PDA

View Full Version : CAPING TAHUN BARU BAGI ARCA BATU oleh YOSHIDA UCHIDA



neofio
31-12-2013, 06:54 PM
CAPING TAHUN BARU BAGI ARCA BATU
OLEH YOSHIDA UCHIDA (http://en.wikipedia.org/wiki/Yoshiko_Uchida)

http://i.imgur.com/csg9wh5.jpg?1

Pada suatu ketika hiduplah seorang lelaki dan wanita tua yg baik budi di sebuah rumah kecil di pegunungan di jepang. Walaupun baik hati, mereka sangat miskin. Si kakek mencari nafkah dengan menjual caping buluh yg biasa digunakan para petani sebagai tudung pelindung kepala terhadap terik matahari serta hujan. Namun dalam waktu satu tahun tidak banyaklah caping buluh yg dapat dijualnya.

Pada suatu hari di musim dingin menjelang akhir tahun, berkatalah si nenek kepada suaminya,

“suamiku yg baik, coba dengarkan, beberapa hari lagi tahun baru akan datang, tetapi tak ada satu pun di rumah ini yg dapat kita makan, bagaimana kita berdua dapat menyambut tahun baru apabila sebakul nasi hangat saja kita tidak punya?”

Dengan dahi yg dikerutkan nenek menghela nafas dalam-dalam, sementara memandangi lemarinya yg kosong tak berisi.

Namun kakek menepuk-nepuk bahunya seraya berkata,
“Sudahlah, nek. Jangan khawatir. Janganlah masalah itu terlalu kau pikirkan. Aku akan membuat beberapa caping buluh dan menjajakannya nanti di desa.
Lalu dengan uang yg aku peroleh dari hasil penjualan tadi akan aku beli beberapa ekor ikan dan beras untuk merayakan tahun baru kita.”

Pada hari sebelumnya awal tahun baru, kakek berangkat menuju desa dengan membawa lima caping buluh yg telah dibuatnya. Hawa dingin terasa menusuk tulang dan sejak pagi hari salju sudah jatuh berguguran dari langit serta menghembuskan angin yg keras di sekeliling rumah kecil mereka. Kakek menggigil kedinginan, tetapi di depan matanya sudah terbayang nasi hangat dan ikan yg menjadi garing serta berubah menjadi coklat karena dipanggang di atas bara arang. Ia tahu bahwa ia harus memperoleh uang untuk untuk membeli makanan yg lezat-lezat itu. Selendang wol dililitkannya lebih erat lagi di leher dan dengan susah payah ia melangkahkan kaki perlahan-lahan setapak demi setapak di jalan yg tertutup salju.

Ketika sampai di desa, kakek berjalan dengan susah payah keluar masuk jalan yg sempit berdesak-desakan dengan orang yg berlalu lalang.
Dengan suara lantang ia berseru, “Caping buluh ! Caping buluh ! Siapa mau membeli caping buluh?” namun semua orang tampaknya terlau sibuk. Mereka terlalu sibuk berbelanja. Mereka sibuk berbelanja untuk menyambut kedatangan tahun baru sehingga tidak memperdulikan caping buluhnya. Mereka bergesa-gesa mendahuluinya masuk ke toko untuk membeli ikan laut dan kacang polong merah serta telur ikan haring yang akan mereka hidangkan pada Tahun Baru. Semua orang bahkan seolah-olah tidak mempunyai waktu untuk menoleh ke arah si kakek tua atau caping buluh dagangannya.

Sementara kakek berkeliling desa mencari pembeli, salju turun makin lebat dan tak lama kemudian langit menjadi gelap. Kakek tahu bahwa tak seorang pun bakal membeli capingnya dan sia-sia sajalah menunggu lebih lama lagi. Ia menghela nafas menahan rasa inginnya ketika melewati sebuah toko ikan dan melihat ikan segar berderet-deret dari jendela toko.

“Ah, alangkah senang hatiku ini, kalau saja aku dapat membawakan pulang sepotong ikan untuk istriku,”

Demikian pikirnya dengan sedih. Namun apa daya, sakunya lebih kosong daripada perutnya.

Tak ada yang dapat dilakukannya kecuali pulang dan membawa kembali kelima caping yang tidak laku. Dengan letih kakek kembali menuju rumah kecilnya di bukit. Kepala ditundukkannya dalam-dalam agar dapat menahan serangan hawa dingin dan angin yang bertiup kencang. Kakek melanjutkan perjalanan dan dia sampai pada enam arca batu Jizo, dewa pelindung kanak-kanak. Patung-patung batu itu berdiri berjajar di pinggir jalan dan kakek melihat bahwa salju menumpuk menutupi kepala serta bahu mereka.

“Mah, mah, kasihan sekali, engkau tertutup salju” kata si kakek kepada arca itu

Ia berhenti berjalan dan diletakkannya caping-caping yang dipanggul itu di tanah lalu dihapusnya salju yang menutupi kepala semua arca. Ketika akan berangkat lagi, tiba-tiba kakek mendapat akal yang bagus.

“Maafkan aku, dewa Jizo,” kata si kakek.

“Aku tidak dapat memberimu apa-apa kecuali caping buluh yang tidak laku aku jual.
Tetapi paling sedikit caping ini dapat melindungi kepalamu dari hujan salju, bukan? Terimalah capingku ini.”

Dengan hati-hati diikatkannya sebuah caping di kepala masing-masing arca satu demi satu.


http://i.imgur.com/7bXfEDo.jpg

“ah kalau saja aku masih mempunyai satu caping lagi, pasti semua arca ini dapat memakai caping,”

demikian ia berguman sembil mengawasi deretan arca tadi. Namun si kakek tidak ragu terlau lama. cepat-cepat dilepaskannya capingnya sendiri dan dipasangkan pada kepala arca keenam.

“nah, “ katanya dengan perasaan senang.

“Engkau sudah bercaping semua sekarang”

Lalu sambil membungkuk sebagai ucapan selamat tinggal, kakek memberi salam seraya mengatakan bahwa ia harus pulang.

“Selama Tahun Baru semua, Selamat Tahun Baru semua !”

serunya dan ia pun bergegas pergi dengan perasaan puas.

Ketika sampai di rumah, istrinya telah menunggu dengan hati cemas.
“bagaimana hasilnya, kek? Berhasilkah engkau menjual capingmu. Kek?” tanyanya penuh harapan. “Dapatkan engkau membeli beras dan ikan untuk menyambut Tahun Baru ?”

Lelaki tua itu menggelengkan kepala. “Tidak,nek. Tak sebuah caping pun laku,” demikian ucapnya, “tetapi caping-caping tadi sudah berguna. Dengarkan cerita ku. “ kemudian berceritalah si kakek tentang caping yg dipasangnya di kepala arca Jizo yg berdiri di tengah jalan tertutup salju.

“Ah,sungguh mulia hatimu, kek dan sungguh besar amalmu itu,” kata nenek. “Kalau aku menjadi engkau, aku pun akan melakukannya”

Nenek tidak mengeluh sama sekali. Tidak sepatah kata penyesalan pun diucapkannya kendati kakek tidak membawa pulang makanan. Nenek malah cepat-cepat membuatkan teh panas dan menambahkan arang sedikit di anglo sehingga kakek dapat menghangatkan badan.

Malam itu mereka cepat-cepat tidur karena arang sudah habis dan gubuk mulai menjadi dingin. Di luar angin terus menghembuskan salju bagaikan tirai putih yg menyelubungi gubuk kecil tadi. Kakek dan nenek meringkuk di bawah selimut tebal yang diisi dengan bulu unggas dan mencoba menghangatkan badan mereka.


“Kita beruntung karena atap di atas kepala kita masih ada pada malam dingin ini,”kata kakek.

“Benar katamu, kek,” jawab nenek. Dan tak lama kemudian mereka tertidur dengan nyenyak nya.

Menjelang fajar ketika langit masih tertutup kabut kelabu, kakek terjaga karena mendengar suara banyak orang di luar.


http://i.imgur.com/5GFmChI.gif?1


“dengar,” bisik nya kepada nenek.
“suara apa itu?” tanya nenek.

Mereka menahan nafas, menajamkan telingan dan berusaha untuk mendengarkan.Kedengarannya seperti ada sekelompok orang sedang menarik beban yg sangat berat.

“Yoi-sah! Hoi-sah! Yoi-sah! Hoi-sah! “ demikian suara itu memanggil-manggil dan tampaknya makin lama makin mendekat.

“Siapakah mereka di pagi-pagi buta begini ? ” Tanya kakek. Segera mereka mendengar suara orang menyanyi.

“Di manakah rumah kakek budiman,
Yang menudungi kepala kami?
“Di manakah rumah kakek budiman,
Yang memasang caping di kepala kami ?”

Kakek dan nenek bergegas ke jendela dan melihat keluar. Jauh di sana, ditengah-tengah tumpukan salju, terlihat oleh mereka enam arca Jizo berjalan tersaruk-saruk menuju gubuk. Arca tadi masih mengenakan caping buluh pemberian kakek dan masing-masing menyeret sebuah karung yg tampaknya sangat berat.

“Yoi-sah! Hoi-sah! Yoi-sah! Hoi-sah!” Demikian mereka berseru bersama-sama sambil berjalan makin lama makin mendekat.

“Mereka tampaknya menuju kesini !” kata kakek dengan suara terputus-putus karena terheran-heran. Namun nenek tidak mengucapkan apa-apa. Ia tak dapat berbicara karena tercengang


Sementara mereka mengawasi, masing arca Jizo mendekati gubuk dan meninggalkan karungnya di anak tangga masuk.


http://i.imgur.com/ZD3Tgdd.jpg?1

Kakek cepat-cepat membuka pintu dan pada waktu itu enam karung besar terguling kedalam. Di dalam karung mereka mendapati beras dan gandum, ikan dan kacang polong, anggur dan tahu serta segala macam makanan lezat yang sudah lama ingin mereka makan.

“Wah,semua ini cukup untuk berpesta setiap hari sepanjang tahun!” seru kakek dengan bergairah.
“Dan kita akan merayakan pesta Tahun Baru terindah yg pernah kita alami selama hidup,” seru nenek menimpali.

“Ojizo Sama, terima kasih ! Beribu-ribu terima kasih !” teriak kakek keras-keras.
“Ojizo Sama, terima kasih ! Beribu-ribu terimakasih !” sambung nenek.

Namun keenam arca tadi sudah bergerak lagi perlahan-lahan menghilang dalam putihnya salju di bawah pandangan kedua orang tadi. Yang tertinggal hanyalah tapak kaki mereka yang membuktikan bahwa keenam arca Jizo itu benar-benar singgah di gubuk kecil mereka.