pasti tidak asing lagi dengan istilah otaku. Otaku dalam bahasa Jepang bisa diartikan sebagai seseorang yang memiliki ketertarikan terhadap sesuatu, Sementara di Indonesia sendiri, otaku dipersempit hanya dengan individu yang tertarik pada anime dan manga. Nah, otaku ini, walau tidak semuanya, banyak sekali yang terlalu berlebihan mendedikasikan diri mereka terhadap hobi mereka sehingga terjangkit penyakit sosial.

penyakit sosial otaku :
1. weeaboo (wibu)
2. nijikon
3. hikikomori
4. chuunibyou

Weeaboo

Wibu memang berasal dari kelompok otaku. Akan tetapi otaku belum tentu adalah seorang wibu. Wibu berada pada tingkatan dimana seorang otaku mendedikasikan dirinya terlalu berlebihan terhadap hal-hal yang berbau Jepang. Dari empat penyakit sosial otaku yang ada, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa Wibu adalah yang paling menjengkelkan. Kenapa? Karena orang yang disebut wibu adalah mereka yang mendewakan segala sesuatu tentang Jepang. Pokoknya segala sesuatu tentang Jepang menurut mereka is the best-lah! Jika ada yang berani sedikit saja mengkritik sesuatu tentang Jepang pasti mereka bakalan maju ke garis depan dan membelanya mati-matian.

Wibu di Indonesia bisa termasuk parah. Kita pernah membahas dalam artikel sebelumnya tentang potret wibu di Indonesia. Mereka menganggap kehidupan dunia nyata itu membosankan, hidup sebagai seorang hikikomori dan NEET itu keren, dan nggak bakalan rela kalau ada yang bilang Anime adalah kartun. Well, dalam beberapa kasus ekstrim, malah mereka nggak mengakui bahwa pantsu adalah celana dalam dan jitensha adalah sepeda. Hello…? Padahal sebenarnya juga sama saja cuma beda bahasa.

Nijikon

Nijikon bisa diartikan seseorang yang terobsesi dan jatuh cinta pada karakter dua dimensi atau karakter-karakter fiksi. Dalam bahasa sederhana: jones. Yah, biasanya gejala awal penyakit ini sering banget ngaku-ngaku bahwa suatu karakter anime itu adalah waifu-nya atau husbando untuk para cewek.

Orang yang terjangkit Nijikon akan sangat mencintai karakter fiksi yang disukai, marah-marah jika ada karakter lain yang berani mendekatinya, dan biasanya pergi kemana-mana dengan karakter tersebut (biasanya dalam bentuk dakimakura). Dalam kasus ekstrim, ada penderita Nijikon yang sama sekali tidak tertarik dengan makhluk nyata dan bahkan sampai menikahi karakter fiksi yang dia cintai.

Hikikomori

Penyakit sosial otaku yang satu ini bisa diartikan sebagai ‘menarik diri’ dari kehidupan sosial. Mungkin sebagian dari kamu akan berpikir bahwa Hikikomori sama dengan ansos, tetapi pada kenyataannya tidak –setidaknya tidak secara keseluruhan. Hikikomori cenderung penarikan diri secara ekstrim, mereka mengisolasi diri dalam kamar dalam jangka waktu yang sangat lama. Tipikalnya, pelaku Hikikomori tenggelam dalam tayangan televisi atau komputer di dalam kamar hingga hampir-hampir tidak pernah tidur. Perilaku ini dapat berujung pada gangguan psikologis seperti schizoprenia

Penyebab dari Hikikomori ini ada banyak, tetapi intinya hanya satu: rasa trauma yang hebat yang dialami penderita saat berada di masyarakat sosial. Mungkin hal inilah yang jarang sekali dipahami oleh masyarakat atau orang-orang lingkungan sekitar terhadap penderita.

Chuunibyou

Chuunibyou secara kasar bisa diartikan sebagai ‘sindrom kelas 2 SMP’. Disebut sindrom kelas 2 SMP karena biasanya menjangkit anak-anak yang menginjak umur 14 tahun atau kelas 2 SMP.

Orang yang terjangkit chuunibyou ini biasanya memiliki tingkah laku sesuai dengan imajinasinya (misal: bisa hadoken, menggunakan penggaris kayu sebagai pedang, dan bisa mengeluarkan kamehameha). Dan mereka melakukannya karena mereka benar-benar percaya demikian. Biasanya penderita Chuunibyou akan sembuh begitu menginjak dewasa, tetapi dalam kasus tertentu, ada juga pasien Chuunibyou yang terjangkit hingga dewasa.

Tingkah orang yang terkena Chuunibyou ini terkadang menjengkelkan, tapi kalau kita lihat sisi positifnya, orang-orang yang penderita (atau setidaknya mantan penderita) Chuunibyou ini memiliki potensi yang bagus untuk bermain film/teater, Mereka tidak perlu kursus akting lagi karena mereka sudah terbiasa melakukannya.

Itulah tadi 4 penyakit sosial otaku yang mewabah di Indonesia. Perlu dicatat bahwa tidak semua otaku menderita penyakit sosial tersebut dan tidak semua otaku seaneh itu. Jadi, bagaimana pendapatmu soal penyakit sosial otaku ini? Atau, apakah kalian termasuk didalamnya?