BundaNa
22-09-2013, 09:21 AM
Ceritanya kan naomi masuk ke sekolahnya dengan aturan BEBAS UANG GEDUNG. Itu saya sampai tanya 3x buat memastikan benar tidaknya. Dan cukup diyakinkan bahwa nanti pun tidak ada embel2 sebagai pengganti uang gedung.
Menjelang akhir tahun ajaran, ortu murid kelas 1 (waktu itu naomi masih kelas 1) diundangan rapat dengan komite sekolah, pihak yayasan dan sekolah sendiri. Intinya mereka bilang sedang membangun 2 lokal untuk ruang multimedia. Dananya dari DAU dan DAK yang baru disetujui. Sayangnya masih kurang 65 juta lagi. Karena kelas 1 di awal masuk sudah dibilang BEBAS UANG GEDUNG, maka pihak2 tersebut meminta kerelaan ortu kelas 1 untuk menyumbang, nambahi kekurangan tersebut. Ortu kelas 1 rela, dengan minimal sumbangan 300rebu. Dan saya tahu, lebih dari separo ortu murid kelas 1 menyumbang lebih dari 300rebu.
Kemudian kemarin seluruh ortu murid dari kelas 1 mpe kelas 6 (posisi naomi udah kelas 2) diajak rapat pleno dengan komite dan yayasan. Ternyata 2 lokal itu masih menyisakan hutang 50juta lagi. Kelas 1 diminta kerelaannya nyumbang, karena posisinya sama dengan kelas 2, BEBAS UANG GEDUNG. Mereka berkenan menyumbang dengan 300rebu kontan, gak pake batas minimal seperti angkatan naomi dulu. Tapi imbasnya kelas 3-5 diminta nambahi, 200rebuan gitu, baru deh lunas.
Kelas 2 tidak dimintai karena akhir tahun ajaran sudah kasih sumbangan. Sedang kelas 6 tidak diminta karena biaya akhir sekolah itu banyak, begitu alasan yayasan dan komite. Saya memang menanyakan kenapa kelas 2 dan 6 tidak diminta sumbangan. Oke, diketuk palu dong, itu keputusan rapat pleno.
Eh beberapa hari kemudian ada undangan rapat lagi, katanya ada perwakilan kelas 3 yang keberatan dengan keputusan tersebut. Yang jadi sasaran tembak kelas 2, karena dianggap posisinya sama2 sudah membayar uang gedung, katanya. Menurut mereka, mereka dulu masuk ke SD ini dengan MEMBAYAR UANG GEDUNG, kog sekarang dimintai sumbangan sedang kelas 2 kog enggak.
Saya datang rapat, tapi ortu kelas 2 banyak yang gak mau datang, maunya nggrundel sambil bayar kalau emang nanti diminta. Saya gak mau kayak gitu. Buat apa mbayar tapi lokalnya nanti gak berkah?
Ya saya pun mengajukan poin2 di rapat tersebut:
1. Bahwa angkatan Naomi itu masuk dengan aturan BEBAS UANG GEDUNG sedang kelas 3 memang BAYAR UANG GEDUNG. Statusnya sudah beda, kalau saya mau laporkan ini sekolah, urusannya bisa panjang. Waktu diminta nyumbang di akhir tahun ajaran itu statusnya BUKAN UANG GEDUNG tapi kesepakatan dengan komite angkatan naomi MEMBANTU pihak sekolah nambahi kekurangannya.
2. Sudah ada keputusan pleno, kemaren pleno kenapa gak diusulkan? Alasan sungkan gak berani ngomong di pleno itu B**ls**t. Udah pada tua, ya berani lah ngemeng. Apa yang sudah diputuskan pleno ya harus dilaksanakan, apalagi peserta pleno sudah mencapai kuorum dan keputusan yang diambil dengan suara bulat. Kalau mau merubah keputusan ya pleno lagi. Pembengkakan biaya? Ya itu resiko yang ditanggung sekolah ketika mendengarkan satu pihak saja. Gimana suara kelas 4-6? Kenapa suara kelas 3 yang manja ga berani ngomong di pleno tapi merusak tatanan pleno aja yang didenger?
3. Kelas 2 rela harus MENYUMBANG LAGI tapi dengan catatan kelas 6 juga diminta, kan yang diusung kelas 3 adalah slogan SAMA RATA SAMA RASA (udah kayak komunis aje). Ya udah kelas 1-6 semua diminta sumbangannya. Urusan kelas 6 banyak mengeluarkan biaya, minta maaf itu DL yeee keas 2 juga banyak program belajar keluar yang diurus paguyuban dan itu SWADAYA. Jadi masalahnya dimana?
Nah banyak ortu kelas 2 sepokat sama omongan saya. Eh tapi kira2 bener2 gak ini kalau saya dan teman2 bertahan dengan usulan2 di atas?
Menjelang akhir tahun ajaran, ortu murid kelas 1 (waktu itu naomi masih kelas 1) diundangan rapat dengan komite sekolah, pihak yayasan dan sekolah sendiri. Intinya mereka bilang sedang membangun 2 lokal untuk ruang multimedia. Dananya dari DAU dan DAK yang baru disetujui. Sayangnya masih kurang 65 juta lagi. Karena kelas 1 di awal masuk sudah dibilang BEBAS UANG GEDUNG, maka pihak2 tersebut meminta kerelaan ortu kelas 1 untuk menyumbang, nambahi kekurangan tersebut. Ortu kelas 1 rela, dengan minimal sumbangan 300rebu. Dan saya tahu, lebih dari separo ortu murid kelas 1 menyumbang lebih dari 300rebu.
Kemudian kemarin seluruh ortu murid dari kelas 1 mpe kelas 6 (posisi naomi udah kelas 2) diajak rapat pleno dengan komite dan yayasan. Ternyata 2 lokal itu masih menyisakan hutang 50juta lagi. Kelas 1 diminta kerelaannya nyumbang, karena posisinya sama dengan kelas 2, BEBAS UANG GEDUNG. Mereka berkenan menyumbang dengan 300rebu kontan, gak pake batas minimal seperti angkatan naomi dulu. Tapi imbasnya kelas 3-5 diminta nambahi, 200rebuan gitu, baru deh lunas.
Kelas 2 tidak dimintai karena akhir tahun ajaran sudah kasih sumbangan. Sedang kelas 6 tidak diminta karena biaya akhir sekolah itu banyak, begitu alasan yayasan dan komite. Saya memang menanyakan kenapa kelas 2 dan 6 tidak diminta sumbangan. Oke, diketuk palu dong, itu keputusan rapat pleno.
Eh beberapa hari kemudian ada undangan rapat lagi, katanya ada perwakilan kelas 3 yang keberatan dengan keputusan tersebut. Yang jadi sasaran tembak kelas 2, karena dianggap posisinya sama2 sudah membayar uang gedung, katanya. Menurut mereka, mereka dulu masuk ke SD ini dengan MEMBAYAR UANG GEDUNG, kog sekarang dimintai sumbangan sedang kelas 2 kog enggak.
Saya datang rapat, tapi ortu kelas 2 banyak yang gak mau datang, maunya nggrundel sambil bayar kalau emang nanti diminta. Saya gak mau kayak gitu. Buat apa mbayar tapi lokalnya nanti gak berkah?
Ya saya pun mengajukan poin2 di rapat tersebut:
1. Bahwa angkatan Naomi itu masuk dengan aturan BEBAS UANG GEDUNG sedang kelas 3 memang BAYAR UANG GEDUNG. Statusnya sudah beda, kalau saya mau laporkan ini sekolah, urusannya bisa panjang. Waktu diminta nyumbang di akhir tahun ajaran itu statusnya BUKAN UANG GEDUNG tapi kesepakatan dengan komite angkatan naomi MEMBANTU pihak sekolah nambahi kekurangannya.
2. Sudah ada keputusan pleno, kemaren pleno kenapa gak diusulkan? Alasan sungkan gak berani ngomong di pleno itu B**ls**t. Udah pada tua, ya berani lah ngemeng. Apa yang sudah diputuskan pleno ya harus dilaksanakan, apalagi peserta pleno sudah mencapai kuorum dan keputusan yang diambil dengan suara bulat. Kalau mau merubah keputusan ya pleno lagi. Pembengkakan biaya? Ya itu resiko yang ditanggung sekolah ketika mendengarkan satu pihak saja. Gimana suara kelas 4-6? Kenapa suara kelas 3 yang manja ga berani ngomong di pleno tapi merusak tatanan pleno aja yang didenger?
3. Kelas 2 rela harus MENYUMBANG LAGI tapi dengan catatan kelas 6 juga diminta, kan yang diusung kelas 3 adalah slogan SAMA RATA SAMA RASA (udah kayak komunis aje). Ya udah kelas 1-6 semua diminta sumbangannya. Urusan kelas 6 banyak mengeluarkan biaya, minta maaf itu DL yeee keas 2 juga banyak program belajar keluar yang diurus paguyuban dan itu SWADAYA. Jadi masalahnya dimana?
Nah banyak ortu kelas 2 sepokat sama omongan saya. Eh tapi kira2 bener2 gak ini kalau saya dan teman2 bertahan dengan usulan2 di atas?