenuhi kebutuhan