Kopi Hangat



“Byuuur,,,”
Hujan deras langsung menerpa pasangan muda-mudi itu, mereka bergegas memasuki area kantin gedung sekolah tinggi bahasa yang mereka tuju diseberang jalan. Langit Ciracas memang sudah mendung sedari tadi, jadi pasangan itu tidak bisa menyalahkan hujan yang menyebabkan tubuh mereka kuyup seketika.
Sejurus setelah keduanya memasuki area, atap kanopi kantin melindungi mereka dari hujan yang berkejar-kejaran. “ Duduk di situ saja, bal,,, “ si gadis mengarahkan ujung jarinya ke sebuah sudut kantin yang menjual nasi. Ia bergegas duduk di bangku kantin sambil mengibas ujung jilbab panjangnya yang sedikit basah. Tadi temannya itu sempat melebarkankan jaket kulitnya untuk melindungi keduanya dari siraman hujan tepat di kepala. Sang pemuda segera mengikuti dari belakang dan mengambil tempat duduk menghadap si gadis. Pemuda itu menoleh ke dalam kios, “Mbak, kopi hangat satu!” Tanpa menunggu jawaban, pemuda itu mengarahkan pandangan kearah si gadis yang duduk bersila tangan menahan dingin.
“Miss, lanjutin lagi ya yang tadi sebelum kelas kita dimulai. Miss, to the point, bolehkah aku melamarmu?”
Mata sang gadis mengerjap, ada sejumput kehangatan menyergap. Pemuda itu adalah muridnya. Sudah dua tahun ini ia menjadi guru dikelas pemuda itu dan umur mereka tidak terpaut jauh. Ia tidak pernah menyangka pemuda itu akan melamarnya, namun ia berharap sosok pemuda didepannya itu adalah yang terbaik yang Tuhan kirimkan untuknya. Si gadis tersenyum dan tertunduk malu, bersamaan dengan itu kopi yang dipesan si pemuda tiba.
“Iqbal serius?” tanyanya tetap tertunduk.
Pemuda itu tersenyum mengangguk, “iya, insya Allah, miss” Jawabnya tegas.
Masih tertunduk, gadis itu berkata,
“Insya Allah, bal. Silahkan datang kepada orang tuaku.”
Kini giliran hawa hangat menyelimuti setiap rongga tubuh sang pemuda, “Alhamdulillah” ujarnya lirih.
Ia pun menyeruput kopi panasnya, hangat kopinya juga ikut menghangatkan hatinya.