Page 2 of 2 FirstFirst 12
Results 21 to 29 of 29

Thread: Pendidikan Matematika SD

  1. #21
    pelanggan setia porcupine's Avatar
    Join Date
    Jun 2011
    Location
    Bintan
    Posts
    4,132
    jadi selama ini gw salah

    gw selalu ngira 3x4 itu 3+3+3+3
    ~Radio Kopimaya~

  2. #22
    pelanggan setia Agitho_Ryuki's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Location
    mBantul, Ngayogyokarto, Hadiningrat
    Posts
    2,517
    lagipula memang sudah kesepakatan bahwa notasi "3 x 4" itu sama dengan 4 + 4 + 4, jadi memang harus konsisten seperti itu.
    Barangsawijine purwo marang kawitan, Bandar sejatining wujud. Yuk lakone.. BUTHO CAKIL sido NGEMUTTT PEN.....THUNG!!

  3. #23
    pelanggan tetap 234's Avatar
    Join Date
    Jun 2012
    Posts
    737
    Yup, namanya "aturan, kesepakatan, notasi baku, dll" memang harus konsisten diterapkan, apalagi dlm sebuah "lembaga resmi" (sekolah).

    Sayangnya, kata "konsisten" itu sendiri (bisa) berkonotasi "kaku". Itu udah otomatis, memang begitulah nature nya.

    Tapi, IMHO, persoalan konvensi/kesepakatan/notasi bentuk perkalian itu ndak usah terlalu kaku diterapkan untuk anak tingkat SD. Lain kalo udah tingkat lanjut. Untuk anak SD cukup diperkenalkan aja tapi penerapannya ndak usah terlalu saklek. Matematika ndak usah dibikin susah, disesuaikan aja dgn kebiasaan dan realita yg dihadapi oleh anak se-hari2 pada usianya masing2.

    Misalnya nih...

    Bungsuku yg kelas 3 SD udah sangat hapal dgn "perkalian uang",...dua buah gocengan ya jumlahnya cemban, gocengan ada empat ya nomban, cepek kali lima ya gopek, noceng lima lembar ya cemban, dst...dsb. Anakku paling cepet ngitungnya kalo soal begituan.

    Lha mosok saya ngajarinya harus kaku kalo "ada lima uang nocengan" itu nulisnya harus "lima kali noceng" ndak boleh "noceng kali lima"? Masak sama anak SD saya harus saklek bilang bahwa "5 x 2000 itu tidak sama dengan 2000 x 5"? Lha trus gimana saya harus memperkenalkan ttg, misalnya, "substitusi perkalian" pada seorang anak kecil? Apa ndak malah bikin bingung si anak? Dst...dsb.

    Matematika kok jadinya mbalah (dibikin) njelimet yak? Pantesan aja anak2 sekolah banyak yg takut sama pelajaran matematika.

    Disinilah menurutku peran "guru/pembimbing di rumah", entah ortu entah kakak, mesti bisa mengimbangi dgn pola asuh/ajar yg lebih luwes. Ini menurutku akan banyak membantu dlm menumbuhkembangkan minat anak thd matematika sejak dini. Tapi bukan berarti pelajaran lainnya ndak penting lho. Semuanya penting kok.



    ---------- Post Merged at 12:33 PM ----------

    BTW...

    Menurutku, CMIIW, anak sekolah sekarang (SD-SMP-SMA) itu scr umum justru lemah di hitungan aritmatika. Padahal persoalan riil se-hari2 itulah yang paling dibutuhkan, bukan kalkulus, aljabar, geometri, dst...dsb. Dan semua cabang2 ilmu matematika itu dasarnya ya aritmatika, termasuk juga dgn "logika (matematika)". Anak sekolah sekarang kebanyakan "jago di rumus" tapi "lemah di logika (matematika)". Bukan berarti hapal rumus itu ndak penting lho, tapi menurutku dua2nya (rumus maupun logika) harus seimbang sama2 ditumbuhkembangkan ke anak.

    Tapi itu juga ada dampak "positif" kok, terutama bagi orang2 yg jeli punya otak bisnis. Kursus Kumon, Jarimatika, dll jadinya sangat laku dan menjamur.

    Kalo saya sih daripada masukin anak ke kursus2 semacam itu mendingan duitnya saya pakai buat ngajarin anak soal hitung2an,...goceng beli cendol kembaliannya berapa, noceng kalo beli permen dapet berapa, dst. Dgn modal ndak nyampe cetiauw saya jamin si anak udah "jago kumon".

    Itu semua IMHO lho, soale saya juga ndak mudeng2 amat dgn ilmu matematika, maklum dulu belajar matematika cuma sampe tingkat SMA. Itupun baru "mulai diajarkan" di SMP soale dulu waktu SD saya cuma dapat Pelajaran Berhitung.

    Gusti iku dumunung ing atine wong kang becik, mulo iku diarani Gusti... Bagusing Ati.

  4. #24
    Chief Cook ndableg's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    5,910
    Quote Originally Posted by 234 View Post
    Lha mosok saya ngajarinya harus kaku kalo "ada lima uang nocengan" itu nulisnya harus "lima kali noceng" ndak boleh "noceng kali lima"? Masak sama anak SD saya harus saklek bilang bahwa "5 x 2000 itu tidak sama dengan 2000 x 5"?
    Masalahnya bukan pada matematika, tapi pada bahasa. Mengajarkan 2000 x 5 itu dasarnya hapalan, karena kalo dalam bahasa yg benar 5 kali 2000 atau uang 2000 (ada) 5 kali, atau 2000 dikalikan 5. Bukannya kita bilang "ada 5 lembar uang 2000an"? Tapi bisa juga menjadi "ada uang 2000 5 lembar", bukan "ada uang 2000 lembar 5".

    3 times 5 memang sama dengan 5 times 3, tapi beda proses.

    Oh ya denger2 dengan kurikulumnya revolusi mental, perkalian bakal dikurangi bebannya.
    Last edited by ndableg; 25-09-2014 at 02:47 AM.

  5. #25
    pelanggan tetap 234's Avatar
    Join Date
    Jun 2012
    Posts
    737
    Bahasa memang masih "serumpun" dgn bidang matematika, eksakta dan logika. Maksud saya, sama2 "adanya di otak kiri".

    Celakanya, "otak kiri" itu memang kaku, saklek dan ndak kreatif. Kreatifitas itu adanya di "otak kanan".

    Di tret lama saya pernah singgung bahwa sistem pendidikan dasar kita, khususnya tingkat SD-SMP, cengerung terlalu mengeksploitasi kemampuan otak kiri. Salah satu indikasinya adalah mapel yg diujikan dlm UN adalah hanya bidang Bahasa (IND dan ENG) dan eksakta (Matematika dan IPA).

    "Pemisahannya" baru dilakukan di tingkat atas, baik dlm bentuk sekolah umum (SMA) dgn kejuruan (SMK) maupun penjurusan di kedua bentuk tsb. SMA lebih mengarah ke "knowledge" sedangkan SMK lebih untuk mengasah "skills", dgn jurusannya masing2.

    Nah kalo dikaitkan dgn kurikulum, mestinya sistem kurikulum itu didalamnya harus bisa memadukan dan mengkoordinasikan antara otak kiri dgn otak kanan secara optimal, ndak menimbulkan ketimpangan2. Bahkan kalo perlu dan memungkinkan, aspek skills pun bobotnya perlu ditambah di tingkat dasar (SD-SMP). Mestinya itu bisa dilakukan. Salah satu indikasinya, saya inget Jokowi pernah bilang untuk lebih banyak menyisipkan, ini salah satu misal aja, aspek "budi pekerti" di setiap mata pelajaran termasuk pelajaran eksakta. Mungkin ada aspek2 lain (selain budi pekerti) yg bisa disisipkan di setiap mata pelajaran.

    Entah bagaimana caranya, entah seperti apa bentuknya, bahkan entah itu memang benar bisa atau tidak, sepenuhnya saya serahkan pada pihak yg paling berkompeten yaitu Dinas Pendidikan beserta jajarannya maupun praktisi2 di dunia pendidikan yg mestinya memang pakar di bidang tsb.

    Mungkin tidak selalu harus mengubah kurikulum (tiap) mata pelajaran itu sendiri, soale ini malah rawan diselewengkan dijadikan "proyek". Bisa saja cukup melalu "pembekalan" ke tenaga2 pengajarnya. No offense thd para guru lho. Mudah2an aja janji pemerintah (ini udah dari pemerintah yg dulu2) untuk meningkatkan kesejahteraan guru bisa terealisasi shg para guru pun bisa lebih concern dlm mengajar. Btw denger2 masalah Kurikulum 2013 kemarin pun banyak guru yg mengeluh soal pembekalan ini yg menurut mereka terlalu mepet dan minim. Jadi ya wajar aja kalo para guru pun jadi "gamang" dan jadi ndak bisa maksimal mengajarnya.

    Gusti iku dumunung ing atine wong kang becik, mulo iku diarani Gusti... Bagusing Ati.

  6. #26
    pelanggan setia Agitho_Ryuki's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Location
    mBantul, Ngayogyokarto, Hadiningrat
    Posts
    2,517
    konsep dan prinsip matematika itu harus konsisten, kreatifitas dalam pendidikan matematika dilatih dan dikembangkan pada saat beraktifitas matematika yaitu problem solving bukan saat proses pemahaman konsep dan prinsip. Akan berakibat tidak baik jika step pemb. matematika lsg diloncati. Misal pokoknya a+b = b+a tanpa ada proses kesana
    atau pokoknya keliling lingkaran itu rumusnya 3.14 x diameter tanpa proses menuju rumus tsb.
    Barangsawijine purwo marang kawitan, Bandar sejatining wujud. Yuk lakone.. BUTHO CAKIL sido NGEMUTTT PEN.....THUNG!!

  7. #27
    pelanggan tetap ga_genah's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Posts
    1,661
    matematik memang kaku
    kalo tidak kaku, bukan matematik namanya...

  8. #28
    pelanggan tetap 234's Avatar
    Join Date
    Jun 2012
    Posts
    737
    Jawablah dua soal pilihan ganda berikut ini secara "kaku, konsisten dan konsekuen"...

    I. 4 + 4 + 4 + 4+ 4 + 4 = ?
    A. 4 x 6
    B. 6 x 4

    II. 4 x 4 x 4 x 4 x 4 x 4 = ?
    A. 4 ^ 6
    B. 6 ^ 4

    BTW, kalo dilihat dari sisi "logika", hal tsb (konsep perkalian dan konsep pangkat) ndak efisien krn butuh dua "premis" (aturan) padahal kedua premis tsb bisa disamakan (dijadikan satu),...dus akan jadi lebih efisien.

    *Persis tadi pagi anak keduaku (kelas 5 SD) cerita di sekolah sekarang lagi belajar ttg "operasi pangkat".

    Gusti iku dumunung ing atine wong kang becik, mulo iku diarani Gusti... Bagusing Ati.

  9. #29
    pelanggan tetap PERMANDYAN's Avatar
    Join Date
    Feb 2011
    Location
    denpasar - bali
    Posts
    1,790
    djadi djika 6 X 4, berarti 4 nja ditambah sebanjak 6 kali
    lantas mengapa
    6 : 4, tidak mendjadi 4 nja dibagi mendjadi 6 bagian....(?)

Page 2 of 2 FirstFirst 12

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •