Kasus hilangnya separuh jari telunjuk kanan anak dari Gonti Sihombing (34), anak tersebut bernama Edwin Timothy Sihombing (2,5 bulan). Menurut penilaian orangtuanya, Gonti Sihombing, karena adanya kesalahan Rumah Sakit Harapan Bunda yang beralamat di Jalan Raya Bogor Km 22 No 24, Kelurahan Kampung Rambutan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur (Jaktim), namun penili tersebut dibantah pihak rumah sakit .
Marketing dan Humas RS Harapan Bunda, Dian Kristiana mengatakan, tidak ada kejadian pemotongan terhadap jari Edwin di dalam ruang perawatan RS Harapan Bunda.
"Yang benar adalah jaringan mati sudah terlepas dengan sendirinya di dalam kassa sehingga perlu diambil," ujarnya kepada wartawan.
Lebih lanjut, Dian menjelaskan kronologis kejadian yang dimulai sejak kedatangan pasien pada tanggal 20 Februari 2013. Saat itu, pasien datang ke IGD dengan kejang, demam berulang dan keadaan umum jelek. Lalu diberikan anti kejang lewat dubur, selanjutnya pasien membaik dan masuk ke ruang rawat inap di RS Harapan Bunda.
Pada tanggal 22 Februari pasien disarankan melakukan Electroenchepalograph (EEG). Lalu tanggal 23 Februari, pasien pulang paksa dengan segala resiko yang telah dijelaskan.
Selanjutnya, pada tanggal 26 Februari orangtua pasien datang kontrol ke dokter spesialis anak di RS Harapan Bunda sambil memperlihatkan hasil EEG dari RSUD Pasarrebo dan hasilnya normal. Bayi pun tidak dibawa pada saat kontrol. Lalu orangtua pasien mengeluhkan jari telunjuk kanan anaknya berwarna kebiru-biruan. Akhirnya pasien dikonsulkan ke dokter spesialis bedah anak di RS Harapan Bunda. Tetapi pasien tidak melaksanakan konsul atau instruksi dari dokter spesialis anak, jelasnya, Kamis (11/4/2013).
Pada tanggal 2 Maret, orangtua dan pasien datang dengan membawa surat komplain yang menyatakan bahwa tangan anaknya membiru dan bengkak. Saat itu keluarga meminta pertanggungjawaban dari RS Harapan Bunda. Lalu Pihak RS menyarankan pasien untuk dirawat dan pasien dirawat di ruang perawatan anak RS Harapan Bunda.
Dalam waktu satu minggu kemudian, keluarga pasien diberikan informasi bahwa pasien harus diamputasi ruas jari telunjuk anaknya, dan keluarga pasien yakni ayahnya menyetujui untuk dilakukan amputasi tapi dengan syarat diamputasi asal jangan sampai telapak tangan.
Tapi pelaksanaan amputasi tidak lansung dilakukan oleh dokter bedah ortopedi, dengan harapan diobesrvasi akan ada perbaikan di samping menunggu keadaan umumnya membaik.
Lalu 31 Maret dokter bedah ortopedi pada pukul 07.00 melakukan visit ke bayi Edwin. Saat itu ditemukan ujung jari telunjuk kanan yang netprose atau jaringan mati sudah terlepas ada di dalam kassa. Dan ibu pasien dipanggil untuk diberikan informasi oleh dokter tersebut, dan dokter memberikan antiseptik, terang Dian lebih lanjut.
Gonti Sihombing, warga Jalan Nurul Yakin, RT 007/008, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jaktim, yang juga orangtua Edwin (korban) mengaku dokter yang rutin datang mengecek kondisi tangan anaknya serta mengganti perban 2 hari sekali tersebut tiba-tiba melakukan tindakan amputasi tanpa di bicarakan terlebih dahulu kepada pihak keluarga. "Tiba-tiba tangan anak saya digunting tanpa memberitahukan kepada orangtua atau keluarganya," ungkapnya.
Ia pun akhirnya mengadukan permasalahan ini ke Komnas Perlindungan Anak (PA) sebagai upaya untuk mencari dukungan dan meminta pertanggungjawaban pihak RS supaya anaknya sembuh, dan bergarap hal ini tidak terulang kembali, paparnya.
---------- Post Merged at 04:14 PM ----------
Penjelasan Lengkap RS Harapan Bunda Soal Kasus Bayi Edwin
Pihak Rumah Sakit Harapan Bunda Pasar Rebo dituding telah melakukan malpraktik terhadap bayi Edwin Timothy Sihombing. Ayah Edwin, Gonti Laurel Sihombing, menduga pihak RS telah mengamputasi jari telunjuk kanan anaknya tanpa sepengetahuan pihak keluarga.
Gonti bahkan juga telah mengadukan hal tersebut ke Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Namun pihak RS membantah tudingan tersebut dan menjelaskan telah melakukan tindakan medis sesuai prosedur.
Berikut penjelasan RS Harapan Bunda yang disampaikan melalui staf Humas dan Marketing, Dian Kristiana, dalam jumpa pers yang digelar di RS Harapan Bunda, Jalan Raya Bogor, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Kamis (11/4/2013):
20 Februari 2013, pasien dibawa orangtuanya ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dalam kondisi kejang demam berulang dan keadaan umum buruk. Pihak RS lalu memberikan obat anti kejang melalui dubur. Setelah itu kondisi pasien membaik. Pasien lalu dibawa ke ruang rawat inap di RS Harapan Bunda.
22 Februari 2013, pihak RS menyarankan agar bayi Edwin menjalani pemeriksaan EEG (electroencephalogram).
23 Februari 2013, pasien meminta pulang paksa dengan segala risiko yang telah dijelaskan.
26 Februari 2013, orangtua pasien datang lagi untuk mengontrol bayinya ke dokter spesialis anak di RS Harapan Bunda sambil memperlihatkan hasil EEG dari RSUD Pasar Rebo dan hasilnya normal. Bayi tidak dibawa pada saat kontrol EEG. Orangtua pasien mengeluh jari telunjuk kanan anaknya berwarna kebiru-biruan. Pasien dikonsulkan ke dokter spesialis bedah anak di RS Harapan Bunda. Tetapi orangtua pasien tidak melaksanakan konsul atau instruksi dari dokter spesialis anak.
2 Maret 2013, orangtua dan pasien datang dengan membawa surat komplain yang menyatakan bahwa tangan pasien membiru dan membengkak. Keluarga meminta pertanggungjawaban dari RS Harapan Bunda. Pihak RS menyarankan pasien untuk dirawat. Dan pasien dirawat di ruang perawatan anak RS Harapan Bunda.
"Satu minggu kemudian, keluarga pasien diberikan informasi bahwa pasien harus diamputasi ruas jari telunjuk anaknya. Keluarga pasien, ayahnya, menyetujui untuk dilakukan amputasi tapi dengan syarat asal jangan sampai telapak tangan diamputasi. Tapi pelaksanaan amputasi tidak langsung dilakukan oleh dokter bedah ortopedi dengan harapan diobservasi akan ada perbaikan di samping menunggu keadaan umumnya membaik," tutur Dian.
2 Maret sampai hari ini, pasien masih dirawat di RS Harapan Bunda dan kondisinya baik.
31 Maret 2013, dokter bedah ortopedi visit pukul 07.00 WIB ke bayi Edwin. Ditemukan ujung jari telunjuk kanan yang nekrosis atau jaringan mati sudah terlepas ada di dalam kasa. Dan ibu pasien dipanggil untuk diberi informasi oleh dokter tersebut. Lalu dokter tersebut memberikan antiseptik.
"10 April 2013, kami melihat di media televisi, internet, tentang berita tidak menyenangkan dan mencemarkan nama baik RS tanpa ada klarifikasi pihak orangtua kepada RS terlebih dahulu," sesal Dian.
"Kesimpulan, terjadi nekrosis atau jaringan mati dikarenakan orangtua tidak kooperatif sehingga penanganan terlambat," pungkasnya.
sumber : http://news.detik.com/read/2013/04/1...-edwin?9922022