alfaromeo
25-10-2013, 10:22 PM
Dosen Pembimbing dan Penguji TA
October 24, 2013
Status ini sy ambil dari kolega dosen yg juga bergelar guru besar yth Bapak Mukhtasor. Karena menarik dan mirip dgn fakta. Salut dan luar biasa…
Dosen Pembimbing dan Penguji TA (Tugas Akhir)
PERINGATAN: Ini bukan cerpen kisah nyata, anggap saja renungan perumpamaan semata, kalaupun ada, mungkin hanya di Negeri Kurawa.
Jika ada mahasiswa tingkat akhir yg grogi ketika akan memilih judul TA dan calon dosen pembimbing, itu berarti dia mahasiswa normal. Umumnya memang begitu. Karena memang, memilih judul TA itu susah-susah gampang. Namun memilih pembimbing TA, apalagi menghadapi penguji TA, itu lebih menantang. Bukan hanya memerlukan kepintaran otak, tetapi tidak jarang memerlukan seni dan cadangan kesabaran yg cukup banyak….
Tampaknya, gaya membimbing dan menguji TA itu dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yg bisa diceritakan sekarang adalah faktor umur. Kenapa umur? Karena umur dosen itu juga ada hubungannya dg akumulasi pengetahuan dan pengalaman. Makin berumur, makin matang, makin bijak. Bergitulah kira-kira pantasnya. Kalau makin berumur, tetapi tidak makin bijak, itu berarti umurnya adalah umur kalender saja, kedewasaannya tidak ikut menyertainya…Aku nggak tahu, aku ini jenis yg mana, mahasiswalah yg bisa menilai (tapi japri ae lho Rek, isin-isini nek dibukak di forum umum)
Dosen baru, umurnya kepala dua, atau dua puluhan. Itu selisih sedikit saja dibanding mahasiswa yg diujinya. Kalau belum mendapat beasiswa studi lanjut, pelajaran yg diperoleh umumnya tidak jauh-jauh amat dg mahasiswanya. Kalau belum betul-betul matang, pertanyaan yg terlontar bisa lebih pedas dari lombok ataupun merica. Sulitnya minta ampun. Bahkan kadang-kadang cenderung memojokkan, bukan pertanyaann mendidik atau mengarahkan. Betul-betul menguji diantara kalian, siapa yg paling akademis….. Belum tentu jawabannya ada di ruang kuliah. Atau mungkin dia sendiri belum tentu yakin jawaban yg pasti itu apa. Mengapa? Karena pertanyaan pada waktu sidang TA, kadang-kadang hanya panggung bagi dosen jenis ini untuk unjuk diri bahwa dia juga memiliki pertanyaan “berkualitas”. Mudah-mudahan aku terhindar daripadanya, kalaupun terlanjur, mudah-mudahan bisa tobat .. aamiien
Mahasiswa yg hendak TA, haruslah tahu resep menaklukkan blunder sidang TA jenis ini. Pertama-tama anda harus tetap tegar. Meskipun pertanyaan itu pedas, pada dasarnya sang penanya tidak lebih dewasa daripada anda. Jadi tetaplah pedhe saja. Rasa percaya diri inilah yg akan membantu anda menguasai diri sendiri dan menguasai keadaan kemudian. Begitu anda termakan grogi, bisa-bisa pelajaran yg sudah anda tekuni, rumus yg telah anda temukan, atau argumentasi yg sudah anda siapkan, semuanya bisa lenyap, terbang bersama aroma merica. Lunglai dan jatuh menjadi pesakitan. Paling mujurnya nasib membawa ke meja sidang periode ujian berikutnya….. jangan sampai terjadi pada diri anda..mudah-mudahan, aamiien.
Dosen umur kepala tiga, umumnya sudah kuliah lagi. Banyak yg sudah menjadi master, bahkan juga doktor. Gelarnya saja master. Kalau baru didapatkan gelar itu, kadang bisa membius, menghadirkan cita rasa seperti master persilatan, atau semacam guru dan suhu….Pokoknya top deh.
Doktor bagaimana? Wah, tambah nemen. Kalau dari luar negeri, titelnya Ph.D. Kadang-kadang diplesetkan menjadi, “Permanently head damage”. Kebanyakan mikir urusan kuliahan, mikir desertasi, menjadikan syaraf bijaksananya sampai kram dan rusak….. Pokoknya penemuan terbaru, paling hebat, itu ada di genggamannya. Hebat tidak? Memang tidak semua master dan doktor itu jenis ini. Banyak juga yg baik-baik…. Allahumma aamiien. Namun kalau pas ketemu yg pernah gagal operasi syaraf bijaksana, itu luar biasa menakutkan….karena makin pinter orang, makin banyak penjelasan dan alasannya. Debatnya seakan-akan tak terbantahkan.
Orang-orang seperti ini juga unik. Mereka hebat-hebat, namun sulit bekerjasama justru karena merasa hebat itu. Maka tidak heran, kalau ada kampus, dosen-dosennya lulusan luar negeri yg beda-beda, dan mereka mengidap gagal operasi syaraf bijaksana, mata kuliahnya makin sulit-sulit, kurikulumnya makin aneh-aneh. Doktor dari Jepang sangat wajar kalau membawa tradisi ilmiah dan budaya Jepang. Demikian juga yg Amerika, Kanada, Inggris ataupun Malaysia. Kadang juga ada di Negara Kurawa, pelajaran S2 dan S3 diotak-atik agar masuk menjadi pelajaran S1. Meskipun kurikulum di negara asalnya itu bagus, tetapi kalau semua dicampur aduk dg menu yg nggak jelas dan porsi yg nggak terukur, jadinya bagaimana? Soto enak. Rawon lezat. Pecel sedap. Tapi kalau dicampur semua jadi apa? Apakah mahasiswanya nggak sakit perut? Untungnya, ITS itu ada di Surabaya, Arek-Arek mahasiswa sudah biasa menu gado-gado, jadi enjoy aja, hehehehe.
Kalau masuk ruang sidang TA, dosen seperti ini sangat berwibawa. Latar belakang ilmunya paten. Terpecaya. Orientasinya jelas, yaitu perkembangan ilmu dan teknologi. Logikanya ilmiah. Metodologi penelitian dan penulisannya top. Nah, bayangkan, mahasiswa S1diuji, eh, yang bener diuji ataukah dibantai, Rek?, kemana larimu, pasti ditangkap. Sayangnya, dosen seperti ini kadang lupa, bahwa subyek pendidikan itu mahasiswa. Orientasi pendidikan mahasiswa. Kadang bisa kelupaan, karena mengejar standar ilmiah, jurnal ilmiah dan sejenisnya, lupa bahwa mahasiswanya sudah terlanjur jatuh mental, terlecehkan secara intelektual, dan kadang bahkan mati sebelum berkembang…. Mereka juga lupa,bahwa pembangunan itu intinya adalah membangun manusia, “membangun jiwanya, membangun badannya, untuk Indonesi Raya”. Itu lebih penting dibanding membangun yg lainnya, termasuk membangun laboratorium paling ilmiah sekalipun!
Menghadapi situasi mencekam begini, persiapanmu haruslah matang. Catatanmu lengkap dan laporanmu standar. Ikuti prosedur. Dan bermainlah sesuai aturan. Selebihnya, anda berdoa, kiranya Allah SWT menyembuhkan penyakit syaraf bijaksana mereka….
Umur kepala empat, ini katanya adalah permulaan orang hidup, “Life begins at fourty”, katanya. Memang tidak semuanya, tapi diyakini, umur empat puluhan dapat menghantarkan orang pada kematangan pengetahuan dan emosional. Tandanya apa, mereka bisa melihat prespektif dari banyak segi. Mempertimbangkan dampak jangka panjang ataupun pendek. Juga utamanya, bukan pada dirinya, tetapi kepada mahasiswanya.
Sebelum melihat mata kuliah dan teori ilmiah, dia melihat mahasiswanya itu siapa. Mahasiswa itu bukanlah seperti bahan baku produk didalam pabrik, yg seragam dan dapat diperlakukan seragam, dapat diproses dg memencet tombol otomatis yg bernama kurikulum dan onggokan daftar mata kuliah.
Mahasiswa ada yg pinter, otak kirinya moncer. Ada juga yg gaul, temannya banyak. Ada yg cekatan, karya dan gambaran tangannya bagus. Masing-masing jenis mahasiswa ini, meskipun dari jurusan yg sama, bisa memiliki keunggulan spesifik masing-masing. Ada yg jago menurunkan rumus dan membuat programming komputer. Ada yang luar biasa trampil membuat maket dan peralatan. Ada juga yg luwes survai sosial dan nyambung dg hitungan ekonomi dan keuangan. Masing-masing ada bobot, dan tidak bisa dipaksakan semua harus seragam sama persis tingkat akademiknya. Dengan demikian, ukurannya spesifik. Tolok ukur dalam ujiannya haruslah makin beragam. Jadi sama-sama nilai TA itu A, tetapi beda.
Apakah semua yg umur kepala empat keatas sudah matang seperti itu? Belum tentu juga. Maka ada iklan yg terkenal, “menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa itu pilihan”. Bersyukurlah mahasiswa yg mendapatkan pembimbing dan penguji TA orang yg sudah dewasa. Sebaliknya, terima saja mereka yg belum dewasa, anggap saja itu adalah rezekimu, yang akan membuatmu lebih duluan dewasa daripada mereka…. Eh, aku sudah dewasa belum ya? Jangan-jangan aku termasuk jenis umur kepala dua hehehe. Mudah-mudahan Allah SWT memperbaiki dan memberkahi kita semuanya…..Aamiien.
Selamat mengerjakan TA dan sukses selalu…
October 24, 2013
Status ini sy ambil dari kolega dosen yg juga bergelar guru besar yth Bapak Mukhtasor. Karena menarik dan mirip dgn fakta. Salut dan luar biasa…
Dosen Pembimbing dan Penguji TA (Tugas Akhir)
PERINGATAN: Ini bukan cerpen kisah nyata, anggap saja renungan perumpamaan semata, kalaupun ada, mungkin hanya di Negeri Kurawa.
Jika ada mahasiswa tingkat akhir yg grogi ketika akan memilih judul TA dan calon dosen pembimbing, itu berarti dia mahasiswa normal. Umumnya memang begitu. Karena memang, memilih judul TA itu susah-susah gampang. Namun memilih pembimbing TA, apalagi menghadapi penguji TA, itu lebih menantang. Bukan hanya memerlukan kepintaran otak, tetapi tidak jarang memerlukan seni dan cadangan kesabaran yg cukup banyak….
Tampaknya, gaya membimbing dan menguji TA itu dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yg bisa diceritakan sekarang adalah faktor umur. Kenapa umur? Karena umur dosen itu juga ada hubungannya dg akumulasi pengetahuan dan pengalaman. Makin berumur, makin matang, makin bijak. Bergitulah kira-kira pantasnya. Kalau makin berumur, tetapi tidak makin bijak, itu berarti umurnya adalah umur kalender saja, kedewasaannya tidak ikut menyertainya…Aku nggak tahu, aku ini jenis yg mana, mahasiswalah yg bisa menilai (tapi japri ae lho Rek, isin-isini nek dibukak di forum umum)
Dosen baru, umurnya kepala dua, atau dua puluhan. Itu selisih sedikit saja dibanding mahasiswa yg diujinya. Kalau belum mendapat beasiswa studi lanjut, pelajaran yg diperoleh umumnya tidak jauh-jauh amat dg mahasiswanya. Kalau belum betul-betul matang, pertanyaan yg terlontar bisa lebih pedas dari lombok ataupun merica. Sulitnya minta ampun. Bahkan kadang-kadang cenderung memojokkan, bukan pertanyaann mendidik atau mengarahkan. Betul-betul menguji diantara kalian, siapa yg paling akademis….. Belum tentu jawabannya ada di ruang kuliah. Atau mungkin dia sendiri belum tentu yakin jawaban yg pasti itu apa. Mengapa? Karena pertanyaan pada waktu sidang TA, kadang-kadang hanya panggung bagi dosen jenis ini untuk unjuk diri bahwa dia juga memiliki pertanyaan “berkualitas”. Mudah-mudahan aku terhindar daripadanya, kalaupun terlanjur, mudah-mudahan bisa tobat .. aamiien
Mahasiswa yg hendak TA, haruslah tahu resep menaklukkan blunder sidang TA jenis ini. Pertama-tama anda harus tetap tegar. Meskipun pertanyaan itu pedas, pada dasarnya sang penanya tidak lebih dewasa daripada anda. Jadi tetaplah pedhe saja. Rasa percaya diri inilah yg akan membantu anda menguasai diri sendiri dan menguasai keadaan kemudian. Begitu anda termakan grogi, bisa-bisa pelajaran yg sudah anda tekuni, rumus yg telah anda temukan, atau argumentasi yg sudah anda siapkan, semuanya bisa lenyap, terbang bersama aroma merica. Lunglai dan jatuh menjadi pesakitan. Paling mujurnya nasib membawa ke meja sidang periode ujian berikutnya….. jangan sampai terjadi pada diri anda..mudah-mudahan, aamiien.
Dosen umur kepala tiga, umumnya sudah kuliah lagi. Banyak yg sudah menjadi master, bahkan juga doktor. Gelarnya saja master. Kalau baru didapatkan gelar itu, kadang bisa membius, menghadirkan cita rasa seperti master persilatan, atau semacam guru dan suhu….Pokoknya top deh.
Doktor bagaimana? Wah, tambah nemen. Kalau dari luar negeri, titelnya Ph.D. Kadang-kadang diplesetkan menjadi, “Permanently head damage”. Kebanyakan mikir urusan kuliahan, mikir desertasi, menjadikan syaraf bijaksananya sampai kram dan rusak….. Pokoknya penemuan terbaru, paling hebat, itu ada di genggamannya. Hebat tidak? Memang tidak semua master dan doktor itu jenis ini. Banyak juga yg baik-baik…. Allahumma aamiien. Namun kalau pas ketemu yg pernah gagal operasi syaraf bijaksana, itu luar biasa menakutkan….karena makin pinter orang, makin banyak penjelasan dan alasannya. Debatnya seakan-akan tak terbantahkan.
Orang-orang seperti ini juga unik. Mereka hebat-hebat, namun sulit bekerjasama justru karena merasa hebat itu. Maka tidak heran, kalau ada kampus, dosen-dosennya lulusan luar negeri yg beda-beda, dan mereka mengidap gagal operasi syaraf bijaksana, mata kuliahnya makin sulit-sulit, kurikulumnya makin aneh-aneh. Doktor dari Jepang sangat wajar kalau membawa tradisi ilmiah dan budaya Jepang. Demikian juga yg Amerika, Kanada, Inggris ataupun Malaysia. Kadang juga ada di Negara Kurawa, pelajaran S2 dan S3 diotak-atik agar masuk menjadi pelajaran S1. Meskipun kurikulum di negara asalnya itu bagus, tetapi kalau semua dicampur aduk dg menu yg nggak jelas dan porsi yg nggak terukur, jadinya bagaimana? Soto enak. Rawon lezat. Pecel sedap. Tapi kalau dicampur semua jadi apa? Apakah mahasiswanya nggak sakit perut? Untungnya, ITS itu ada di Surabaya, Arek-Arek mahasiswa sudah biasa menu gado-gado, jadi enjoy aja, hehehehe.
Kalau masuk ruang sidang TA, dosen seperti ini sangat berwibawa. Latar belakang ilmunya paten. Terpecaya. Orientasinya jelas, yaitu perkembangan ilmu dan teknologi. Logikanya ilmiah. Metodologi penelitian dan penulisannya top. Nah, bayangkan, mahasiswa S1diuji, eh, yang bener diuji ataukah dibantai, Rek?, kemana larimu, pasti ditangkap. Sayangnya, dosen seperti ini kadang lupa, bahwa subyek pendidikan itu mahasiswa. Orientasi pendidikan mahasiswa. Kadang bisa kelupaan, karena mengejar standar ilmiah, jurnal ilmiah dan sejenisnya, lupa bahwa mahasiswanya sudah terlanjur jatuh mental, terlecehkan secara intelektual, dan kadang bahkan mati sebelum berkembang…. Mereka juga lupa,bahwa pembangunan itu intinya adalah membangun manusia, “membangun jiwanya, membangun badannya, untuk Indonesi Raya”. Itu lebih penting dibanding membangun yg lainnya, termasuk membangun laboratorium paling ilmiah sekalipun!
Menghadapi situasi mencekam begini, persiapanmu haruslah matang. Catatanmu lengkap dan laporanmu standar. Ikuti prosedur. Dan bermainlah sesuai aturan. Selebihnya, anda berdoa, kiranya Allah SWT menyembuhkan penyakit syaraf bijaksana mereka….
Umur kepala empat, ini katanya adalah permulaan orang hidup, “Life begins at fourty”, katanya. Memang tidak semuanya, tapi diyakini, umur empat puluhan dapat menghantarkan orang pada kematangan pengetahuan dan emosional. Tandanya apa, mereka bisa melihat prespektif dari banyak segi. Mempertimbangkan dampak jangka panjang ataupun pendek. Juga utamanya, bukan pada dirinya, tetapi kepada mahasiswanya.
Sebelum melihat mata kuliah dan teori ilmiah, dia melihat mahasiswanya itu siapa. Mahasiswa itu bukanlah seperti bahan baku produk didalam pabrik, yg seragam dan dapat diperlakukan seragam, dapat diproses dg memencet tombol otomatis yg bernama kurikulum dan onggokan daftar mata kuliah.
Mahasiswa ada yg pinter, otak kirinya moncer. Ada juga yg gaul, temannya banyak. Ada yg cekatan, karya dan gambaran tangannya bagus. Masing-masing jenis mahasiswa ini, meskipun dari jurusan yg sama, bisa memiliki keunggulan spesifik masing-masing. Ada yg jago menurunkan rumus dan membuat programming komputer. Ada yang luar biasa trampil membuat maket dan peralatan. Ada juga yg luwes survai sosial dan nyambung dg hitungan ekonomi dan keuangan. Masing-masing ada bobot, dan tidak bisa dipaksakan semua harus seragam sama persis tingkat akademiknya. Dengan demikian, ukurannya spesifik. Tolok ukur dalam ujiannya haruslah makin beragam. Jadi sama-sama nilai TA itu A, tetapi beda.
Apakah semua yg umur kepala empat keatas sudah matang seperti itu? Belum tentu juga. Maka ada iklan yg terkenal, “menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa itu pilihan”. Bersyukurlah mahasiswa yg mendapatkan pembimbing dan penguji TA orang yg sudah dewasa. Sebaliknya, terima saja mereka yg belum dewasa, anggap saja itu adalah rezekimu, yang akan membuatmu lebih duluan dewasa daripada mereka…. Eh, aku sudah dewasa belum ya? Jangan-jangan aku termasuk jenis umur kepala dua hehehe. Mudah-mudahan Allah SWT memperbaiki dan memberkahi kita semuanya…..Aamiien.
Selamat mengerjakan TA dan sukses selalu…