"Demi Allah, saya tidak pernah mengucapkan ’Presiden apa Anda? Anda naif’. Juga saya tidak mengucapkan, ’Atas nama ayah saya Prof Sumitro...’. Apa hubungan ayah saya dengan semua itu?" kata Prabowo Subianto (55), mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, di ruang kerjanya di Kompleks Bidakara, Rabu (27/9).
Berbicara teratur dan tenang, Letjen (Purn) Prabowo Subianto yang kini menjadi pengusaha dan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) itu menjawab mengutip pertanyaan salah satu media nasional seputar buku mantan Presiden BJ Habibie, Detik-detik yang Menentukan, yang diluncurkan Sabtu (16/9).
Salah satu bagian menarik dari buku ini adalah dialog BJ Habibie, yang menjadi presiden menggantikan Soeharto yang mundur pada 21 Mei 1998, dengan Prabowo. Disebutkan, alasan Habibie mengganti Prabowo karena mendapat laporan dari Pangab Jenderal Wiranto ada gerakan pasukan Kostrad menuju Jakarta, Kuningan (tempat tinggal Habibie dan keluarga), dan Istana Merdeka.
Bagian dialog di atas, menurut Prabowo, tidak sesuai dengan apa yang dia alami. "Tulisan yang saya baca di Kompas (20/9), lalu saya baca bukunya, itu menurut versi Pak Habibie. Setiap orang memiliki hak menyampaikan versinya. Tetapi, karena menyangkut pihak lain, tentunya saya boleh menyampaikan versi saya," kata Prabowo.
"Apa yang saya lihat tidak sesuai dengan yang beliau uraikan. Mungkin karena beliau sudah sepuh dan (kejadian) sudah berlangsung lama. Beliau sampaikan dalam kalimat langsung. Ini merugikan karena saya tidak mengucapkan itu," ujarnya.
Prabowo menyebutkan, sampai saat ini dia tidak mengerti tujuan penulisan itu. "Dia orang yang saya hormati, kagumi, yang saya anggap bapak saya. Tetapi, ada insinuasi seolah-olah saya kurang ajar," kata Prabowo.
Menurut Prabowo, dia sudah meminta waktu bertemu Habibie untuk menanyakan hal ini, tetapi sampai saat ini belum ada jawaban.
Lalu, apa yang terjadi?
Prabowo menuturkan, Jumat 22 Mei 1998 dia mendapat laporan dari stafnya, Pataka Kostrad yang merupakan lambang kepemimpinan komando kesatuan akan diambil. Itu berarti komandan akan diganti. "Kok, tidak ada pemberitahuan kepada saya?" kata Prabowo.
Prabowo menggambarkan, hubungannya cukup dekat dengan Habibie ketika itu. Dia mengagumi Habibie saat menjadi Menteri Negara Ristek karena dia anggap Habibie dapat membawa Indonesia menjadi negara industri maju. "Beliau sering mengatakan kepada saya, bila saya mengalami tanda tanya, silakan datang kepada beliau. Itulah reaksi saya ketika datang ke Istana," tutur Prabowo.
Seusai shalat Jumat sekitar pukul 14.00 tanggal 22 Mei 1998, dia datang dengan dua kendaraan ke Wisma Negara. Satu dinaiki Prabowo dan satu kendaraan pengawal. Dia menemui ajudan Presiden untuk minta bertemu Presiden.
"Saya orangnya naif dan polos-polos saja. Kalau saya lihat sekarang, mungkin mereka tegang lihat saya datang dan saat itu banyak pengawal di sana."
"Saya datang dengan pakaian loreng, pakai kopel, dan bawa senjata. Saya melepas kopel dan senjata saya karena itu etika dalam militer," papar Prabowo.
Begitu bertemu, menurut Prabowo, Habibie mengatakan penggantian itu keputusannya. "Anehnya, beliau mengatakan penggantian itu atas permintaan Pak Harto," kata Prabowo.
Jawaban Habibie berubah lagi ketika Prabowo menemui Habibie di rumahnya di Jerman tahun 2004 sebelum Konvensi Golkar untuk membuat klarifikasi atas pernyataan Habibie—antara lain di depan para editor media Jerman di Asia—seolah-olah Prabowo akan melakukan kudeta.
"Saya bertemu Habibie di rumahnya. Siangnya kami makan di rumah makan china, lalu dia mengajak ke rumahnya.
Kami bertemu dari pukul 13.00 sampai 23.00. Saya jelaskan semua dan dia mengatakan yang meminta saya mundur adalah negara superpower," paparnya.
Prabowo mengakui, dia memang sempat merasa karena kedekatannya, Habibie akan memakai dia. "Saya ingin melihat transisi yang smooth, smooth landing untuk Pak Harto karena beliau juga orang yang dibesarkan Pak Harto, dan demi bangsa kita. Jangan lupa, ketika itu ekonomi kita hancur, nilai rupiah hancur, terjadi capital flight," tuturnya menjelaskan.
Prabowo mengatakan sudah menyadari dari sejarah, jika seorang pemimpin turun, semua yang dekat dengan pemimpin itu juga akan turun. "Saya punya intuisi saya akan diganti, tetapi itu biasa saja," kata Prabowo. "Saya menjunjung tinggi konstitusi dan saya tidak mengeluh atas keputusan presiden (untuk mundur malam itu juga dari jabatan Panglima Kostrad).
Tentang kudeta
Juga insinuasi di dalam buku seolah-olah dia akan kudeta, dia pernah menulis surat kepada Habibie menjelaskan soal ini dan Habibie tidak pernah membantah penjelasannya.
Permintaan Prabowo agar penggantiannya ditunda tiga bulan lagi adalah untuk memperlihatkan pergantian pemimpin itu biasa dan dapat berjalan mulus. Ketika Habibie memutuskan dia harus diganti malam itu juga, dia menerima tanpa mengeluh.
"Bandingkan dengan kejadian di Thailand. Thaksin memberhentikan panglima angkatan darat, bukannya dilaksanakan, malah dikudeta," ujar Prabowo.
"Kalau betul tuduhan niat saya tidak baik, saya saat itu memimpin 34 batalyon. Saya bisa lakukan dan kenapa saya harus datang sendirian kepada beliau."
Yang tidak disebutkan dalam buku, Kamis malam sekitar pukul 23.00 Prabowo bertemu Habibie. Mereka berpelukan dan Prabowo menyerahkan pernyataan dukungan 44 ormas Islam kepada Habibie. Namun, situasi berubah cepat keesokan paginya.
Di luar itu, semua asisten Prabowo di Kostrad berada di bawah komando Panglima Komando Daerah Militer Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin.