cherryerichan
03-11-2013, 09:35 AM
SRIPOKU.COM, KUPANG - Ada banyak kasus di
mana pasien mengalami perdarahan dan
dirujuk ke IGD RSU Prof. Dr. WZ Johannes,
Kupang, akibat sunat kampung.
Terakhir, kemaluan seorang pasien terpaksa
harus dijahit 22 kali setelah mengalami
perdarahan hebat. Demikian diungkapkan
perawat di IGD RSU Prof. Dr. WZ Johannes,
Kupang, Adrianus Y Pa, S.Kep, yang ditemui di
ruang IGD, Kamis (31/10/2013).
Dijelaskan, hari Kamis lalu, ada pasien yang
mengalami perdarahan setelah sunat kampung.
Ia mengatakan, sunat kampung itu berbahaya
karena bisa sebabkan infeksi.
"Sudah banyak pasien yang masuk ke sini
setelah sunat kampung dan mengalami
perdarahan. Ini pelajaran bagi masyarakat agar
tidak lagi ikut sunat kampung, yang tidak
terjamin alat yang digunakannya, bisa terjadi
infeksi. Orang itu datang dengan kondisi
kesakitan dan akhirnya mendapat 22 jahitan.
Setelah disunat lalu direndam dalam air saja.
Sunat itu dilakukan kemarin di Alak, belakang
lokalisasi KD. Tadi pagi dibawa ke sini sekitar
pukul 08.30 Wita," ujarnya.
Secara terpisah, dokter spesialis kulit dan
kelamin, dr. Nyoman Sutama, SpKK dan dr.
Ratna Tallo, SpKK yang ditemui di ruang
kerjanya, mengungkapkan, sunat memiliki risiko
perdarahan meskipun dilakukan oleh orang
medis.
"Untuk memperkecil perdarahan, setelah
disunat harus dijahit dari sumber perdarahan
sehingga tidak terjadi perdarahan. Sunat
sebaiknya dilakukan oleh orang yang
profesional, dengan alat yang proporsional.
Misalnya menggunakan benang sesuai dengan
umur orang. Sunat bisa dilakukan oleh dokter
umum, dokter bedah dan dokter kulit dan
kelamin," katanya lagi.
Menurut dr. Nyoman, orang masih mau
melakukan sunat kampung, salah satu
penyebabnya adalah faktor sosial ekonomi. Di
rumah sakit, katanya, kalau sunat biayanya Rp
300 ribu. Hal ini juga karena pengetahuan
masyarakat mengenai kesehatan belum bagus.
Dr. Nyoman dan dr. Ratna mengungkapkan,
sunat itu sebenarnya untuk kesehatan karena
dari segi medis untuk menjaga kebersihan dan
tidak rentan terhadap penyakit tertentu
misalnya kanker dan kutil kelamin.
"Saya sempat ikut seminar di Jakarta dimana
dipaparkan bahwa kutil kelamin itu jumlahnya
sedikit di pulau Jawa, mungkin karena di Jawa
itu sebagian besar disunat tetapi di Bali,
kasusnya lebih tinggi," dr. Ratna menjelaskan.
Dr. Nyoman menambahkan, sunat sebaiknya
dilakukan pada seseorang yang belum pernah
berhubungan seks. "Kalau usianya saya tidak
bisa katakan tapi sebaiknya pada orang yang
belum pernah berhubungan seks," tegasnya.
mana pasien mengalami perdarahan dan
dirujuk ke IGD RSU Prof. Dr. WZ Johannes,
Kupang, akibat sunat kampung.
Terakhir, kemaluan seorang pasien terpaksa
harus dijahit 22 kali setelah mengalami
perdarahan hebat. Demikian diungkapkan
perawat di IGD RSU Prof. Dr. WZ Johannes,
Kupang, Adrianus Y Pa, S.Kep, yang ditemui di
ruang IGD, Kamis (31/10/2013).
Dijelaskan, hari Kamis lalu, ada pasien yang
mengalami perdarahan setelah sunat kampung.
Ia mengatakan, sunat kampung itu berbahaya
karena bisa sebabkan infeksi.
"Sudah banyak pasien yang masuk ke sini
setelah sunat kampung dan mengalami
perdarahan. Ini pelajaran bagi masyarakat agar
tidak lagi ikut sunat kampung, yang tidak
terjamin alat yang digunakannya, bisa terjadi
infeksi. Orang itu datang dengan kondisi
kesakitan dan akhirnya mendapat 22 jahitan.
Setelah disunat lalu direndam dalam air saja.
Sunat itu dilakukan kemarin di Alak, belakang
lokalisasi KD. Tadi pagi dibawa ke sini sekitar
pukul 08.30 Wita," ujarnya.
Secara terpisah, dokter spesialis kulit dan
kelamin, dr. Nyoman Sutama, SpKK dan dr.
Ratna Tallo, SpKK yang ditemui di ruang
kerjanya, mengungkapkan, sunat memiliki risiko
perdarahan meskipun dilakukan oleh orang
medis.
"Untuk memperkecil perdarahan, setelah
disunat harus dijahit dari sumber perdarahan
sehingga tidak terjadi perdarahan. Sunat
sebaiknya dilakukan oleh orang yang
profesional, dengan alat yang proporsional.
Misalnya menggunakan benang sesuai dengan
umur orang. Sunat bisa dilakukan oleh dokter
umum, dokter bedah dan dokter kulit dan
kelamin," katanya lagi.
Menurut dr. Nyoman, orang masih mau
melakukan sunat kampung, salah satu
penyebabnya adalah faktor sosial ekonomi. Di
rumah sakit, katanya, kalau sunat biayanya Rp
300 ribu. Hal ini juga karena pengetahuan
masyarakat mengenai kesehatan belum bagus.
Dr. Nyoman dan dr. Ratna mengungkapkan,
sunat itu sebenarnya untuk kesehatan karena
dari segi medis untuk menjaga kebersihan dan
tidak rentan terhadap penyakit tertentu
misalnya kanker dan kutil kelamin.
"Saya sempat ikut seminar di Jakarta dimana
dipaparkan bahwa kutil kelamin itu jumlahnya
sedikit di pulau Jawa, mungkin karena di Jawa
itu sebagian besar disunat tetapi di Bali,
kasusnya lebih tinggi," dr. Ratna menjelaskan.
Dr. Nyoman menambahkan, sunat sebaiknya
dilakukan pada seseorang yang belum pernah
berhubungan seks. "Kalau usianya saya tidak
bisa katakan tapi sebaiknya pada orang yang
belum pernah berhubungan seks," tegasnya.