PDA

View Full Version : si Dul, by Rhenald Kasali



AsLan
13-09-2013, 10:53 AM
KITA tentu tak menyangka bagaimana mungkin seorang bocah berusia 13 tahun sudah dilepas membawa mobil sendiri pada tengah malam.

Memang ia ditemani seseorang, tetapi ia juga masih terbilang bocah. Bukan mengemudi di dekat rumah dengan pengawasan orangtua, melainkan di jalan tol, menempuh jarak yang terbilang jauh. Dan apesnya, enam orang tewas, dan beberapa anak langsung menjadi yatim piatu.

Ini tentu sangat memprihatinkan. Namun setiap kali melihat bagaimana masyarakat mendidik anak-anak, saya sebenarnya sangat khawatir. Tak dapat dipungkiri, tumbuhnya kelas menengah telah menimbulkan gejolak perubahan yang sangat besar.

Namun reaksinya sangat ekstrem: Yang satu mengekang habis anak-anak dengan dogma, agama dan sekolah sehingga melahirkan anak-anak alim yang amat konservatif, yang satunya memberi materi dan servis tiada batas, sehingga menjadi amat liberal.

Di segmen atas anak-anak diberikan mobil, di bawah menuntut dibelikan sepeda motor meski usianya belum 17 tahun. Kebut-kebutan menjadi biasa, korban pun sudah sangat sering berjatuhan. Karena mereka bukan siapa-siapa maka kecelakaan dan kematian yang ditimbulkan tidak masuk dalam orbit media massa. Kematian yang ditimbulkan Dul mengirim sinyal penting bagi kita semua.

Business class
Di pesawat terbang, mungkin hanya di Indonesia, Anda bisa menyaksikan keluarga-keluarga muda membawa anak-anaknya duduk di kelas bisnis. Dua orang baby sitter, duduk sedikit di belakang, tak jauh dari batas kelas eksekutif mengawal anak-anak yang sudah bukan bayi lagi itu. Di masa liburan, bukan hal aneh menemukan keluarga menunggu di business lounge, dan naik pesawat dengan tiket termahal.

Sayang sekali, cara makan anak-anak belum dididik layaknya kelas menengah. Berteriak-teriak di antara kalangan bisnis, makan tercecer di jalan, dan di atas pesawat memperlakukan pramugari seperti pembantunya di rumah. Sebentar-sebentar bel dipijit, dan pramugari bolak-balik sibuk hanya melayani dua orang kakak-beradik yang minta segala layanan. Menjelang tiba di tujuan, orangtua baru mulai menyentuh anak-anaknya, dibantu baby sitter yang terlihat gelisah. Orangtua mereka umumnya adalah pemilik areal pertambangan, pedagang, atau ada juga seleb-seleb muda yang belakangan banyak bermunculan. Ayah dan ibu memilih tidur.

Jarang ditemui percakapan yang memotivasi, atau mengajarkan sikap hidup. Paling banter, mereka bermain video game, dari iPad yang dibawa anaknya. Padahal di luar negeri, iPad adalah alat kerja eksekutif yang dianggap barang mewah. Kesulitan orangtua tentu bukan hanya berlaku bagi kelas menengah saja. Di taman kanak-kanak yang diasuh istri saya di Rumah Perubahan, di tengah-tengah kampung di dekat Pondok Gede hal serupa juga kami temui. Belum lama ini sepasang suami-istri menitipkan anaknya untuk sekolah di tempat kami, dan setelah mengecek status sosial-ekonominya, anak itu pun diputuskan untuk diterima.

Namun ada yang menarik, setelah diobservasi, anak berusia lima tahun itu seperti belum tersentuh orangtuanya. Ia seperti rindu bermain, motorik halus dan kasarnya belum terbentuk, jauh tertinggal dari teman-teman sebayanya. Setelah dipelajari dan orangtua diajak dialog, kami menjadi benar-benar paham pergolakan apa yang tengah terjadi dalam masyarakat kita. Orangtua selalu mengatakan, “Saya bekerja keras untuk menyiapkan masa depan anak-anak. Saya juga sering mengajak mereka berlibur”. Namun, anak-anaknya menyangkal semua pemberian itu.

Faktanya, anak-anak tak terbentuk. Sikap sosialnya, termasuk modal dasar yang disebut para ahli pengembangan anak sebagai executive function dan self regulation tidak terbentuk. Orangtua hanya fokus pada kemampuan anak berhitung dan membaca. Padahal, mereka juga harus pandai mengelola “air traffic control” yang ada dalam pikiran anak-anaknya agar kelak mampu menjadi insan mandiri yang bertanggung jawab.

Executive function
Anak-anak kita menghadapi dunia baru yang benar-benar berbeda dengan kita, sehingga mudah sekali “berpaling” dari hal-hal rutin seperti sekolah dan belajar. Mereka hidup dalam dunia yang penuh dengan “gangguan” (distraction) seperti sosial media dan telekomunikasi yang saling bersahutan. Kita semua akan sangat kesulitan menjaga dan membimbing anak-anak kita bila modal dasar executive function tidak ditanam sejak dini. Apalagi bila sekolah hanya fokus pada angka dan huruf, seakan-akan pengetahuan dan rumus adalah segala-galanya.

Menurut berita yang saya baca, Dul ternyata sudah sejak Juni lalu tak sekolah. Saya tak tahu tentang kebenaran berita ini. Tetapi Minggu dini hari dia masih mengendarai mobil, mengantar pacar lewat jalan tol, tentu mengindikasikan anak itu (ini juga bisa terjadi pada anak-anak kita, bukan?) telah hidup dalam abad distraction, sulit untuk fokus sekolah dan belajar. Studi-studi tentang executive function dalam child development antara lain banyak bisa kita temui dalam buku dan video yang diberikan psikolog-psikolog terkemuka, seperti Ellen Galinsky dan Debora Philip.

Mereka menemukan, di abad ini, anak-anak perlu mendapat fondasi hidup yang jauh lebih penting dari sekadar tahu angka dan huruf. Anak-anak itu perlu dilatih tiga hal: Working memory, Inhibitory control, dan Mental flexibility. Ketiga hal itulah yang akan membentuk generasi emas yang bertanggung jawab dan produktif. Mereka sedari dini perlu dibentuk cara bekerja yang efektif, fokus, tahu dan bekerja dengan aturan, sikap positif terhadap orang lain, mengatasi ketidaknyamanan, dan permintaan yang beragam, serta cara mengelola informasi yang datang bertubi-tubi.

Pikiran mereka dapat diibaratkan menara Air Traffic Control di Bandara Cengkareng dengan ratusan pesawat yang datang dan pergi, semua berebut perhatian dengan sejuta masalah yang harus direspons cepat. Maka itu, masalah Dul bukanlah sekadar masalah Ahmad Dhani yang menjadi seleb, atau masalah keluarga broken home. Ini adalah masalah kita bersama, masalah yang dihadapi anak-anak kita. Dari kita yang tidak fokus dan sibuk mencari uang atau mengurus orang lain. Kita yang dibentuk oleh sistem pendidikan model revolusi industri yang masih berpikir cara lama.

Ditambah guru-guru yang juga banyak tidak fokus, tidak paham problem yang dihadapi generasi baru, yang punya ukuran kecerdasan menurut versi mereka sendiri, dalam model persekolahan yang materialistis dan old fashion. Sekolah yang menjenuhkan dan tidak membuka fondasi yang diperlukan anak-anak sehingga mereka lari dari rutinitas.

Ini pun sama masalahnya dengan orangtua yang lari dari dunia nyata dan berlindung dalam benteng-benteng dogma dengan menyembunyikan anak dari dunia riil ke tangan kaum konservatif yang menjadikan anak hidup dalam dunia yang gelap dan steril. Anak-anak kita perlu pendekatan baru untuk menjelajahi dunia baru. Mereka perlu dilatih keterampilan-keterampilan hidup, fokus dan selfregulations, menjelajahi hidup dalam aturan, yang ditanam sedari usia dini.

RHENALD KASALI
Pendiri Rumah Perubahan

kupo
13-09-2013, 10:59 AM
saya setuju sama pendapat pak Rhenald.. :-bd

itsreza
13-09-2013, 11:08 AM
KM merupakan salah satu produk abad gangguan. Jangankan diakses
anak-anak, situs ini diakses dewasa yang telah berkembang dan tahu
cara bekerja efektif pun tetap dapat mengurangi produktivitas.

ndugu
13-09-2013, 11:38 AM
KM merupakan salah satu produk abad gangguan.
ntah bagaimana dengan yang laen
yang pasti saya sendiri juga merasa produk abad gangguan. kerasa banget attention span saya cukup pendek. sangat mudah terganggu (distracted) dan susah fokus. ::arg!::

TheCursed
13-09-2013, 11:46 AM
Naaaa....h.
Gue ngga' nyalahin internet(atau KM).
Gue emang udah di curigai ADHD sejak jaman gue SD. ;D

ndugu
13-09-2013, 12:05 PM
saya liat sodaraku juga ada yang begitu, malah lebih parah. susah diajak ngomong mata ke mata, karena pandangan dan perhatian dia sering teralih ke hal2 laen (seperti gadget, dll), menjawab pun seperti tidak fokus mendengar. padahal dulu kecil ngga begitu, jadi saya tau itu bukan adhd.

saya sedikit begitu juga, walo dengan cara yang berbeda (saya masih bisa tetep menjaga pandangan mata kalo berbicara), tapi kadang kurang bisa fokus dengan isi. dan bahkan saat beraktivitas yang laen, juga kurang bisa fokus. dan saya menyalahkan teknologi juga :cengir:

cha_n
13-09-2013, 12:30 PM
teknologi itu bagai pisau bermata dua.
saya pribadi juga kadang teralihkan gara2 gedget. emang butuh selfcontrol yang besar untuk tetap fokus. harus punya aturan main sendiri.
misal kapan aku harus fokus main sama anak2. kapan harus fokus belajar,kapan aku punya "me time" dlsb

ndugu
13-09-2013, 12:41 PM
nah itu keywordnya, self control :cengir: teori sih udah ada, tapi disiplin yang ga ada

eh tapi buatku kadang diluar disiplin aja lho. biarpun saya sudah 'disiplin' melakukan aktivitas itu, tapi masih susah fokus. misalnya contoh tadi, saat berbicara dengan orang, saya dengan sadar membuat keputusan untuk tetep mendengarkan dan memperhatikan (at least saya kelihatan seperti itu), tapi internally saya tau perhatiannya kurang bisa dipertahankan. dan ini tidak hanya untuk aktivitas berbicara aja ya, kadang hal2 laen juga begitu. perhatian sangat mudah teralihkan.

tuscany
13-09-2013, 03:33 PM
Penyakitnya pada samaan ya ::elaugh::

Pas kerja kudu nyabar2in hati supaya nggak buka KM sering-sering, kalo nggak target bakal meleset lalu malah tambah susah recovery.

Porcelain Doll
13-09-2013, 08:33 PM
nah kalo gitu tadi g udah lumayan berhasil ya berkonsentrasi
nyaris 8 jam sibuk ngurusin kue tanpa teralihkan sama gadget
paling lirik tv bentar, tapi tangan masih utak-atik kue

noodles maniac
13-09-2013, 09:11 PM
Rhenald Kasali emang top :-bd

Setuju banget sama yang ini..


Anak-anak kita menghadapi dunia baru yang benar-benar berbeda dengan kita, sehingga mudah sekali “berpaling” dari hal-hal rutin seperti sekolah dan belajar. Mereka hidup dalam dunia yang penuh dengan “gangguan” (distraction) seperti sosial media dan telekomunikasi yang saling bersahutan.


Anak-anak itu perlu dilatih tiga hal: Working memory, Inhibitory control, dan Mental flexibility. Ketiga hal itulah yang akan membentuk generasi emas yang bertanggung jawab dan produktif. Mereka sedari dini perlu dibentuk cara bekerja yang efektif, fokus, tahu dan bekerja dengan aturan, sikap positif terhadap orang lain, mengatasi ketidaknyamanan, dan permintaan yang beragam, serta cara mengelola informasi yang datang bertubi-tubi.

Bi4rain
13-09-2013, 10:45 PM
parenting skill itu perlu dipupuk. Kadang memang orang tua, sudah ditambah kesibukan bekerja, ga didukung pula dengan pengetahuan tentang pendidikan perkembangan anak.
Dengan artikel ini, gw jadi pengen state ke para parents supaya lebih sering ikutan seminar pendidikan anak atau seminar parenting buat cari info juga tentang pengasuhan anak yang benar.
miris juga sih sekarang, emang bener yang diomongin, anak pada dikasih pembantu klo ga yaaa...daripada ganggu kesibukan malah dikasih gadget aja.
ga berkembang dong sebagai manusia yang utuh.

mbok jamu
14-09-2013, 12:20 PM
Hmm.. mbok koq pesimis ya. Sering baca tulisan-tulisan cerdas seperti ini tapi mbok ndak melihat perubahan ke arah itu. Orangtua sekarang sepertinya yakin that their kids will be just fine, regardless. Dan ndak hanya di kota-kota besar dan anak-anak kelas menengah, di kampung pun mbok lihat sendiri anak-anak kecil sudah mengendarai motor tanpa helm, kakinya saja belum bisa nginjek tanah sangkin kecilnya. Di mana-mana seperti ndak ada common sense lagi. CMIIW.

ndugu
14-09-2013, 12:30 PM
mungkin gaji babysitter perlu dinaekkan
dengan demikian ortu bakal mikir2 dulu sebelum hire babysitter, and perhaps handle anak sendiri :cengir:

AsLan
14-09-2013, 01:37 PM
handle anak sendiri sambil main bb... mending pake suster

BundaNa
14-09-2013, 04:19 PM
handle anak sendiri sambil main bb... mending pake suster

gw pegang anak sendiri, sambil masak, sambil pegang hp, sambil bersih2 rumah, sambil bawa motor. salah?

cha_n
14-09-2013, 05:23 PM
lipet2 aja si aslan bun

itsreza
14-09-2013, 06:26 PM
jadi siapa yang salah terus kenapa dia salah?

Bi4rain
14-09-2013, 09:32 PM
Hmm.. mbok koq pesimis ya. Sering baca tulisan-tulisan cerdas seperti ini tapi mbok ndak melihat perubahan ke arah itu. Orangtua sekarang sepertinya yakin that their kids will be just fine, regardless. Dan ndak hanya di kota-kota besar dan anak-anak kelas menengah, di kampung pun mbok lihat sendiri anak-anak kecil sudah mengendarai motor tanpa helm, kakinya saja belum bisa nginjek tanah sangkin kecilnya. Di mana-mana seperti ndak ada common sense lagi. CMIIW.

itu sebabnya klo mau bina anak harus mulai dari ortu-nya dulu...

noodles maniac
15-09-2013, 08:29 AM
kalo gak sanggup dibina gimana, bi? dibina...sakan yah ;D

itsreza
15-09-2013, 04:22 PM
wah kalau begitu caranya siap-siap aja noodle dan fere musnah -_-

tuscany
15-09-2013, 05:00 PM
jadi siapa yang salah terus kenapa dia salah?
Kurang kereatif nih, one linernya kopi paste dari tret lain -_-

serendipity
15-09-2013, 06:28 PM
Agak bingung dengan kesimpulan dari tulisan Pak Rhenald, hanya sebatas menuntut supaya orang tua lebih perduli ama anak-anaknya tapi gak memberikan solusi.
Kalau aja semua orang tua bisa kerja langsung dari rumah, (ini semua loh) terus pasti gak ada masalah donk
Yang namanya orang tua harus nyari uang juga donk, gak mungkin dia di rumah mulu. Gimana nyari duitnya? gimana dia bisa bayar uang sekolah anak?
Orang yg kekayaannya udah statusisasi kemakmuran aja pasti ada batasnya tuh duit. Gimana yang menengah?
Please lah gak ada yang ideal di dunia ini ;D
IMO kalo mau nyuruh orang tua gak pake baby sitter, itu masih masuk akal. Nyuruh orang tua gak kasih tablet dan gadget, masih oke.

gw punya temen guru SD yg bayaran sebulannya mahal banget uang sekolahnya. menurut dia gak gampang nyuruh anak untuk pegang pensil, pulpen, karna anak-anak udah dikasih tablet

senaik-naiknya gaji baby sitter, tetep aja kaum jet z bisa bayar.. dan dgn gitu anak jadi diurus kan.. Gak mungkin ibu bapak kerja, anak gak diurus
Kecuali hidup di jaman belom ada baby sitter dan pembantu ;D
Tapi gw pribadi setuju jika ada ibu-ibu RT yg kerjaannya masih bisa di handle, sebaiknya pake pembantu aja. Gak usah pake baby sitter

noodles maniac
15-09-2013, 06:46 PM
Kurang kereatif nih, one linernya kopi paste dari tret lain -_-

Si reza emang gak kreatif, baru tau ya? -_-

---------- Post Merged at 05:46 PM ----------
serendipity berani punya anak, berani bertanggung jawab dong ah. Gak cuma tanggung jawab untuk mempermakmurkan, meningkatkan stabilisasi keluarga yang ada dan malah jangan sampe mempersuram labil ekonomi yang terjadi. Anak-anak juga butuh peran ortu agar harmonisisasi hal-hal terkecil sampe terbesar tetep bisa terjadi, basically -_-

serendipity
15-09-2013, 07:13 PM
serendipity berani punya anak, berani bertanggung jawab dong ah. Gak cuma tanggung jawab untuk mempermakmurkan, meningkatkan stabilisasi keluarga yang ada dan malah jangan sampe mempersuram labil ekonomi yang terjadi. Anak-anak juga butuh peran ortu agar harmonisisasi hal-hal terkecil sampe terbesar tetep bisa terjadi, basically -_-

ember'an cyyn. masa mau enaknya doank pas bikinnya
Yang ada jadi kontroversi hati, anaknya kan kasian pas udah gede gak bisa mengontrol emosi.
Basically, anak itu harus punya pendirian. Dan pendirian yg diberikan berupa petuah dan nasihat. Bukan cuma statusisasi kemakmura aja.
Pas masih kecil anaknya makmur, belom tentu pas udah besar ekonominya jadi labil.
Meskipun her/his birthday from New York, belom tentu pas udah gede bisa sukses di New York ;D

BundaNa
15-09-2013, 08:26 PM
Sorry, masing2 ortu punya cara sendiri ngadepin anak2nya, dan itu ga bisa general kasih advisenya. Masalah konsumerisme pada anak itu adalah pola asuh sejak dini. Gw ga ngelarang anak2 punya gadget, tapi gw tekankan nabung kalo pengen dan kudu dibatesi sama ortunya. Naomi kemarin beli android2an juga karena nabung 3 bulanan, makenya juga harus minta ijin ama emaknya

Bi4rain
15-09-2013, 09:34 PM
haish...ini kok pada pake bahasa vicky-nisme semua ya::doh::


kalo gak sanggup dibina gimana, bi? dibina...sakan yah ;D
kok pake kata ga sanggup sih? ga sanggup apanya dulu, ga sanggup karena masalah ekonomi, karena kesibukan, atau??

klo ada kemauan, pasti ada jalan. taruh kata emang ga semua orang ekonominya sama, bisa memperkuat diri dengan seminar, atau sibuk, setidaknya dia bisa tanya2 atau rajin involve dengan anaknya, misal tanya2 guru gimana anaknya, atau ajak ngobrol anaknya sekali-kali....atau baca artikel/nonton talkshow berkaitan masalah anak.....asal mau repot

cha_n
16-09-2013, 12:01 AM
Agak bingung dengan kesimpulan dari tulisan Pak Rhenald, hanya sebatas menuntut supaya orang tua lebih perduli ama anak-anaknya tapi gak memberikan solusi.
Kalau aja semua orang tua bisa kerja langsung dari rumah, (ini semua loh) terus pasti gak ada masalah donk
Yang namanya orang tua harus nyari uang juga donk, gak mungkin dia di rumah mulu. Gimana nyari duitnya? gimana dia bisa bayar uang sekolah anak?
Orang yg kekayaannya udah statusisasi kemakmuran aja pasti ada batasnya tuh duit. Gimana yang menengah?
Please lah gak ada yang ideal di dunia ini ;D
IMO kalo mau nyuruh orang tua gak pake baby sitter, itu masih masuk akal. Nyuruh orang tua gak kasih tablet dan gadget, masih oke.

gw punya temen guru SD yg bayaran sebulannya mahal banget uang sekolahnya. menurut dia gak gampang nyuruh anak untuk pegang pensil, pulpen, karna anak-anak udah dikasih tablet

senaik-naiknya gaji baby sitter, tetep aja kaum jet z bisa bayar.. dan dgn gitu anak jadi diurus kan.. Gak mungkin ibu bapak kerja, anak gak diurus
Kecuali hidup di jaman belom ada baby sitter dan pembantu ;D
Tapi gw pribadi setuju jika ada ibu-ibu RT yg kerjaannya masih bisa di handle, sebaiknya pake pembantu aja. Gak usah pake baby sitter

ga usah bingung. coba pegangan dulu xixixi...

kalau saya coba menyederhanakan, anak sejak dini harus diajari prioritas, dibiasakan disiplin, aware ama lingkungan tapi di sisi lain ga buta teknologi juga.
beratkah? iya berat banget dan beda banget tantangannya dibanding masa dulu.

pak rhenald menekankan ortu untuk sadar soal perbedaan itu, malah dia kasih solusinya. ga mungkin juga dia kasih solusi sampai detail ya. kan tiap orang beda2 kondisinya. tapi dia meneropong masalahnya secara umum.

lalu gimana tuh caranya? kalau bundana salah satunya dengan mendidik anaknya dengan tanggung jawab, juga kerja keras. dapat sesuatu harus usaha dulu. dengan apa yang diutarakannya pun dia ga bisa sembarangan make. harus izin.

kalau saya, di luar sekolah dan mengaji anak2 ada waktu wajib main ke luar rumah. dulu mah mana ada main diwajibkan. kalau sekarang, ada internet, tablet,tv, harus dipaksa main fisik.
itu salah satunya ya.

saya juga perlu menjelaskan bagaimana internet digunakan dengan positif. minimal belajar mengetik untuk bisa mendapatkan video tentang bus kesukaan mereka. dlsb.

sebagai ortu saya sangat sadar masih perlu banyak belajar lagi dan lagi. saya yakin semua ortu punya perasaan itu.
tapi sangat tidak etis kalau orang lain yang tidak tahu kondisi internal suatu rumah tangga generalisasi dan menghakimi orang lain ;)

noodles maniac
16-09-2013, 06:14 AM
haish...ini kok pada pake bahasa vicky-nisme semua ya::doh::


kok pake kata ga sanggup sih? ga sanggup apanya dulu, ga sanggup karena masalah ekonomi, karena kesibukan, atau??

klo ada kemauan, pasti ada jalan. taruh kata emang ga semua orang ekonominya sama, bisa memperkuat diri dengan seminar, atau sibuk, setidaknya dia bisa tanya2 atau rajin involve dengan anaknya, misal tanya2 guru gimana anaknya, atau ajak ngobrol anaknya sekali-kali....atau baca artikel/nonton talkshow berkaitan masalah anak.....asal mau repot

Soal yang dibina..sakan itu its just a joke kok bi ;))

the point is... bang Rhenald ngasih tau betapa pentingnya peran dan tanggung jawab ortu sebagai gatekeeper utama pendidikan dan perkembangan anak harus senantiasa aware dan protective at the same time. Bener kata cha_n bahwa jaman sekarang tantangannya lebih sulit, mereka harus membekali anak-anak mereka dengan nilai-nilai, norma, moral, agama, etika, sopan santun, ilmu pengetahuan, teknologi, mengembangkan keahlian&bakat anak-anak mereka di saat yang bersamaan. Sementara sebagian ortu agar bisa mensupport misi jangka panjang kepada anak-anaknya itu mau gak mau menuntut keduanya harus bekerja. Dilema sih...:sigh:

Kalo gak sanggup yah...SHHANGGUPIN...... :nunjuk:

http://1.bp.blogspot.com/-YioxQXcsgzY/UfvIo_M2VqI/AAAAAAAABhA/Y9OCoJyKvrY/s1600/BP2bIu7CIAIMq8M.jpg

::hihi::

BundaNa
16-09-2013, 06:50 AM
Pas baca2 di trit ini, jujur saya geli sendiri. Yg blum merasakan 24 jam
sehari, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan, 12 bulan setahun ngasuh anak
komengnya selalu blame the parent ::hihi:: seperti dulu waktu saya gadis, misuh2 dan menyalahkan si emak ketika di bis liat anak2 rewel dan emaknya ga bisa ngatasin. Begitu punya anak, saya menyadari, emang ga
mudah ngasuh anak.

Segala teori dan pengetahuan yg kita dapet dari baca2 atopun diskusi
suka mentok ketika saya langsung berhadapan dgn yg namanya namanya naomi dan nadhira. Mereka bukan robot dan remote saya yg pegang. Mereka adalah pribadi yg memang harus diasuh dan dididik oleh saya dan hubby
dgn cinta. Ibaratnya, ngasuh anak itu bukan eksakta, ilmu pasti. Tapi ilmu jiwa, ilmu hati. Masing2 beda nerapinnya.

cha_n
16-09-2013, 09:07 AM
Yup begitulah bun. apalagi kalau anaknya berkebutuhan khusus. makin ekstra tuh penanganannya.
maka itu seperti pak rhenald bilang, di satu sisi ada yang ga aware, di sisi lain ada yang over protektif. trus gimana supaya seimbang? tantangan masing2 ortu

serendipity
16-09-2013, 10:06 AM
sebagai ortu saya sangat sadar masih perlu banyak belajar lagi dan lagi. saya yakin semua ortu punya perasaan itu.
tapi sangat tidak etis kalau orang lain yang tidak tahu kondisi internal suatu rumah tangga generalisasi dan menghakimi orang lain ;)

wah kok jadi mengeneralisasi gini ya pembahasannya? ::hihi::

saya justru gak menghakimi loh. Makanya ta sarankan untuk meng-hire pembantu. Karna saya sadar gak semua orang bisa jadi superman, ngurusin semua sendirian
Postingan saya kalo dibaca lebih baik lagi, justru ingin mengatakan bahwa gak bisa menghakimi rumah tangga orang lain.. kepada org2 disini.
Which is orang2 yg keliatan menghakimi rumah tangga org belom punya anak, belom ngerasain susahnya ngurusin anak-anak kan.
Saya justru pengen bilang, kalo misalnya Maia (mamanya Dul) yg punya 3 anak dan harus mempekerjakan pembantu dan baby sitter... adalah suatu yg normal.
Saya sering ngeliat tante yg punya 3 anak, kerjaannya nyetir buat antar jemput anaknya doank. Sessekali kerja. Saya malah kasian ama dia, karna akhirnya fisiknya sering down,. Gak bisa merawat dirinya sendiri. Tapi ya meskipun dia bisa pake pembantu. Tapi tetep aja dia gak mau pake pembantu

Sepertinya banyak yg salah paham nih baca postingan saya ::bye::

itsreza
16-09-2013, 10:27 AM
Belum punya anak, tapi benar mengasuh anak itu tidak mudah. Jadi mereka yang
belum merasakan sendiri mengasuh anak, baiknya tidak menghakimi para orang tua.
Pamali ;)

Kenapa tidak diberikan pada pengasuh? IMHO, secara alami orang tua ingin melihat
perkembangkan anaknya secara langsung. Sehingga banyak yang memilih mengasuh
sendiri, tentunya selama mereka merasa mampu. Dengan demikian dapat menanam
nilai yang mereka miliki pada anaknya. Karena beda tangan beda asuhan :)

spears
16-09-2013, 05:02 PM
mendidik anak emang butuh kesabaran. gw jadi pengen tau, gmana ya dulu bo-nyok mendidik gw en sodara2 gw sampe ga napsu sama yg namanya narkoba?or minimal rokok? ga suka bolos, miras, jalan mpe malem..or seks bebas?
gw mpe nanya bo-nyok, tapi jawabannya aneh " wah, gmana ya? ga tau juga. emang kalian udah dari sononya nggak bandel kali.."
::doh::





gw nggak bilang klo gw adalah anak yg sempurna ya..
nggak..sama skali nggak begitu. adalah, gw bandel2 dikit pas jadi anak::oops::
tp alhmd bukan bandel yg bikin ortu malu or menderita


jadi sampe skrg gw juga masih mencari formula, resep gmana biar anak gw nanti tumbuh menjadi pribadi mantap dan ga nyusahin ortunya::maap::

Oh iya, di instagram gw ada follow emak2 yg kayaknya profesinya guru SD bersertifikat sarjana pendidikan anak (sepertinya)
Baca2 ceritanya dia asyik juga, kadang jadi bahan pencerminan diri. Ada satu cerita yg menarik
gini postingannya :


http://i39.tinypic.com/yj7v6.jpg
Sebenarnya Kiara siswi yg pandai..hanya kebiasaan berinteraksi dengan benda2 itu mengganggu konsentrasinya. Mommy ajak bicara mommynya. Mommy tanya daily routine Kiara seperti apa. Ternyata mommy menemukan hubungan kebiasaan ini dengan pola didik maminya. Maminya full time employee...Kiara dari bayi diasuh oleh baby sitter...dan hobbynya adalah menonton TV dan DVD. nyaris menonton TV di setiap waktu luangnya. dan film kesukaannya adalah Handy Manny si ahli perkakas yg perkakasnya (obeng,tang) bisa bicara. mommy sarankan si mami menghubungi psikiater...karena jejalan tayangan handy manny dari usia bayi dan tanpa pendampingan saat menonton sangat mempengaruhi Kiara murid mommy yg cantik ini...daan kebisaan ini berkurang kalau mommy mengajaknya bermain...ngobrol.dl dsb...sepertinya kebiasaan ini pelarian karena Kiara kesepian anak tunggal mami papi kerja plus menonton tayangan TV tanpa pendampingan. Kids need Us dear parents! lets give more attention to our kids.#justshare for more happy kids in the world


Duh, merasa tertohok bacanya.
Soalnya, pengalaman pribadi.
Klo disuruh jagain ponakan atau anak temen or anak orang, supaya simple biar ga rewel memang suka gw kasih nnton tv, or main gadget...(anak jaman skrg mainannya ud touchscreen ya..ga kayak kita dulu)
Nggak nyangka deh, yg simple kayak gitu aja trnyata punya impact gede bgt buat psikologisnya mereka. duh kacian.
Gw juga suka liat temen2 gw yg ngasuh anaknya, kalo rewel suka dikasih TV atau tablet.
Padahal sih TV itu nggak menyelesaikan masalah, tapi cuman men-distract anak spy lupa sama “alasan utama” kerewelannya yah...
Itulah... yg tua2 ini mnurut gw ikut bersalah krn yg pertama bikin anak2 mereka ke “distract”
Padahal biasanya anak rewel krn minta perhatian aja. Diajak ngobrol juga selesai.
Tapi kita yg suka nyari jalan pintas,
Biar nggak capek.
What a selfish human being.

Bi4rain
16-09-2013, 10:30 PM
@nudel: i know it's a joke bro, santaiii *pikunya::ngakak2::


gw belum punya anak, dan tidak mengeneralisasi keluarga manapun.

dalam kasus yang menjadi topik utama posting #1 kan kontrol orang tua yang sudah tidak wajar, memberi kebebasan, dalam hal ini mobil en 'ijin' setir.
Oleh itu gw bilang, orangtua perlu menggali lagi info parenting, entah itu dari sumber media, guru, maupun sesama ibu-ibu. Karena, ada sekolah buat anak, tapi ga ada sekolah khusus buat orang tua.
bisa saja hal yang kita anggap di luar kewajaran, oleh karena kesibukan, pola hidup, atau kebiasaan masing-masing malah dianggap hal yang biasa atau ga masalah...yang ternyata ngejerumusin anak (kayak contohnya mbok, anak tetangga pada berkeliaran naik motor padahal kakinya aja belum mantap nahan motor via jejakin tanah)
Jadi kontrol orangtua yang menurut gw peran yang besar. Bukan juga bermaksud nyalahin orang tua. Kesian juga dikit2 anak bermasalah, orangtua yang kena, padahal orangtua kan mengupayakan kehidupan anak ga cuma dari satu atau dua segi, mis: ekonomi, dll
tapi selama mereka masih anak, masih dibawah pengawasan ortu, dan imho sih emang yang ditekankan dalam artikel ya peran orang dewasa (ortu/guru).

gw sih menangkapnya bahwa sebagai orang yang menangani anak (baik orangtua/guru) ya memang harus terus belajar supaya bisa mengajari.

---------- Post Merged at 09:24 PM ----------


@nudel: i know it's a joke bro, santaiii *pikunya::ngakak2::


gw belum punya anak, dan tidak mengeneralisasi keluarga manapun.

dalam kasus yang menjadi topik utama posting #1 kan kontrol orang tua yang sudah tidak wajar, memberi kebebasan, dalam hal ini mobil en 'ijin' setir.
Oleh itu gw bilang, orangtua perlu menggali lagi info parenting, entah itu dari sumber media, guru, maupun sesama ibu-ibu. Karena, ada sekolah buat anak, tapi ga ada sekolah khusus buat orang tua.
bisa saja hal yang kita anggap di luar kewajaran, oleh karena kesibukan, pola hidup, atau kebiasaan masing-masing malah dianggap hal yang biasa atau ga masalah...yang ternyata ngejerumusin anak (kayak contohnya mbok, anak tetangga pada berkeliaran naik motor padahal kakinya aja belum mantap nahan motor via jejakin tanah)
Jadi kontrol orangtua yang menurut gw peran yang besar. Bukan juga bermaksud nyalahin orang tua. Kesian juga dikit2 anak bermasalah, orangtua yang kena, padahal orangtua kan mengupayakan kehidupan anak ga cuma dari satu atau dua segi, mis: ekonomi, dll
tapi selama mereka masih anak, masih dibawah pengawasan ortu, dan imho sih emang yang ditekankan dalam artikel ya peran orang dewasa (ortu/guru).

gw sih menangkapnya bahwa sebagai orang yang menangani anak (baik orangtua/guru) ya memang harus terus belajar supaya bisa mengajari.

---------- Post Merged at 09:30 PM ----------


Duh, merasa tertohok bacanya.
Soalnya, pengalaman pribadi.
Klo disuruh jagain ponakan atau anak temen or anak orang, supaya simple biar ga rewel memang suka gw kasih nnton tv, or main gadget...(anak jaman skrg mainannya ud touchscreen ya..ga kayak kita dulu)
Nggak nyangka deh, yg simple kayak gitu aja trnyata punya impact gede bgt buat psikologisnya mereka. duh kacian.
Gw juga suka liat temen2 gw yg ngasuh anaknya, kalo rewel suka dikasih TV atau tablet.
Padahal sih TV itu nggak menyelesaikan masalah, tapi cuman men-distract anak spy lupa sama “alasan utama” kerewelannya yah...
Itulah... yg tua2 ini mnurut gw ikut bersalah krn yg pertama bikin anak2 mereka ke “distract”
Padahal biasanya anak rewel krn minta perhatian aja. Diajak ngobrol juga selesai.
Tapi kita yg suka nyari jalan pintas,
Biar nggak capek.
What a selfish human being.

iya, klo kata salah satu konsultan anak khusus bagi orangtua anak bu cynthia *er..saya lupa ini dari mana, padahal seminarnya baru bulan lau
kebanyakan orangtua memang memilih memberi anak ipad supaya mereka bisa melakukan hal yang lain
cara paling simpel dan efektif agar perhatian anak teralihkan sementara, tapi emang efeknya anak ga ter-connect dengan kondisi dunia nyata
it robs them from empathy, time management, and mostly social skills

memang bagusnya sih ikut terjun terlibat sama anak, tapi capeknya itu looh::doh::
apalagi yang tipe 'ngerjain semua sendiri'

noodles maniac
16-09-2013, 11:20 PM
Artikelnya bagus, spears :-bd

Kelatannya sepele banget yah... cuman gara-gara tuh anak dijejelin nonton Handy Manny dari kecil jadi kayak autis gitu.

Btw real case di keluarga gw...

Kakak #1 (kakak cewek) di Jakarta, dosen dengan jadwal kerja yang ketat tapi tiap pagi masih sempet nyiapin sarapan, dan ngasih perhatian ke-4 anaknya, masih bisa ngajak main, mendongeng bahkan bernyanyi. Hasilnya? sumpeh ponakan-ponakan gw aktif, kecerdasan sosialnya baik, kritis banget mpe gw kelabakan kalo mereka dah tanya macem-macem :terpojok:

Kakak #2 (kakak cewek) di Semarang, guru SMK dengan jadwal kerja yang gak terlalu ketat, sebenernya punya banyak waktu dan perhatian buat ke dua anaknya, boro-boro mendongeng apalagi bernyanyi. Hasilnya? sumpeh ponakan-ponakan gw gak ngerti sopan santun, seringkali malu-maluin sikap dan kata-katanya, keliatan banget kalo lagi ngambek tuh butuh perhatian, ngambeknya ngamuk-ngamuk :iamdead:

Emak gw, ibu RT. Punya 5 anak, 4 diantaranya budak-budak baong gelo pisan :beliz:. Gw bisa bilang emak gw berhasil mendidik kesemua anaknya jauh dari free ***, narkoba, tawuran, bawa motor/mobil sembarangan, karena emak gw memberikan perhatian lebih yang bahkannn masih kami dapatkan hingga sekarang. Meski kami semua umurnya udah di atas 20-an jangan heran kalo emak gw cerewet dan bawel kalo kami main ke luar rumah mpe malem dan gak pulang-pulang. Nginep? haha siap-siap aja bikin laporan yang bagus buat emak gw kalo gak mo kena ocehan sepanjang hari ;D

tuscany
17-09-2013, 07:15 PM
Jadi ingat prinsip beberapa teman yang sudah punya anak. Anak mending nonton TV dari pada dibiarin main di luar, nggak ada yang jaga. Ibu bapak sibuk juga di rumah masak nyuci betulin genteng dsb. Dulu sih aku manggut2 aja, dalam hati mikir apa nggak bosan si anak nonton TV sepanjang hari.

Pas jaga ponakan kadang aku bawa mereka keluar jalan di sekitar rumah supaya ada pemandangan lain. Mereka seneng banget. Waktu memang hal terbaik yang bisa diberikan pada orang-orang tercinta.

Alethia
19-09-2013, 08:29 AM
Ketika anak dianggap hasil buah cinta dr perkawinan,
Suatu keharusan sblm jd tua dan ga laku,
Penerus keluarga,
Dan embel embel kodrati lainnya.
Maka anak akan tumbuh menjadi sebuah simbol sosial, sebuah produk reproduksi
Padahal anak adalah jiwa suci, titisan ilahi, bukan titipan semata

orangtua harusnya belajar dari anak
Bercermin diri dari anak

Sungkan dan hormat pada jiwa anak, bkn diperlakukan dgn dangkal
Disumpal mainan agar urung nakal.
Dicecoki mata pelajaran tanpa pengertian.
Tidak diberi kesempatan melawan.

ironisnya, ahmad dhani pernah blg
semua perempuan bs melahirkan, tp tdk semua orang bisa jadi ibu.
Ah, ternyata, demikian juga pada lelaki.

---------- Post Merged at 07:29 AM ----------

Tidak semua yang ber p enis itu lelaki, karena dorce dipgl bunda
Tidak semua omongan mario teguh itu memukau, krn toni blank jg exist di yutub.

spears
19-09-2013, 01:05 PM
Nah itu gw setuju. Anak adalah jiwa independence.
Ortu tdk berhak mengatur atau menjadikan anaknya sebagai perbaikan dirinya yg gagal.
Dlm arti klo dia dlunya pengen begini..tp krn ga kesampean...maka anaknyalah yg harus menggapai cita2nya yg ga kesampean itu.
Imho..bukan cuma anak yg bs durhaka kpd ortu.
Tp ortu pun bs durhaka kpd anak.


Tp ya jgn mentang2 anak adalah jiwa bebas, maka ortu ga bs ngapa2in.
org tua jg tetap brkewajiban membimbing.
Sampai dia cukup bijaksana utk bertanggung jwb pd kebebasannya

Bi4rain
19-09-2013, 09:31 PM
org tua jg tetap brkewajiban membimbing.
Sampai dia cukup bijaksana utk bertanggung jwb pd kebebasannya

this sums it all:jempol: