PDA

View Full Version : Pidato Yang Menampar Dunia Pendidikan



etca
06-07-2013, 01:39 AM
Kita tentu sudah terbiasa melihat seorang lulusan terbaik dari sebuah sekolah atau kampus diundang untuk maju kedepan mimbar dan memberikan pidatonya mengenai predikat lulusan terbaik yang telah diterimanya. Umumnya para lulusan terbaik ini akan mengungkapkan betapa bersyukurnya mereka atas prestasi yang telah dicapainya tersebut dan mengucapkan banyak sekali untaian ucapan terimakasih pada orang-orang yang menurut mereka telah berjasa membantu mereka meraih predikat tersebut.

Namun bagaimana jika pidato yang disampaikan tersebut bukannya menunjukan betapa bangganya sang lulusan akan predikat tersebut namun justru sebuah pidato yang sangat brilian dan mecengangkan yang justru menampar secara keras wajah dunia pendidikan. Pidato ini disampaikan oleh seorang lulusan dari sebuah Universitas (pada beberapa sumber dikatakan bahwa ini pada jenjang pendidikan setingkat SMA) terkemuka diluar negeri. Berikut ini isi pidato tersebut yang Saya sadur dari sebuah sumber (https://www.youngontop.com/index.php?/notes/pidato-wisudawan-terbaik-yang-memukau-sekaligus-menakutkan-9naeuswq).

Sedangkan untuk videonya bisa Anda lihat disini.


http://www.youtube.com/watch?v=9M4tdMsg3ts


“Saya lulus. Seharusnya saya menganggapnya sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya adalah lulusan terbaik di kelas saya. Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan kalau saya memang lebih pintar dibandingkan dengan teman-teman saya. Yang bisa saya katakan adalah kalau saya memang adalah yang terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada.

Di sini saya berdiri, dan seharusnya bangga bahwa saya telah selesai mengikuti periode indoktrinasi ini. Saya akan pergi musim dingin ini dan menuju tahap berikut yang diharapkan kepada saya, setelah mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa saya telah sanggup bekerja.

Tetapi saya adalah seorang manusia, seorang pemikir, pencari pengalaman hidup – bukan pekerja. Pekerja adalah orang yang terjebak dalam pengulangan, seorang budak di dalam sistem yang mengurung dirinya. Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan kalau saya adalah budak terpintar. Saya melakukan apa yang disuruh kepadaku secara ekstrim baik. Di saat orang lain duduk melamun di kelas dan kemudian menjadi seniman yang hebat, saya duduk di dalam kelas rajin membuat catatan dan menjadi pengikut ujian yang terhebat.

Saat anak-anak lain masuk ke kelas lupa mengerjakan PR mereka karena asyik membaca hobi-hobi mereka, saya sendiri tidak pernah lalai mengerjakan PR saya. Saat yang lain menciptakan musik dan lirik, saya justru mengambil ekstra SKS, walaupun saya tidak membutuhkan itu. Jadi, saya penasaran, apakah benar saya ingin menjadi lulusan terbaik? Tentu, saya pantas menerimanya, saya telah bekerja keras untuk mendapatkannya, tetapi apa yang akan saya terima nantinya? Saat saya meninggalkan institusi pendidikan, akankah saya menjadi sukses atau saya akan tersesat dalam kehidupan saya?

Saya tidak tahu apa yang saya inginkan dalam hidup ini. Saya tidak memiliki hobi, karena semua mata pelajaran hanyalah sebuah pekerjaan untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai terbaik di setiap subjek hanya demi untuk lulus, bukan untuk belajar. Dan jujur saja, sekarang saya mulai ketakutan…….”

Yah inilah wajah pendidikan di dunia saat ini. Tak perlu jauh-jauh melihat keluar negeri, mari kita tengok saja di negara kita sendiri. Pendidikan yang kita jalankan lebih banyak menitik beratkan pada nilai (nilai UN atau IPK). Pendidikan yang seharusnya lebih menekankan pada proses dan pengembangan potensi peserta didik justru terkadang mematikan potensi itu. Siswa, serta juga mahasiswa, didoktrin untuk terus menghapalkan dan mempelajari berbagai materi yang lucunya sebagian besar justru tidak akan berguna saat mereka bekerja ataupun hidup bermasyarakat.

Berbagai kegiatan positif yang membantu pengembangan potensi peserta didik dilingkungan pendidikan, seperti ekstrakulikuler di sekolah atau berbagai jenis himpunan dan UKM di Perguruan Tinggi, justru dibelenggu dengan pembatasan anggaran dan pemberlakuan jam kegiatan. Lembaga pendidikan seakan hanya ingin mengembangkan potensi akademis peserta didik dan melupakan berbagai potensi lain yang mungkin dimiliki peserta didik tersebut.

Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa sekolah dan kuliah itu tidaklah penting karena pendidikan membuat kita memiliki pengetahuan. Tapi alangkah lebih baik jika pengetahuan itu juga ditunjang dengan pengembangan pola pikir peserta didik sehingga kita mampu menggunakan pengetahuan itu dengan cara yang paling bijaksana dan tepat. Bukankah pendidikan seharusnya membantu peserta didik untuk mengetahui siapa dirinya serta apa potensinya dan menyediakan segala sarana dan prasarana sehingga potensi itu bisa berkembang dengan sebaik-baiknya sehingga mereka mampu sukses dalam hidupnya.

Saya jadi teringat sebuah kalimat yang menurut Saya sangat mengena, tapi Saya lupa pernah membaca atau melihatnya dimana. "Orang-orang yang dulunya adalah siswa berprestasi di kelasnya umumnya akan berakhir sebagai seorang pegawai dari sebuah perusahaan, sementara teman-teman mereka yang dulunya biasa-biasa saja atau bahkan mungkin bodoh akan menjadi orang-orang yang menjadi pemilik perusahaan yang menggaji mereka". Sebuah kalimat yang lebih menohok pernah diutarakan oleh Paulo Freire, jika Saya tidak salah ingat, "Nenekku menginginkanku menjadi orang pintar, maka Ia melarangku ke sekolah".


Sumber: http://tobeeinspired.blogspot.com/2013/07/sebuah-pidato-yang-menampar-dunia.html#ixzz2YC1c5kGJ

ndableg
06-07-2013, 02:03 AM
She will be... obedient worker..

Ato mgk ga lagi.. karena ud capek..

purba
06-07-2013, 02:40 AM
Ini topik menarik.

Tampar dunia pendidikan atau tampar muka masyarakat sendiri?

Ane batasi pada kasus pendidikan di Indonesia. Coba anda yg pernah sekolah atau kuliah, lebih memilih SMA atau SMK? Lebih memilih Universitas atau Politeknik? Lebih memilih kerja kantoran atau buka gerai ponsel? Lebih menghargai lulusan SMK atau SMA? Lebih menghargai lulusan Politeknik atau Universitas? Lebih menghargai tukang bakso atau karyawan perusahaan besar?

Sistem pendidikan yg dibuat dan nilai-nilai yg dianut oleh masyarakat saling mengisi satu sama lain. Jadi lingkaran setan? Tidak. Bagaimanapun masyarakat adalah subyek, mereka penentu sistem. Kalau ingin sistem pendidikannya bagus, mulailah dgn mengubah nilai-nilai yg dipegang oleh masyarakat tsb. Sistem pendidikan yg ada memperlihatkan nilai-nilai apa yg dipegang oleh masyarakat tsb.

::ngakak2::

tuscany
06-07-2013, 03:04 AM
Setidaknya dia sadar kalau dia adalah budak sistem. Dari sadar menjadi punya pilihan untuk tetap ada di sistem, keluar dari sistem, atau menciptakan sistem baru. Ironisnya, butuh jadi seorang valedictorian untuk menyadarinya :cengir:

noodles maniac
06-07-2013, 05:34 AM
Ah tusc, gara-gara elu gw jadi langsung browsing deh :nunjuk: tuscany


Valedictorian - Wikipedia, the free encyclopedia
en.wikipedia.org/wiki/Valedictorian‎
Valedictorian is an academic title conferred upon the student who delivers the closing or farewell statement at a graduation ceremony (called a valedictory).


Ini topik menarik.

Tampar dunia pendidikan atau tampar muka masyarakat sendiri?

Keduanya aja deh ;))

Btw topik bagus nih, ca :-bd

Sekolah dah umpama belenggu penjara dan UN dah kayak eksekusi massal para tahanan (baca:siswa). Ketika gagal dieksekusi (baca:lulus) maka harus dieksekusi berulang-ulang agar layak diterima di masyarakat dan dunia perbudakan (baca:kerja). Menyedihkan [meditasi]

Zhazha
06-07-2013, 07:32 AM
ngga segitunya deh.
mata Ujian SD kan basic need banget, Math, Bahasa, dan IPA. SMP ditambah English, sedang SMA Math, Bahasa, English, Fisika, Kimia, Biologi.
UN SD dan SMP menjadi spaltan, karena lebutan di SMP/SMA Favolite<<< Ini ambisi olang tua.

Untuk tingkatan SMA sebenalnya lebih mudah, kalena nilai 6 cukup untuk lulus, dan nilai UN SMA juga tidak menentukan penelimaan di SMBPTN, dan cukup banyak PTN yang membuka jalul khusus bidang seni, olahlaga dll

BundaNa
06-07-2013, 07:41 AM
masyarakat yg menciptakan sistem atau praktisi pendidikan plus pemerintah yg memberlakukan sistem serta tidak konsisten memberlakukannya? contoh simpelnya, ada surat edaran ke semua tk di jawa tengah untuk melarang tk mengajarkan calistung ke siswanya. tapi membiarkan sd tetap mengadakan tes masuk. kontradiktip kan?

Zhazha
06-07-2013, 07:51 AM
tapi SD di depan lumah, ngga pake tes masuk, Bude

BundaNa
06-07-2013, 07:56 AM
tapi SD di depan lumah, ngga pake tes masuk, Bude dan ga semua sd konsisten seperti itu, nak. di belakang rumah budhe sdnya juga ga ada tes masuk, tapi itu juga demi menjaring siswa krn mereka kekurangan siswa. sd nya kak naomi juga ga pake test masuk, tapi pas masuk nanti ada tes awal untuk pengelompokan siswa. dan itu menurut gurunya kak naomi, berat menerima siswa yg sama sekali blum bisa calistung krn dikejar kurikulum yg berat dan padat utk siap di kelas 2

danalingga
06-07-2013, 08:09 AM
Ini sepertinya (seperti kata purba) lebih ke nilai2 masyarakat bukan pendidikan ansich.

Eh, ini pidato di mana ya? di US kah? Kirain US lebih tidak terpengaruh soal tingkatan-tingkatan.

noodles maniac
06-07-2013, 08:18 AM
UN SD dan SMP menjadi spaltan, karena lebutan di SMP/SMA Favolite<<< Ini ambisi olang tua.

Ada benernya juga sih, tapi di lingkungan rumah gw gak harus dapet SMP/SMA favorit tuh, udah lulus aja syukur alhamdulillah. Ijazah modal buat cari kerja -_-


Untuk tingkatan SMA sebenalnya lebih mudah, kalena nilai 6 cukup untuk lulus, dan nilai UN SMA juga tidak menentukan penelimaan di SMBPTN, dan cukup banyak PTN yang membuka jalul khusus bidang seni, olahlaga dll

Siapa bilang gampang? lagi-lagi ngambil contoh di lingkungan rumah gw. Untuk dapetin nilai bagus tuh susah lho. Makanya ini yang sempet bikin gw dan kakak gw dulu tergerak untuk bikin les kecil-kecilan, prihatin sama keadaan mereka. Bayaran les semampunya aja karena gw paham dengan kondisi mereka. Tujuan utamanya adalah untuk mengupgrade otak mereka. Khususnya untuk pelajaran matematika, IPA dan bahasa Inggris. UN di daerah kayak gw itu dengan tipe soal yang standar Jakarta susah lho, bakal banyak yang gak lulus. Makanya gw bilang UN itu laiknya eksekusi. Yang terjadi kemudian? sekolah secara kompromistis dengan para siswanya bocorin soal ujian ato bahkan terang-terangan ngebantu pas ujian. Harapannya tentu banyak siswanya yang lulus dan sekolahnya tetep eksis at least terjaga namanya.

Itu terjadi tahun 2001-2008 lah yah... sekarang sih kayaknya kondisi udah berubah, alhamdulillah sekarang banyak anak-anak di rumah gw yang udah lulus sekolah SD, SMP ato SMA mo masuk sekolah negeri. Bukan favorit! ::nono:: karena mereka sadar dengan kapasitas mereka masih belum mampu untuk bisa menembus sekolah-sekolah negeri yang favorit. Sekarang banyak juga selepas lulus SMA/SMK ada itikad mo kuliah. Dulu kuliah itu cuma mimpi, yang bisa kuliah cuma orang kaya

Zhazha
06-07-2013, 08:23 AM
nah, itukan satu bukti, bahwa kesadalan tentang hakikat dali sebuah pendidikan sudah cukup memasyalakat, setidaknya dilingkungan lumah nCang Nudel :)

noodles maniac
06-07-2013, 08:39 AM
Pendidikan itu penting kok, zha. Cuma emang metode mengajar di sekolah yang masih banyak yang konvensional dan cenderung monolog tanpa melibatkan interaksi dan diskusi dengan para siswa itu yang bikin sekolah udah kayak formalitas aja. Kayak di pidato yang dipost etca, menjadi murid terpintar/berprestasi terus apa? yang ada malah ketakutan tuh...

Makanya gw setuju dengan pendapat etca yang ini..


Pendidikan yang seharusnya lebih menekankan pada proses dan pengembangan potensi peserta didik justru terkadang mematikan potensi itu. Siswa, serta juga mahasiswa, didoktrin untuk terus menghapalkan dan mempelajari berbagai materi yang lucunya sebagian besar justru tidak akan berguna saat mereka bekerja ataupun hidup bermasyarakat.

dan juga ini...


alangkah lebih baik jika pengetahuan itu juga ditunjang dengan pengembangan pola pikir peserta didik sehingga kita mampu menggunakan pengetahuan itu dengan cara yang paling bijaksana dan tepat. Bukankah pendidikan seharusnya membantu peserta didik untuk mengetahui siapa dirinya serta apa potensinya dan menyediakan segala sarana dan prasarana sehingga potensi itu bisa berkembang dengan sebaik-baiknya sehingga mereka mampu sukses dalam hidupnya.

Porcelain Doll
06-07-2013, 09:20 AM
g setuju banget....jadi yg terpintar di kelas ga bikin ngerasa aman
apa gunanya nilai A dst kalo di kehidupan luar sama sekali ga berguna
cara2 survive yg dibutuhin justru ga diajarin ::ungg::

BundaNa
06-07-2013, 10:08 AM
Ini sepertinya (seperti kata purba) lebih ke nilai2 masyarakat bukan pendidikan ansich. Eh, ini pidato di mana ya? di US kah? Kirain US lebih tidak terpengaruh soal tingkatan-tingkatan. nilai2 masyarakat yg bikin itu siapa? anak2 ikut les tambahan demi nilai di sekolahnya kompetitif. itu masih mending punya kesadaran utk m'perbaiki diri, gimana dgn yg lebih suka nyontek ato ortunya nyogok gurunya? di lingkungan gw ada yg begono. ato peraturan pendidikan udah dibuat eh dilanggar juga ga ada sanksi

etca
06-07-2013, 10:14 AM
Makanya gw setuju dengan pendapat etca yang ini..
dan juga ini...
koreksi.
itu bukan pendapat saya, saya cuma copas :cengir:

Zhazha
06-07-2013, 10:49 AM
Ini sepertinya (seperti kata purba) lebih ke nilai2 masyarakat bukan pendidikan ansich.

Eh, ini pidato di mana ya? di US kah? Kirain US lebih tidak terpengaruh soal tingkatan-tingkatan.
keknya ini si anak lagi plotes telhadap ambisi olangtua/kelualga nya sendili, dibandingkan kepada intitusi pendidikan. Bukankah tidak ada sekolah yang menelapkan kebijakan bahwa setiap mulid halus menjadi siswa telbaik :)

ancuur
06-07-2013, 11:46 AM
jadi gak salah jga, klo ada anak yg malas disuruh belajar.. krna kemungkinan besar ini anak
memang bukan type si cewek itu ::doh:: tapi menurut gue sih tetep aja si anak harus belajar
krna klo enggak bagaimana dia akan mendapatkan formula buat hidupnya kedepan nanti :ngopi:

masalah dia mau mendapat juara atau tidak gue rasa sih itu hanya masalah individu, sangat bangga
kalau mendapatkannya, biasa2 aja klo gak dapet.. sama aja kyk pemilihan ratu kecantikan kaleeeee..
dan menurut gue sih, biasanya orang2 pinter itu rada kuper karena dia jarang gaul sama sesamanya
dia bergaul cuma sama buku2 yg gak bisa di ajak ngobrol, tapi bisa kasih kepinteran :ngopi:

BundaNa
06-07-2013, 11:54 AM
jadi gak salah jga, klo ada anak yg malas disuruh belajar.. krna kemungkinan besar ini anak memang bukan type si cewek itu ::doh:: tapi menurut gue sih tetep aja si anak harus belajar krna klo enggak bagaimana dia akan mendapatkan formula buat hidupnya kedepan nanti :ngopi: masalah dia mau mendapat juara atau tidak gue rasa sih itu hanya masalah individu, sangat bangga kalau mendapatkannya, biasa2 aja klo gak dapet.. sama aja kyk pemilihan ratu kecantikan kaleeeee.. dan menurut gue sih, biasanya orang2 pinter itu rada kuper karena dia jarang gaul sama sesamanya dia bergaul cuma sama buku2 yg gak bisa di ajak ngobrol, tapi bisa kasih kepinteran :ngopi: itu yg dibilang geek ya? kutu buku. tapi nyatanya mereka bisa survive bahkan ada yg jadi jutawan, kalo kita bicara kesuksesan sama dgn nominal yg didapat dlm bekerja ya. btw, di lingkungan saya juga berlaku kog, ga perlu sekolah bagus2, ato mahal2. urusan dapet kerja itu hokinya. kalau saya liatnya, kerjakan sekuat tenaga, karena hasilnya cuma kamu yg merasakan. orang. tua cuma sebatas bangga, kamu ga sukses pun, orang tua selalu ada untukmu

ga_genah
06-07-2013, 12:06 PM
pendidikan adlah proses untuk menjadi lebih baik
nilai ato score itu hanya alat utk mengevaluasi proses itu
ga ada yg ngelarang mau sekolah ato ga mau sekolah
ga ada aturan yg menharuskan jadi murid terpintar ato tidak
ga ada yg ngelarang utk terus sekolah ampe tua
misalnya saat kuliah, ada jatah 25% utk tidak masuk kuliah utk ngurusin ektra tao hobi yg lain

tetapi yg paling memusingkan adalah lingkungan sekitar
omongan lingkungan sekitar saat seseorang menjadi lulusan terbaik itu membuat keluarga seperti artis
tetapi saat si anak tdak lulus ujian nasional, saat itu seperti di kucilkan oleh masyarakat
dan ini membuat orang melakukan segala cara untuk menjadi artis

selain lingkungan, aturan juga tidak konsisten ato saling tumpah tindih
seperti yg dikatakan BundaNa aturan yg satu dengan yang lain tidak saling mendukung
dan sanksi aturannya tidak tegas

purba
06-07-2013, 12:10 PM
Pendidikan yang seharusnya lebih menekankan pada proses dan pengembangan potensi peserta didik justru terkadang mematikan potensi itu. Siswa, serta juga mahasiswa, didoktrin untuk terus menghapalkan dan mempelajari berbagai materi yang lucunya sebagian besar justru tidak akan berguna saat mereka bekerja ataupun hidup bermasyarakat... Lembaga pendidikan seakan hanya ingin mengembangkan potensi akademis peserta didik dan melupakan berbagai potensi lain yang mungkin dimiliki peserta didik tersebut.

Kan sudah disediakan SMK dan Politeknik. Dua lembaga pendidikan itulah yg lebih menyiapkan peserta didik utk segera berguna dalam masyarakat. Tapi apakah masyarakat mau mengambil pendidikan di dua lembaga tsb? Masyarakat melihat dua lembaga tsb tidak bergengsi, kelas dua, masa depan suram, dsb. Masyarakat lebih suka SMA atau Universitas karena bergengsi, high class, dan mengesankan intelektualitas tinggi. SMA dan Universitas memang lebih menekankan pengembangan potensi akademik dari pada potensi yg lain. Sementara SMK dan Politeknik ditujukan utk pengembangan nonakademik seperti keterampilan, dsb. Masyarakat salah kaprah. Akibatnya banyak sarjana "menganggur". Kemudian muncullah kalimat-kalimat kecewa yg mengatakan sekolah/kuliah tidak memberikan manfaat nyata ketika mereka terjun dalam masyarakat.

Kalau mau jadi "Bill Gates", gak perlu sekolah tinggi-tinggi, cukup masuk SMK yg mengasah keterampilan komputer, kemudian lihat pasar dan buka usaha sendiri utk menjual keterampilan tadi. Tapi apakah masyarakat mau seperti itu? Atau kalau sudah kuliah dan merasa tidak berkembang, IP pas-pasan, lebih baik keluar dari perguruan tinggi tsb, kemudian ikuti "Bill Gates". Berani? Mungkin sebagian besar tidak berani karena masyarakat akan mencibirnya sebagai manusia gagal. Inilah nilai-nilai yg dipegang oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia.


::ngakak2::

ancuur
06-07-2013, 12:15 PM
itu yg dibilang geek ya? kutu buku. tapi nyatanya mereka bisa survive bahkan ada yg jadi jutawan, kalo kita bicara kesuksesan sama dgn nominal yg didapat dlm bekerja ya. btw, di lingkungan saya juga berlaku kog, ga perlu sekolah bagus2, ato mahal2. urusan dapet kerja itu hokinya. kalau saya liatnya, kerjakan sekuat tenaga, karena hasilnya cuma kamu yg merasakan. orang. tua cuma sebatas bangga, kamu ga sukses pun, orang tua selalu ada untukmu

setubuh bun..
kita yg kerja keras, kita juga yg akan menikmatinya nanti :jempol:


pendidikan adlah proses untuk menjadi lebih baik
nilai ato score itu hanya alat utk mengevaluasi proses itu
ga ada yg ngelarang mau sekolah ato ga mau sekolah
ga ada aturan yg menharuskan jadi murid terpintar ato tidak
ga ada yg ngelarang utk terus sekolah ampe tua
misalnya saat kuliah, ada jatah 25% utk tidak masuk kuliah utk ngurusin ektra tao hobi yg lain

tetapi yg paling memusingkan adalah lingkungan sekitar
omongan lingkungan sekitar saat seseorang menjadi lulusan terbaik itu membuat keluarga seperti artis
tetapi saat si anak tdak lulus ujian nasional, saat itu seperti di kucilkan oleh masyarakat
dan ini membuat orang melakukan segala cara untuk menjadi artis

selain lingkungan, aturan juga tidak konsisten ato saling tumpah tindih
seperti yg dikatakan BundaNa aturan yg satu dengan yang lain tidak saling mendukung
dan sanksi aturannya tidak tegas

bukan lingkungan sekitar aja, di lingkungan setelah kita bekerja jga banyak yg kurang
se irama dengan kita, kita rajin.. bos nya malas.. klo orang2 dibawah kita masih bisa..
kita nasehatin, tapi klo bosnya yg geblek repot loh :ngopi:



Kalau mau jadi "Bill Gates", gak perlu sekolah tinggi-tinggi, cukup masuk SMK yg mengasah keterampilan komputer, kemudian lihat pasar dan buka usaha sendiri utk menjual keterampilan tadi. Tapi apakah masyarakat mau seperti itu? Atau kalau sudah kuliah dan merasa tidak berkembang, IP pas-pasan, lebih baik keluar dari perguruan tinggi tsb, kemudian ikuti "Bill Gates". Berani? Mungkin sebagian besar tidak berani karena masyarakat akan mencibirnya sebagai manusia gagal. Inilah nilai-nilai yg dipegang oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia.


::ngakak2::

setubuh :jempol:
tapi kyknya ada faktor lucky jga..
kadang anaknya pinter, klo keberuntungan tidak bersamanya ::nangis::

BundaNa
06-07-2013, 12:18 PM
keknya ini si anak lagi plotes telhadap ambisi olangtua/kelualga nya sendili, dibandingkan kepada intitusi pendidikan. Bukankah tidak ada sekolah yang menelapkan kebijakan bahwa setiap mulid halus menjadi siswa telbaik :) dan setiap ortu juga sadar akan kemampuan dan potensi anak untuk kemudian didorong memaksimalkan itu demi hidup si anak. Ambisi ortu? Yg kasih pidato itu umur berapa? Dia bisa memilih untuk terus menjadi yg t'baik atau tidak dalam sistem itu, di usia segitu ortu sudah ga banyak berperan dalam hidupnya. Umur 10 thn aja anak bisa menentukan arah belajar dan hidupnya kog, itu yg saya liat di lingkungan saya. Apalagi itu di US, dimana kebebasan b'pendapat itu segalanya

ancuur
06-07-2013, 12:25 PM
kyk anak gue,

jarang dia kliatan belajar, tapi nilainya bagus terus ::arg!::
di sekolah jadi juara, gue sama istri ikut seneng jga sih...
jadi sekarang kita2 (aku/istri) gak pernah maksa2 dia buat belajar...
cuma klo ada yg gak tau baru dia datang sama kita..

ke kamar mandi, boker mandi BBnya nyanyi terus ::doh::

note: cuma klo sholat sama bersih2 rumah harus dipaksa

tuscany
06-07-2013, 03:29 PM
Jumlah SMK dan Politeknik juga masih kurang dibandingkan kampus umum. Mungkin supply dulu yang perlu ditambah plus sosialisasi baru bisa mengubah pandangan masyarakat.

@nudel: yang valedictorian itu disampaikan oleh student terpintar. Yang paling pintar malah merasa sekolah tidak berguna untuk masa depan.
*untung nggak pernah jadi yg terpintar :cengir:

Bi4rain
06-07-2013, 04:40 PM
gw setuju sama om purba masalah gengsi di masyarakat. dulu gw sempat mempertimbangkan smk tapi ga disetujui orangtua, but then again they were right. looking back, smk jaman itu ga menawarkan banyak walaupun embelnya lebih mempersiapkan menghadapi dunia kerja.

anak itu, menurut gw, wajar dia merasa takut kalo dia anak terpintar tapi hanya textbook saja (hapal mati) atau pinter teori tapi ga bisa aplikasinya.
namun klo memang dia ditentukan murid terpintar dengan konsep holistik dengan berbagai kemampuan, ga cuma satu bidang saja, dia hanya perlu takut jika kesempatan yang ditunggu ga pernah datang alias hokinya ga bagus.

Porcelain Doll
06-07-2013, 06:39 PM
kalo Poltek sekarang udah banyak kok yg lebih bonafit dan dipandang di dunia kerja :D

TheCursed
06-07-2013, 06:41 PM
hmmm... IMHO, yang terjadi sama anak ini adalah dia belajar dengan orientasi nilai sebagai tujuan akhir. Atau, kemungkinan lebih parah, bahkan motivasi belajar itu-pun bukan punya dia sendiri(kalo dari pidatonya, kayaknya dia pengen nge-band atau sejenisnya, ya ?).
so, endingnya kayak gitu. Saat selesai, saat nggak ada lagi penilaian, karena nilai adalah tujuan akhir, ngga' tau mau ngapain.

Gue pribadi, sejak baru kenal yang namanya dunia pendidikan, emang selalu pengen berkecimpung di dunia riset.
Makanya, gue nggak pernah tertarik masuk SMK(plus, jaman gue, yang namanya SMK kerjaannya berantem mulu).
Masuk SMU, dengan motivasi belajar: 'to understand'. Kalo nilai bagus mengikuti hal tersebut, yah, bagus. /:)

Hai_Lee
06-07-2013, 07:02 PM
menurut saya, si cewek ini belum paham sama passion dia. masih linglung mau ngapain. Teman-teman dia udah tau sama passion masing-masing. Sementara dia akhirnya melakukan apa yang biasanya society umum nilai sebagai orang sukses: belajar dan lulus dengan nilai gemilang. Namun dia pasti merasa kosong, apa bener ini passion dia? lalu habis lulus harus ngapain? karena bekerja ga semudah menghafal catatan-catatan guru, lalu menuangkan di lembar jawaban.

TheCursed
06-07-2013, 07:12 PM
^OK. Hai_Lee lebih bagus merumuskan apa yang mau gue tulis, ketimbang gue sendiri. ::hihi::

Dan, IMHO lagi, dari diskusi yang ada di sini, juga, kayaknya terwarnai oleh apa yang tiap individu definisikan sebagai 'sukses'.
Sukses. Apa artinya 'Banyak Uang' ? 'Tenar' ? 'Berpengaruh' ? 'Berkuasa' ? 'Ketenangan jiwa' ? 'Bahagia' ? what ? :ngopi:

Hai_Lee
06-07-2013, 07:50 PM
Lebih penting mencapai 'sukses' yang didefinisikan sendiri daripada didefinisikan orang lain. Nah 'sukses' dia adalah 'sukses' yang didefinisikan orang-orang.

spears
06-07-2013, 09:41 PM
Sekolah itu buat mengubah pola pikir.
Pinter itu bawaan. Buat sebagian orang, pinter itu usaha.

So,si cewek ntu ga sadar..justru krn dia belajar melulu,makanya dia bisa punya pikiran kyk bgitu. Dan punya keberanian buat menyuarakan di dpn umum. Itu krn dia rajin belajar..jd kritis dan punya standar mngenai jati diri dia (yg ga mau diperbudak sistem)


So, school is still...undefeated ;D

TheCursed
06-07-2013, 10:38 PM
^
Agree.
So, 'Menampar Dunia Pendidikan' ? Meh, not so much.

Kalo 'Menampar orang2 yang terlibat dalam pendidikan si anak ini', kemungkinan besar iya.

Kayaknya anak ini cuma di push untuk dapat nilai bagus, jadi valedictorian, tanpa pernah di ajak bicara 'kenapa' dia harus dapat nilai bagus. Dan konsisten nggak posisi valedictorian itu dengan real passion yang ingin di capai anak ini.
Soal dia komplen 'nggak punya hidup', 'nggak tau caranya membuat syair'... welp, kalo emang searah dengan impiannya si anak... lebih sering, untuk menggapai cita2, kita harus 'berdarah2' dulu. There are sacrifice to make.

Dan kalo seusia dia masih nggak tau hidupnya mau di bawa ke mana... orang tua dan sekolahnya yang mustinya di tanya. Bukan keseluruhan dunia pendidikan.

thin.king
06-07-2013, 10:40 PM
kenapa tiap baca valedictorian saya selalu mikir dinosaurus ::doh::

TheCursed
06-07-2013, 10:55 PM
kenapa tiap baca valedictorian saya selalu mikir dinosaurus ::doh::

mungkin karena: valedictorian -> dictionary -> thesaurus -> dinosaurus ?
atau valedictorian kedengerannya mirip dengan kata "velociraptor" dan "cambrian" di campur...
::hihi::

Zhazha
06-07-2013, 10:55 PM
sepelti aq bilang di halaman sebelumnya, ini anak sebagai mulid telpintal balangkali melasa bahwa masa Sekolahnya sungguh tidak belwalna, monoton mengejal nilai lagi-nilai lagi... ketika dia sudah menyadali ada yang salah dalam olientasi belajalnya, dia tellanjul halus jaim sebagai siswa pintal... dan balu setelah kelulusannya dia menumpahkan uneg-unegnya :)

aya_muaya
06-07-2013, 10:57 PM
Salah satu SMK di salah satu kabupaten di jawa tengah, malah mendoktrin siswanya untuk menghafal pelajaran UAN, karena sekolahnya mengejar nilai UAN nomor satu di kabupatennya sampe2 melupakan esensi pendidikan anak didiknya...
+sumber : smk kab lain

ancuur
06-07-2013, 10:58 PM
sekolah itu penitipan anak...
dikala bapak emaknya sibuk kerja ::ngakak2::::ngakak2::

TheCursed
06-07-2013, 11:06 PM
... ketika dia sudah menyadali ada yang salah dalam olientasi belajalnya, dia tellanjul halus jaim sebagai siswa pintal...

Atau bukannya harus jaim, tapi emang kondisi lingkungannya yang bikin dia ngga' bisa 'bergerak'. i.e. Kalo orang tuanya mengancam dia nggak bakalan di support uang kuliahnya kalo dia nggak masuk uni jurusan tertentu, yang juga belom tentu maunya dia, di mana uni tersebut mensyaratkan kalo mau daftar harus 'valedictorian'.

Soalnya, pengalaman gue, justru mereka yang punya prestasi seperti itu jadi bisa punya ruang gerak lebih besar(baca: 'betingkah' ).
Bakalan banyak yang panik dan kalap, kalo suatu hari, misalnya, si valedictorian tiba2 ulangan hariannya ancur2an.

ndugu
06-07-2013, 11:06 PM
sebenarnya saya sempat berada di posisi seperti si cewe ini (walopun saya bukan valedictorian) :cengir:
waktu lulus sma, saya juga sempat mengalami pencarian jati diri itu, ngga tau mau dibawa kemana arah hidup ini, dll. saya merasa pendidikan formal aja rasanya tidak cukup untuk mempersiapkan hidup. apalagi kalo orientasi sekolah itu cenderung ke arah nilai/grades. dan sepertinya juga agak kaku dengan jenjang2nya.

jaman itu saya ngiri banget dengan tradisi gap year yang ada di inggris - di mana anak lulus sekolah (sma, ato a'level), mereka mengambil 1 tahun off (gap year) untuk travel ato berkecimpung di dunia masyarakat dewasa. kurasa kalo anak diberi ruang seperti itu, untuk mencari "jati diri" ato industri yang ingin ditekuninya, mungkin akan memberikan perspektif yang berbeda saat kuliah nanti. my logic is, kalo saya dari kecil sampe sma hanya mengenal dunia sekolah saja dan tidak dunia nyata di luar, bagaimana saya tau jurusan apa yang ingin saya tekuni saat kuliah nanti? apakah jurusan kuliah yang diambil itu berdasarkan hitungan kancing? ato diktean ortu?

i dont know. yang pasti jaman setelah lulus sma, saya sempat mengalami dilema itu.

tuscany
06-07-2013, 11:18 PM
valedictorian di atas nyesel kali ya nggak sempat have fun karena blajar mulu.
rugi dia, masa remaja adalah masa yang paling indah, katanya ::elaugh::

TheCursed
06-07-2013, 11:27 PM
....

jaman itu saya ngiri banget dengan tradisi gap year yang ada di inggris - di mana anak lulus sekolah (sma, ato a'level), mereka mengambil 1 tahun off (gap year) untuk travel ato berkecimpung di dunia masyarakat dewasa. kurasa kalo anak diberi ruang seperti itu, untuk mencari "jati diri" ato industri yang ingin ditekuninya, mungkin akan memberikan perspektif yang berbeda saat kuliah nanti. ...

good idea. tapi yang namanya gap year atau sejenisnya, itu cuma bisa jalan di negara2 makmur.
di negara2 'lapar' kayak kita, anak2 harus sesegera mungkin(bahkan kalo bisa, di rush) masuk angkatan kerja dengan tingkat pendidikan yang di tentukan untuk mendapat penghasilan yang layak.

Di negara2 yang penduduknya 'kenyang', mereka bakalan punya waktu untuk 'menghela napas sejenak dan merenung'.
Di negara2 'lapar', we don't have that kind of luxury.

---------- Post Merged at 10:27 PM ----------


valedictorian di atas nyesel kali ya nggak sempat have fun karena blajar mulu.
rugi dia, masa remaja adalah masa yang paling indah, katanya ::elaugh::

Because nobody asking her what kind is her brand of 'fun'.
Buat beberapa di antara kita(OK: Me) yang merasa belajar IS their kind of fun, 'masa remaja adalah masa yang paling indah' still holds true. ::ngakak2::

BundaNa
06-07-2013, 11:45 PM
valedictorian di atas nyesel kali ya nggak sempat have fun karena blajar mulu. rugi dia, masa remaja adalah masa yang paling indah, katanya ::elaugh:: ada neh bibitnya, temen main naomi, selalu juara 1 di sekolahnya, rajin diikutkan emaknya segala lomba dari sempoa mpe fashion show, lesnya tiap hari, anaknya sama sekali ga punya semangat hidup kecuali mengikuti jadwal dari emaknya. alkisah kemarin nilai uasnya masih dibawah naomi, lsg digoblok2in sama emaknya, padahal selama uas dia seharian belajar, sedang naomi masih sempet main. anaknya tatapannya kosong kyk robot

Hai_Lee
06-07-2013, 11:49 PM
^
ibaratnya percuma kalau ember yang sudah penuh masih diisi air, pasti bakal tumpah

TheCursed
06-07-2013, 11:58 PM
... lsg digoblok2in sama emaknya, ...

Wow. itu pengkhianatan namanya... ::grrr::

BundaNa
07-07-2013, 12:15 AM
Wow. itu pengkhianatan namanya... ::grrr:: kalo salah keografi pas latian buat lomba modeling ama emaknya juga langsung dibego2in. kemarin gw mpe termangu, pas naik stage dia percaya diri n ceria, begitu turun stage tatapannya kosong lagi. tadi gw ajakin besok pagi main sepeda ke alun2 sama naomi, dia lsg geleng kepala, "ga boleh sama mama." padahal minta ijin juga blum. gw cuma b'doa anak ini tetap hidup sampe dia punya kekuatan untuk menentukan hidupnya

ndugu
07-07-2013, 04:18 AM
good idea. tapi yang namanya gap year atau sejenisnya, itu cuma bisa jalan di negara2 makmur.
di negara2 'lapar' kayak kita, anak2 harus sesegera mungkin(bahkan kalo bisa, di rush) masuk angkatan kerja dengan tingkat pendidikan yang di tentukan untuk mendapat penghasilan yang layak.

Di negara2 yang penduduknya 'kenyang', mereka bakalan punya waktu untuk 'menghela napas sejenak dan merenung'.
Di negara2 'lapar', we don't have that kind of luxury.

Ini bener banget. Saya juga sempat kepikiran seperti ini. Ide gap year kaya gini Akan lebih Susah jalannya di negara berkembang, karena masih Ada prioritas laen yang lebih penting. Dilematis juga :cengir:

But it also taught me, kalo saya masih bisa berpikir untuk ini, maka saya termasuk hidup makmur. For that, I am grateful.

noodles maniac
07-07-2013, 06:44 AM
ada neh bibitnya, temen main naomi, selalu juara 1 di sekolahnya, rajin diikutkan emaknya segala lomba dari sempoa mpe fashion show, lesnya tiap hari, anaknya sama sekali ga punya semangat hidup kecuali mengikuti jadwal dari emaknya. alkisah kemarin nilai uasnya masih dibawah naomi, lsg digoblok2in sama emaknya, padahal selama uas dia seharian belajar, sedang naomi masih sempet main. anaknya tatapannya kosong kyk robot

Ini mengerikan banget nih orangtua macem begini. Anak bener-bener udah kayak robot ::takmungkin::
Btw ini yang lu pernah update status di FB lu ya bund? ;))


@nudel: yang valedictorian itu disampaikan oleh student terpintar. Yang paling pintar malah merasa sekolah tidak berguna untuk masa depan.
*untung nggak pernah jadi yg terpintar :cengir:

Sama, jadi siswa terpintar tuh malah bikin tekanan batin, iya kan? ;D

"Katanya loe lulusan terbaik, kok belom dapet-dapet kerja?"

"Katanya loe siswa terpintar, kok SNMPTN aja gak lulus?"

"Katanya loe nilai-nilai mata pelajaran loe bagus semua, kok gak bisa begini? gak bisa begitu?"

::doh::


kalo Poltek sekarang udah banyak kok yg lebih bonafit dan dipandang di dunia kerja :D

Yup, bener banget, malah gw berani bilang zaman sekarang anak lulusan SMK dan Poltek lebih siap kerja :)


plus, jaman gue, yang namanya SMK kerjaannya berantem mulu

:nunjuk: Hahaha sezaman sama gw nih


mungkin karena: valedictorian -> dictionary -> thesaurus -> dinosaurus ?
atau valedictorian kedengerannya mirip dengan kata "velociraptor" dan "cambrian" di campur...
::hihi::

Ah yeah, gw juga sama thin.king keingat sama nama dinosaurus, ternyata begitu :lololol:

BundaNa
07-07-2013, 09:18 AM
noodles maniac : yg gw ceritain di sini juga thread lain, yg anaknya digebukin kalo makannya ga abis itu

noodles maniac
07-07-2013, 09:28 AM
Ah I see, ternyata kasus yang sama ::ungg::

mbok jamu
07-07-2013, 03:43 PM
Mbok juga ndak melihat pidatonya menampol dunia pendidikan karena bukankah wajar dalam suatu kelas misalnya ada anak yang pintar dan memang ingin selalu jadi juara kelas, ada anak yang pintar tapi egepe juara atau ndak, ada yang memang ndak minat belajar, entah karena mau jadi seniman atau kebelet mau kawin.

Don't tell me that she didn't like passing the exams with flying colours or didn't enjoy the previledge of giving the speech in front of her schoolmates.

Seharusnya dia bertanya pada diri sendiri, kenapa teman-temannya itu tahu mereka mau jadi seniman while she has no clue? Isn't she the intelligent one?

Even a valedictorian has a lot to learn.

BundaNa
07-07-2013, 03:50 PM
Mbok juga ndak melihat pidatonya menampol dunia pendidikan karena bukankah wajar dalam suatu kelas misalnya ada anak yang pintar dan memang ingin selalu jadi juara kelas, ada anak yang pintar tapi egepe juara atau ndak, ada yang memang ndak minat belajar, entah karena mau jadi seniman atau kebelet mau kawin. Don't tell me that she didn't like passing the exams with flying colours or didn't enjoy the previledge of giving the speech in front of her schoolmates. Seharusnya dia bertanya pada diri sendiri, kenapa teman-temannya itu tahu mereka mau jadi seniman while she has no clue? Isn't she the intelligent one? Even a valedictorian has a lot to learn. kalo kata Ronggolawe itu yg dia lakukan karena ambisi ortu. kalo kata purba karena nilai masyarakat. kalo kata saya, dia udah gedhe, mestinya dari awal dia high school udah bisa memetakan diri dia mau apa? toh di US ada tradisi gap year? Dia hanya merasa udah ga punya motivasi lagi setelah graduation. Ya itu sih problem dia

TheCursed
07-07-2013, 07:12 PM
.....
Sama, jadi siswa terpintar tuh malah bikin tekanan batin, iya kan? ;D

"Katanya loe lulusan terbaik, kok belom dapet-dapet kerja?"

"Katanya loe siswa terpintar, kok SNMPTN aja gak lulus?"

"Katanya loe nilai-nilai mata pelajaran loe bagus semua, kok gak bisa begini? gak bisa begitu?"

::doh::
....

Heh. pengalaman juga yang kayak gini... ;D
Respon gue kalo udah kayak gini: "F**k you, S**t happens, B**ch... "
... yeah, guru2 gue punya alasan kuat untuk nggak pernah meluluskan gue sebagai kandidat 'siswa teladan'... ;D

---------- Post Merged at 06:12 PM ----------


Ini bener banget. Saya juga sempat kepikiran seperti ini. Ide gap year kaya gini Akan lebih Susah jalannya di negara berkembang, karena masih Ada prioritas laen yang lebih penting. Dilematis juga :cengir:

Heck. Gue dulu nggak butuh yang namanya 'gap year', karena udah tau pasti mau jadi apa dan strong point gue di mana.
Tapi, karena 'tuntutan hidup' di negara 'lapar', harus bikin kompromi dan naroh 'cinta' gue jadi nomor sekian...


But it also taught me, kalo saya masih bisa berpikir untuk ini, maka saya termasuk hidup makmur. For that, I am grateful.
yes, for that, indeed we do.

ndugu
07-07-2013, 09:37 PM
bundana + mbok:

i think pointnya bukan itu. kalo saya sih ngeliat dari videonya, si cewe ini memang bener mengkritisi sistem pendidikan di situ. kan menurutnya public school edu system meng-train worker, bukan thinker. murid didorong untuk menghapal dan mengejar nilai, bukan berpikiran kritis (sounds familiar? :cengir:) regardless dia valedictorian ato ngga, semua murid perlu melihat ke dalam diri sendiri. mungkin dia berpikir terlalu kritis makanya berada dalam keadaan limbo sekarang :cengir: dan kalo dia bisa berpikir begitu, kurasa dia pasti juga akan pernah melewati tahap mempertanyakan semua pertanyaan2 mbok di atas

tradisi gap year lebih populer di inggris, amrik ngga begitu. dan tidak setiap orang udah tau apa yang akan dia lakukan saat dia besar nanti loh. saya sampe lulus kuliah pun masih sering menyanyakan diri pertanyaan yang sama. even right now. serasa abg aja, sampe skarang masih mencari jati diri :cengir: saya kenel seorang temen kuliah dulu, one of the smartest person di kampus (i think she was a valedictorian too), dan pernah mengeluh hal yang mirip, ngga tau mau spesialisasi ke apa. dalam hal ini agak mirip saya, karena problemku juga, interestku terlalu luas dan ga tau mau ke mana. dia akhirnya kuliah ke cornell univ (sala satu ivy league).

dalam video ini, yang ditekankan oleh valedictorian ini adalah sistem pendidikan sekolah umum di amrik ini yang terlalu fokus pada standardized exams, dan memproduksi murid sebagai robot bukannya menginspirasi, potensi2 murid banyak yang tidak tergali. tapi tentu aja, dalam hal ini pasti ada 2 sisi yang berperan, sekolah dan individu murid. bisa jadi dua2nya sama2 bisa bermasalah.

Ronggolawe
07-07-2013, 10:12 PM
ada yang summon gw, padahal gw belum pernah
nulis apa pun di thread ini :)



Respon gue kalo udah kayak gini: "F**k you, S**t happens, B**ch... "
... yeah, guru2 gue punya alasan kuat untuk nggak pernah meluluskan gue sebagai kandidat 'siswa teladan'...
kekeke
ini persis pengalaman gw dulu waktu SMP dan SMA,

selama SD gw menganggap menjadi juara kelas itu
segalanya, dan gw melakukan apapun untuk itu...
jadilah gw All Teacher's Favorite dan juga All Parent's
Example untuk anak dan siswa teladan :)

masuk SMP, mungkin seiring gejolak hormon, gw mu
lai mikir (ya, satu kelebihan utama sebagai siswa pin
tar adalah loe punya banyak pengetahuan sebagai
modal loe berfikir) kalau gw juga punya kebutuhan-
kebutuhan yang barangkali tidak sejurusan dengan
syarat dan ketentuan berlaku bagi siswa teladan.

Bersyukur, gw punya mamak tempat gw belajar men
jadi dewasa, jadinya darinya gw belajar untuk tidak
ragu meng-ekspresikan sikap dan keinginan gw...

Sejak itu gw berhenti menjadi siswa/anak teladan... :)

tuscany
08-07-2013, 02:11 AM
kalo kata Ronggolawe itu yg dia lakukan karena ambisi ortu. kalo kata purba karena nilai masyarakat. kalo kata saya, dia udah gedhe, mestinya dari awal dia high school udah bisa memetakan diri dia mau apa? toh di US ada tradisi gap year? Dia hanya merasa udah ga punya motivasi lagi setelah graduation. Ya itu sih problem dia

Bisa masalah pribadi yaitu tidak punya visi jangka panjang, bisa juga karena sistem tidak memberi kesempatan untuk punya visi jangka panjang. Apalagi kalo udah pake drill soal-soal, sangatlah tidak mendidik.

Wah bund, jangankan high school. Saya aja abis lulus kuliah bingung mau ngapain. Udah dapat kerja juga bingung mau ngapain lagi. *tak punya visi jangka panjang eh ::elaugh::

Usia lulus SMA masih wajar sebagai masa2 mencari jati diri. Kalo yang sudah tau dari awal mau ngapain, ya bagus. Nyatanya, nggak semua orang bisa seperti itu, atau rencananya berubah total karena hal2 lain di luar kuasa. So, aku merasa wajar dia bingung malah salut mau panjang lebar mengungkapkan pendapatnya di farewell party, bukan sekedar formalitas doang.

mbok jamu
08-07-2013, 05:37 AM
bundana + mbok:

i think pointnya bukan itu. kalo saya sih ngeliat dari videonya, si cewe ini memang bener mengkritisi sistem pendidikan di situ. kan menurutnya public school edu system meng-train worker, bukan thinker. murid didorong untuk menghapal dan mengejar nilai, bukan berpikiran kritis (sounds familiar? :cengir:) regardless dia valedictorian ato ngga, semua murid perlu melihat ke dalam diri sendiri. mungkin dia berpikir terlalu kritis makanya berada dalam keadaan limbo sekarang :cengir: dan kalo dia bisa berpikir begitu, kurasa dia pasti juga akan pernah melewati tahap mempertanyakan semua pertanyaan2 mbok di atas

tradisi gap year lebih populer di inggris, amrik ngga begitu. dan tidak setiap orang udah tau apa yang akan dia lakukan saat dia besar nanti loh. saya sampe lulus kuliah pun masih sering menyanyakan diri pertanyaan yang sama. even right now. serasa abg aja, sampe skarang masih mencari jati diri :cengir: saya kenel seorang temen kuliah dulu, one of the smartest person di kampus (i think she was a valedictorian too), dan pernah mengeluh hal yang mirip, ngga tau mau spesialisasi ke apa. dalam hal ini agak mirip saya, karena problemku juga, interestku terlalu luas dan ga tau mau ke mana. dia akhirnya kuliah ke cornell univ (sala satu ivy league).

dalam video ini, yang ditekankan oleh valedictorian ini adalah sistem pendidikan sekolah umum di amrik ini yang terlalu fokus pada standardized exams, dan memproduksi murid sebagai robot bukannya menginspirasi, potensi2 murid banyak yang tidak tergali. tapi tentu aja, dalam hal ini pasti ada 2 sisi yang berperan, sekolah dan individu murid. bisa jadi dua2nya sama2 bisa bermasalah.

Yang mengajarkan mbok untuk berpikir secara kritis itu orang tua. Yang mengajak mbok untuk berpikir tentang jati diri dan masa depan juga orang tua. Orangtua mbok ndak pernah mengharap itu semua diajarkan di sekolah.

The problem these days people (parents & their kids) expect too much from school. Orangtua dan anak-anak itu berharap bersekolah ndak hanya untuk menjadi pintar tapi juga kritis, mature, sehat, terkenal, jadi idola, pokoknya serba bisa deh. Lha.. Apa peran para orangtua? Apa peran orangtua si valedictorian itu, ngasih sandang dan pangan tok?

Do they actually spend time with her talking about her life, her future, herself? Do they actually live as the role model for their daughter? Do they actually inspire her to be someone someday?

To me, she is a typical person who blames the world for their own failure like parents who blame the school for their own parenting failure.

noodles maniac
08-07-2013, 05:47 AM
Sejak itu gw berhenti menjadi siswa/anak teladan...

Set dah! %omg lu akhirnya membuat keputusan seperti ini? sementara temen-temen lu yang lain mungkin berusaha sekuat tenaga untuk jadi siswa teladan ya ;))

Baca statement nya Ronggolawe kok gw tiba-tiba jadi keinget adegan pilem Star Wars yah? :cengir:

Master Yoda berkata kepada Luke...

"trust your feeling, luke"

BundaNa
08-07-2013, 07:41 AM
Bisa masalah pribadi yaitu tidak punya visi jangka panjang, bisa juga karena sistem tidak memberi kesempatan untuk punya visi jangka panjang. Apalagi kalo udah pake drill soal-soal, sangatlah tidak mendidik. Wah bund, jangankan high school. Saya aja abis lulus kuliah bingung mau ngapain. Udah dapat kerja juga bingung mau ngapain lagi. *tak punya visi jangka panjang eh ::elaugh:: Usia lulus SMA masih wajar sebagai masa2 mencari jati diri. Kalo yang sudah tau dari awal mau ngapain, ya bagus. Nyatanya, nggak semua orang bisa seperti itu, atau rencananya berubah total karena hal2 lain di luar kuasa. So, aku merasa wajar dia bingung malah salut mau panjang lebar mengungkapkan pendapatnya di farewell party, bukan sekedar formalitas doang. saya kog dari smp udah tau mau jadi apa dan dari sana udah merintis jalan buat cita2 saya. ketika malah gatot, saya tdk melihat itu salahnya sistem ato orang tua saya. Itu salah saya yang tidak mempersiapkan plan B. Saya diajari ortu untuk bertanggung jawab atas apa yg saya pilih dalam hidup dan tidak menyalahkan siapa2 ketika gagal. Dan saya sekarang mengajarkan itu ke anak2, karena pendidikan paling utama ya dari dalam rumah. Ajarkan anakmu menggali potensinya dan mendorong dia menata apa yg dia cita2kan. Setelahnya biar dia mandiri utk bisa survive

TheCursed
08-07-2013, 09:51 AM
saya kog dari smp udah tau mau jadi apa dan dari sana udah merintis jalan buat cita2 saya. ...
Good for you.
Tapi gue sependapat sama yang sebelumnya di atas, bahwa nggak semua remaja tau mau mengarahkan hidupnya ke mana.
Makanya ada guru BP di sekolah.
Seharusnya, fungsi guru ini adalah membantu anak2 yang masih galau dan mudah kebawa angin nan, sorry, alay ini untuk punya bayangan mau ngapain dengan masa depannya.

Dan wajar banget buat remaja sampe 20-something buat galau begitu.

Kalo jaman gue, kita bilangnya bukan alay(anak layangan), tapi madesu(masa depan suram). Karena sebagian besar kita, waktu itu, masih nggak jelas pengen jadi apa.


... Saya diajari ortu untuk bertanggung jawab atas apa yg saya pilih dalam hidup dan tidak menyalahkan siapa2 ketika gagal. ...
there 'ya go. Jadinya orang tua-mu dulu terlibat dalam membantu mengarahkan pendidikanmu, kan ? :)

Nah, kalo seandainya orang tua lepas tangan, terserah sama sekolah aja.
Atau malah cuma memberikan perintah, tanpa membimbing.
Sementara sekolah cara kerjanya cuma 'ngejar setoran' nilai... ::takmungkin::

mbok jamu
08-07-2013, 09:59 AM
At the end of the day, it is YOUR life.

Only YOU can make the best of it, NOT your teachers, NOT even your parents. :)

TheCursed
08-07-2013, 10:05 AM
....
dalam video ini, yang ditekankan oleh valedictorian ini adalah sistem pendidikan sekolah umum di amrik ini yang terlalu fokus pada standardized exams, dan memproduksi murid sebagai robot bukannya menginspirasi, potensi2 murid banyak yang tidak tergali. tapi tentu aja, dalam hal ini pasti ada 2 sisi yang berperan, sekolah dan individu murid. bisa jadi dua2nya sama2 bisa bermasalah.

Welp. IMHO, Tapi lagi, kalo si valedictorian ini sebelumnya, entah gimana caranya, tau pasti dia mau ngapain di masa depannya, dia sebetulnya bisa milih jalur pendidikan yang lebih cocok. i.e. sekolah2 kejuruan atau keahlian.
Setau gue, sekolah umum level SMU itu goalnya emang mempersiapkan lulusannya masuk uni, dan, bar that, kalo gagal, bisa langsung masuk dunia kerja sebagai tenaga kerja kasar, AKA: 'Robot'. Nggak heran, stardardized exams isinya kayak gitu...

tsu
08-07-2013, 10:48 AM
owalaaaaah, baru ngeh thread ini hehehehe

anw, si anak itu bener2 antitesis saya deh, in my whole life, my parents never told me to become what they hoped me for
saya selalu menjalani hidup in my own way, dan itu yg akan saya lakukan sama anak saya kelak

saya masuk kelas unggulan saat SMP dan SMA bukan karena nilai saya bagus secara keseluruhan, tapi hanya karena my english was perfect, I mean PERFECT ! sepanjang smp hanya saya yg berani convo english sama guru
tapi, jangan tanya soal matpel lain, hancur lebur wkwkwkwk
saya dapat nilai 4 untuk matematika di EBTANAS SMA but a satisfying 9,8 in english

semua ini berawal dari masuk smp, sang kepala sekolah berpidato saat itu, kalian harus berjuang untuk mendapatkan nilai bagus, bla bla bla, tapi kalau ada satu matpel dimana kalian suka, push it to the max

dari situlah I got an idea, klo ga perlu ngotot matpel lain, but english, is my playground, and MINE only
untungnya hal itu didukung sama ortu

so yeah, I got a lot of time untuk hobi, maen drumband, ikutan KIR, kemping, nge band, Bolos, you name it

imho peran ortu sekarang yang lebih dominan harusnya, si anak tetep butuh main, butuh hobi, butuh teman, dunia bukan hanya buku dan ujian soal
life is an adventure

omong2 ada yg inget iklan susu jadul ? yang ada si bapak ngajak anak nya maen bisbol, tapi ternyata si anak malah gambar skema tata surya, thats nice you know

spears
08-07-2013, 11:16 AM
sepanjang hidup gw...
ini pengalaman gw sendiri ya..pengalaman orang lain blom tentu sama..

tapi...
sepanjang umur gw.. gw belajar sesuatu
bahwa orang tua gw selalu benar..

terkadang, gw mmg membelot dan melakukan sesuatu sesuai insting gw
TAPI
in the end of the day..
PASTI deh kata2 ortu gw yg bener

::arg!::

makanya gw ga berani lg ngelawan

tp dilain pihak..gw jd tergantung gini.. so losttt without them ::ungg::

serendipity
08-07-2013, 11:27 AM
Saya jadi teringat sebuah kalimat yang menurut Saya sangat mengena, tapi Saya lupa pernah membaca atau melihatnya dimana. "Orang-orang yang dulunya adalah siswa berprestasi di kelasnya umumnya akan berakhir sebagai seorang pegawai dari sebuah perusahaan, sementara teman-teman mereka yang dulunya biasa-biasa saja atau bahkan mungkin bodoh akan menjadi orang-orang yang menjadi pemilik perusahaan yang menggaji mereka".

Sebuah kalimat yang lebih menohok pernah diutarakan oleh Paulo Freire, jika Saya tidak salah ingat, "Nenekku menginginkanku menjadi orang pintar, maka Ia melarangku ke sekolah".


orang-orang bodoh ada 2 jenis, yang mau berusaha dan yg hanya menunggu keajaiban.
Kalo orang bodohnya mau berusaha, pasti bisa lebih maju dari orang yg nilai atau IPK nya bagus, tp kalo org bodohnya hanya menunggu dan menunggu gak akan ada hasilnya

sekedar share kisah Kakek ku dulu dia gak lulus SD, dia hanya seorang pejuang kemerdekaan. Tapi pada saat itu dia udah mampu mendirikan CV, menggaji beberapa orang dan punya rumah yg orang2 bilang sangat layak.
Jaman sekarang, orang yg udah sarjana pun (S 1/ S 2) belom tentu berani dan bisa berhasil mendirikan CV, I'm so proud of him.. even I never met him.

Yuki
08-07-2013, 11:36 AM
ok..... (apaan coba)

dia anak pintar kan? jenius....namanya victoria ya
jika memang dia jenius, stop mengeluh, boleh mengeluh tapi hanya pada saat itu saja, untuk selanjutnya, stop mengeluh, lihat ke depan, lihat ke masa depanmu, jangan menoleh ke belakang, jangan terpaku ke belakang

yg sudah berlalu ya biarlah berlalu

kamu masih punya mata, telinga, panca indra masih berfungsi baik, kamu tidak cacat, kamu punya akal untuk berpikir dan emosi untuk merasakan, apalagi kenikmatan dan kelebihan yg engkau ingkari?

tanya pada nuranimu yg terdalam....apa yg kamu inginkan sekarang? Temukan.....lalu raih keinginan itu

tidak bisa menemukan hanya karena selama 12 tahun kamu mengalami proses pendidikan bagaikan robot? Itu hanyalah alasan omong kosong, tanya pada dirimu sendiri, kamu mau jadi orang apa kamu hanya mau berduram durja dan menjadi pecundang selama hidupmu?

danalingga
08-07-2013, 11:40 AM
At the end of the day, it is YOUR life.

Only YOU can make the best of it, NOT your teachers, NOT even your parents. :)

Quote ini berlaku jika subjek sudah dewasa. Kalo belon? Tentu lingkungan yang mengarahkannya. Mosok bayi langsung dituntut menentukan nasibnya sendiri, nggak toh?

mbok jamu
08-07-2013, 12:05 PM
Yang bilang buat bayi siapa, kaka Dana?

danalingga
08-07-2013, 12:21 PM
Itu majas hiperbola mbok. ::hihi::

Ronggolawe
08-07-2013, 02:40 PM
Set dah! %omg lu akhirnya membuat keputusan seperti ini? sementara temen-temen lu yang lain mungkin berusaha sekuat tenaga untuk jadi siswa teladan ya ;))

Baca statement nya Ronggolawe kok gw tiba-tiba jadi keinget adegan pilem Star Wars yah? :cengir:

Master Yoda berkata kepada Luke...

"trust your feeling, luke"

lha, jaman gw SMP dan SMA, siswa teladan itu
identik dengan penjilat guru :)

ngga pentinglah predikat siswa teladan ataupun
nantinya tampil pidato di perpisahan kelas :)
secara dulu gw ngga teladan pun sering dipang
gil guru karena kenakalan siswa (kenakalannya
masih terukur kok, dan kalau dipikir secara logis,
masih tergolong pemberontakan atas kezaliman
guru, apalagi zaman itu zaman orba) jadi tetap
saja akrab dan dikenal oleh guru :)

kandalf
08-07-2013, 03:23 PM
masyarakat yg menciptakan sistem atau praktisi pendidikan plus pemerintah yg memberlakukan sistem serta tidak konsisten memberlakukannya? contoh simpelnya, ada surat edaran ke semua tk di jawa tengah untuk melarang tk mengajarkan calistung ke siswanya. tapi membiarkan sd tetap mengadakan tes masuk. kontradiktip kan?

Kebalik tuh.
Mestinya SD dilarang membuat tes masuk.

TK mau mengadakan calistung sih tergantung kesepakatan TK ama orang tua murid.



menurut saya, si cewek ini belum paham sama passion dia. masih linglung mau ngapain. Teman-teman dia udah tau sama passion masing-masing. Sementara dia akhirnya melakukan apa yang biasanya society umum nilai sebagai orang sukses: belajar dan lulus dengan nilai gemilang. Namun dia pasti merasa kosong, apa bener ini passion dia? lalu habis lulus harus ngapain? karena bekerja ga semudah menghafal catatan-catatan guru, lalu menuangkan di lembar jawaban.
Tampaknya iya.
Dia masih belum tahu.


sekolah itu penitipan anak...
dikala bapak emaknya sibuk kerja ::ngakak2::::ngakak2::

Aseeeem...
Nyindir abiiis...
::toeng2::


jaman itu saya ngiri banget dengan tradisi gap year yang ada di inggris - di mana anak lulus sekolah (sma, ato a'level), mereka mengambil 1 tahun off (gap year) untuk travel ato berkecimpung di dunia masyarakat dewasa. kurasa kalo anak diberi ruang seperti itu, untuk mencari "jati diri" ato industri yang ingin ditekuninya, mungkin akan memberikan perspektif yang berbeda saat kuliah nanti. my logic is, kalo saya dari kecil sampe sma hanya mengenal dunia sekolah saja dan tidak dunia nyata di luar, bagaimana saya tau jurusan apa yang ingin saya tekuni saat kuliah nanti? apakah jurusan kuliah yang diambil itu berdasarkan hitungan kancing? ato diktean ortu?

Saya gak butuh tradisi gap year.
Tinggal menghabiskan uang orang tua sia-sia selama empat tahun.. ::hohoho::

Oke, serius.
Saya pernah empat tahun gak rela kuliah.
Dua tahun di Yogya.
Dua tahun di Australia.

Bukan karena saya tidak bisa.
Tapi setiap kali berdiri di depan kelas, saya tidak mau masuk kuliah.
Dan itu juga masih terjadi ketika di UI.

Alasannya sederhana. Saya dendam karena 'dikendalikan' oleh orang tua.
Alasan kekanak-kanakan tetapi cukup membuang waktu.

Wanita yang berpidato itu masih beruntung, walau dia gak bisa menentang keinginan orang tua, tetapi setidaknya dia gak membuang-buang waktunya.
Kuharap dia bisa tenang sebelum kerja.




Sejak itu gw berhenti menjadi siswa/anak teladan... :)


Set dah! %omg lu akhirnya membuat keputusan seperti ini? sementara temen-temen lu yang lain mungkin berusaha sekuat tenaga untuk jadi siswa teladan ya ;))


Gue berhenti jadi siswa teladan sejak kelas 4 SD.
Sukses tidak 'menarik' perhatian saat SD.
Sukses tidak 'menarik' perhatian saat SMP.

Entah kenapa, pas SMU, tiba-tiba beredar isu di antara para guru kalau gue pintar.
Damn!

Padahal gue sudah berusaha tidak mengerjakan PR sama sekali.
Eh.. tetap aja dipanggil ama guru-guru fisika dan matematika untuk memberi contoh mengerjakan tugas kalau kawan-kawan lain gak bisa mengerjakan. ::arg!::

Tapi gue cukup senang dapat nilai merah tiga kali saat SMU. Sungguh bahagia.
Satu merah untuk pelajaran Seni Rupa.
Dua merah untuk pelajaran Sejarah.

Dan lebih bangga lagi, tiga tahun setelah lulus, kembali ke sekolah, tahu2 ada junior yang nanya, "Kak.. angkatan 2000 ya? Katanya ada di angkatan 2000 yang Seni Rupa-nya dapat nilai merah ya?"

Yes! Gue jadi legenda!



sekedar share kisah Kakek ku dulu dia gak lulus SD, dia hanya seorang pejuang kemerdekaan. Tapi pada saat itu dia udah mampu mendirikan CV, menggaji beberapa orang dan punya rumah yg orang2 bilang sangat layak.
Jaman sekarang, orang yg udah sarjana pun (S 1/ S 2) belom tentu berani dan bisa berhasil mendirikan CV, I'm so proud of him.. even I never met him.

Aku belum berani sampai sekarang.
Jadi aku salut dengan kakekmu.

BundaNa
08-07-2013, 04:51 PM
Good for you. Tapi gue sependapat sama yang sebelumnya di atas, bahwa nggak semua remaja tau mau mengarahkan hidupnya ke mana. Makanya ada guru BP di sekolah. Seharusnya, fungsi guru ini adalah membantu anak2 yang masih galau dan mudah kebawa angin nan, sorry, alay ini untuk punya bayangan mau ngapain dengan masa depannya. Dan wajar banget buat remaja sampe 20-something buat galau begitu. Kalo jaman gue, kita bilangnya bukan alay(anak layangan), tapi madesu(masa depan suram). Karena sebagian besar kita, waktu itu, masih nggak jelas pengen jadi apa. there 'ya go. Jadinya orang tua-mu dulu terlibat dalam membantu mengarahkan pendidikanmu, kan ? :) Nah, kalo seandainya orang tua lepas tangan, terserah sama sekolah aja. Atau malah cuma memberikan perintah, tanpa membimbing. Sementara sekolah cara kerjanya cuma 'ngejar setoran' nilai... ::takmungkin:: kalo kita tau tugas ortu, mengarahkan dan mendidik anak termasuk di dalamnya. kalo mau masa bodoh sama anak, berarti dia kalah dibanding binatang. binatang aja mengajari anaknya untuk survive, masak manusia masa bodoh? ngajarin tanggung jawab kan sesuatu yg dasar. kalo dia tau harus bertanggung jawab, kan dia bisa mengarahkan hidupnya. dia tau belajar di sekolah itu proses tanggung jawab dia utk hidupnya

---------- Post Merged at 03:51 PM ----------

ah ya ortu saya tidak mengarahkan dengan saklek, bahkan cenderung membiarkan saya menentukan sekolah yg saya mau, mau apa saya kelak tapi harus berani bertanggung jawab. saya pernah lho dpt merah 2 di mata pelajaran utama di jurusan saya. saya sama sekali ga dimarahin, justru saya yg kerepotan sendiri utk m'hitamkan kembali nilai rapot. anak di video itu merasa hidupnya datar2 aja, ga bisa enjoy sama hidupnya, makanya akhirnya ngeluh

TheCursed
08-07-2013, 05:03 PM
^Joke-nya ancuur, yang "Sekolah itu tempat penitipan anak... Saat orang tua sibuk kerja";
It happens. OFTEN.
Mungkin joke-nya di situ... walaupun lumayan black comedy... ;D

BTW, buat anak2 yang di komando jalur hidupnya... sukur kalo 'datar2' aja, artinya masih gerak, masih dapet pangalaman, tapi ya itu, pengalamannya yang standar2 aja. Lah, kalo jalan di tempat ? Nggak dapet apapun yang ada gunanya....

Hai_Lee
08-07-2013, 05:12 PM
^

sama, bun ;D
waktu SD, saya pernah ga masuk sekolah sehari karena sakit. Pelajaran hari itu ga ketangkep dan besokannya ada tes tentang pelajaran itu. Tentu saya dapet merah, wuih kelimpungan sendiri saya. sejak saat itu saya belom pernah ga masuk kelas kecuali kalo bener2 terpaksa banget. Pas kuliah semester 2, saya kesusahan sama satu matpel. Saya bener2 stres, saya pengen nilai saya bagus. Malah ortu bilang gapapa nilai ga usah dapet A, yang penting anaknya masih 'waras' dan ga stres. Mereka juga kayaknya ketakutan, soalnya belom pernah sepanik ini menghadapi mata pelajaran. Tapi tetep tiap hari waktu saya habiskan buat memperbaiki nilai tuh pelajaran. Untung endingnya worth it :ngopi:

Ortu saya biasanya cuma sebagai 'guide' dan pemberi masukan. tetep keputusan ada ditangan saya. contohnya, saya pernah bikin tret tentang tempat kuliah. akhirnya saya memutuskan untuk ga ketempat yang dipilih ortu. Cuma yah kadang2 seperti kata spears, ortu (hampir) selalu benar.

peran ortu harus seimbang. Sebagai pembimbing tapi jangan sampe jadi diktator. Harus bisa mengenali dan ngembangin potensi anak semaksimal mungkin tapi jangan melebihi kapasitas.

tuscany
08-07-2013, 06:09 PM
Welp. IMHO, Tapi lagi, kalo si valedictorian ini sebelumnya, entah gimana caranya, tau pasti dia mau ngapain di masa depannya, dia sebetulnya bisa milih jalur pendidikan yang lebih cocok. i.e. sekolah2 kejuruan atau keahlian.
Setau gue, sekolah umum level SMU itu goalnya emang mempersiapkan lulusannya masuk uni, dan, bar that, kalo gagal, bisa langsung masuk dunia kerja sebagai tenaga kerja kasar, AKA: 'Robot'. Nggak heran, stardardized exams isinya kayak gitu...

Aku yakin dia sebenarnya tau mau ngapain di masa depan. Anak TK aja ditanya sudah besar mau jadi apa tau. Cuma dia kelihatannya terbelenggu sama pemikiran dia sendiri yang nggak bisa lepas dari standardized sistem.


ok..... (apaan coba)

dia anak pintar kan? jenius....namanya victoria ya

Kayaknya namanya bukan victoria deh... :ngopi:



sekedar share kisah Kakek ku dulu dia gak lulus SD, dia hanya seorang pejuang kemerdekaan. Tapi pada saat itu dia udah mampu mendirikan CV, menggaji beberapa orang dan punya rumah yg orang2 bilang sangat layak.
Jaman sekarang, orang yg udah sarjana pun (S 1/ S 2) belom tentu berani dan bisa berhasil mendirikan CV, I'm so proud of him.. even I never met him.
Dengan tidak mengurangi rasa hormatku ke kakek Seren, orang zaman dulu rata2 memang nggak sekolah (tinggi).
Tapi buat mendirikan CV, butuh nyali. Ini tidak diajarkan sekolah tapi diberikan oleh bakat dan pengalaman.

dari yang kuamati, ternyata di KM ini banyak yang pas masi sekolah pada pinter ya, either diakui sekolah atau tidak ::elaugh::
soal nilai merah, pernah dapat di SMP di pelajaran Kesenian. Gegara lupa submit tugas.
waktu SMA matematik sempat merah juga dua kali. sampe sekarang nggak pernah pede sama yang namanya kalkulus. padahal kalo diselami nggak susah2 amat. cuma mentalnya udah hancur duluan.

TheCursed
08-07-2013, 06:29 PM
Aku yakin dia sebenarnya tau mau ngapain di masa depan. Anak TK aja ditanya sudah besar mau jadi apa tau. Cuma dia kelihatannya terbelenggu sama pemikiran dia sendiri yang nggak bisa lepas dari standardized sistem. ...

IMHO, 'belenggu' itu sendiri bisa datangnya dari diri sendiri atau dari lingkungan.
Dan, dari yang gue tau selama gue jadi pelajar dan pengajar, siswa mungkin tadinya tau dia mau jadi apa, tapi seiring dengan bertambahnya umur dan pengalaman, keinginan itu bisa berubah atau jadi mentah lagi.
Dan ada problem juga dengan tau mau kemana, dan cara untuk mencapai tujuan itu. Soalnya itu dua hal yang beda.

Tugasnya semua yang bertanggung jawab terhadap pendidikan si siswa, termasuk di dalamnya orang tua dan sekolah, untuk memberikan bimbingan. Dalam artian, bukannya meng-impose ide mereka sendiri kepada siswa, yah.
Dan sebetul-nya sistem pendidikan udah punya mekanisme untuk menjalankan hal ini. Kalo di Indo kita punya POMG dan guru BP. Di US, seinget gue ada yang namanya PTA dan councelor. Kalo di Deutschland sini, kata temen2 yang anaknya sekolah di sini, mereka punya pertemuan berkala orang tua dan guru cuma buat ngebahas hal2 kayak gini, sejak anak2nya bahkan baru masuk TK.

Yang jadi problem adalah kalo sistem itu, nggak fungsi dengan seharusnya.

So, balik ke judul topik, pertanyaan yang gue pengen ajukan disini adalah: "Tamparan terhadap sistem", atau, "Tamparan terhadap orang yang (tidak) menjalankan sistem" ?

serendipity
08-07-2013, 06:30 PM
saya sadar kok dengan kompetisi yg beredar saat ini lulusan S1 & S2 udah banyak banget ;D makanya kalo ada orang yg bilang gak perlu sekolah tinggi-tinggi.. ya harus diliat dia ada di zaman apa.
Untuk kasus kakek ku saat itu, emang hanya beberapa orang yg punya keberanian buat bisnis kaya gitu. Kakeknya Tika Panggabean juga salah satu yg berani dan berhasil dalam bisnisnya
Orang-orang pintar jaman sekarang ( semua yg ngerasa udah lulus sarjana) sangkin perhitungan dengan untung dan rugi, jadi takut mengambil keputusan. Tapi yg kaya gitu juga gak bisa di salahin, soalnya setiap orang bisa memperhitungkan kemampuannya

serendipity
08-07-2013, 07:04 PM
Dengan tidak mengurangi rasa hormatku ke kakek Seren, orang zaman dulu rata2 memang nggak sekolah (tinggi).
Tapi buat mendirikan CV, butuh nyali. Ini tidak diajarkan sekolah tapi diberikan oleh bakat dan pengalaman.

dari yang kuamati, ternyata di KM ini banyak yang pas masi sekolah pada pinter ya, either diakui sekolah atau tidak ::elaugh::
soal nilai merah, pernah dapat di SMP di pelajaran Kesenian. Gegara lupa submit tugas.
waktu SMA matematik sempat merah juga dua kali. sampe sekarang nggak pernah pede sama yang namanya kalkulus. padahal kalo diselami nggak susah2 amat. cuma mentalnya udah hancur duluan.

yup, emang faktor bakat dan pengalaman besar bgt pengaruhnya. Aku rasa karna mental kakek udah ditempa di hutan dan bertemu berbagai macam bahaya, dia pikir untuk mendirikan CV hampir sama seperti medan perang, ada menang dan kalah itu normal :cengir:

Hai_Lee
08-07-2013, 07:24 PM
saya sadar kok dengan kompetisi yg beredar saat ini lulusan S1 & S2 udah banyak banget ;D makanya kalo ada orang yg bilang gak perlu sekolah tinggi-tinggi.. ya harus diliat dia ada di zaman apa.
Untuk kasus kakek ku saat itu, emang hanya beberapa orang yg punya keberanian buat bisnis kaya gitu. Kakeknya Tika Panggabean juga salah satu yg berani dan berhasil dalam bisnisnya
Orang-orang pintar jaman sekarang ( semua yg ngerasa udah lulus sarjana) sangkin perhitungan dengan untung dan rugi, jadi takut mengambil keputusan. Tapi yg kaya gitu juga gak bisa di salahin, soalnya setiap orang bisa memperhitungkan kemampuannya

entah sekolah membuat pintar atau membuat 'bodoh' orang2 :mikir:

TheCursed
08-07-2013, 08:27 PM
entah sekolah membuat pintar atau membuat 'bodoh' orang2 :mikir:

Nggak dua2nya.
Risk averse, atau risk lovers, dua2nya nggak di tanamkan di sekolah.
But, school give tools to do both.

Kata kunci dari ceritanya Seren, mungkin, adalah 'orang2 jaman sekarang'. Kita hidup di jaman yang relatif tenang dan stabil. So, mengambil jalur beresiko ngga' terbayang di kepala kita.

Sementara kakeknya Seren mungkin mikirnya, "Meh, cuma rugi,... masih idup dan nggak nyempil di torture camp entah di mana tau... ".

Itu mirip kayak respon orang Indonesia di komper sama orang US saat nonton Fear Factor, misalnya. Orang US mungkin nontonnya sambil begidik, sementara orang Indo.. "Jalan di atas kereta, pake harness ? Meh, kita nyebutnya di sni cuma 'berangkat sekolah'. Tanpa Harness."

ndugu
08-07-2013, 10:04 PM
ortu hailee kaya ortuku dulu nih :mrgreen:
dulu juga cukup stress dengan sekolah (partly juga memang gampang stres dan merasa harus memikul beban sendiri, padahal yang laen santai aja. but that was my own issue :cengir:), jadi ortu malah sering suruh saya bolos aja :cengir: kuatir kali mereka saya jadi sinting gara2 depresi :cengir:


At the end of the day, it is YOUR life.

Only YOU can make the best of it, NOT your teachers, NOT even your parents. :)
bener. im not disagreeing.
orang tua maupun guru hanya bisa membuka jendela dan pintu
tapi murid lah yang harus bisa mengambil langkah untuk melangkah keluar

but that's besides the point :cengir:

---------- Post Merged at 10:04 AM ----------

seren + thecursed + hailee:

kalo saya melihatnya itu seperti complacency ya. dan kurasa perspektif hidup juga beda antara orang yang selama ini taunya itu2 aja, dengan orang yang udah pernah 'melihat dunia'.

serendipity
09-07-2013, 05:31 PM
entah sekolah membuat pintar atau membuat 'bodoh' orang2 :mikir:

sebenernya membuat pintar kalao mau jujur pasti ada gunanya, gak mungkin yg kita pelajari sia sia :)




Kata kunci dari ceritanya Seren, mungkin, adalah 'orang2 jaman sekarang'. Kita hidup di jaman yang relatif tenang dan stabil. So, mengambil jalur beresiko ngga' terbayang di kepala kita.

Sementara kakeknya Seren mungkin mikirnya, "Meh, cuma rugi,... masih idup dan nggak nyempil di torture camp entah di mana tau... ".

Itu mirip kayak respon orang Indonesia di komper sama orang US saat nonton Fear Factor, misalnya. Orang US mungkin nontonnya sambil begidik, sementara orang Indo.. "Jalan di atas kereta, pake harness ? Meh, kita nyebutnya di sni cuma 'berangkat sekolah'. Tanpa Harness."

yup. Gw pernah dapet pelajaran leadership pas di kampus, harus survive di hutan dan nyebrang pake satu tali. kesannya fun, tp sebenernya itu pelajaran supaya orang gak cepet down atau putus asa ;D



dulu juga cukup stress dengan sekolah (partly juga memang gampang stres dan merasa harus memikul beban sendiri, padahal yang laen santai aja. but that was my own issue :cengir: ), jadi ortu malah sering suruh saya bolos aja :cengir: kuatir kali mereka saya jadi sinting gara2 depresi :cengir:

but that's besides the point :cengir:

seren + thecursed + hailee:

kalo saya melihatnya itu seperti complacency ya. dan kurasa perspektif hidup juga beda antara orang yang selama ini taunya itu2 aja, dengan orang yang udah pernah 'melihat dunia'.

hihi sama donk kaya mama ku, juga suka nyuruh bolos pas SD kayanya dia juga takut liat anaknya stress. Ternyata beberapa ortu suka kasian ama anak-anaknya kali ya ;D

Hai_Lee
09-07-2013, 05:57 PM
unngg mungkin pada salah tangkep. Maksud saya, sekolah ada yang membuat pintar dengan ilmu2nya namun ada juga yang blunder.

Misal yah contoh resiko itu. Yang, dulu disebut 'resiko', sekarang bahkan udah bisa dipelajari, bisa dilkalkulasikan. Buat beberapa murid, itu tambahan ilmu, berguna untuk mereka. Mereka berusaha buat meminimalisirkan (<--- ini kata susah banget yak ;D) resiko itu, dibuatlah plan2 sedemikian rupa. Ada yang sukses, ada yang enggak. Seenggaknya kalo ada yang gagal, mereka masih belajar dari kesalahan mereka. yang penting nyali mereka.

Nah, buat yang lain, mengetahui resiko malah membuat nyali mereka menciut. ini yang saya bilang membuat mereka 'bodoh'. Berarti sebenernya attitude murid2 pada pelajaran sekolah itu sendiri.

serendipity
09-07-2013, 11:02 PM
Nah, buat yang lain, mengetahui resiko malah membuat nyali mereka menciut. ini yang saya bilang membuat mereka 'bodoh'. Berarti sebenernya attitude murid2 pada pelajaran sekolah itu sendiri.

ho oh setuju kak
Ada owner resto burger, si owner ini cuma lulusan SMP doank.
Gak ngerti ilmu akuntansi, manajemen, SDM, marketing. Yang dia ngerti cuma cara membuat burger yg enak, komposisinya apa aja. Itu tok.
Tapi usahanya berhasil banget. Bahkan dr usahanya itu dia bisa menyekolahkan anaknya sampe S2.

Karna dia udah berpikir anaknya lulusan S 2 universitas terkenal, dia percaya'in restonya ama anaknya itu.
Yang ada omsetnya makin menurun. makin dikit orang yg beli burgernya.
Ternyata si anak mengurangi komposisi burgernya, dagingnya dibuat kecil dan bumbu juga dikurangin
Setelah bapaknya tau, baru bapaknya mengambil alih lagi usahanya. Dan omset pun kembali naik

itu cerita nyata, emang lulusan S 2 harus banyak belajar sama orang yg berpengalaman ;D

ndableg
09-07-2013, 11:05 PM
Mungkin karena si anak cuman tau teori doang. Praktek nol, plus sombong kali ye.. mentang2 S2.. ::hihi::

Bi4rain
10-07-2013, 12:00 AM
wah..parah tuh. klo emang jelas kelebihan resto bapaknya karena di kualitas burgernya, kenapa justru itu yang di 'downgrade'
mikir si anak mau cepat untung aja...ga mempertimbangkan apakah customer bakal balik lagi.

serendipity
10-07-2013, 12:07 AM
Karna si anak mikir teori-teori di kampus jauh lebih berguna daripada di resto, secara dia udah belajar setengah hidup ya dia lebih percaya ama dosennya.

Padahal jelas bapaknya yg udah memberikan bukti di depan mata seperti apa bikin resto yg banyak pelanggan. Ya gitu deh namanya juga udah mind set

234
10-07-2013, 01:04 AM
Terlalu 'dikendalikan' dgn terlalu 'dibebaskan' itu sama aja dampak negatifnya...

Kasusku mirip dgn Kandalf tapi alasannya bertolak belakang... Terlalu dibebaskan menjadikan ndak bertanggung-jawab.

Saya pernah buang waktu 3 thn percuma pas awal kuliah (di UGM),...ujung2nya sampe setuwir sekarang boro2 pidato di acara wisuda, lha wong yg namanya pake toga aja saya belum pernah. (Duh padahal bungsuku aja udah dua kali pernah ikut wisuda pas lulus playgroup dan TK) :cengir:

Pernah juga dapet nilai merah untuk 9 mapel dari 13 mapel di raport pas SMA klas 2 semester 1. Punya catatan rekor 'Sakit=0 Ijin=0 Alpa=31' yg tercatat resmi di rapor SMP kelas 1 semester 1. Pernah membuktikan bahwa untuk mendapatkan nilai 4 mapel matematika itu ternyata sangat mudah semudah mendapatkan nilai 10 untuk mapel yg sama. :cengir:

Dan meskipun se-umur2 ndak pernah menyandang predikat siswa teladan (boro2), waktu jaman sekolah isu yg beredar di kalangan guru2 dan temen2 bahwa saya pintar. :)

Itulah...kebebasan eh kebablasan ding. :cengir:

***
Anyway, menurutku apa yg disampaikan si cewek valedictorian tsb anggap aja sebagai pemicu untuk membenahi sistem pendidikan yg ada, lebih khususnya di negara kita.

Nah kebetulan bulan lalu (Juni '13) Kurikulum Pendidikan 2013 baru saja disahkan oleh DPR.

Dan kebetulan pula saya baru saja menyekolahkan sulungku masuk SMA dan minggu lalu saya sempat datang sbg orang tua siswa di acara sosialisasi kurikulum baru tsb di sekolah (ada 4 SMA Negeri eks RSBI di Jogja yg siap menerapkan kurikulum tsb mulai kelas X yg masuk thn ini).

Terlepas banyak pihak yg skeptis bahkan sinis n apatis, mudah2an pernyataan2 dalam contoh kutipan2 dibawah ini benar adanya...


Perbedaan inti kurikulum 2013 dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya, yakni pada unsur kreativitas. Dengan kurikulum baru, maka diharapkan lulusan sekolah/madrasah bisa menghadapi kondisi dunia yang semakin berubah.

Dalam Kurikulum 2013, pendidikan prakarya dan kewirausahaan diajarkan kepada semua siswa SMA, MA, dan SMK. Pemberian materi ini, antara lain, untuk menumbuhkan semangat kewirausahaan sejak dini.
:)

TheCursed
10-07-2013, 04:51 AM
Mungkin karena si anak cuman tau teori doang. Praktek nol, plus sombong kali ye.. mentang2 S2.. ::hihi::

S2 apa dulu nih. Jangan2 S2 teknik elektro. ... di suruh dagang burger, ya mana mudeng. ;D

apalagi makin banyak S-nya, skill orang jadi makin terspesialisasi. ;D