PDA

View Full Version : Nini Anteh - SANG PENUNGGU BULAN



neofio
07-03-2014, 03:40 PM
Nini Anteh - Sang Penunggu bulan

http://3.bp.blogspot.com/-XW-_zbAGxhM/TasGGqziXKI/AAAAAAAAATg/bvdEYSlf3GQ/s1600/sfdr.jpg



Nini Anteh adalah salah satu dongeng Sunda yang mengisahkan bahwa bercak hitam yang tampak pada permukaan bulan purnama adalah seorang nenek yang tiada henti-hentinya menenun. Nenek itu disebut Nini Anteh karena ia kelihatan sedang memintal benang kantih. Selama menenun, Nini Anteh selalu ditemani oleh seekor kucing kesayangannya yang bernama Candramawat. Kain hasil tenunannya itu bila telah selesai akan diberikan kepada aki yang sedang menyadap di bumi.
Sebagai sebuah sastra lisan, hal yang menarik dikemukakan lewat cerita Nini Anteh adalah fungsi cerita tersebut bagi masyarakat pendukungnya. Maka yang perlu diungkapkan adalah fungsi cerita itu.
Dongeng Nini Anteh merupakan cerita yang mengisahkan tentang penjelajahan manusia bumi ke ruang angkasa. Di samping cerita tersebut, dalam khazanah sastra Sunda terdapat pula cerita lain yang menuturkan kisah perjalanan manusia bumi di ruang angkasa, misalnya saja Mundinglaya Di Kusumah dalam cerita pantun Mundinglaya Di Kusumah dan Jaka Sabeulah dalam cerita Sri Sedana. Cerita-cerita tersebut memperlihatkan dengan tegas bahwa karya sastra buhun (sastra lisan) memiliki hubungan yang erat dengan fenomena ruang angkasa. Sastra lisan banyak mengungkap fenomena alam termasuk kehidupan ruang angkasa. Dalam sastra lisan itu pun banyak mengisahkan tentang makhluk ruang angkasa, seperti bidadari dan peri.
Melalui sudat pandang penelitian ruang angkasa, bidadari atau putri kerajaan langit merupakan para astronaut wanita dari planet lain. Hipotesis itu berlandaskan pada suatu teori yang dikemukakan oleh Erick von Daniken dalam bukunya Erinnerungen and die zukunft ‘Kenangan Akan Masa Depan’ (1968) dan Zuruck zu den Sterken ‘Kembali ke Bintang-Bintang’ (1969). Kedua buku tersebut bayak mengulas tentang makhluk ruang angkasa. Melalui kedua bukunya itu, von Daniken mencoba merumuskan suatu teori yang selanjutnya dikenal dengan Teori Astronaut. Dalam teori tersebut, sastra lisan dapat dianggap sebagai “saksi zaman” atau “pencatat sejarah”, karena pemiliknya mempercayai kebenarannya, kadang-kadang juga dianggap suci, maka cerita-cerita demikian dapat digolongkan ke dalam cerita legenda atau mite.
Menurut von Daniken, kehadiran makhluk ruang angkasa atau para astronaut dari planet lain di bumi ini tidak hanya diabadikan dalam bentuk legenda, mitologi, dan dongeng saja, tetapi diabadikan pula dalam lukisan-lukisan di dinding gua, keramik-keramik tua, dan media lainnya. Bukti nyata seperti lukisan yang ditemukan di Tassili, Sahara, bagian Libia dan lukisan di Val Camonica, Italia. Masyarakat Tassili mengenal tokoh ruang angkasa yang dinamakan sebagai Dewa Mars yang memiliki tanduk. Tanduk tersebut mengingatkan orang pada antene yang mencuat pada penutup kepala para astronaut.

sumber : http://tradisidongeng.blogspot.com/2008/09/artikel-nini-anteh-1.html



Nini Anteh: Astronaut Sunda
Dongeng Nini Anteh bukan merupakan cerita bidadari, artinya Nini Anteh bukan astronaut perempuan dari planet lain yang turun ke bumi, melainkan Nini Anteh merupakan manusia bumi yang berhasil menjelajahi ruang angkasa dan berhasil pula mendarat di bulan, bahkan untuk selamanya Nini Anteh menetap di bulan. Nini Anteh mendarat di bulan jauh sebelum astronaut dan kosmonaut dari Rusia dan Amerika menginjakkan kakinya di bulan. Telah ribuan tahun Nini Anteh berada di bulan.
Dalam dongeng Nini Anteh tidak dijelaskan kendaraan apa yang membawa nini Anteh mendarat di bulan. Melainkan dalam cerita tersebut hanya dideskripsikan bahwa nini Anteh menuju bulan dengan berjalan di atas mega putih. Deskripsi perjalanan Nini Anteh ke bulan inilah yang menarik untuk dimaknai. “Mega putih” dapat bermakna sebagai asap pesawat luar angkasa yang meluncur dengan kecepatan tinggi. Dengan pesawat luar angkasa itulah Nini Anteh menjelajah ruang angkasa kemudian mendarat di bulan bersama kucing kesayangannya.
Selendang yang selalu dipakai Nini Anteh bukan sembarang selendang, melainkan selendang yang identik dengan selendang yang dipakai oleh para bidadari, misalnya dalam cerita rakyat Jaka Tarub. Istri Jaka Tarub sebagai seorang bidadari saat turun ke bumi memakai pakaian yang dapat membawanya terbang. Pakaian yang dikenakan bidadari turun ke bumi merupakan hal yang menarik untuk dimaknai dengan teori astronaut. Sayap, baju terbang, dan pakaian yang tidak rusak sewaktu dikubur di dalam tanah, ditimbun di sampah, atau ditimbun padi di atas lumbung merupakan pakaian yang penuh keajaiban. Tentunya bukan sekedar pakaian biasa, melainkan pakaian yang terbuat dari bahan khusus setidaknya terbuat dari bahan logam yang tahan karat serta tahan rusak. Pakaian semacam itu merupakan pakaian para astronaut. Jadi, ketika bidadari turun ke bumi dengan mengenakan baju terbang berikut selendangnya, bidadari tersebut mengenakan pakaian seperti yang biasa dipakai para astronaut. Begitu pula halnya dengan selendang Nini Anteh, bukan sembarang selendang melainkan selendang yang digunakan sebagai pelengkap pakaian seperti yang biasa dipakai para astronaut. Selendang dijadikan sebagai simbol bertalian dengan kebiasaan atau tradisi kaum perempuan di tatar Sunda tempo dulu yang selalau mengenakan selendang, baik sebagai penutup kepala yang berfungsi sebagai kerudung, maupun sebagai kain selendang pelengkap busana.
Dalam dongeng, Nini Anteh ditampilkan sebagai tokoh perempuan yang telah berhasil menjelajah ruang angkasa. Hal ini merupakan simbol penghargaan terhadap kaum perempuan pada posisi yang tinggi. Penempatan figur Nini Anteh di bulan mengandung makna bahwa perempuan Sunda telah mampu menempati kedudukan yang lebih tinggi yang dilambangkan dengan bulan. Bulan melambangkan dunia atas sekaligus pula melambangkan perempuan. Nini Anteh sebagai penghuni bumi yang kemudian mendarat di bulan merupakan penggambaran bersatunya keharmonisan dua dunia. Jalinan dunia atas dengan dunia bawah adalah cerminan kesempurnaan hidup.
Meskipun Nini Anteh telah meraih kedudukan yang tinggi, tetapi Nini Anteh tetap menjaga citra “keibuaannya”. Nini Anteh tidak lantas menanggalkan peran sebagai seorang ibu atau sebagai seorang istri. Nini Anteh tetap menunjukkan baktinya terhadap aki sebagai suami. Kain tenun yang telah selesai ditenun dipersembahkan pada aki di bumi. Hal ini merupakan simbol pengabdian seorang istri kepada suaminya. Simbol lain yang melekat pada diri Nini Anteh adalah seperangkat alat tenun yang menandai tugas dan tanggungjawab serta peran perempuan dalam rumah tangga.
Figur perempuan yang ditampilkan dalam dongeng Nini Anteh adalah perempuan yang telah berumur dengan julukan “nini” ‘nenek’, berbeda dengan cerita rakyat dari Jepang yang bertokohkan seorang gadis pergi ke bulan. “Nini” lebih mengarah pada “luang” atau pengalaman yang dimiliki oleh Nini Anteh dalam meraih derajat yang lebih tinggi dan mulia. Di samping itu, bermakna pula pada kesinambungan pewarisan tradisi, perempuan identik dengan pemelihara atau pelestari tradisi.
Berdasarkan penafsiran terhadap dongeng Nini Anteh dengan menggunakan pemahaman teori astronaut, maka dapat disimpulkan bahwa dongeng Nini Anteh merupakan proyeksi manusia bumi (perempuan Sunda) yang telah berhasil mendarat di bulan. Keberhasilan Nini Anteh mendarat di bulan membuktikan bahwa kebudayaan dan peradaban manusia bumi (Sunda) tidak kalah oleh tingkat kebudayaan dan peradaban makhluk angkasa yang lebih banyak digambarkan dalam cerita rakyat sebagai penjelajah ruang angkasa yang kemudian turun ke bumi. Di samping itu, dongeng Nini Anteh mengungkapkan pula suatu konsep penguasaan teknologi mutakhir masyarakat Sunda pada masanya. Bila dalam cerita rakyat yang bertokohkan bidadari merupakan simbol para astronaut perempuan dari luar angkasa, maka dalam dongeng Nini Anteh, tokoh Nini Anteh merupakan simbol manusia bumi (Sunda) yang menjelajahi ruang angkasa.

sumber : http://tradisidongeng.blogspot.com/2008/09/artikel-nini-anteh-1.html

et dah
07-03-2014, 05:56 PM
http://blogs.westword.com/showandtell/04%20cool%20story%20bro.jpg

neofio
07-03-2014, 09:05 PM
gak perlu pake APOLO buat ke bulan....... ::ngakak2::

Mungkin ini jadi bacaan inspirasinya Neil Amstrong sebelum pergi ke bulan

gw suka kalimat ini :


Dalam dongeng, Nini Anteh ditampilkan sebagai tokoh perempuan yang telah berhasil menjelajah ruang angkasa. Hal ini merupakan simbol penghargaan terhadap kaum perempuan pada posisi yang tinggi. Penempatan figur Nini Anteh di bulan mengandung makna bahwa perempuan Sunda telah mampu menempati kedudukan yang lebih tinggi yang dilambangkan dengan bulan. Bulan melambangkan dunia atas sekaligus pula melambangkan perempuan. Nini Anteh sebagai penghuni bumi yang kemudian mendarat di bulan merupakan penggambaran bersatunya keharmonisan dua dunia. Jalinan dunia atas dengan dunia bawah adalah cerminan kesempurnaan hidup.